Macam-macam Pola Asuh Pola Asuh Keluarga .1 Definisi Pola Asuh Keluarga

apabila anak sedang dalam bahaya, dan sangat sedikit bimbingan yang diberikan oleh orangtua kepada anaknya. Namun pada tipe ini biasanya bersifat hangat, sehingga seringkali disukai oleh anak. 4. Pola Asuh Penelantar, umumnya memberikan waktu dan biaya yang sangat minim kepada anak-anaknya. Waktu yang dimiliki orangtua atau keluarga banyak yang digunakan untuk kepribadian mereka. Termasuk dalam tipe ini adalah perilaku secara fisik dan psikis pada ibu yang depresi. Hurlock 1999 membagi bentuk pola asuh menjadi tiga macam pola asuh, yaitu: 1. Pola Asuh Demokratis yaitu pola asuh yang memprioritaskan kepentingan anak, akan tetapi tidak ragu-ragu mengendalikan mereka. Keluarga pada pola asuh ini bersikap rasional, selalu mendasari tindakannya pada rasio dan pemikiran-pemikiran. Keluarga tipe ini bersikap realistis terhadap kemampuan anak, tidak berharap yang berlebihan yang melampaui kemampuan anak. Keluarga juga memberikan kebebasan kepada anak untuk memilih suatu tindakan, dan pendekatannya kepada anak yang bersikap hangat. 2. Pola Asuh otoriter, cenderung menetapkan standar yang harus dituruti, biasanya dibarengi dengan ancaman-ancaman. Apabila anak tidak mau melakukan apa yang dikatakan oleh keluarga, maka keluarga pada tipe ini tidak segan menghukum anak. Keluarga pada tipe ini juga tidak mengenal kompromi dan dalam komunikasi bersifat satu arah. 3. Pola Asuh Permisif, memberikan pengawasan yang sangat longgar kepada anak. Keluarga cenderung tidak menegur atau memperingati anak apabila sedang dalam bahaya, dan sangat sedikit bimbingan yang diberikan kepada mereka.

2.1.3 Syarat Pola Asuh Efektif

Menurut Shanti 2007 dalam Aprisanti 2010 agar pola asuh menjadi efektif antara lain : 1. Pola asuh harus dinamis: harus sejalan dengan meningkatnya pertumbuhan dan perkembangan anak, misalnya pola asuh batita berbeda dengan pola asuh anak usia sekolah. 2. Pola asuh harus sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan anak, hal ini dilakukan karena setiap anak memiliki minat dan bakat berbeda. 3. Ayah – ibu mesti kompak. Ayah dan ibu sebaiknya menerapkan pola asuh yang sama. Dalam hal ini, kedua orang tua sebaiknya “berkompromi” dalam menetapkan nilai – nilai yang boleh dan tidak boleh. Jangan sampai orang tua saling bersebrangan karena hanya akan membuat anak binggung.. 4. Pola asuh disertai perilaku positif orang tua orang tua sehingga bisa dijadikan contoh atau panutan bagi anaknya. Menanamkan nilai – nilai kebaikan dengan disertai penjelasan yang mudah dipahami. Diharapkan kelak anak bisa menjadi manusia yang memiliki aturan dan norma yang baik dan berbakti. 5. Komunikasi efektif merupakan sub bagian dari pola asuh efektif. Syaratnya sederhana meluangkan waktu untuk berbincang – bincang dengan anak menjadi pendengar yang baik dan tidak meremehkan pendapat anak. Dalam setiap diskusi orang tua dapat memberikan saran atau meluruskan pendapat anak yang keliru sehingga anak lebih terarah dan dapat mengembangkan potensi yang maksimal. 6. Disiplin, penerapannya harus fleksibel sesuai dengan kebutuhan dan kondisi anak misalnya dalam kondisi kelelahan jangan lantas diminta mengerjakan tugas sekolah hanya karena saat itu merupakan waktunya untuk belajar. 7. Orang tua konsisten, bisa menerapkan konsistensi sikap, misalnya anak tak boleh minum air dingin kalau sedang terserang batuk. Tapi kalau anak dalam keadaan sehat ya boleh-boleh saja. Dari situ ia belajar untuk konsisten terhadap sesuatu. Yang penting setiap aturan mesti disertai penjelasan yang bisa dipahami anak, kenapa ini tak boleh, kenapa itu boleh. Lama-lama, anak akan mengerti atau terbiasa mana yang boleh dan tidak. Orang tua juga sebaiknya konsisten. Jangan sampai lain kata dengan perbuatan. Misalnya, ayah atau ibu malah minum air dingin saat sakit batuk.

2.1.4 Faktor yang Mempengaruhi Pembentukan Pola Asuh