M enuju kantor kelurahan Bertanya pada pedagang makanan

44 angkot sekali ke terminal Tingkir, kemudian naik bis kecil ke cengek. 2 Tiba di Cengek penulis harus berjalan kaki untuk bisa melihat-lihat tempat mana yang menggunakan papan nama usaha di depannya, itu menjadi tanda tempat usaha konveksi. Penulis agak kesulitan mendapatkan tempat usaha konveksi karena posisinya berjejeran pula dengan para pedagang yang menjual pakaian. Akhirnya penulis masuk di salah satu unit usaha yang tidak menggunakan papan nama usaha di depannya, namun letaknya masih dekat dengan jalan raya. Di unit usaha ini yang ternyata pemiliknya bernama ibu M usropah, penulis membeli sebuah celemek seharga Rp. 3000. Setelah itu penulis menyusuri jalan Tingkir Lor sambil berharap bertemu dengan unit usaha konveksi yang lainnya. Sekitar 700 meter dari ibu M usropah penulis bertemu dengan rumah yang bertuliskan usaha konveksi San-San. Penulis masuk ke dalamnya, ternyata sangat sepi. Produk yang dijual pun hanya sedikit. Setelah memberi salam, keluar bapak dan ibu yang sudah tua. Penulis menanyakan harga celana boxer, ternyata Rp 8000. Penulis membeli celana tersebut sambil bertanya tentang konveksi San-San ini. kedua orang tua yang sepuh ini menjelaskan konveksi ini milik anak mereka M bak Nur. Tempat produksi mereka agak ke dalam. Jadi mereka meninggalkan beberapa model produk, kalau berminat konsumen bisa diantar ke tempat produksi mereka. Perjalanan mengenal Tingkir Lor ini harus berakhir, karena sudah pukul 18.00, saatnya warga Tingkir Lor untuk sholat maghrib. Perjalanan hari ini sudah cukup melelahkan tetapi semakin menggelitik keingintahuan penulis tentang usaha ini.

2. M enuju kantor kelurahan

Berbekal surat izin penelitian yang dikeluarkan program studi M agister Studi Pembangunan UKSW , penulis melangkahkan kaki ke kantor kelurahan untuk meminta izin melakukan penelitian di kelurahan Tingkir Lor. Sekaligus penulis ingin memperoleh data 2 Cengekadalahnamasungai yang memisahkanTingkirLordenganTingkir Tengah. Sopirangkutanumumlebih familiar dengannamaCengek. 45 tentang nama-nama unit usaha di Tingkir Lor dan alamat masing- masing. Penulis menyerahkan surat izin penelitian kepada petugas kelurahan sambil menyatakan maksud penelitian. Penulis harus menelan kekecawaan karena dengan tegas petugas kelurahan menolak surat tersebut. M enurut mereka penulis harus meminta izin dulu ke KESBANGLINMAS di Pemerintah Kotamadya Salatiga. Dengan mendapatkan persetujuan KESBALINM AS, penulis baru bisa masuk ke kantor kelurahan. Begitu rumitnya dan berbelit-belit prosedur formal yang harus dilakukan. Akhirnya penulis mengatakan kepada petugas kelurahan, bahwa penulis tidak lagi mencari data di kelurahan, tetapi penulis hendak permisi jalan-jalan ke unit usaha sambil menggali data. Petugas kelurahan kalau begitu bisa saja, penulis dipersilahkan untuk menggali data secara informal di cengek atau Tingkir Lor. Keputusan ini juga sulit bagi penulis, karena harus menggali data lapangan tanpa bantuan data tertulis sedikitpun, minimal yang menerangkan nama dan alamat usaha. Tapi inilah keputusan penulis untuk menjalankan penelitian secara informal. Sekali lagi penulis tidak mau mundur dan memanfaatkan peluang penelitian informal ini dengan baik.

3. Bertanya pada pedagang makanan

Sebelum melanjutkan penelitian penulis mampir di warung bakso dengan tujuan menggali informasi tentang usaha konveksi di Tingkir Lor dan juga mengganjal perut yang lapar. Sambil makan penulis bercerita dengan penjual bakso sambil bertanya tentang usaha konveksi di tempat ini. dari penjual bakso, penulis mengetahui beberapa nama pengusaha seperti mbak Nur dan pak Imrori yang kebetulan posisi rumah mereka dekat dengan warung bakso tersebut.

4. Berkeliling dengan motor