Kebutuhan Garam di Indonesia

Tabel 1. Kebutuhan garam di Indonesia sumber: www.kemenperin.go.id Uraian Tahun 2007 2008 2009 2010 Pasokan Dalam Negeri 1.150.000 1.199.000 1.371.000 1.400.000 Kebutuhan Garam Dalam Negeri 2.619.000 2.667.000 2.888.000 2.985.000 - Industri CAP 1.320.000 1.350.000 1.560.000 1.638.000 - Garam Konsumsi 680.000 687.000 693.000 707.000 - Industri Pangan 444.000 455.000 460.000 465.000 - Pengeboran Minyak 125.000 125.000 125.000 125.000 - Aneka 50.000 50.000 50.000 50.000 Selama kurun waktu enam tahun terakhir, harga garam mengalami peningkatan dimana pada tahun 2004 harganya berkisar Rp. 50,- s.d Rp. 60,-kg sedangkan saat ini harganya sudah meningkat menjadi Rp. 300,- s.d Rp. 350,-kg. Hal ini menunjukkan bahwa pengendalian impor garam secara signifikan dapat meningkatkan harga garam. Garam yang diimpor pada umumnya adalah garam yang kualitasnya belum dapat diproduksi di dalam negeri karena membutuhkan kemurnian yang tinggi seperti untuk industri kimia dan farmasi. Untuk meningkatkan kualitas dan produktivitas garam, perlu dilakukan intensifikasi lahan penggaraman dan meningkatkan produksi garam melalui ekstensifikasi khususnya untuk daerah- daerah sentra produksi potensial yang belum memanfaatkan lahan secara optimal. Walaupun Indonesia termasuk negara maritim, namun usaha meningkatkan produksi garam belum diminati, termasuk dalam usaha meningkatkan kualitasnya. Di lain pihak untuk kebutuhan garam dengan kualitas baik kandungan kalsium dan magnesium kurang banyak diimpor dari luar negeri, terutama dalam hal ini garam beryodium serta garam industri.

2.8 Produksi Garam di Indonesia

Di Indonesia walaupun merupakan negara kepulauan, tetapi pusat pembuatan garam masih terkonsentrasi di Jawa dan Madura yaitu di Jawa seluas 10.231 Ha Jawa Barat 1.159 Ha, Jawa Tengah 2.168 Ha, Jawa Timur 6.904 Ha dan Madura 15.347 Ha Sumenep 10.067 Ha, Pemekasan 3.075 Ha, Sampang 2.205 Ha. Luas area yang dikelola oleh PT Garam hanya 5.116 Ha yang seluruhnya berada di pulau Madura yaitu di Sumenep 3.163 Ha, Pemekasan 907 Ha dan di Sampang 1.046 Ha. Lokasi lainnya yaitu di NTB seluas 1.155 Ha, Sulawesi Selatan 2.040 Ha, Sumatera dan lain-lain 1.885 Ha, sehingga luas areal penggaraman seluruhnya sebesar 30.658 Ha dimana 25.542 Ha dikelola secara tradisional oleh rakyat. Areal garam yang dikelola oleh PT. Garam produksinya 60 tonHatahun, sedangkan garam rakyat hanya 40 tonHatahun Kementrian Kelautan dan Perikanan, 2010. Sentra produsen garam di Jawa terdapat di sepanjang pantai utara Pantura dan sedikit di jalur pantai selatan. Khususnya di Jawa Tengah, daerah sentra garam terdapat di Rembang, Pati, Demak, Jepara, dan Brebes, sedangkan di jalur selatan penghasil garam terdapat di Grobogan yang lebih dikenal sebagai garam non tambak. Daerah utama penghasil garam di Jawa Barat adalah terutama Cirebon dan Indramayu, yang menghasilkan 109.900 ton per tahun atau baru 66,9 dari tingkat kebutuhan propinsi. Kebutuhan garam untuk Jawa Barat yang sebesar 530.000 ton per tahun belum mampu dicukupi sendiri sehingga sebagain disuplai dari Jawa Tengah dan Jawa Timur. Kedua propinsi tersebut menghasilkan 900.000 ton per tahun. Proses produksi garam di Indonesia kebanyakan dilakukan secara tradisional, dengan memanfaatkan air laut dan panas matahari. Air laut yang mempunyai kadar garam rata-rata 2,5 berat total, diuapkan pada lahan penjemuran yang terbuka secara berulang-ulang sampai kondisi jenuh dan mengkristal. Garam endapan yang terbentuk masih banyak mengandung kotoran lumpur atau tanah. Untuk itu, garam tersebut kemudian dicuci agar kualitasnya meningkat. Proses pencucian garam yang baik pada dasarnya mampu meningkatkan kualitas garam, bukan hanya sekedar membersihkan garam dari kotoran lumpur atau tanah , tetapi juga mampu menghilangkan zat-zat pengotor seperti senyawa- senyawa Mg, Ca, dan kandungan zat pereduksi. Kalsium dan magnesium sebagai unsur yang cukup banyak dikandung dalam air laut selain NaCl perlu diendapkan agar kadar NaCl yang diperoleh meningkat. Kalsium dan magnesium dapat terendapkan dalam bentuk garam sulfat, karbonat, dan oksalat. Dalam proses pengendapan atau kristalisasi garam karbonat dan oksalat mengendap dahulu, menyusul garam sulfat, terakhir bentuk garam kloridanya Fielding, 2006. Lokasi pembuatan garam yang ideal adalah memenuhi persyaratan antara lain lokasi landai, kedap air, air laut dapat naik ke lahan tambak garam dengan atau tanpa bantuan alat. Lokasi juga bersih dari sumber air tawar, dengan curah hujan sedikit dan banyak sinar matahari untuk optimalnya penguapan air laut. Musim kemarau yang panjang akan memperkecil frekuensi turun hujan.