Di Indonesia, sumber tanin yang paling potensial adalah bakau-bakau dan akasia. Luas hutan bakau di seluruh Indonesia diperkirakan sekitar 3,8 juta hektar
dan 2,9 juta hektar diataranya terdapat di Propinsi Irian Jaya Sumadiwangsa et al. 1988 dalam Henny 2005.
Penelitian penggunaan tanin sebagai perekat kayu diawali pada tahun 1950, namun dilakukan secara intensif setelah 20 tahun kemudian pada saat
terjadi krisi energi sekitar tahun 1970 Widarmana 1986 dalam Hindriani 2005. Diketahui bahwa lebih dari 90 dari total produksi tanin komersial dunia
adalah tanin terkondensasi, yang secara kimia maupun ekonomis lebih cocok digunakan untuk perekat dan resin. Ekstrak tanin komersial dibuat dari tanin
terkondensasi dan prazat flavonoidnya terdistribusi secara luas di alam terutama terkondensasi dalam kayu dan kulit dari berbagai jenis pohon seperti jenis akasia,
schinopsis, tsuga, dan berbagai jebis ekstrak kulit pinus Hindriani 2005.
2.4.2 Tapioka
Tapioka merupakan tepung yang terbuat dari bahan dasar ubi kayu. Tapioka banyak digunakan sebagai bahan pengental, bahan pengisi dan bahan
pengikat dalam industri makanan, seperti dalam pembuatan puding, sop, makanan bayi, es krim, pengolahan sosis daging, industri farmasi, dan lain-lain. Ampas
tapioka banyak dipakai sebagai campuran makanan ternak Radiati Agusto 1990.
Ubi kayu dalam keadaan segar tidak dapat dimakan. Untuk pemasaran yang memerlukan waktu yang lama, ubi kayu harus diolah dulu menjadi bentuk
lain yang lebih awet, seperti gaplek, tapioka tepung singkong, tapai, peuyeum, keripik singkong dan lain-lain Radiati Agusto 1990.
Tepung tapioka yang dibuat dari ubi kayu adalah sebagai bahan pembantu dalam berbagai industri, bahan pengental, bahan pengisi dan bahan pengikat
dalam industri makanan. Dibandingkan dengan tepung jagung, kentang dan terigu, komposisi zat gizi tepung tapioka cukup baik sehingga mengurangi kerusakan
tenun, juga digunakan sebagai bahan bantu pewarna putih Radiati Agusto 1990.
Tapioka yang diolah menjadi sirup glukosa dan destrin sangat diperlukan oleh berbagai industri, antara lain industri kembang gula, pengalengan buah-
buahan, pengolahan es krim, minuman dan industri peragian Radiati Agusto 1990.
Pada umumnya masyarakat kita mengenal dua jenis tapioka, yaitu tapioka kasar dan tapioka halus. Tapioka kasar masih mengandung gumpalan dan butiran
ubi kayu yang masih kasar, sedangkan tapioka halus merupakan hasil pengolahan lebih lanjut dan tidak mengandung gumpalan lagi. Kualitas tapioka sangat
ditentukan oleh beberapa faktor, yaitu : 1.
Warna tepung; tepung tapioka yang baik berwarna putih. 2.
Kandungan air; tepung harus dijemur sampai kering benar sehingga kandungan airnya rendah.
3. Banyaknya serat dan kotoran; usahakan agar banyaknya serat dan kayu
yang digunakan harus berumur kurang dari 1 tahun karena serat dan zat kayunya masih sedikit dan zat patinya masih banyak.
4. Tingkat kekentalan; usahakan daya rekat tapioka tetap tinggi. Untuk itu
hindari penggunaan air yang berlebih dalam proses produksi Radiati Agusto 1990.
BAB III BAHAN DAN METODE
3.1 Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium dan rumah kaca Departemen Silvikultur, Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor yang dilaksanakan 7
bulan, mulai April 2009 sampai Oktober 2009.
3.2 Alat dan Bahan
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah : oven, calliper, ember, tong, kompor, wajan, alat pencetak kontainer, timbangan analitik, cat, gunting,
saringan, seperangkat alat ukur, alat tulis, dan kamera digital. Bahan – bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah : semai sengon
berumur 2 minggu benih berasal dari laboratorium Silvikultur Fakultas Kehutanan IPB, koran bekas, arang sekam, pasir, perekat, serasah, dan kompos.
Perekat yang digunakan yaitu tapioka dan tanin dari sari kulit Acacia mangium. .
3.3 Prosedur Penelitian
Bahan dasar dalam pembuatan kontainer organik ini adalah koran bekas, serasah, kompos, tepung tapioka kanji dan tanin.
3.3.1 Penyiapan Bubur Kertas.
Kertas koran terlebih dahulu di sobek-sobek menggunakan gunting. Selanjutnya direndam dalam tong berisi air selama satu minggu dan dilakukan
pengadukan serta penggantian air setiap 2 hari sekali. Setelah terlihat seperti bubur kertas maka dilakukan penyaringan untuk mengurangi kadar air dan
dibiarkan semalam.
3.3.2 Penyiapan Bahan Baku.
Bahan pencampur yang digunakan adalah kompos dan serasah daun yang berasal dari jenis jati. Keduanya dilakukan pengukuran kadar air awal dan akhir