HUKUM PERBANKAN DAN KEBANKSENTRALAN ID

Volume 10, Nomor 3, September - Desember 2012 BULETIN HUKUM PERBANKAN DAN KEBANKSENTRALAN

  Departemen Hukum Bank Indonesia

Pelindung

  Deputi Gubernur Bidang Hukum Bank Indonesia

Penanggung Jawab

  Siddha Karya, Wahyudi Santoso, Libraliana Badilangoe

Pemimpin Redaksi

  Libraliana Badilangoe

Sekretaris Redaksi

  Dyah Pratiwi

Dewan Redaksi

  Imam Subarkah, Sukarelawati Permana, Amsal C. Appy, Rosalia Suci, Hari Sugeng Raharjo, Endang R. Budi Astuti

Redaksi Pelaksana

  Agus Susanto Pratomo, Ellia Syahrini, Kesumawati, Kuwat Wijayanto, Chandra Herwibowo, Veri Dyatmika Adhiraharja

Mitra Bestari

  Prof. Dr. Erman Radjagukguk, SH., LLM Prof. Dr. Nindyo Pramono, SH., LLM Prof. Dr. Huala Adolf, SH., LLM Dr. Inosentius Samsul, SH., LLM

  Dr. Lastuti Abubakar, SH., MH

Penanggung Jawab Pelaksana dan Distribusi

  Tim Perundang-undangan dan Pengkajian Hukum, Departemen Hukum Bank Indonesia

  Buletin Hukum Perbankan dan Kebanksentralan ini diterbitkan oleh Departemen Hukum Bank Indonesia. Isi dan hasil penelitian dalam tulisan-tulisan dalam buletin ini sepenuhnya tanggung jawab para penulis dan bukan merupakan pandangan resmi Bank Indonesia.

  Buletin ini pada awal tahun penerbitan, tahun 2003, diterbitkan 6 (enam) bulan sekali, yaitu pada bulan Juli dan Desember. Mulai tahun 2004 buletin ini terbit secara berkala pada bulan April, Agustus dan Desember, dan mulai tahun 2009, buletin diterbitkan pada bulan Januari, Mei, dan September. Peminat buletin ini dapat menghubungi Bagian Administrasi Departemen Statistik Ekonomi dan Moneter, Gedung B Lt. 16, Jl. M.H. Thamrin No. 2 Jakarta 10350, telepon (021) 381 8629, facsimile (021) 350 1931, email: buletinhukum_dhkbi.go.id

  Redaksi menerima sumbangan tulisan berupa artikel ilmiah atau semi ilmiah serta resensi buku berkenaan dengan hukum perbankan dan kebanksentralan. Tulisan tersebut dapat disampaikan kepada Tim Perundang-undangan dan Pengkajian Hukum, Departemen Hukum Bank Indonesia, Gedung Tipikal Lt. 9 Jl. M.H Thamrin No. 2 Jakarta 10350, telepon (021) 381 7346, facsimile (021) 380 1430. Atas dimuatnya artikel dan resensi buku dimaksud, Redaksi memberikan uang jasa penulisan.

  “Buletin ini dapat diakses melalui website Bank Indonesia di http:www.bi.go.id, pilih links riset, survey dan publikasi, kemudian pilih publikasi”

  Halaman ini sengaja dikosongkan

DARI MEJA REDAKSI

  Buletin Hukum Perbankan dan Kebanksentralan Volume 10 Nomor 3, Edisi September s.d Desember 2012 kembali hadir ditengah-tengah para pembaca dan pencintanya.

  Topik utama Buletin menyoroti mengenai Kemandirian Anggaran Bank Indonesia yang merupakan hasil kerjasama penelitian FH-UGM dengan DHk BI. Kemandirian anggaran bagi Bank Indonesia merupakan hal yang penting dalam melaksanakan tugas dan kewenangannya sebagai Bank Sentral, mengingat kemandirian anggaran merupakan bagian dari independensi bank sentral secara keseluruhan.

  Selain topik utama diatas dalam edisi kali ini Buletin juga menurunkan 3 artikel lainnya, yaitu:

  1. Penerapan Customer Due Diligence Atas Resolusi Dk PBB Nomor 1267 Guna Pencegahan Tindak Pidana Pendanaan

  Terorisme oleh Dr. Go Lisanawati SH. M Hum, Dosen Fakultas Hukum Universitas Surabaya.

  2. Implementasi Hukum Pembangunan Dalam Sistem Perbankan Di Indonesia oleh Dr. Zulfi Diane Zaini, S.H., M.H,

  Dosen Fakultas Hukum dan Magister Hukum Universitas Bandar Lampung.

  3. Prinsip Parate Executie Dalam Hak Tanggungan Dalam Hal Debitur Wanprestasi oleh Rumawi, Mahasiswa Program

  Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Jember. Akhirnya, guna memberikan pengkinian informasi produk perundang-undangan Bank Indonesia, buletin ini akan

  memuat daftar Peraturan Bank Indonesia (PBI) dan Surat Edaran (SE) Ekstern Bank Indonesia dari bulan September sampai dengan Desember 2012, yang dilengkapi dengan Ringkasan Peraturan Bank Indonesia, dengan harapan agar semakin mempermudah pembaca dalam menelusuri dan mencari regulasi yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia.

  Selamat membaca.

  Jakarta, Desember 2012

  Redaksi

  Halaman ini sengaja dikosongkan

  Halaman ini sengaja dikosongkan

KEMANDIRIAN ANGGARAN BANK INDONESIA

  Oleh : Kerjasama Penelitian antara Tim Peneliti UGM dan Departemen Hukum Bank Indonesia 1

Abstrak

  Terdapat peluang normatif untuk memberikan kemandirian penganggaran pada Bank Indonesia. Hal tersebut karena adanya norma terbuka yang diberikan oleh UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945, khususnya Pasal 23D, mengingat Pasal ini tidak menentukan sampai derajat mana kemandirian dan indipendensi yang dapat diberikan kepada Bank Sentral. Pembentukan Supervisory Board merupakan salah opsi yang dapat mendukung implementasi kemandirian Bank Indonesia, termasuk dalam bidang penganggaran.

  Interpretasi ketentuan Pasal 23D UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 bersifat terbuka, maka Bank Indonesia sebaiknya berperan lebih aktif dan progressif untuk menyakinkan DPR bahwa kemandirian anggaran bagi Bank Indonesia merupakan hal yang sangat penting dalam melaksanakan tugas dan kewenangannya sebagai Bank Sentral.

  Keyword: kemandirian, anggaran,

  A. PENDAHULUAN

  Bersamaan dengan proses dilakukannya perubahan terhadap UUD 1945, Presiden dan Dewan Perwakilan

  Sebagaimana ditentukan dalam Pasal 23D Undang-

  Rakyat juga melakukan proses Undang-UndangNomor

  Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

  13 Tahun 1968 tentang Bank Sentral. Penggantian

  (selanjutnya disebut UUD Negara RI Tahun 1945),

  UU ini dilakukan karena Bank Indonesia, berdasarkan

  bahwa Negara memiliki suatu bank sentral yang

  Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1968, diberi

  susunan, kedudukan, kewenangan, tanggung jawab,

  kedudukan sebagai pembantu pemerintah dalam

  dan independensinya diatur dengan undang-undang;

  melaksanakan kebijakan moneter yang disusun dan

  menunjukan adanya pengakuan secara konstitusional

  ditetapkan oleh Dewan Moneter 2 . Konsekuensinya,

  terhadap kemandirian bank sentral dalam melaksanakan

  Bank Indonesia, pada saat itu, merupakan bagian

  tugas dan kewenangannya. Kemandirian bank sentral

  integral dari pemerintah. Oleh karenanya Dewan

  dipandang sangat urgent oleh para pembentuk UUD

  Perwakilan Rakyat bersama Presiden bersepakat

  Negara RI Tahun 1945 sebab, secara historis, ketidak-

  memberikan kemandirian kepada Bank Indonesia,

  mandirian dari bank sentral merupakan salah satu

  sebagai bank sentral Republik Indonesia 3 melalui

  penyebab utama terjadinya krisis ekonomi pada tahun-

  Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank

  tahun sebelum dilakukannya perubahan Undang-

  Indonesia. Pemberian kemandirian kepada Bank

  Undang Dasar 1945 (selanjutnya disebut UUD 1945).

  2 Lihat Penjelasan Umum Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia.

  1 Tim Peneliti UGM (Prof. Dr. Nindya Pramono, SH., MS, Ertambang Nahartyo, M.Sc. Ph.D, Andi Sandi ATT, SH., LLM, Drs. Paripurna PS, SH,

  3 Lihat Pasal 4 ayat (1) Undang-undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang

  M.Hum, LLM) dan Departemen Hukum Bank Indonesia.

  Bank Indonesia.

  Indonesia oleh Dewan Perwakilan Rakyat dan Presiden

  Indonesia tidak lagi seabsolut pada saat sebelumnya,

  bertujuan agar Bank Indonesia tidak lagi menjadi

  tetapi kemandirian itu telah dibarengi dengan

  bagian yang integral dari pemerintah.

  mekanisme checks and balances system dengan lembaga negara lainnya melalui kerja sama. Salah

  Namun dalam perjalanannya, kemandirian Bank

  satu kerja sama dengan lembaga negara lainnya yaitu

  Indonesia yang diberikan oleh UU Nomor 23 Tahun

  dalam penentuan anggaran Bank Indonesia. Mengenai

  1999, direvisi melalui Undang-Undang Nomor 3

  hal tersebut Pasal 60 Undang-Undang Nomor 23

  Tahun 2004 tentang Perubahan atas Undang-Undang

  Tahun 1999 sebagaimana diubah terakhir dengan

  Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia. Revisi

  Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2009 menentukan

  yang dilakukan meliputi redefinisi terhadap kemandirian

  bahwa anggaran Bank Indonesia ditetapkan oleh

  Bank Indonesia dengan memberikan batasan terhadap

  Dewan Gubernur Bank Indonesia. Anggaran tersebut

  kemandirian yang dimiliki oleh Bank Indonesia melalui

  harus dimintakan persetujuan dari komisi Dewan

  perubahan Pasal 4 Undang-Undang Nomor 23 Tahun

  Perwakilan Rakyat yang membidangi urusan Bank

  1999. Kemandirian Bank Indonesia, menurut Pasal

  Indonesia.

  4 Ayat (2) Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2004 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23

  Kondisi normatif ini terlihat kontradiktif sebab

  Tahun 1999 tentang Bank Indonesia, dibatasi dalam

  Pasal 23D UUD Negara RI Tahun 1945 yang telah

  hal melaksanakan tugas dan kewenangannya. Hal

  mengariskan bahwa bank sentral milik negara

  ini dipandang penting oleh Dewan Perwakilan Rakyat

  haruslah independen, namun kenyataannya masih

  dan Presiden sebab diperlukan koordinasi yang lebih

  ada di bawah "bayang-bayang" DPR dalam proses

  erat antara Bank Indonesia, sebagai pemegang

  penyusunan penganggarannya. Idealnya, sebuah

  otoritas moneter, dengan Pemerintah, sebagai

  lembaga yang independen,seharusnya juga

  pemegang otoritas fiskal dan sektor riil, dalam rangka

  mempunyai kemandirian dalam menentukan

  mewujudkan kestabilan nilai rupiah 4 . Redefinisi atas

  penganggarannya, sebab tanpa itu, sulit untuk

  kemandirian Bank Indonesia, setidaknya menunjukan

  mengkategorikan institusi ini sebagai institusi yang

  bahwa Dewan Perwakilan Rakyat dan Presiden telah

  independen.Dengan kondisi normatif dan empiris di

  membuka kembali kemungkinan adanya kerja sama

  atas, perlu dilakukan sebuah kajian akademis terkait

  antara Bank Indonesia dengan Pemerintah dalam

  kemungkinan diberikannya kemandirian pada Bank

  menjaga stabilitas perekonomian nasional. Hal mana

  Indonesia dalam proses penyusunan anggaran

  sama sekali tidak diberi kemungkinan normatif

  agarnorma yang ditentukan dalam UUD Negara RI

  berdasarkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999

  Tahun 1945 dapat diimplementasikan.

  tentang Bank Indonesia sebab dalam UU ini ada kemandirian Bank Indonesia yang bersifat absolut.

  B. PERUMUSAN MASALAH

  Revisi kemandirian dan luasan cakupan kerja sama

  Dalam kajian akademik ini akan dibahas dan diberi

  antara Bank Indonesia dan Pemerintah berdasarkan

  jawaban secara akademis dan yuridis normatif atas

  kondisi normatif di atas setidaknya dapat

  permasalahan:

  mempengaruhi kemandirian Bank Indonesia dalam

  1. Adakah peluang normatif untuk memberikan

  melaksanakan tugas dan kewenangannya dalam

  kemandirian penganggaran pada Bank Indonesia?

  menjaga stabilitas nilai rupiah. Kemandirian Bank

  2. Bagaimana prosedur penganggaran Bank Indonesia yang dapat mendukung implementasi kemandirian Bank Indonesia?

  4 Lihat Penjelasan Umum Undang-undang Nomor 3 Tahun 2004 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia.

  C. BANK SENTRAL DAN KEMANDIRIAN BANK

  the government”, yang kurang lebih berarti bebas

  SENTRAL

  terpimpin 6 .

  1. Bank Sentral di Berbagai Negara

  Umumnya diberbagai negara peranan bank sentral

  Salah satu lembaga keuangan yang terpenting

  di dalam sistem keuangan dan perekonomian

  dalam perekonomian modern adalah bank sentral.

  meliputi 7 :

  Dewasa ini hampir tiap negara mempunyai bank

  a. mengontrol peredaran uang.

  sentral. Peter S. Rose, memberi defenisi bahwa

  b. menjaga stabilisasi pasar uang dan pasar modal

  bank sentral adalah agen pemerintah yang

  c. memberikan jasa peminjaman terakhir (lender

  mempunyai fungsi kebijakan publik terpenting

  of last resort). Atau, bertindak sebagai bankir

  dalam pengawasan kegiatan sistem keuangan

  bank umum dalam negeri (banker’s bank).

  dan pengendalian jumlah peredaran uang 5 .

  d. mejaga mekanisme pembayaran.

  Di banyak negara status bank sentral adalah

  e. mengawasi sistem perbankan.

  badan hukum milik negara. Jika pun ada mempunyai status hukum yang lain, bukan berarti

  Berikut dipaparan pengaturan bank sentral di berbagai

  terlepas sama sekali dari pemerintah. Dalam istilah

  negara, antara lain, Indonesia, Singapura, Jepang dan

  perbankan disebut dengan “independent within

  Amerika Serikat dalam suatu bentuk tabel.

  Perbandingan Bank Indonesia dengan Bank Sentral Negara Lain 8

  Amerika Serikat

  1. Nama Bank

  Bank Indonesia (BI)

  Monetory Authority of

  Bank of Japan

  Federal Reserve System

  Sentral

  Singapore (MAS)

  (The Fed)

  Lembaga negara di luar

  Badan pemerintah yang

  Badan khusus non

  Badan pemerintah yang

  pemerintah

  bertanggungjawab

  pemerintah yang

  bertanggungjawab kepada

  kepada Menteri Keuangan bertanggungjawab kepada

  kongres

  Menteri Keuangan

  4. Tugas Pokok

  a. menetapkan dan

  a. melaksanakan

  a. melaksanakan fungsi

  a. melaksanakan

  melaksanakan

  kebijakan moneter,

  otoritas moneter.

  kebijakan moneter

  kebijakan moneter

  kecuali mengedarkan

  b. Mengawasi dan

  b. mengawasi dan

  b. mengatur dan

  uang-dikelola oleh

  membina perbankan

  menjaga perbankan

  menjaga kelancaran

  Board of Commission

  c. Menjaga kestabilan

  c. menjaga kestabilan

  system pembayaran

  of Currency.

  system keuangan

  system keuangan

  c. mengatur dan

  b. Menetapakan

  d. Menyediakan jasa

  d. menyediakan jasa

  mengawasi bank

  perizinan, pengawasan

  keuangan tertentu

  keuangan tertentu.

  bank, lembaga pembiayaan, asuransi, dan dana pensiun.

  6 Siswanto Sutojo, 1997, Manajemen Terapan Bank, PT Pustaka Binaman Pressindo, Jakarta, hal 13

  7 Peter. S Rose, Money and Capital Market, op.ct, hal. 494.

  5 Peter S Rose, 2000, Money and Capital Markets: Financial Institution and Instrumen in Global Market-Seventh Edition, The McCrow-Hill Inc,

  8 Didik J. Rachbini, 2000, “BI Menuju Indipensi Bank Sentral ”, Madyo

  North America, hal. 493

  Mulyo, hal. 184

  Amerika Serikat

  5. Lembaga

  1 Gubenur, 1 Deputi

  1 Gubenur, 2 Wakil

  1 Chairman

  pimpinan

  Gubenur Senior, 4-7

  Gubenur yang diangkat

  2 Vice Chairman

  Deputi Gubenur yang

  Kabinet

  5 Board of Governor

  diangkat Presiden

  12 Presiden Federal System

  dengan persetujuan DPR

  Regional

  6. Masa Jabatan

  BI, khusus untuk

  MAS

  Menteri Keuangan

  a. The Fed khusus Bank

  Pengaturan dan

  pengawasan akhir 2002

  Holding Companies

  sanksi terhadap

  diserahkan lansung ke

  State Member, State

  bank

  lembaga indipenden

  and Federally Licensed Branches, dan Foreign Owned Bank Operation.

  b. Office of the compotraller of the currency, khusus untuk National Bank, Federally Licensed Branches and agencies of Foreign- owned bonds

  c. Federal Deposit Insurance Coorporation, khusus untuk bank- bank yang bergerak dalam Deposit Insurance Fund, yaitu kelompok state non- member bank

  d. Office of Thrift Supervission, khusus untuk federation state saving association dan Thrift Holding Companies

  e. National Credit Union Administration, khusus untuk credit union (state and federal)

  2. DPR sebagai Pemegang Kekuasaan Legaslatif

  untuk menghakimi atau yudikatif. Dari klasifikasi

  Dalam konteks constitutionalism, banyak sekali

  Montesquieu inilah dikenal pembagian kekuasaan

  teori-teori yang digunakan untuk melakukan

  negara modern dalam tiga fungsi, yaitu legaslatif

  pembatasan kekuasaan. Salah satunya adalah

  (the legaslative function), eksekutif (the executive

  Trias Politica. Menurut Montesquieu dalam bukunya

  or administrative function) dan yudisial (the judicial

  “L”Esprit des Lois” (1748), yang mengikuti jalan

  function). 9

  pikiran John Locke, membagi kekuasaan negara dalam tiga cabang, yaitu: kekuasaan eksekutif sebagai pembuat undang-undang; (ii) kekuasan eksekutif yang melaksanakan; dan (iii) kekuasaan

  9 Jimly Asshiddiqie, 2011, Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara, Raja Grafindo Persada, Jakarta, hal. 283

  Prinsip checks and balances coba diterapkan pada Sistem Ketatanegaraan Republik Indonesia pasca dilakukannya perubahan terhadap UUD 1945. Khususnya, yang terkait dengan perubahan yang dilakukan pada Pasal 1 ayat (2) UUD Negara RI 1945, yang menentukan bahwa “Kedaulatan ada di tangan rakyat dan dilakukan menurut Undang- Undang Dasar”. Kesimpulan ini dapat diambil karena berdasarkan distribusi kewenangan yang dilakukan oleh UUD Negara RI Tahun 1945, telah membagi kekuasaan negara dalam 3 (tiga) kekuasaan (legaslatif, eksekutif, dan yudikatif) dan ditambahkan dengan kewenangan di bidang lain, seperti ekonomi, kebudayaan, agama, lambang negara, dan pelaksanaan pemilihan umum. Salah satunya adalah kekuasaan legaslatif yang dilekatkan kepada DPR.

  Jimly Asshiddiqie membagi kekuasan legislatif atas tiga fungsi, yaitu: pertama, fungsi pengaturan (legislasi); kedua fungsi pengawasan (control); dan ketiga fungsi perwakilan (representasi). Fungsi legislasi menyangkut empat bentuk kegiatan, pertama, prakarsa pembuatan undang-undang (legislative initiation); kedua, pembahasan rancangan undang-undang (law making process); ketiga, persetujuan atas pengesahan undang- undang (law enactment approval); empat, pemberian persetujuan pengikatan atau ratifikasi atas perjanjian atau persetujuan internasional dan dokumen-dokumen hukum yang mengikat lainnya (binding dicision making on international law agreement and treaties or other legal biding documents). 10

  Terkait dengan fungsi kontrol, lembaga perwakilan rakyat diberikan kewenangan untuk melakukan kontrol dalam tiga hal, yaitu (i) kontrol atas pemerintahan (control of executive), (ii) kontrol atas pengeluaran (control of expenditure); dan (iii) kontrol atas pemungutan pajak (control of taxation). Lebih jauh, secara teoritis, fungsi-fungsi

  kontrol atau pengawasan oleh parlemen sebagai lembaga perwakilan rakyat dapat pula dibedakan, yaitu: 11

  1. Pengawasan terhadap penentuan kebijakan

  (control of policy making);

  2. Pengawasan terhadap pelaksanaan kebijakan

  (control of policy executing);

  3. Pengawasan terhadap penggaran dan belanja

  negara (control of budgeting);

  4. Pengawasan terhadap pelaksanaan anggaran

  dan belanja negara (control of budget implementation);

  5. Pengawasan terhadap kinerja pemerintahan (control of giverment performances);

  6. Pengawasan terhadap pengangkatan pejabat publik (control of political appoinment of public officials) dalam bentuk persetujuan atau penolakan, ataupun dalam bentuk pemberian pertimbangan oleh DPR.

  Khusus kontrol terhadap penganggaran dan pelaksanaan anggaran pendapatan dan belanja, yang terkait erat dengan kinerja pemerintahan, harus dikontrol dengan sebaik-baiknya oleh lembaga perwakilan rakyat. Daya serap anggaran dan pelaksanaan anggaran menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku berhubungan erat dengan kinerja pemerintahan (goverment performances). Oleh karena itu, kontrol terhadap kedua hal ini, sama-sama penting dalam rangka fungsi kontrol oleh lembaga perwakilan rakyat.

  Pasal 69 UU No. 27 Tahun 2009 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (“UU No. 27 Tahun 2009”), menyebutkan bahwa DPR mempunyai fungsi: (a) legislasi; (b) anggaran; dan (c)

  pengawasan. 12 Ketiga fungsi tersebut dijalankan

  dalam kerangka representasi rakyat. 13 Fungsi

  10 Jimly Asshiddiqie, op.ct, hal. 300

  11 Ibid, hal. 302 12 Lihat Pasal 69 Ayat (1) UU No. 27 Tahun 2009 13 Lihat Pasal 69 Ayat (2) UU No. 27 Tahun 2009 11 Ibid, hal. 302 12 Lihat Pasal 69 Ayat (1) UU No. 27 Tahun 2009 13 Lihat Pasal 69 Ayat (2) UU No. 27 Tahun 2009

  3. Beberapa Kajian Kemandirian Bank Sentral

  selaku pemegang kekuasaan membentuk undang-

  dan Pengaruhnya

  undang. 14 Fungsi anggaran dilaksanakan untuk

  Dalam berbagai macam kajian kebanksentralan,

  membahas dan memberikan persetujuan atau

  indipendensi dan good governance menjadi dua

  tidak memberikan persetujuan persetujuan

  topik yang tidak terpisahkan. Tiga prinsip yang

  terhadap rancangan undang-undang tentang

  membangun Central Bank Governance (CBG)

  APBN yang diajukan oleh Presiden. 15 Fungsi

  adalah independensi, akuntabilitas, dan

  pengawasan dilaksanakan melalui pengawasan

  transparansi. Beberapa penelitian mengenai atas pelaksanaan undang-undang dan APBN. 16 pengaruh independensi bank sentral dan transparansi bank sentral terhadap berbagai

  Dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya,

  macam indikator ekonomi telah dilakukan,

  DPR berhak meminta pejabat negara, pejabat

  diantaranya adalah, pengaruh independensi

  pemerintah, badan hukum, atau warga masyarakat

  terhadap tingkat inflasi. Hasil penelitian

  untuk memberikan keterangan tentang suatu hal

  menunjukkan bahwa bahwa tingkat inflasi akan

  yang perluditangani demi kepentingan bangsa

  dapat dikendalikan dengan lebih baik apabila

  dan negara. 17 Sehubungan dengan permintaan

  bank sentral dalam menetapkan dan

  DPR tersebut, setiap pejabat negara, pejabat

  melaksanakan kebijakan moneter tidak mendapat

  pemerintah, badan hukum, atau warga masyarakat

  campur tangan dari pemerintah. Berikut ini adalah

  wajib memenuhi. 18 Penolakan terhadap permintaan

  beberapa penelitian tersebut:

  DPR dikenakan panggilan paksa sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. 19

  Tabel 1. Hubungan antara Central Bank Indipendence (CBI) dengan Tingkat Inflansi

  Peneliti

  Topik Penelitian

  Sampel dan Perioda Pengujian

  Hasil

  Grili, Masciandaro dan

  Mengestimasikan pengaruh

  18 negara-negara OECD

  Regresi

  CBI selalu mempunyai pengaruh

  Tabellini (1991)

  indikator-indikator ekonomi dan

  1950-1989

  negatif terhadap inflasi

  independensi politik terhadap inflasi

  Cukierman, webb, dan

  Meneliti hubungan antara inflasi;

  72 negara berkembang

  Semakin tidak independen

  Neyapti (1992)

  turn over pergantian gubernur

  dan industri

  menyebabkan inflasi semakin

  dan tingkat independensi

  1950-1989

  tinggi. Pergantian gubernur mempunyai pengaruh signifikan dalam menjelaskan inflasi

  Den Haan dan Van’T

  Meneliti hubungan antara CBI

  Negara-negara OECD

  CBI mempunyai korelasi positif

  Hag (1994)

  dan inlasi, tingkat pengangguran,

  1980-1989

  dengan sejarah pengalaman

  kebijkan moneter, dan inflasi di

  inflasi

  lingkungan non-regulatory

  14 Lihat Pasal 70 Ayat (1) UU No. 27 Tahun 2009 15 Lihat Pasal 70 Ayat (2) UU No. 27 Tahun 2009 16 Lihat Pasal 70 Ayat (3) UU No. 27 Tahun 2009 17 Lihat Pasal 72 Ayat (1) UU No. 27 Tahun 2009 18 Lihat Pasal 72 Ayat (2) UU No. 27 Tahun 2009 19 Lihat Pasal 72 Ayat (3) UU No. 27 Tahun 2009

  Peneliti

  Topik Penelitian

  Sampel dan Perioda Pengujian

  Hasil

  Cukierman dan Webb

  Mengukur hubungan antara

  67 negara berkembang

  Regresi

  Negara berkembang secara

  inflasi dan CBI

  dan industri

  umum mempunyai inflasi lebih

  1950-1989

  tinggi dibandingkan dengan negara industri

  Brumm dan Krashevski

  Meneliti hubungan antara

  Analisa permasalahan

  Terdapat hubungan negatif yang

  sacrifice ratio dan inflasi

  terhadap penelitian-

  sangat kuat antara sacrifice ratio

  penelitian sebelumnya

  dan CBI

  Ismihan dan Ozkan

  Hubungan antara CBI, investasi

  Model teoritis dua perioda

  Model untuk

  Mengemukakan bahwa

  publik dan inflasi

  pembuat

  pengaruh pertumbuhan

  kebijakan

  membuat CBI sulit untuk menurunkan inflasi dalam jangka panjang

  Selain pengaruh indipendensi terhadap

  kebijakan dan perkiraan tindakan-tindakan yang

  perekenomian, pernah juga diteliti pengaruh

  akan dilaksanakan di masa yang akan datang

  transparansi bank sentral terhadap kebijakan

  secara tepat waktu; kelima, transparansi

  moneter, antara lain oleh Eijffinger dkk (2006) dan

  operasional (operational transparency), yaitu

  Crowde dkk (2007), serta Claessens dkk (2007).

  diskusi dan pembahasan hal-hal yang dapat menganggu perekonomian maupun hal-hal yang

  Eijffinger dkk 20 (2006) dan Crowe dkk 21 (2007)

  menyebabkan salah kebijakan yang kemungkinan

  mengukur tingkat transparansi bank sentral

  mempengaruhi penerapan kebijakan saat ini.

  dengan lima kategori. Pertama, transparansi politik (political transparency), yaitu kejelasan mandat

  Penelitian tentang corporate governance yang

  legal yang dimiliki oleh bank sentral; kedua,

  dilakukan oleh Claessens dkk (2002) 22

  transparansi ekonomi (economic transparency),

  menunjukkan bahwa transparansi yang rendah

  mengacu pada publikasi data ekonomi, model,

  merupakan cerminan dari rendahnya tingkat

  dan peramalan yang digunakan oleh bank sentral

  corporate governance. Survey yang dilakukan

  untuk menghasilkan kebijakan; ketiga,

  oleh Fry dkk. (1996) 23 terhadap 94 bank sentral

  transparansi prosedural, yaitu pengkomunikasian

  juga menunjukan bahwa 74 dari responden

  strategi kebijakan dan informas-informasi dalam

  menganggap bahwa transparansi merupakan

  proses pengambilan keputusan; keempat,

  komponen kerangka kebijakan moneter yang

  transparansi kebijakan (policy transparency), yaitu

  vital dan sangat penting. Berikut ini adalah

  pengumuman dan penjelasan pelaksanaan

  penelitian terkait transparansi di bank sentral:

  20 Eijffinger, Sylvester, and Petra Geraats.2006. How Transparent Are Central

  22 Claessens, S. J. P. H Fan. 2002. Corporate governance in Asia: A survey.

  Banks? EuropeanJournal of Political Economy, 22(1), 1–21.

  International Review of Finance, 3( 2), 71-103.

  21 Crowe, Christoper dan Meade, Ellen E. 2007.The Evolution of Central

  23 Fry, M. J, Goodhart, C. A. E. Almeida, A. 1996. Central Banking in

  Bank Governance around the World.Journal of Economic Perspectives,

  Developing Countries: Objectives, Activities and Independence. Routledge,

  21 (4), 69-90.

  London.

  Tabel 2. Penelitian Terkait Prinsip Transparansi

  Nama Peneliti

  Topik Penelitian

  Sampel dan Perioda

  Pengujian

  Hasil

  Eijffinger dan

  Model Teoritis dari transparansi,

  5 bank sentral utama

  Pembuatan model

  Semakin banyak transparansi

  Hoebrichts (2002) 24 termasuk juga transparansi dan

  yang dilakukan maka tingkat

  otoritas dari penanggung jawab

  inflasi akan semakin rendah

  akhir untuk kebijakan moneter

  dan juga diperlukan lebih sedikit stabilisasi atas supply shock

  De Haan dan

  Sebuah Indikator dari bank

  European Central Bank

  Konstruksi indeks

  Bank sentral di ECB mendapat

  Amtenbrink (2003) 25 sentral untuk mengukur

  (ECB) dan 5 negara

  pengungkapan

  peringkat tinggi dari indikator

  pengungkapan dengan

  lainnya.

  pengungakapan. Namun

  memasukan tujuan, strategi, dan

  bukti menunjukkan bahwa pasar keuangan tidak menganggap ECB tranparan

  D. KEMANDIRIAN ANGGARAN BANK INDONESIA

  sebagai lembaga negara yang independen di luar pemerintahan. Dengan kedudukannya yang

  1. Tinjauan Normatif Indipendensi Bank

  independen tersebut, DPR dan Presiden, sebagai

  Indonesia dari Undang-Undang Nomor 23

  pemegang kekuasaan pembentukan undang-

  Tahun 2009 sampai dengan Undang-Undang

  undang, memberikan kewenangan kepada Bank

  Nomor 6 Tahun 2009

  Indonesia untuk mengatur atau membuat

  Dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999

  menerbitkan peraturan yang merupakan

  dapat dilihat norma-norma yang memberikan

  pelaksanaan undang-undang dan menjangkau

  kemandirian kepada bank sentral sebagai salah

  seluruh Bangsa dan Negara Indonesia 26 . Dengan

  satu upaya normative demi mewujudkan reformasi

  independensi ini, secara tidak langsung DPR dan

  pembangunan. Konsideran huruf d Undang-

  Presiden memberikan sebagian dari kewenangan

  Undang Nomor 23 Tahun 1999 sangat jelas

  konstitusionalnya, untuk membentuk peraturan

  mendeskripsikan bahwa salah satu tujuan

  perundang-undangan, kepada Bank Indonesia.

  pembentukan undang-undang ini adalah

  Oleh karena itu, tidak mengherankan jika banyak

  memberikan kemandirian kepada bank sentral

  sekali ditemukan delegasi pengaturan dalam

  demi memelihara stabilitas nilai rupiah. Lebih

  Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999. Meskipun,

  lanjut, dalam Penjelasan Umum Undang-Undang

  jika ditinjau dari sudut pandang teori trias politica,

  Nomor 23 Tahun 1999 juga disebutkan bahwa

  harusnya merupakan kewenangan dari kekuasaan

  Bank Indonesia sebagai bank sentral harus mandiri,

  legislatif atau rule making function. Kekuasaan

  bebas dari campur tangan pemerintah atau pihak

  legislatif dalam konteks UUD 1945 diberikan

  lain. Konsekuensinya, kedudukan Bank Indonesia

  kepada Presiden dengan persetujuan DPR 27 . Berdasarkan kenyataan ini, sangat dimungkinkan secara konstitusional melakukan atribusi

  24 Eijffinger, Sylvester, and Petra Geraats. 2006. How Transparent Are

  Central Banks? European Journal of Political Economy, 22(1), 1–21.

  kewenangan kepada sebuah lembaga negara;

  25 Amtenbrink, Fabian. 2004. The Three Pillars of Central bank Governance-

  Towards a Model Central Bank Law or a Code of Good Governance. Working Paper, International Monetary Fund (IMF). Tersedia di: http:

  26 Lihat Penjelasan Umum UU No.23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia.

  www.imf.orgexternalnplegsem2004cdmflengamtenb.pdf

  27 Lihat Pasal 5 ayat (1) Undang Undang Dasar 1945.

  bahkan atribusi ini juga melingkupi kewenangan konstitusional. Akan tetapi, atribusi dimungkinkan sepanjang diperbolehkan oleh konstitusi dan atribusi tersebut harus disertai dengan metode atau prosedur pengawasannya. Model atribusi inilah yang disebut dengan delegation doctrine dalam studi hukum administrasi negara di Amerika Serikat.

  Selain diberi kewenangan untuk mengatur atau membuatmenerbitkan peraturan, Bank Indonesia juga diberi keleluasaan dalam mengatur struktur, kepegawaian, keuangan, dan bahkan gaji bagi gubernur, deputi senior gubernur, dan para deputi Bank Indonesia. Dengan demikian kemandirian tidak hanya sebatas pembentukan peraturan perundang-undangan saja, tetapi juga diberi kemandirian dalam menentukan dan mengatur organisasinya. Lebih lagi, dengan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999, Bank Indonesia juga diberi kewenangan untuk secara langsung mengusulkan dan menetapkan anggaran tahunan dan

  memberitahukannya ke DPR dan Presiden 28 .

  Konstruksi ini setidaknya sangat mengukuhkan kemandirian Bank Indonesia dalam konstelasi sistem ketatanegaraan Indonesia sebab tidak ada lembaga negara lain dalam sistem ketatanegaraan Indonesia yang dapat secara langsung mengajukan anggarannya kepada DPR dan Presiden; melainkan harus melalui proses pengganggaran yang normal, yaitu melalui proses anggaran pendapatan dan belanja negara sebagaimana diatur dalam Pasal

  23 UUD 1945 29 . Meskipun demikian, kemandirian

  mengusulkan dan menetapkan penganggaran

  secara normatif mulai direduksi dengan dilakukannya perubahan terhadap Undang- Undang Nomor 23 Tahun 1999 melalui Undang- Undang Nomor 3 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999.

  Perubahan yang dilakukan melalui Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2004 secara spesifik difokuskan pada penyesuaian mekanisme perumusan kebijakan moneter dan penataan kembali kelembagaan Bank Indonesia sebagai penanggung

  jawab otoritas kebijakan moneter 30 . Kedua hal

  ini menjadi fokus perubahan karena dengan perubahan ini diharapkan dapat memperkuat akuntabilitas, transparansi, dan kredibilitas Bank Indonesia tanpa mengurangi makna independensi

  lembaga negara 31 . Namun, harapan tinggal

  menjadi harapan saja, sebab dalam Undang- Undang Nomor 3 Tahun 2004 sudah mulai dilakukan pembatasan terhadap independensi yang dimiliki oleh Bank Indonesia berdasarkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999. Pembatasan ini mulai dilakukan dengan membatasi makna kata “independensi” dalam Pasal 4 ayat (2) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999, yaitu dengan menambahkan frase “...dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya,..”. Dengan ditambahkannya frase ini, makna independesi dibatasi hanya dalam melaksanakan tugas dan kewenangan saja; tidak pada bidang lain. Maknanya, DPR dan Presiden sepakat untuk melakukan reduksi derajat independensi yang telah mereka berikan melalui Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999.

  Kedudukan Bank Indonesia sebagai legal entity sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23D UUD Negara RI 1945 mendapatkan legitimasi melalui Pasal 4 Ayat (1) UU Bank Indonesia. Kedudukan Bank Indonesia sebagai sebuah lembaga negara

  28 Lihat Pasal 60 UU No.23 Tahun 1999. 29 Note: Dalam UUD 1945 sebutkan secara jelas bahwa anggaran

  pendapatan dan belanja negara diajukan oleh pemerintah. Artinya, semua penganggaran bagi lembaga negara harus dilakukan melalui pemerintah. Namun berdasarkan Pasal 23 UUD Negara RI Tahun 1945, kewenangan pengusulan anggaran pendapatan dan belanja negara harus diajukan melalui Presiden sebab dalam ketentuan tersebut jelas disebutkan bahwa rancangan undang-undang mengenai anggaran pendapatan dan belanja negara diajukan oleh Presiden. Ketentuan ini menutup kemungkinan adanya pengajuan rancangan anggaran pendapatan dan belanja negara dari pihak DPR.

  30 Lihat Penjelasan Umum UU No.3 Tahun 2004. 31 Ibid.

  lebih diperjelas dalam rumusan Pasal 4 Ayat (2) UU Bank Indonesia yang menentukan bahwa Bank Indonesia adalah lembaga negara yang independen dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya, bebas dari campur tangan Pemerintah danatau pihak lain, kecuali untuk hal-hal yang secara tegas diatur dalam Undang-undang ini .

  Dengan kedudukannya dalam Struktur Ketata- negaraan Republik Indonesia, Bank Indonesia dibentuk dengan tujuan utama untuk mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah. Untuk mewujudkan tujuan tersebut, Bank Indonesia diberi tugas:

  1. untuk menetapkan dan melaksanakan kebijakan

  moneter,

  2. mengatur dan menjaga kelancaran sistem

  pembayaran, dan

  3. mengatur dan mengawasi bank sebagaimana

  ditentukan 32 .

  Dalam UUD Negara RI Tahun 1945, tidak ditentukan secara jelas kewenangan lembaga negara apa yang mengatur keuangan negara (dalam perspektif trias politika: eksekutif, legislatif, dan yudikatif). Bahkan kewenangan di bidang keuangan negara didistribusikan kepada beberapa lembaga negara, seperti DPR (dalam kewenangannya di bidang budgeter dan perpajakan), DPD (dalam hal memberikan pertimbangan terhadap RAPBN yang diusulkan Presiden), Presiden (dalam bidang mengajukan RAPBN), BPK (dalam hal pengawasan penggunaan keuangan Negara), dan Bank Sentral.

  Dalam tataran akademis, ketika kewenangan itu diberikan atau diatur lebih lanjut melalui suatu undang-undang secara tidak langsung kewenangan lembagainstitusi tersebut berada di bawah pemegang kekuasaan pembentuk undang-undang,

  yaitu DPR dan Presiden sebab berdasarkan Pasal

  23 sampai dengan Pasal 23D UUD Negara RI Tahun 1945, seluruh hal yang terkait dengan keuangan negara akan diatur dengan undang- undang. Konsekuensinya, kemudian, semua lembaga atau state agencies yang dibentuk maupun diberi kewenangannya oleh undang- undang ada di bawah DPR dan Presiden.

  Berkaitan dengan independensi setiap lembaga atau state agencies yang diberi kewenangan atau dibentuk, tidak berarti mereka sama sekali bebas dari kekuasaan lembaga negara yang lain sehingga akan tercipta checks and balances. Oleh karena itu, setiap lembaga negara yang dibentuk dan diberi kewenangannya oleh undang-undang hanya berwenang untuk melaksanakan tugas dan kewenangan yang diatribusikan oleh undang- undang.

  Berkaitan dengan kedudukan Bank Indonesia dalam Struktur Kenegaraan Republik Indonesia, memang tidak ditentukan secara jelas dalam UUD Negara RI Tahun 1945 tetapi hanya ditentukan dalam undang-undang Bank Indonesia. Dengan undang-undang Bank Indonesia inilah Bank Indonesia secara eksplisit ditentukan sebagai bank sentral Negara Republik Indonesia. Jadi Bank Indonesia adalah lembaga negara yang ditentukan dalam UUD Negara RI Tahun 1945 tetapi kewenangannya diberikan oleh undang-undang, sehingga sangatlah sulit untuk mengatakan bahwa Bank Indonesia adalah state agency (dalam perspektif state agency adalah lembaga atau institusi yang dibentuk oleh undang-undang), sebab Bank Indonesia adalah bank sentral RI sebagaimana diklaim lewat undang-undang Bank Indonesia dan keberadaan bank sentral diatur dalam Pasal 23D UUD Negara RI Tahun 1945. Akan tetapi, kewenangan dan tugasnya ditentukan dalam undang-undang Bank Indonesia; bukan dalam UUD Negara RI Tahun 1945. Pasal 4 Ayat (1) undang-undang Bank Indonesia ditentukan bahwa Bank Indonesia adalah bank sentral yang

  32 Note: Berdasarkan Pasal 51 ayat (2) UU No. 21 Tahun 2011 tentang

  Otoritas Jasa Keuangan, kewenangan pengawasan dan pengaturan perbankan yang dimiliki oleh Bank Indonesia harus dialihkan kepada otoritas jasa keuangan paling lambat 31 Desember 2013.

  dimaksudkan dalam UUD 1945. Selain itu, pada ayat (2) pasal yang sama juga ditentukan bahwa Bank Indonesia adalah lembaga yang independen, bebas dari pengaruh pemerintah dan pihak-pihak lain.

  Tidak hanya berhenti dengan melakukan pembatasan makna kata “independesi” saja; melainkan, DPR dan Presiden juga coba menciptakan sebuah lembaga supervisi sebagai kepanjangan tangan DPR dalam melakukan fungsi pengawasan

  kepada Bank Indonesia 33 . Lembaga ini hanya

  dimaksudkan untuk melakukan supervisi dan tidak masuk dalam struktur Bank Indonesia dan berkewajiban untuk melaporkan hasil supervisinya kepada DPR. Latar belakang dibentuknya badan ini setidaknya menunjukan bahwa adanya peningkatan derajat akuntabilitas Bank Indonesia kepada masyarakat yang dilakukan melalui para wakilnya yang duduk di DPR. Peningkatan derajat akuntabilitas ini juga dibarengi dengan pembatasan anggaran yang dapat ditetapkan oleh Dewan Gubernur Bank Indonesia.Dahulu, seluruh anggaran tahunan Bank Indonesia ditetapkan oleh Dewan Gubernur dengan kewajiban untuk dilaporkan saja kepada DPR dan Pemerintah. Namun, melalui Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2004, anggaran tahunan yang dapat ditetapkan oleh Dewan Gubernur Bank Indonesia hanya terbatas pada anggaran kegiatan operasional dan anggaran untuk kebijakan moneter, sistem pembayaran, serta pengaturan dan pengawasan

  perbankan 34 . Bahkan terkait dengan anggaran kegiatan operasional diwajibkan untuk mendapat persetujuan DPR; sedangkan anggaran lainnya cukup dilaporkan saja secara khusus kepada DPR. Konsekuensinya, Kemandirian Bank Indonesia dalam penetapan anggaran tahunannya pun juga

  direduksi oleh DPR dan Presiden. Dengan tereduksinya kemandirian penganggaran Bank Indonesia, mau-tidak-mau, Bank Indonesia diwajibkan untuk dapat bekerja sama dengan pihak lain, yang dalam hal ini DPR, dalam menentukan anggarannya.

  Elaborasi di atas setidaknya menunjukan bahwa DPR dan Presiden melakukan redefinisi makna independesi yang mereka berikan kepada Bank Indonesia. Hal ini sangat dimungkinkan karena adanya norma terbuka yang diberikan oleh Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, khususnya Pasal 23D UUD Negara RI Tahun 1945. Pasal ini tidak menentukan sampai derajat mana kemandirian dan independensi yang dapat diberikan kepada bank sentral. Derajat tersebut akan ditentukan melalui kesepakatan antara DPR dan Presiden dalam produk hukum undang- undang. Oleh karenanya, tidak mengherankan jika bank sentral, yang dalam hal ini adalah Bank Indonesia, dikategorikan sebagai lembaga negara yang disebutkan dalam UUD Negara RI Tahun 1945, tetapi kewenangannya diatur dengan undang-undang. Hal ini sangat berdampak kepada bentuk perlindungan yang dapat digunakan Bank Indonesia, ketika terjadi konflik kewenangan dengan lembaga negara lain atau terjadinya pelanggaran atau pengurangan kewenangan Bank Indonesia yang dilakukan oleh lembaga negara lain terhadap Bank Indonesia. Jika derajat kemandirian dan independensinya ditentukan dalam konstitusi maka terdapat alat ukur yang jelas untuk mengetahui telah dilakukan atau tidaknya reduksi derajat kemandirian dan independensi yang dimiliki oleh Bank Indonesia. Selain itu, sengketa kewenangannya pun dapat diajukan dan diselesaikan melalui Mahkamah Konstitusi. Ketidakjelasan ukuran inilah yang menyebabkan lemahnya perlindungan terhadap derajat kemandirian dan independensi Bank Indonesia sehingga seberapa tinggi atau rendahnya derajat kemandirian dan independensi Bank Indonesia, sangatlah tergantung dari kesepakatan

  33 Lihat Pasal 58 A UU No. 23 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan

  UU No.3 Tahun 2004. 34 Lihat Pasal 60 ayat (2) UU No. 23 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan

  UU No.3 Tahun 2004.

  antara DPR dan Presiden. Jadi interprestasinya

  2. Central Bank Governance (CBG) pada Bank

  diserahkan sepenuhnya kepada DPR dan Presiden.

  Indonesia (Indipendensi, Akuntabilitas, dan Transparansi)

  Jika hal ini dikaitkan dengan kemandirian Bank

  Fungsi bank sentral sebagai pemegang otoritas

  Indonesia dalam bidang penganggaran, setidaknya

  moneter menuntut bank sentral untuk menjadi

  romantisme masa lalu yang diberikan oleh

  institusi yang independen sekaligus penegak good

  Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 hanya

  governance dalam setiap aktivitas operasionalnya.

  akan menjadi idealisme saja; tanpa kejelasan

  Dalam berbagai macam kajian kebanksentralan,

  penerapannya kembali. Semuanya, sangat

  independensi dan good governance menjadi dua

  bergantung pada DPR dan Presiden. Kondisi ini,

  topik yang tak terpisahkan.Tiga prinsip yang

  setidaknya menunjukan bahwa kemandirian dan

  membangun Central Bank Governance (CBG)

  independensi Bank Indonesia sebagai bank sentral

  adalah independensi, akuntabilitas, dan

  akan selalu mendapat “pengaruh” dari interprestasi

  transparansi. 37 Dengan demikian, CBG merupakan

  yang disepakati oleh DPR dan Presiden. Padahal,

  fungsi dari independensi dan keduanya berjalan

  seharusnya Bank Indonesia bebas dari pengaruh

  beriringan. 38

  pemerintah dan pihak lain. Yang mana definisi pihak lain ini pun sangat terbuka, yaitu semua

  a. Independensi

  pihak diluar Bank Indonesia termasuk pemerintah

  Independensi mengacu pada kemampuan

  danatau lembaga lainnya 35 . Seharusnya hal ini

  bank sentral untuk menggunakan berbagai

  dihindari sebab menurut Charles A.E. Goodhart:

  macam instrumen pengendalian moneter tanpa instruksi, panduan, atau campur tangan dari

  The second strand of argument relates to the

  pemerintah (Henning, 2004). 39 Di beberapa

  danger that anexecutive, and the legislature,

  literatur, International Monetary Fund (IMF)

  having together established theunderlying laws

  lebih memilih untuk menggunakan istilah

  and regulations by which a country should be

  otonomi dibandingkan dengan independensi.

  run, might then be tempted to bend or to subvert

  Otonomi dianggap lebih mengandung makna

  the subsequent legal and operational rulings in

  sebagai kebebasan secara operasional

  their own short-run political interest. This danger

  (operational freedom) sedangkan independensi

  is all the greater because the executive, especially

  hanya dianggap mengindikasikan tidak adanya

  when it dominates the legislature, as it is designed

  batasan secara institusional. 40 Meskipun

  to do here in the UK, has great power 36 .

  demikian, makalah ini tetap menggunakan istilah independensi karena di Indonesia istilah

  Namun kenyataan yang terjadi di Indonesia

  ini sudah lebih umum digunakan.

  sangatlah berbeda sebab derajat kemandirian dan independensinya sangat dipengaruhi oleh

  Sebagai pemegang otoritas moneter, bank

  interpretasi DPR dan Presiden yang dilakukan

  sentral seharusnya berdiri sendiri sebagai

  melalui undang-undang.

  institusi independen yang terlepas dari

  37 Amtenbrink, Fabian, lot.cit. 38 Ahsan, A., Skully, M., Wickramanayake, J. 2006. Determinants od Central

  35 Lihat Penjelasan Pasal 4 ayat (2) UU No.23 Tahun 1999 sebagaimana

  Bank Independence and Governance: Problems and Policy Implications.

  diubah dengan UU No. 3 Tahun 2004.

  JOAAG, 1 (1), 47-67

  36 Milton Freidman dan Charles E. A. Goodhart, 2003, Money, Inflation,

  39 Henning, C. R. 1994. Currencies and politics in the United States, Germany

  and the Constitutional Position of the Central Bank, the Institute of

  and Japan, Washington, D.C: Institute for International Economics.

  Economic Affairs, London, Hal. 92-93.

  40 Lybek, Lot.cit 40 Lybek, Lot.cit

  government). 41

  Sebagaimana telah disebutkan pada Bab sebelumnya, beberapa penelitian mengenai pengaruh independensi bank sentral terhadap berbagai macam indikator ekonomi juga telah dilakukan, antara lain, adalah pengaruh independensi terhadap tingkat inflasi. Hasil dari berbagai penelitian tersebut menunjukkan bahwa tingkat inflasi akan dapat dikendalikan dengan lebih baik apabila bank sentral dalam menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter tidak mendapat campur tangan dari pemerintah.

  Dalam konteks Bank Indonesia, hingga saat ini, Independensi Bank Indonesia selaku bank sentral di Indonesia masih menjadi objek perdebatan. Banyak pihak yang menganggap Bank Indonesia masih belum independen karena masih adanya campur tangan DPR selaku legislatif dan pemerintah selaku eksekutif. Otoritas atau mandat yang diberikan kepada Bank Indonesia masih dalam taraf awal dan bersifat relatif rentan.

  1) Pelajaran dari Sejarah

  Bank Indonesia telah mengalami perubahan secara institusional maupun struktural dari masa ke masa sejak Indonesia merdeka. Perubahan-perubahan ini membawa imbas pada independensi Bank Indonesia. Ada kalanya Bank Indonesia berdiri sebagai institusi independen mutlak; namun ada masanya Bank Indonesia menjadi bagian dari pemerintah. Berikut ini adalah sejarah perubahan status independensi Bank Indonesia dari masa ke masa yang hingga kini pun masih menjadi bahan perdebatan.

  Semestinya pemerintah dapat belajar dari sejarah dan praktik-praktik terbaik yang ada, yaitu bahwa bank sentral yang independen akan mempunyai kemampuan yang lebih baik dalam membuat berbagai macam kebijakan moneter untuk menjaga stabilitas perekonomian nasional. Hal ini telah dibuktikan melalui berbagai macam penelitian terkait Independensi bank sentral yang telah dijabarkan sebelumnya. Bank sentral yang proses pembuatan kebijakan moneternya mendapat campur tangan pemerintah akan mendapatkan tekanan politik dari pemerintah untuk membantu meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan mengurangi tingkat pengangguran melalui kebijakan-kebijakan moneternya. Namun, apabila kondisi perekonomian tidak bisa melampaui GDP potensial ataupun tingkat pengangguran alaminya maka dalam jangka panjang kebijakan moneter yang diambil justru

  akan menciptakan inflasi yang tinggi. 42 Oleh

  karena itu, solusinya adalah dengan mendelegasikan kebijakan moneter kepada bank sentral dan individu-individu yang independen dari pemerintah.

  41 Crowe, Christoper dan Meade, Ellen E. 2007. The Evolution of Central

  Bank Governance around the World. Journal of Economic Perspectives,

  21 (4), 69-90.

  42 Kydland, Finn, and Edward Prescott.1977. Rules Rather than Discretion: The Inconsistencyof Optimal Plans. Journal of Political Economy 85 (3), 473–90.

  2) Hubungan Bank Indonesia dengan

  yang menjadi kewenangan masing-masing

  Pemerintah

  dapat saling bersinergi dalam rangka mencapai

  Bank Indonesia menjalin hubungan dengan

  sasaran ekonomi makro.Namun hal ini justru

  Pemerintah, baik dalam rangka koordinasi

  berlawanan dengan prinsip independensi yang

  kebijakan maupun hubungan kerja operasional.

  harus dimiliki oleh bank sentral untuk dapat

  Hubungan antara Bank Indonesia dengan

  menciptakan CBG.Hal ini juga bertentangan

  berbagai macam lembaga pemerintah

  dengan Pasal 23D UUD Negara RI tahun 1945

  diperlihatkan pada Peraga 1. Tujuannya Bank

  yang telah menggariskan bahwa bank sentral

  Indonesia berkoordinasi dengan pemerintah

  haruslah independen.

  adalah agar kebijakan dan kerja operasional

Peraga 1. Hubungan Bank Indonesia dengan Pemerintah

  Pemerintah

  Presiden

  The Government

  President Mengusulkan dan Mengangkat

  anggota Dewan Gubernur BI dengan persetujuan DPR

  Nominates and appoints members of BI’s board of

  Governors with approval from House of Representatives

  Lembaga Tinggi Negara

  The State High Institution

  Badan Pemeriksa Keuangan

  Mahkamah Agung

  Supreme Audit Board

  Supreme Court

  Memeriksa Laporan

  Mengambil sumpahjanji

  Keuangan BI

  anggota Dewan Gubernur BI

  Audit’s BI’s Financial Reports

  Takes the oathpledge of the

  Laporan

  BI’s Board of Governors

  Dewan Perwakilan Rakyat House of Representatives

  Menilai kinerja BI dan Dewan Gubernur BI

  Evaluates the performance of BI dan BI’s Board of Gubernur

  Badan Supervisi Supervisory Body

  Masyarakat

  Public

  Masyarakat Public

  Bukan Lembaga Tinggi Negara

  Not a State High Institution

  Sumber: www.bi.go.id

  Dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya, Bank Indonesia dipimpin oleh Dewan Gubernur yang terdiri dari seorang gubernur sebagai pemimpin dibantu oleh seorang deputi gubernur senior sebagai wakil, dan sekurang- kurangnya empat atau sebanyak-banyaknya tujuh deputi gubernur. Dewan gubernur secara keseluruhan bertindak sebagai policy-making body, sedangkan Deputi Gubernur dan Direktur-Direktur bertindak sebagai executing body. Gubernur dan Deputi Gubernur Senior diusulkan dan diangkat oleh Presiden dengan persetujuan DPR.Sementara Deputi Gubernur diusulkan oleh Gubernur dan diangkat oleh Presiden dengan persetujuan DPR. Kinerja Dewan Gubernur dan Bank Indonesia dinilai oleh DPR sedangkan laporan keuangannya diperiksa oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).

3) Personnel Indipendence

  Dilihat dari sistem pengangkatan Dewan Gubernur maka Bank Indonesia dapat dikatakan masih belum memiliki personnel independence, yaitu kewenangan bank sentral untuk menolak campur tangan pemerintah dan pihak-pihak lain dalam pelaksanaan kebijakan moneternya, termasuk juga dalam penentuan masa jabatan, jumlah anggota, dan masa jabatan berjenjang dari anggota pembuat kebijakan moneter yang dalam hal ini adalah Dewan Gubernur.

  Agar Bank Indonesia mempunyai personnel independence maka semestinya intervensi pemerintah dan lembaga negara dalam

  pemilihan Dewan Gubernur diminimalkan. Lalu, suara dari pemangku kepentingan Bank Indonesia lainnya juga dimasukkan ke dalam proses pemilihan dan pengangkatan Dewan Gubernur Bank Indonesia, tidak hanya melalui proses pencalonan pejabat dari Presiden dan Gubernur Bank Indonesia saja. Untuk penempatan posisi Gubernur dan Deputi Gubernur Senior tetap dapat menggunakan sistem saat ini, sedangkan untuk pemilihan Deputi Gubernur dapat mengacu pada sistem yang digunakan oleh Federal Reserved Bank of America, yaitu pemilihan Deputi Gubernur secara langsung oleh bank umum agar Deputi Gubernur mempunyai latar belakang dan sudut pandang yang berbeda-beda yang pada akhirnya mendatangkan manfaat dalam proses pembuatan kebijakan moneter dan kebijakan- kebijakan lainnya.

  Untuk mengurangi keeratan hubungan antara DPR dengan Bank Indonesia maka pemerintah perlu menambahkan semacam Supervisory Board (Dewan Pengawas) yang independen dengan beranggotakan orang-orang yang mempunyai kompetensi tinggi di bidang moneter ke dalam struktur Dewan Gubernur Bank Indonesia.

4) Financial Indipendence