Pokok-pokok Perubahan dalam PBI ini mencakup:
2. Pokok-pokok Perubahan dalam PBI ini mencakup:
A. Kewajiban Penerimaan Devisa Hasil Ekspor (DHE) melalui Bank Devisa.
1. Kewajiban penerimaan DHE melalui bank devisa tidak berlaku
untuk DHE milik pemerintah yang diterima melalui Bank Indonesia atau DHE yang diterima secara tunai di dalam negeri sepanjang dibuktikan dengan penjelasan tertulis yang disertai dokumen pendukung yang memadai.
2. Penerimaan DHE wajib dilakukan paling lambat akhir bulan ketiga
setelah bulan pendaftaran Pemberitahuan Ekspor Barang (PEB).
3. Penerimaan DHE yang berasal dari cara pembayaran usance LC,
konsinyasi, pembayaran kemudian, collection, yang jatuh temponya melebihi atau sama dengan 3 bulan setelah bulan pendaftaran PEB, wajib dilakukan paling lama 14 hari setelah tanggal jatuh tempo pembayaran yang bersangkutan. Dalam hal batas akhir jatuh pada hari libur, maka penerimaan DHE dapat dilakukan pada hari kerja berikutnya.
No. Peraturan
4. Penyampaian informasi yang tercantum pada PEB kepada bank devisa serta penjelasan tertulis dan dokumen pendukung bagi penerimaan DHE berlaku untuk PEB dengan nilai lebih besar dari USD10,000.00 atau ekuivalennya. Penyampaian informasi yang tercantum pada PEB terkait DHE melalui bank devisa dilakukan paling lambat tanggal 5 bulan berikutnya setelah DHE diterima.
5. Dalam hal eksportir menerima DHE secara tunai untuk PEB dengan nilai lebih besar dari USD10,000.00 atau ekuivalennya maka eksportir wajib menyampaikan penjelasan tertulis beserta dokumen pendukung paling lambat tanggal 5 bulan berikutnya setelah bulan pendaftaran PEB.
6. Untuk penerimaan DHE yang berasal dari cara pembayaran usance LC, konsinyasi, pembayaran kemudian, collection yang jatuh temponya melebihi atau sama dengan 3 bulan setelah bulan pendaftaran PEB, eksportir harus menyampaikan penjelasan tertulis disertai dokumen pendukung kepada bank devisa untuk diteruskan kepada Bank Indonesia paling lambat tanggal 5 bulan berikutnya setelah bulan pendaftaran PEB. Dalam hal batas akhir merupakan hari libur maka penyampaiannya dapat dilakukan pada hari kerja berikutnya.
7. Dalam hal DHE lebih kecil dari Nilai PEB dengan selisih kurang paling banyak ekuivalen Rp50.000.000,00 maka DHE yang diterima dianggap sesuai dengan nilai PEB dan eksportir tidak perlu menyampaikan penjelasan tertulis dan dokumen pendukung.
8. Untuk selisih kurang nilai DHE dengan Nilai PEB lebih besar dari
ekuivalen Rp50.000.000,00, yang disebabkan oleh:
a. selisih kurs, diskonrabat, biaya administrasi, danatau biaya lainnya terkait perdagangan internasional, sehingga terdapat selisih kurang antara DHE dan Nilai PEB paling banyak 10 (sepuluh per seratus) dari nilai PEB; danatau
b. maklon, jasa perbaikan, operational leasing atau financial leasing, perbedaan penilaian harga barang pada saat perjanjian ekspor dengan harga pada saat barang diterima, perbedaan komposisi barang, perbedaan kualitas barang, danatau perbedaan kuantitas barang,
penjelasan tertulis disertai dengan dokumen pendukung disampaikan kepada Bank Devisa untuk diteruskan kepada Bank Indonesia paling lambat tanggal 5 bulan berikutnya setelah DHE diterima oleh eksportir melalui Bank Devisa.
No. Peraturan
Tanggal
Ringkasan
9. Dalam hal terdapat perbedaan antara data PEB yang disampaikan
eksportir dengan data PEB yang diterima dari Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) maka Bank Indonesia dapat memutuskan data PEB yang dijadikan sebagai acuan pemenuhan ketentuan DHE dan menginformasikan perbedaan antara data PEB dimaksud kepada DJBC.
10. Penerimaan DHE yang lebih kecil dari nilai PEB yang disebabkan netting antara tagihan ekspor dengan kewajiban eksportir hanya diperbolehkan untuk netting dengan pembayaran impor barang terkait kegiatan ekspor yang bersangkutan, sepanjang terdapat kesepakatan netting antara eksportir yang bersangkutan dengan importir terkait (counterparty). Penerimaan DHE yang berasal dari hasil netting dianggap sesuai dengan nilai PEB apabila eksportir menyampaikan penjelasan tertulis disertai dokumen pendukung yang memadai.
11. Dalam hal importir wanprestasi, pailit, atau mengalami keadaan memaksa (force majeure) maka untuk: • eksportir yang menerima DHE lebih kecil dari Nilai PEB, dengan
selisih kurang lebih besar dari ekuivalen Rp50.000.000,00 maka eksportir harus menyampaikan penjelasan tertulis disertai dengan dokumen pendukung yang memadai paling lambat akhir bulan ketiga setelah bulan pendaftaran PEB kepada bank devisa untuk diteruskan kepada Bank Indonesia;
• eksportir yang tidak menerima DHE, atau menerima DHE secara
tunai lebih kecil dari Nilai PEB dengan selisih kurang lebih besar dari ekuivalen Rp50.000.000,00 maka eksportir harus menyampaikan penjelasan tertulis disertai dengan dokumen pendukung yang memadai kepada Bank Indonesia paling lambat akhir bulan ketiga setelah bulan pendaftaran PEB.
Untuk ekspor yang dilakukan dengan dari cara pembayaran usance LC, konsinyasi, pembayaran kemudian, danatau collection yang jatuh temponya melebihi atau sama dengan 3 bulan setelah bulan pendaftaran PEB maka eksportir harus menyampaikan penjelasan tertulis disertai dokumen pendukung terkait importir wanprestasi, pailit, atau mengalami keadaan memaksa paling lama 14 hari setelah tanggal jatuh tempo pembayaran.
12. Dalam hal ekspor dilakukan melalui Perusahaan Jasa Titipan (PJT), kewajiban penyampaian informasi dan penjelasan tertulis yang disertai dokumen pendukung menjadi tanggung jawab pemilik
No. Peraturan
Tanggal
Ringkasan
barang. Dalam hal ini PJT harus menyampaikan informasi terkait PEB kepada pemilik barang.
B. Pengenaan Sanksi
1. Eksportir yang melakukan pelanggaran terhadap kewajiban penerimaan DHE dikenakan sanksi administratif berupa denda sebesar 0,5 dari nilai nominal DHE yang belum diterima dengan nominal paling banyak sebesar Rp100.000.000,00 untuk satu bulan pendaftaran PEB.
2. Dalam hal ekspor dilakukan melalui PJT, maka sanksi denda dan sanksi penangguhan atas pelayanan ekspor dikenakan kepada pemilik barang.
3. Pembayaran sanksi administratif berupa denda disetorkan ke Bank
Indonesia yang diatur dalam Surat Edaran Bank Indonesia.
C. Ketentuan Peralihan Penerimaan DHE yang dilakukan tidak melalui Bank Devisa karena telah diperjanjikan pembayarannya melalui trustee yang berada di luar Indonesia, tidak wajib diterima melalui Bank Devisa sampai dengan tanggal 30 Juni 2013. Dalam hal ini, eksportir harus menyampaikan penjelasan tertulis dan dokumen pendukung.
D. Ketentuan Penutup
1. Peraturan Bank Indonesia ini mulai berlaku pada tanggal 1 Januari
2. Pada saat Peraturan Bank Indonesia ini mulai berlaku:
a. Ketentuan Pasal 12 Peraturan Bank Indonesia Nomor 1322PBI 2011 tentang Kewajiban Pelaporan Penarikan Devisa Utang Luar Negeri (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 95, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5243);
b. Peraturan Bank Indonesia Nomor 1320PBI2011 tentang Penerimaan Devisa Hasil Ekspor dan Penarikan Devisa Utang Luar Negeri (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 93, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5241); dan
c. Peraturan Bank Indonesia Nomor 1411PBI2012 tentang Perubahan atas Peraturan Bank Indonesia Nomor 1320PBI2011 tentang Penerimaan Devisa Hasil Ekspor dan Penarikan Devisa Utang Luar Negeri (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 169, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5338), dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
No. Peraturan
1. Peraturan Bank Indonesia (PBI) Kegiatan Usaha dan Jaringan Kantor
Berdasarkan Modal Inti Bank mengatur mengenai cakupan kegiatan usaha dan pembukaan jaringan kantor sesuai dengan modal inti Bank yang bertujuan untuk meningkatkan ketahanan dan daya saing perbankan nasional.
2. Pokok-pokok pengaturan PBI ini meliputi antara lain:
a. Umum
1. Bank hanya dapat melakukan kegiatan usaha dan memiliki jaringan
kantor sesuai dengan modal inti yang dimiliki.
2. Ketentuan ini berlaku untuk Bank Umum Konvensional (BUK), Bank
Umum Syariah (BUS), Unit Usaha Syariah (UUS) dari Bank Umum Konvensional dan kantor cabang dari bank yang berkedudukan di luar negeri (Kantor Cabang Bank Asing – KCBA)
b. Pengaturan Kegiatan Usaha Bank
1. Berdasarkan modal inti yang dimiliki Bank dikelompokkan dalam
4 kelompok usaha (Bank Umum Kelompok Usaha – BUKU) sebagai berikut:
a. BUKU 1, Bank dengan modal inti kurang dari Rp1 Triliun;
b. BUKU 2, Bank dengan modal inti Rp1 Triliun sampai dengan
kurang dari Rp5 Triliun;
c. BUKU 3, Bank dengan modal inti Rp5 Triliun sampai dengan
kurang dari Rp30 Triliun; dan
d. BUKU 4, Bank dengan modal inti di atas Rp30 Triliun.
2. Cakupan produk dan aktivitas yang dapat dilakukan BUKU sebagai
berikut:
i. Bank Umum Konvensional
a. BUKU 1 hanya dapat melakukan kegiatan penghimpunan dan penyaluran dana yang merupakan produk atau aktivitas dasar dalam Rupiah, kegiatan pembiayaan perdagangan, kegiatan dengan cakupan terbatas untuk keagenan dan kerjasama, kegiatan sistem pembayaran dan electronic banking dengan cakupan terbatas, kegiatan penyertaan modal sementara dalam rangka penyelamatan kredit, dan jasa lainnya, dalam Rupiah. BUKU 1 hanya dapat melakukan kegiatan valuta asing terbatas sebagai pedagang valuta asing.
No. Peraturan
Tanggal
Ringkasan
b. BUKU 2 dapat melakukan kegiatan produk atau aktivitas dalam rupiah dan valuta asing dengan cakupan yang lebih luas dari BUKU 1. BUKU 2 dapat melakukan kegiatan treasury terbatas mencakup spot dan derivatif plain vanilla serta melakukan penyertaan sebesar 15 pada lembaga keuangan didalam negeri;
c. BUKU 3 dapat melakukan seluruh kegiatan usaha dalam Rupiah dan valuta asing dan melakukan penyertaan sebesar
25 pada lembaga keuangan di dalam dan di luar negeri terbatas di kawasan Asia.
d. BUKU 4 dapat melakukan seluruh kegiatan usaha dalam rupiah dan valuta asing dan melakukan penyertaan sebesar
35 pada lembaga keuangan di dalam dan di luar negeri dengan cakupan wilayah yang lebih luas dari BUKU 3 (international world wide).
ii. Bank Umum Syariah
a. BUKU 1 hanya dapat melakukan kegiatan penghimpunan dan penyaluran dana yang merupakan produk atau aktivitas dasar dalam Rupiah, serta kegiatan pembiayaan perdagangan, kegiatan dengan cakupan terbatas untuk keagenan dan kerjasama, kegiatan sistem pembayaran dan electronic banking dengan cakupan terbatas, kegiatan penyertaan modal sementara dalam rangka penyelamatan pembiayaan, dan jasa lainnya, dalam Rupiah berdasarkan akad yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah. BUKU 1 hanya dapat melakukan kegiatan dalam valuta asing terbatas sebagai pedagang valuta asing.
b. BUKU 2 hanya dapat melakukan kegiatan produk atau aktivitas dalam Rupiah dan valuta asing dengan cakupan yang lebih luas dan berdasarkan akad yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah. BUKU 2 dapat melakukan kegiatan treasury terbatas mencakup transaksi spot dan kegiatan treasury dasar lainnya berdasarkan akad yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah, serta melakukan penyertaan sebesar 15 pada lembaga keuangan syariah di dalam negeri;
c. BUKU 3 dapat melakukan seluruh kegiatan usaha dalam Rupiah dan valuta asing dan melakukan penyertaan sebesar
25 pada lembaga keuangan syariah di dalam dan di luar negeri terbatas di kawasan Asia;
No. Peraturan
Tanggal
Ringkasan
d. BUKU 4 dapat melakukan seluruh kegiatan usaha dalam Rupiah dan valuta asing dan melakukan penyertaan sebesar
35 pada lembaga keuangan dalam dan luar negeri dengan cakupan wilayah yang lebih luas dari BUKU 3 (international world wide).
3. Kegiatan usaha yang dapat dilakukan oleh Unit Usaha Syariah mengacu
pada kegiatan usaha Bank Umum Syariah sesuai dengan kelompok BUKU dari Bank Umum Konvensional yang menjadi induknya; dan untuk kegiatan- kegiatan usaha tertentu yang tidak termasuk produk atau aktivitas dasar bank syariah (kegiatan usaha Bank Umum Syariah BUKU 1) hanya dapat dilakukan oleh Unit Usaha Syariah setelah memperoleh persetujuan dari Bank Indonesia.
4. Bagi Bank Umum Konvensional yang melakukan penyertaan kepada Bank
Umum Syariah sebesar 5 dari modal Bank atau lebih, diberikan tambahan batasan penyertaan sebesar 5 dari modal Bank sehingga batasan penyertaan modal pada BUKU 2 paling tinggi sebesar 20 dan BUKU 3 sebesar 30 dari modal Bank.
5. Bank dalam semua BUKU wajib menyalurkan kredit atau pembiayaan
produktif termasuk kredit atau pembiayaan kepada UMKM dengan target tertentu, yaitu:
a. BUKU 1 paling rendah 55 dari total kredit atau pembiayaan;
b. BUKU 2 paling rendah 60 dari total kredit atau pembiayaan;
c. BUKU 3 paling rendah 65 dari total kredit atau pembiayaan;
d. BUKU 4 paling rendah 70 dari total kredit atau pembiayaan
6. Pengecualian kewajiban menyalurkan kredit atau pembiayaan produktif
diberikan kepada Bank yang memfokuskan diri untuk membiayai kepemilikan rumah untuk kepentingan rakyat paling kurang 75 dari total kredit atau pembiayaan.
7. Bank wajib memperoleh persetujuan Bank Indonesia untuk melakukan
produkaktivitas tertentu yang bukan merupakan cakupan produk atau aktivitas dasar danatau memiliki risiko serta kompleksitas yang tinggi, antara lain penerbitan structure product, penerbitan surat utang ekuitas dan kegiatan jasa sistem pembayaran.
No. Peraturan
Tanggal
Ringkasan
c. Pengaturan Jaringan Kantor
1. Persyaratan pembukaan jaringan kantor adalah Tingkat Kesehatan Bank dan alokasi modal inti (Theoretical Capital – TC) sesuai lokasi dan jenis kantor Bank.
2. BUKU 3 dapat membuka kantor cabang, kantor perwakilan dan jenis kantor lainnya didalam dan luar negeri terbatas di kawasan Asia. Sedangkan BUKU 4 dapat membuka kantor cabang, kantor perwakilan dan jenis kantor lainnya di wilayah yang lebih luas dari BUKU 3 (international world wide).
3. Dalam perhitungan ketersediaan modal inti untuk jaringan kantor,
Bank Indonesia menetapkan:
a. pembagian zona berdasarkan tingkat kejenuhan Bank dan
pemerataan pembangunan;
b. koefisien masing-masing zona; dan
c. biaya investasi pembukaan jaringan kantor Bank untuk masing-
masing BUKU.
4. Bank wajib menyediakan alokasi modal inti yang cukup bagi seluruh jaringan kantor yang dimiliki bank. Dalam hal Bank tidak memiliki ketersediaan alokasi modal inti yang cukup, Bank tidak dapat melakukan pembukaan jaringan kantor yang baru sampai terpenuhinya peningkatan modal untuk mencukupi alokasi modal inti yang dibutuhkan. Bank masih dapat dipertimbangkan untuk membuka jaringan kantor yang baru apabila bank menyalurkan kredit atau pembiayaan kepada UMKM minimal 20 atau UMK minimal 10 dari total kredit atau pembiayaan bank serta terdapat upaya pemupukan modal yang dilakukan bank.
5. Dalam menentukan jumlah jaringan kantor yang dapat dibuka, selain pertimbangan TKS, alokasi modal inti, pangsa UMKMUMK dan pemupukan modal, Bank Indonesia akan mempertimbangkan:
a. Memberikan insentif tambahan jumlah jaringan kantor yang dapat dibuka bagi Bank yang memiliki ketersediaan alokasi modal inti yang cukup dan menyalurkan kredit UMKM paling rendah 20 atau UMK paling rendah 10.
b. pencapaian efisiensi bank.
6. Ketersedian alokasi modal inti tidak diberlakukan bagi:
a. pembukaan Kantor Fungsional yang melakukan kegiatan operasional khusus penyaluran kredit atau pembiayaan kepada UMK;
No. Peraturan
Tanggal
Ringkasan
b. pembukaan Jaringan Kantor bagi Bank yang dimiliki oleh Pemerintah Daerah dalam wilayah provinsi tempat kedudukan kantor pusatnya.
7. Dalam rangka perimbangan penyebaran jaringan kantor, Bank
dalam BUKU 3 dan BUKU 4 yang membuka jaringan kantor di Zona 1 atau Zona 2 dalam jumlah tertentu wajib diikuti dengan pembukaan jaringan kantor di Zona 5 atau Zona 6 dengan jumlah tertentu. Kewajiban ini dikecualikan bagi bank yang mayoritas sahamnya dimiliki oleh Pemda yang melakukan pembukaan kantor di Zona 1 atau Zona 2 yang merupakan provinsi tempat kedudukan kantor pusatnya.
d. Rencana Tindak (Action Plan)
1. Bank wajib menyampaikan rencana tindak penyesuaian kegiatan
usaha, kegiatan valuta asing, penyertaan, dan pemenuhan kewajiban penyaluran kredit atau pembiayaan produktif paling lambat akhir bulan Maret 2013.
2. Rencana tindak yang telah disetujui Bank Indonesia tersebut, akan
dijadikan acuan bagi Bank dalam merevisi RBB yang disampaikan paling lambat akhir bulan Juni 2013.
3. Jangka waktu untuk melakukan penyesuaian produk, aktivitas,
dan penyertaan paling lama akhir Juni 2016. Sedangkan bagi BPD jangka waktu penyesuaian paling lambat Juni 2018.
e. Perlakuan pengawasan terhadap Bank yang mengalami penurunan
Modal Inti. Bank yang mengalami penurunan Modal Inti sehingga mengalami penurunan BUKU selama 3 bulan berturut-turut wajib menyusun rencana tindak yang dapat berupa penghentian kegiatan usaha yang tidak sesuai dengan BUKU atau menambah modal. Bank diberikan jangka waktu 1 tahun untuk menyelesaikan pelaksanaan action plan tersebut.
f. Pengenaan sanksi kepada Bank.
Pengenaan sanksi kepada Bank mengacu kepada Pasal 52 UU Perbankan atau Pasal 58 UU Perbankan Syariah yaitu teguran tertulis, penurunan peringkat Tingkat Kesehatan, larangan pembukaan jaringan kantor danatau pembekuan kegiatan usaha tertentu.
g. Pada saat Peraturan Bank Indonesia ini mulai berlaku, beberapa
peraturan dibawah ini dicabut dan dinyatakan tidak berlaku yaitu:
No. Peraturan
Tanggal
Ringkasan
1. Pasal 5 ayat (2) dan Pasal 7 ayat (1) Peraturan Bank Indonesia No.510PBI2003 tanggal 11 Juni 2003 tentang Prinsip Kehati- hatian dalam Penyertaan Modal (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 66, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4296).
2. Pasal 2 ayat (2) dan Pasal 3 huruf b Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia No.2864KEPDIR tanggal 7 September 1995 tentang Persyaratan Bank Umum Bukan Bank Devisa Menjadi Bank Umum Devisa.
3. Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia No.2864KEPDIR tanggal
7 September 1995 tentang Persyaratan Bank Umum Bukan Bank Devisa Menjadi Bank Umum Devisa dicabut dan dinyatakan tidak berlaku, pada saat berlakunya peraturan pelaksanaan dari Peraturan Bank Indonesia ini yang mengatur mengenai kegiatan valuta asing bagi Bank.
1427PBI2012 28 Desember 2012
I. Latar Belakang
Dengan adanya dinamika nasional, regional maupun global yang diiringi dengan perkembangan produk, aktivitas dan teknologi informasi bank yang semakin kompleks, sehingga berpotensi akan meningkatkan peluang bagi para pelaku kejahatan untuk menyalahgunakan fasilitas dan produk perbankan sebagai sarana pencucian uang dan pendanaan terorisme, dengan modus operandi yang lebih canggih.
Selain itu, Rekomendasi Financial Action Task Force (FATF) juga mengalami penyesuaian sehingga menjadi lebih komprehensif dalam mendukung upaya pencegahan tindak pidana pencucian uang dan pencegahan pendanaan terorisme.
Sehubungan dengan hal tersebut, Ketentuan Bank Indonesia mengenai Penerapan Program Anti Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme Bagi Bank Umum yang selama ini diterapkan, dinilai perlu disesuaikan dalam rangka harmonisasi dengan peraturan perundang- undangan yang berlaku dan standar internasional. Penyesuaian pengaturan tersebut antara lain meliputi:
a. Pengaturan mengenai transfer dana.
b. Pengaturan mengenai area berisiko tinggi.
No. Peraturan
Tanggal
Ringkasan
c. Pengaturan Customer Due Dilligence (CDD) sederhana khususnya
dalam rangka mendukung dengan strategi nasional dan global keuangan inklusif (financial inclusion).
d. Pengaturan mengenai Cross Border Correspondent Banking.