BAB III DAMPAK PENERAPAN KEBIJAKAN PRIVATISASI PENDIDIKAN
3.1 Dampak Peneraapan Kebijakan Privatisasi Pendidikan di Indonesia
Privatisasi tidak selalu baik atau buruk dalam dirinya sendiri. Ia bisa baik jika semakin menjamin terselenggaranya kepentingan umum, dan ia buruk bila
justru makin menghapus pertimbangan umum. Pada masa-masa awal, biasanya privatisasi bisa menjadi cara yang efektif untuk menyuntikkan etos kewirausahaan
ke dalam berbagai perusahaan milik negara yang sudah lesu. Namun, dalam proses selanjutnya, dengan mudah privatisasi membawa petaka, sebab kinerja
badan-badan usaha itu dengan cepat meninggalkan pertimbangan-pertimbangan umum, dan semakin digerakkan pertama-tama oleh perhitungan akumulasi laba
semata.
38
Secara teoretis, privatisasi pendidikan sesungguhnya tidak selalu bersifat negatif. Privatisasi pendidikan dapat meringankan beban pemerintah dalam
membiayai pendidikan, sehingga anggaran yang tersedia bisa digunakan untuk membiayai aspek lain yang lebih mendesak. Misalnya, untuk membiayai
pendidikan alternatif, seperti pendidikan nonformal untuk kalangan miskin, anak jalanan atau suku terasing. Privatisasi pendidikan juga dapat memberi peluang
lebih besar kepada masyarakat untuk turut berpartisipasi mencerdaskan bangsa. Tingkat partisipasi dan semangat kompetisi yang dilahirkan privatisasi dapat
mendorong lembaga pendidikan berorientasi pada kepuasan pelanggan customer satisfaction oriented
yang senantiasa menjaga kualitas kurikulum, fasilitas
38
Joseph E. Stiglits, Joseph E. Stiglits, Dekade Keserakahan: Era ’90-an dan Awal Petaka Ekonomi Dunia
, Serpong: Marjin Kiri, 2006, Hal. 67.
Universitas Sumatera Utara
penunjang dan kemampuan para pendidik dosenguru. Kondisi ini pada gilirannya dapat menjadi faktor pendorong bagi proses belajar mengajar dan
pencerdasan anak didik. Singkatnya, masuknya sektor swasta dalam pengelolaan pendidikan dapat memperluas jaringan penyedia jasa pendidikan. Pertanyaannya
adalah sampai sejauh mana rakyat Indonesia dapat menikmati pendidikan yang berkualitas dalam pasar bebas? Apabila rakyat Indonesia tidak mampu, di mana
peran publik negara? Apakah pendidikan akan sepenuhnya diserahkan pada liberalisasi pasar?
Oleh karena itu, tanpa agenda jelas dan perangkat kebijakan strategis, privatisasi pendidikan hanya akan menjadi gerakan komersialisasi pendidikan
yang mendistorsi tujuan mulia pendidikan. Tanpa regulasi yang jelas dan etika sosial yang benar, privatisasi pendidikan dapat menimbulkan dampak negatif
sebagai berikut: 1. Biaya pendidikan menjadi mahal.
Privatisasi pendidikan akan melepaskan negara dari tanggung jawabnya untuk memenuhi kebutuhan dasar warga negaranya akan pendidikan. Dampak
yang akan langsung terlihat adalah berkurangnya subsidi pendidikan, sehingga biaya pendidikan akan semakin melambung. Dengan kondisi ini, maka tidak
menutup kemungkinan pendidikan hanya akan menjadi sebuah impian bagi sebagian besar warga negara yang kurang mampu.
Dengan privatisasi pendidikan berarti pemerintah telah melegitimasi komersialisasi pendidikan dengan menyerahkan tanggung jawab penyelenggaraan
pendidikan ke pasar. Dengan begitu, nantinya sekolah dan perguruan tinggi memiliki otonomi untuk menentukan sendiri biaya penyelenggaraan pendidikan.
Universitas Sumatera Utara
Sekolah tentu saja akan mematok biaya setinggi-tingginya untuk meningkatkan dan mempertahankan mutu.
39
Mahalnya biaya pendidikan dari taman kanak-kanak TK hingga perguruan tinggi PT membuat orang tua dengan ekonomi lemah tidak memiliki
pilihan lain kecuali tidak menyekolahkan anaknya. Mengingat, masuk TK taman kanak-kanak dan SDN sekolah dasar negeri saja sekarang ada yang memungut
biaya 500.000 hingga1.000.000 rupiah, bahkan banyak yang di atas 1 juta rupiah. Sementara masuk ke sekolah lanjutan tinggkat pertama SLTP dan sekolah
lanjutan tingkat atas SLTA bisa mencapai Rp 1 juta-Rp 5 juta tergantung sekolah.
Alasan peningkatan mutu dan kualitas pendidikan inilah yang menyebabkan mahalnya biaya pendidikan di Indonesia. Ditambah dengan
semakin meningkatnya permintaan terhadap jasa pendidikan. Tetapi, jika pendidikan sudah mencapai tahap ini, pendidikan sudah menjadi komoditas
ekonomi. Pendidikan menjadi barang mewah yang sulit dijangkau oleh masyarakat luas, khususnya kelas bawah. Pendidikan tidak ubahnya sebuah
barang yang hanya mungkin dimiliki oleh orang-orang kaya. Padahal konstitusi kita secara eksplisit menyatakan negara berkewajiban mencerdaskan kehidupan
bangsa. Artinya, rakyat berhak dan pemerintah berkewajiban menyelenggarakan pendidikan.
40
Peningkatan biaya pendidikan juga dijumpai pada semua perguruan tinggi negeri favorit yang telah menjadi Badan Hukum Milik Negara BHMN. Untuk
masuk perguruan tinggi negeri tersebut, calon-calon mahasiswa harus membayar
39
Harian Republika, 10 Mei 2005
40
Harian kompas, 5 Agustus 2004.
Universitas Sumatera Utara
uang sumbangan sukarela yang cukup tinggi. Sebagai contoh, di Universitas Indonesia, pada tahun 1999, Dana Peningkatan Kualitas Pendidikan DPKP
sebesar 1,5 juta rupiah meningkat tiga kali lipat dari biaya sebelumnya yang 500.000 rupiah. Lalu tahun 2003, Program Prestasi Minat Mandiri PPMM
mengharuskan mahasiswa membayar uang masuk sebesar 50-60 juta rupiah, belum uang pangkalnya admission fee yang kisarannya 5-25 juta rupiah,
sedangkan jalur khusus bisa sampai 75 juta rupiah. Begitu pula di Universitas Gajah Mada, yakni hingga 20 juta rupiah, sedangkan untuk jalur khusus 25 juta
hingga 100 juta rupiah. Sedangkan Universitas Airlangga juga sama saja, yakni 5 juta hingga 75 juta rupiah.
41
Untuk Institut Tekonologi Bandung, pada tahun 2007 membutuhkan anggaran dana sebesar 392 miliar rupiah. Dengan subsidi Pemerintah yang kecil,
Institut Tekonologi Bandung harus mencari jalan keluar agar kebutuhannya terpenuhi. Lalu Institut Tekonologi Bandung menetapkan biaya SPP reguler S1
untuk tahun ajaran 20072008 sebesar 3,25 juta per semester. Bahkan Sekolah Bisnis Manajemen dikenakan biaya sebesar 625.000, 00 rupiah per SKS.
42
Institut Pertanian Bogor juga menjadi bukti yang lain. Dalam RKAT Rencana Anggaran dan Kegiatan Tahunan tahun 2005, Institut Pertanian Bogor
memerlukan biaya operasional sebesar 292,99 miliar rupiah. Memang, tidak ada kenaikan SPP. Namun, Institut Pertanian Bogor mencari sumber pendanaan lain
melalui dana masyarakat non-SPP. Sumber dana masyarakat non-SPP yang diberlakukan Institut Pertanian Bogor adalah sebagai berikut: penerimaan
41
Buletin Nalar, Edisi 1Th.III, 2003.
42
Ibid
Universitas Sumatera Utara
mahasiswa baru, biaya pengembangan institusi dan fasilitas, beasiswa, wisuda, bantuan, uang asrama, sewa fasilitas, kendaraan, uang parkir, pendapatan dari jasa
giro, kerjasama penelitian dan pemberdayaan masyarakat.
43
Pendidikan mahal juga dapat memunculkan ekses-ekses sosial serius di lapisan masyarakat bawah. Problema kesenjangan sosial akhirnya semakin
terbuka lebar. Yang kaya semakin kaya dan pintar, yang miskin semakin miskin dan bodoh. Orang miskin semakin terhambat untuk mendapatkan aktualisasi
Dengan biaya tersebut diatas tentu tidak akan memberikan kesempatan yang sama kepada seluruh lapisan masyarakat untuk memperoleh pendidikan yang
layak dan bermutu. Bagi orang-orang kaya membayar dengan biaya tersebut diatas tentu tidaklah masalah. Tapi bagi masyarakat yang kehidupan ekonominya
lemah, seperti anak-anak buruh, kaum miskin perkotaan, pegawai negeri rendahan, dan anak-anak tentara miskin berpangkat rendah, yang gajinyaupah
minimum regional UMR nya tidak lebih dari Rp. 700.000, apalagi bagi jutaan kaum tani yang hanya memiliki sejengkal tanah. Tidak akan terjangkau anak-
anaknya untuk kuliah di Universitas Indonesia, Universitas padjajaran, Institut Teknologi Bandung, Universitas Gadjah Mada dan kampus-kampus negeri
lainnya, apalagi di kampus swasta, yang uang pangkal maupun uang kuliahnya yang berjuta-juta itu.
Akibatnya, tentu saja perguruan tinggi negeri yang berstatus Badan Hukum Milik Negara BHMN maupun swasta menjadi kampus elit yang tak
tersentuh. Hal ini dikarenakan mahalnya biaya pendaftaran dan uang kuliah telah melegalkan diskriminasi untuk memperoleh pendidikan yang bermutu.
43
Log.Cit
Universitas Sumatera Utara
eksistensi kecerdasannya. Kondisi seperti ini sebenarnya dibenarkan oleh penganut paham Neoliberalisme, bahwa hanya orang kaya yang paling mungkin
mendatangkan keuntungan dalam jumlah besar, sebab mereka punya income berlebih. Karena itu investasi juga hanya mungkin datang dari orang-orang kaya.
Income kaum miskin hanya untuk bertahan hidup.
44
Sebagai pranata yang lekat dengan kepentingan publik, tidaklah pantas lembaga pendidikan berhitung-hitung dengan modal seperti layaknya lembaga
bisnis. Sama halnya dengan layanan kesehatan, sektor pendidikan pun hendaknya dianggap sebagai hak dasar bagi setiap warga negara di mana pemerintah wajib
Memang, pendidikan yang berkualitas dan bermutu memerlukan biaya dan fasilitas yang mahal, namun tidak berarti bebannya harus ditanggung oleh rakyat
karena kondisi ekonomi yang tidak makin membaik membuat peluang rakyat miskin untuk menikmati pendidikan akan semakin tipis. Akibatnya peluang untuk
memperbaiki tingkat ekonomi pun makin kecil. Konsep subsidi silang dalam dunia pendidikan, yaitu pemberian beasiswa
bagi golongan tidak mampu yang diambil dari biaya pendidikan dari golongan kaya tidak akan efektif. Hal ini karena jumlah golongan tidak mampu lebih
banyak dari pada golongan mampu.Di samping itu, akan terlihat dampak ikutannya, yakni dampak psikis yang mungkin akan muncul jika biaya pendidikan
golongan tidak mampu menjadi beban bagi golongan mampu. Karena itu, menjadikan pendidikan yang dapat dijangkau oleh masyarakat tanpa melihat strata
sosialnya adalah keputusan yang sangat bijaksana.
44
Joseph E. Stiglits, Op.Cit, hal. 79-80.
Universitas Sumatera Utara
memenuhinya. Jika model pelayanan di sektor tersebut sudah terjerumus pada privatisasi, taruhannya adalah pada generasi penerus bangsa.
Kebijakan privatisasi sesungguhnya hanya bisa dipraktekkan oleh negara- negara yang sudah mapan dalam hal perekonomian. Sementara dalam konteks
Indonesia, kita belum siap ke arah itu. Sebab, suatu negara baru bisa tinggal landastake off
mapan jika ia tidak lagi tergantung pada hutang-hutang luar negeri dalam anggaran belanja negara, dalam investasi dan pengembangan
ekonomi masyarakat secara keseluruhan. Pemerintah semestinya menyadari negeri ini masih kekurangan banyak
orang pintar, cerdas, dan cakap agar dapat meningkatkan derajatnya. Pada masa sebelum krisis ekonomi, pemerintah punya target agar pada tahun 2010 angka
partisipasi untuk pendidikan tinggi mencapai 25 persen
45
Selain itu pemerintah juga harus bertanggungjawab atas terselenggaranya pendidikan yang murah, bermutu bagi seluruh rakyat, menyediakan sarana
. Namun target itu tidak mungkin akan tercapai jika biaya pendidikan itu mahal karena hanya bisa diakses
oleh kalangan menengah keatas. Sebab, saat biaya pendidikan tinggi murah saja tidak semua warga dapat mengaksesnya, apalagi jika biayanya semakin mahal.
Seharusnya yang dilakukan pemerintah adalah memberikan subsidi lebih banyak kepada sekolah-sekolah dasar, lanjutan dan perguruan tinggi sehingga
tercapainya pemerataan pendidikan dan menghilangkan segala bentuk kesenjangan dalam dunia pendidikan. Tetapi memang pemberian subsidi tidak
akan dilakukan karena paham neoliberalisme yang menjelma dalam bentuk kebijakan privatisasi melarang kegiatan itu dilakukan.
45
Harian
Kompas , 14 Juli 2003
Universitas Sumatera Utara
prasarana yang memadai, guru yang berkualitas dan biaya operasional, terutama mengarahkan agar sistem pendidikan yang diselenggarakan mampu mewujudkan
tujuan pendidikan. Maka, semestinya pendidikan harus ditempatkan sebagai bagian dari
pelayanan kepada masyarakat public services semata yang diberikan oleh pemerintah negara kepada rakyatnya. Membiarkan pendidikan berkembang
sebagai sebuah industri yang selalu menghitung cost and profit sehingga cenderung makin mahal sebagaimana tampak dewasa ini jelas bertentangan
dengan prinsip pendidikan untuk seluruh rakyat sebagai public services tadi karena pasti tidak semua rakyat mampu menikmatinya secara semestinya.
2. Penganguran sebagai dampak kurikulum berorientasi pasar Tingkat pengangguran di Indonesia terus meningkat. Menurut data dari
Badan Pusat Statistik, menguraikan bahwa angka pengangguran lulusan universitas di Indonesia telah mencapai sekitar 385.000 orang pada tahun 2005.
Dari kecenderungan yang ada, bukan mustahil angka tersebut menembus 500.000 orang pada tahun 2007.
46
Dalam penerapan kebijakan privatisasi, maka kurikulum pendidikan pun harus didesain sesuai dengan kebutuhan pasar. Kurikulum pendidikan tidak lagi
didasarkan pada kepentingan rakyat. Artinya, lembaga pendidikan tidak otonom lagi, sebab kurikulum, materi pelajaran, dan praktek mengajar harus disesuaikan
dengan sarana serta metode teknis dari dunia industri. Fungsi sosial lembaga pendidikan menjadi fungsi profit layaknya pabrik untuk memproduksi sarjana
46
Harian Kompas, 22 September 2006.
Universitas Sumatera Utara
yang diabdikan bagi kebutuhan pasar industri sesuai kepentingan para pemodal. Pendeknya, semua treatment edukatif harus selaras dengan irama pertumbuhan
kapitalistik dan keahlian dagang. Kurikulum pendidikan juga harus mengikuti model perusahaan untuk bisa
menghasilkan tenaga terampil dan mempunyai skill yang tinggi. Oleh karena itu demi mencapai efisiensi dan hukum pasar, pendidikan dalam pengertian
pendidikan sejati untuk membangun segala aspek kepribadian dan fungsi
kemanusiaan kurang diperlukan bagi akselerasi percepatan tumbuhnya kompleks industri. Sebab yang diperlukan adalah bertambahnya produksi massal, kecepatan
otomatisasi pekerjaan, dan usaha membelajarkan otak dan tangan manusia menjadi mesin produksi yang efektif.
47
Memang tidak bisa diingkari bahwa dalam proses industrilisasi, globalisasi dan kapitalisme liberal terdapat tendens-tendens yang progresif berupa kemajuan,
modernitas, fasilitas keenakan hidup dan kesejahteraan material. Sebagian dari umat manusia bisa hidup makmur; terutama rakyat di Amerika, negara-negara
Eropa dan Jepang. Disamping itu sistem kapitalisme juga ikut mengemban tugas sosialisasi, sivilisasi dan kultivasi manusia, mengikuti jalur hukum dan norma-
norma kapitalistik. Semua ditujukan untuk memberikan kemudahan dalam menghadapi beratnya tantangan alam dan tantangan sosial di tengah masyarakat.
Karena itu setiap orang perlu memiliki kemahiran teknis dan keterampilan sosial yang rangkap untuk menghadapi proses sekularisasi dan industrilisasi yang
menjadi semakin intensif.
48
47
Dr Kartini Kartono, Tinjauan Politik Mengenai Sistem Pendidikan Nasional: Beberapa Kritik dan Sugesti,
Jakarta: PT Pradnya Paramita, 1997, hal. 179-180.
48
Ibid
Universitas Sumatera Utara
Tetapi mungkinkah kemajuan, modernitas, fasilitas keenakan hidup dan kesejahteraan material dapat dirasakan oleh rakyat di negara-negara berkembang
yang sangat tergantung pada hutang-hutang nya kepada negara-negara maju, sepeti Indonesia. Pendidikan di Indonesia, yang setelah diterpa krisis mengalami
kemunduran akibat beban hutang yang sangat banyak sehingga pemerintah akhirnya mengeluarkan kebijakan privatisasi pendidikan. Kenyataan ini justru
menciderai hak anak-anak bangsa untuk menikmati pendidikan yang layak. Privatisasi merupakan jalan pintas yang diambil pemerintah untuk memperbaiki
kualitas pendidikan. Padahal langkah tersebut sangat kontra produktif dengan kondisi masyarakat kita yang masih membutuhkan uluran tangan pemerintah
dalam hal penddikan. Kurikulum pendidikan yang berlandaskan kebijakan privatisasi hukum
pasar hanya akan menciptakan kegelisahan sosial jika diterapkan di Indonesia. Hal ini disebabkan hanya golongan tertentu saja yang dapat mengecap pendidikan.
Dunia industri pasar menginginkan tenaga ahli dan profesional dalam bidangnya. Artinya disini, setiap orang dituntut untuk bersekolah setinggi-
tingginya untuk mencapai tingkat profesionalitas sesuai spesialisasinya. Dengan begitu sekolah akan semakin mahal dan tentunya hanya bisa dibayar oleh orang-
orang kaya. Lulusan Sekolah Dasar, menengah dan atas atau bahkan perguruan tinggi pun tanpa disertai skill labour akan akan tersingkirkan dalam usaha
persaingan mencari pekerjaan. Atau paling tidak, mereka menjadi tenaga kerja buruh pabrik yang tentunya dibayar dengan gaji rendah yang tidak sesuai dengan
jam kerja demi kelangsungan hidupnya.
Universitas Sumatera Utara
Kondisi ekonomi yang tidak makin membaik membuat peluang rakyat miskin untuk menikmati pendidikan tinggi akan semakin tipis. Sehingga peluang
untuk memperbaiki tingkat ekonomi pun makin kecil. Komersialisasi bangku kuliah dengan tarif puluhan sampai ratusan juta rupiah tidak mungkin bisa ditepis
atau dibantah oleh pengelola pendidikan. Calon mahasiswa yang berani mengisi formulir dengan nominal puluhan juta, tentunya diimbangi dengan nilai pas-
pasan, peluangnya tentu lebih besar untuk diterima. Bagi yang tidak berani menyumbang besar, bersiap-siaplah mencari perguruan tinggi lain.
3.2. Kebijakan Privatisasi Pendidikan sebagai Bentuk Pelanggaran Konstitusi Republik Indonesia