pneumonic akut. Selain itu debu arsen juga berakibat pada penyakit kanker
paru dan kanker kulit Departemen Kesehatan 2011; Prayudi dan Susanto
2011.
Sejauh ini banyak catatan mengenai pengaruh debu terhadap kesehatan
manusia. Ostro 2004 mencatat beberapa kasus gangguan kesehatan
yang berhubungan dengan partikulat debu yaitu kasus kematian, kanker paru-
paru, rawat inap disebabkan oleh gangguan peredaran sirkulasi darah dan
pernapasan serta asma baik tingkat menengah maupun tingkat serius. Selain
itu, gangguan peredaran darah dapat berakibat lanjut kepada serangan
jantung disertai perubahan tekanan darah dan detak jantung.
2.4 Penanggulangan Partikulat
sebagai Pencemar Udara Tingkat pencemaran udara
ditetapkan dengan standar kualitas udara yang dikenal sebagai “Baku Mutu
Udara”. Menurut Peraturan Pemerintah No. 41 Tahun 1999, yang dimaksud
dengan baku mutu udara adalah ukuran batas atau kadar zat, energi dan atau
komponen yang ada atau yang seharusnya ada dan atau unsur
pencemar yang
ditenggang keberadaannya dalam udara. Baku mutu
udara berfungsi sebagai petunjuk kualitas udara apabila udara tersebut
masih memenuhi persyaratan yang berlaku dalam baku mutu sehingga tidak
terjadi kerusakan maupun kerugian yang disebabkan oleh udara Prayudi
dan Susanto 2011.
Pencemaran udara khususnya partikulat debu dapat ditanggulangi
dengan menggunakan peralatan pengendali debu yang digunakan oleh
pihak industri seperti bag filter, electrostatic precipitator ESP, cyclon
scrubber, serta pengawasan yang ketat pada ambang batas debu. Surat
Keputusan Kementerian Lingkungan Hidup
No: Kep.02MENKLH1998 menyatakan bahwa ambang batas
maksimum pencemaran debu di udara ambien adalah 260 µgm
3
dengan menggunakan metode analisa
gravimetric dan peralatan high volume sampler.
Selain cara diatas, banyak penelitian yang menghasilkan
kesimpulan bahwa beberapa jenis tanaman memiliki kemampuan untuk
menyerap dan menjerap polutan. Beberapa jenis tanaman mampu
menyerap dan menjerap polutan serta mengurangi tingkat polutan yang
dihasilkan oleh industri dan alat transportasi Udayana 2004;
Hendrasarie 2007. Wolverton dan Wolverton 1993 dalam penelitiannya
mendapatkan hasil bahwa tanaman Pakis
mampu menurunkan kadar formaldehyde di udara sebanyak 1863
µgjam, Bunga Krisan menurunkn 1450 µgjam dan Palem Punik menurunkan
formaldehyde sebesar 1385 µgjam. Palem Jari merupakan tanaman yang
paling efektif menurunkan kadar formaldehyde xylene di udara yaitu
sebesar 610 µgjam. Palem juga mampu menurunkan kadar ammonia di udara
sebesar 7.356 µgjam.
Nugrahani dan Sukartiningrum 2008
dalam penelitiannya juga menjelaskan bahwa tanaman Pisang
Hias, Bungur, Bugenvil, Batavia serta Hanjuang Merah dapat ditanam di
taman perkotaan. Selain itu, jenis tanaman Puring, Angsana, Bungur,
Tanjung, Mahoni serta Daun Kupu- Kupu dapat ditanam dan dimanfaatkan
sebagai penurun kadar timbal dan debu di udara Sulasmini, Mahendra dan Lila
2007; Suyanti, Rushayati dan Hermawan 2008.
Toleransi tanaman terhadap polusi udara dinyatakan sebagai indeks APTI
Air Pollution Tolerance Index. APTI merupakan indeks angka yang
menunjukkan tingkat toleransi tanaman terhadap polusi udara. Singh et al
1991 menyatakan bahwa tingkat toleransi tanaman terhadap polutan
ditentukan oleh kandungan klorofil zat hijau daun, asam ascorbic, pH daun
dan kandungan air relatif KAR pada daun. Liu dan Ding 2008 juga
menyatakan bahwa APTI dapat dimanfaatkan oleh para ahli lanskap
sebagai panduan seleksi tanaman yang tahan terhadap polusi udara.
2.5 Tanaman Hias