PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE TWO STAY TWO STRAY DALAM PENINGKATAN AKTIVITAS DAN PRESTASI BELAJAR PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN SISWA KELAS X SMA NEGERI 1 KOTAGAJAH

(1)

TWO STRAY DALAM PENINGKATKAN AKTIVITAS DAN PRESTASI BELAJAR PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN SISWA

KELAS X SMA NEGERI 1 KOTAGAJAH

Oleh

MARINA TIVANI

TESIS

Sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar MAGISTER PENDIDIKAN

Pada

Program Pascasarjana Magister Teknologi Pendidikan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan

Universitas Lampung

PROGRAM PASCASARJANA TEKNOLOGI PENDIDIKAN FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG


(2)

i ABSTRAK

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE TWO STAY TWO STRAY DALAM PENINGKATAN AKTIVITAS DAN PRESTASI

BELAJAR PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN SISWA KELAS X SMA NEGERI 1 KOTAGAJAH

Oleh

MARINA TIVANI

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan: 1) kemampuan guru dalam menyusun rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) dengan model kooperatif tipe TSTS; 2) proses pelaksanaan pembelajaran dengan model kooperatif tipe TSTS; 3) peningkatan prestasi belajar PKn melalui pembelajaran kooperatif tipe TSTS.

Penelitian ini menggunakan model penelitian tindakan kelas (PTK) yang terbagi menjadi tiga siklus, tindakan siklus I adalah pembelajaran kooperatif tipe TSTS dengan menggunakan media gambar dan artikel, siklus II dengan media gambar dan power point, sedangkan siklus III dengan media power point dan Video persamaan warga negara.

Hasil dari penelitian ini adalah: 1) Kemampuan guru dalam menyususn RPP dengan menggunakan pembelajaran kooperatif tipe TSTS mengalami peningkatan, yaitu 48,57% pada siklus I, 57,14% pada siklus II, dan 74,28% pada siklus III; 2) proses pelaksanaan pembelajaran kooperatif tipe TSTS telah berjalan dengan baik. aktivitas guru mengalami peningkatan, yaitu 84,37% pada siklus I, 96,87% pada siklus II dan 100% pada silkus III; Demikian halnya dengan Aktivitas belajar siswa mengalami peningkatan, yaitu 78,12% pada siklus I, 87,5% pada siklus II dan 100% pada siklus III 3) prestasi belajar PKn siswa setelah dilaksanakan pembelajaran kooperatif tipe TSTS mengalami peningkatan pada tiap siklusnya, yaitu 72% pada siklus I, 84% pada siklus II dan 92% pada siklus III.

Kata Kunci : pembelajaran kooperatif tipe TSTS, aktivitas belajar dan prestasi belajar PKn


(3)

(4)

(5)

(6)

xi DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI ... ... ix

DAFTAR TABEL ... ... xi

DAFTAR GAMBAR ... .. xii

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Identifikasi Masalah ... 9

1.3 Batasan Masalah... 10

1.4 Rumusan Masalah ... 10

1.5 Tujuan Penelitian ... 11

1.6 Manfaat Penelitian ... 11

1.7 Ruang Lingkup……… 13

II. KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Pustaka... 14

2.1.1 Teori Belajar dan Pembelajaran ... 14

2.1.2 Hakikat Belajar dan Pembelajaran PKn... . 20

2.1.3 Teori Desain Pembelajaran…. ... 24

2.1.4 Perencanaan Proses Pembelajaran... 33

2.1.5 Aktivitas Belajar Siswa ... 37

2.1.6 Prestasi Belajar ... 40

2.1.7 Pembelajaran Kooperatif ……….. . 45

2.1.8 Pembelajaran Kooperatif tipe TSTS ... 51

2.2 Penelitian yang Relevan ... 57

III. METODE PENELITIAN 3.1 Metode Penelitian... 59

3.2 Tempat dan Waktu Penelitian ... 61

3.3 Lama Tindakan dan Indikator Keberhasilan ... 62

3.4 Rancangan Penelitian Tindakan ... 64

3.5 Definisi Konseptual dan Operasional... 73

3.6 Kisi-kisi Instrumen ... 78

3.7 Instrumen Penelitian... 86

3.8Validasi Instrumen... 88


(7)

xii

4.1.2 Perencanaan Pembelajaran Kooperatif Tipe TSTS ... 97

4.1.3 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) ... 103

4.1.3.1 Siklus I ... 103

4.1.3.2 Siklus II ... 106

4.1.3.2 Siklus III ... 108

4.1.4 Pelaksanaan Tindakan Kooperatif Tipe TSTS ... 110

4.1.4.1 Siklus I ... 110

4.1.4.2 Siklus II ... 118

4.1.4.3 Siklus III ... 127

4.1.4.4 Rekapitulasi Pelaksanaan Tindakan ... 135

4.1.5 Aktivitas Belajar Siswa ... 135

4.1.5.1 Siklus I ... 135

4.1.5.2 Siklus II ... 140

4.1.5.3 Siklus III ... 145

4.1.6 Prestasi Belajar Pkn... 150

4.1.6.1 Siklus I ... 150

4.1.6.2 Siklus II ... 152

4.1.6.3 Siklus III ... 154

4.1.6.4 Rekapitulasi prestasi belajar PKn ... 156

4.1.6.5 Ketuntasan Belajar Pkn ... 157

4.2 Pembahasan Hasil Penelitian ... 158

4.2.1 Analisis Perencanaan Pembelajaran ... 158

4.2.2 Analisis Pelaksanaan Pembelajaran ... 165

4.2.3 Analisis Prestasi Belajar PKn ... 171

4.3 Keterbatasan Peneliti ... 172

V. SIMPULAN DAN SARAN ... 173

5.1 Simpulan ... 173

5.2 Saran ... 174

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN- LAMPIRAN RIWAYAT HIDUP


(8)

BAB I PENDAHULUAN

1. 1. Latar Belakang

Pendidikan di Indonesia diharapkan dapat mempersiapkan peserta didik menjadi warga Negara yang memiliki komitmen kuat dan konsisten untuk mempertahankan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Komitmen yang kuat dan konsisten terhadap prinsip dan semangat kebangsaan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945, perlu ditingkatkan terus menerus untuk memberikan pemahaman yang mendalam tentang Negara Kesatuan Republik Indonesia. Konstitusi Negara Republik Indonesia perlu ditanamkan kepada seluruh komponen bangsa Indonesia, khususnya generasi muda sebagai generasi penerus.

Indonesia harus menghindari sistem pemerintahan yang memasung hak-hak asasi manusia, hak-hak warganegara untuk dapat menjalankan prinsip-prinsip demokrasi. Kehidupan yang demokratis di dalam kehidupan sehari-hari di lingkungan keluarga, sekolah, masyarakat, pemerintahan, dan organisasi-organisasi non pemeritahan perlu dikenal, dipahami, diinternalisasi, dan diterapkan demi terwujudnya pelaksanaan prinsip-prinsip demokrasi serta demi peningkatan martabat kemanusian, kesejahteraan, kebahagiaan, kecerdasan dan keadilan.


(9)

Beragam mata pelajaran diajarkan di sekolah, dan tiap-tiap pelajaran memiliki karakteristik serta kekhasan masing-masing. Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) sebagai ilmu yang mempelajari beragam tema merupakan salah satu mata pelajaran yang diajarkan oleh guru di sekolah. Mulai dari jenjang sekolah dasar (SD) hingga jenjang Sekolah Menengah Umum (SMU). Pendidikan Kewarganegaraan merupakan mata pelajaran yang memfokuskan pada pembentukan warga negara yang memahami dan mampu melaksanakan hak-hak dan kewajibannya untuk menjadi warga Negara yang baik, yang cerdas, terampil, dan berkarakter yang diamanatkan oleh Pancasila dan UUD 1945. Pendidikan Kewarganegaraan (Civic Education) merupakan mata pelajaran yang memfokuskan pada pembentukan diri yang beragam dari segi agama, sosio-kultural, bahasa, usia, dan suku bangsa.

PKn di Indonesia diharapkan dapat mempersiapkan peserta didik menjadi warga negara yang memiliki komitmen yang kuat dan konsisten untuk mempertahankan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), dengan mempelajari PKn siswa dapat mengembangkan keterampilan yang mereka miliki secara sistematis, jujur dan disiplin. Oleh sebab itu, siswa sebagai calon generasi penerus, harus dibekali pengetahuan tersebut melalui kegiatan pembelajaran di sekolah.

Guru merupakan penyedia kegiatan-kegiatan yang merangsang keingintahuan siswa dan membantu mereka untuk mengekspresikan gagasan-gagasannya dan mengekspresikan ide ilmiah mereka. Menyediakan sarana yang merangsang siswa berfikir secara produktif dan menyediakan kesempatan dan pengalaman yang


(10)

paling mendukung proses belajar siswa, tentunya akan memberikan kesempatan siswa untuk beraktivitas dalam kegiatan pembelajaran.

Belajar pada prinsipnya adalah berbuat atau melakukan sesuatu. Tidak dapat dikatakan belajar jika seseorang tidak melakukan aktivitas, itulah sebabnya aktivitas merupakan prinsip atau asas yang sangat penting di dalam interaksi pembelajaran.

Aktivitas belajar merupakan rangkaian kegiatan yang dilakukan siswa dalam proses pembelajaran untuk mencapai tujuan pembelajaran. Menurut Sardiman (2003:98) aktivitas belajar adalah aktivitas yang bersifat fisik (jasmani) maupun mental (rohani). Dalam proses pembelajaran kedua aktivitas tersebut selalu berkaitan sehingga membuahkan aktivitas belajar yang optimal. Adanya aktivitas belajar yang baik tentunya akan dapat meningkatkan prestasi belajar siswa.

Menurut Sudjana (2001:22), prestasi belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya. Artinya prestasi belajar adalah penilaian guru terhadap hasil belajar siswa, yang menggambarkan penguasaan siswa atas materi pelajaran atau perilaku yang relatif menetap sesuai tujuan pembelajaran sebagai akibat adanya proses belajar yang dialami siswa. Dalam proses belajar inilah siswa harus beraktivitas, sehingga jika aktivitasnya baik maka akan baik pula prestasi belajarnya.

Berdasarkan prasurvei, di semester genap tahun ajaran 2010-2011 prestasi belajar siswa kelas X SMA N 1 Kotagajah rendah dengan ketuntasan klasikal hanya 56% dari jumlah siswa. Ada dua faktor yang menjadi penyebab permasalahan ini, yaitu


(11)

dari siswa sebagai peserta dan guru sebagai fasilitator dalam kegiatan pembelajaran. Hasil analisis kondisi siswa kelas X di lapangan dapat dikatakan bahwa hampir 75% siswa memiliki aktivitas belajar rendah. Materi PKn yang sifatnya berupa uraian dan membutuhkan banyak penalaran dan mengingat fakta-fakta tidaklah terlalu menyenangkan bagi beberapa siswa.

Berdasarkan identifikasi yang dilakukan peneliti dalam pembelajaran PKn kelas X di SMA Negeri I Kotagajah, diketahui bahwa proses pembelajaran yang terjadi masih kurang maksimal antara lain karena pelaksanaannya kurang sesuai dengan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yang telah dibuat dimana proses pembelajaran masih cenderung menggunakan model yang kurang bervariasi. Penerapan metode pembelajaran yang kurang bervariasi yakni antara lain masih menggunakan metode ceramah sehingga siswa memiliki kecenderungan bersifat pasif. Pembelajaran yang diterapkan kurang dapat memotivasi siswa untuk terlibat secara aktif dan langsung mendapatkan pengalaman belajar. Pembelajarannya kurang diminati siswa dengan penyajian yang monoton, baik dari segi metode maupun media pembelajaran, suasana kelas yang pasif dengan tidak banyaknya siswa yang mau bertanya dalam proses pembelajaran, siswa kurang berani mengemukakan gagasan dalam kegiatan belajar, kurang peduli di kelas dengan kurang antusiasnya mengikuti pelajaran dan lebih banyak yang ribut sehingga suasana kelas yang tidak bergairah untuk meningkatkan prestasi belajar PKn.

Berdasarkan hasil wawancara dengan guru mata pelajaran PKn kelas X SMA N 1 Kotagajah, diketahui bahwa metode yang digunakan adalah metode ceramah dan diskusi kelompok. Karakteristik siswanya yang kurang berperan aktif dalam setiap


(12)

pembelajaran sehingga lebih banyak aktivitas guru dibanding siswanya dan adanya kemampuan akademik siswa yang bervariasi dalam satu kelas. Karakteristik siswa yang kurang aktif tersebut menyebabkan tidak tercapainya ketuntasan belajar karena rendahnya nilai prestasi siswa.

Berdasarkan hasil uraian di atas, peneliti menduga bahwa metode ceramah kurang tepat apabila diterapkan di SMA Negeri I Kotagajah karena dengan metode tersebut, siswa cenderung hanya mendengar dan memperhatikan guru tanpa turut berperan aktif dalam proses pembelajaran. Kemudian, dalam diskusi kelompok yang ikut berperan aktif hanyalah siswa yang mempunyai kemampuan akademik tinggi. Sedangkan siswa yang mempunyai kemampuan akademik rendah hanya bersikap pasif dan cenderung mengandalkan teman. Apabila guru mengajukan pertanyaan hanya sedikit siswa yang menjawab, dan bila guru memberikan kesempatan untuk bertanya maka sedikit pula yang mengajukan pertanyaan. Hal ini mengakibatkan kurangnya aktivitas siswa dalam pembelajaran karena kurangnya interaksi guru dengan siswa.

Permasalahan lainnya yang timbul adalah dari segi pelaksanaan evaluasi pembelajaran. Seperti yang kita ketahui bahwa peran evaluasi pembelajaran tak kalah penting untuk mengiringi pelaksanaan pembelajaran yang sesuai dengan RPP terancang. Sebab dengan evaluasi ini akan dapat diketahui apakah pendekatan pembelajaran yang dipilih telah sesuai dengan tujuan materi yang diharapkan. Idealnya menurut Arikunto (2005: 57), evaluasi dapat dikatakan baik sebagai alat ukur jika memenuhi persyaratan evaluasi, yaitu memiliki: 1) validitas, 2) reliabilitas, 3) objektivitas, 4) praktibilitas, dan 5) ekonomis.


(13)

Uraian permasalahan tersebut di atas menunjukkan pentingnya suatu strategi pembelajaran yang tepat dalam pembelajaran. Siswa tidak akan bisa memahami materi tersebut secara luas jika hanya membaca, mendengarkan penjelasan, atau melihat saja. Tetapi, siswa juga harus mengerti objek belajar, menganalisis, mengidentifikasi, dan kemudian membuat kesimpulan sendiri berdasarkan teori yang tepat. Demikian pula halnya dengan guru, perencanaan dan pengelolaan pembelajaran dan evaluasi yang baik merupakan sebuah kepastian demi terwujudnya pembelajaran yang berkualitas.

Kegiatan pembelajaran memuat interaksi di antara sesama siswa dan interaksi antara guru dan siswa. Oleh karena itu, suasana kelas perlu direncanakan dan di bangun sedemikian rupa, sehingga siswa mendapat kesempatan untuk berinteraksi serta bekerja sama satu dengan yang lainnya. Dalam pembelajaran PKn, perlu ditumbuhkan sikap kerjasama. Kerjasama tersebut dibutuhkan untuk mempermudah memecahkan permasalahan dalam berfikir, menemukan konsep, teori, dan pengamatan dalam pembelajaran.

Reigeluth dan Merrill dalam Miarso (2007:529) berpendapat bahwa pembelajaran sebaiknya didasarkan pada teori pembelajaran yang bersifat preskiptif, yaitu teori yang memberikan “resep” untuk mengatasi masalah belajar. Teori pembelajaran yang preskiptif itu harus memerhatikan tiga variabel, yaitu variabel kondisi, metode, dan hasil. Berdasarkan kerangka teori itu setiap metode pembelajaran harus mengandung rumusan pengorganisasian bahan pelajaran, strategi penyampaian, dan pengelolaaan kegiatan.


(14)

Karakteristik siswa kelas X SMA N 1 Kotagajah cenderung heterogen dalam kemampuan awal mereka maupun gaya belajarnya, dalam pembelajaran di kelas sebagian besar banyak berbicara sehingga terkesan “tidak bisa diam”, banyak bergerak sehingga pembelajaran secara klasikal kurang efektif untuk meningkatkan aktivitas dan prestasi belajar Pkn siswa.

Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk memperbaiki pembelajaran PKn di SMA Negeri I Kotagajah adalah menerapkan strategi pembelajaran yang mampu memberikan fasilitas kepada siswa untuk saling bekerjasama. Lie (2002:12) menyebutkan bahwa sistem pembelajaran yang memberi kesempatan kepada siswa untuk bekerja sama dengan sesama siswa dalam tugas-tugas terstruktur disebut sebagai sistem “Pembelajaran Gotong Royong atau Pembelajaran Kooperatif”.

Pembelajaran kooperatif memiliki dampak positif bagi siswa yang hasil belajarnya rendah sehingga mampu memberikan peningkatan hasil belajar yang signifikan. Pembelajaran kooperatif bertujuan untuk meningkatkan partisipasi siswa, memfasilitasi siswa dengan pengalaman sikap kepemimpinan dan membuat keputusan dalam kelompok serta memberikan kesempatan pada siswa untuk berinteraksi dan belajar bersama-sama siswa yang berbeda latar belakangnya. Berdasarkan perkembangannya, pembelajaran kooperatif terbagi dalam beberapa tipe. Salah satunya adalah Two Stay Two Stray (TSTS). Dalam model pembelajaran kooperatif tipe TSTS, siswa yang dibagi menjadi beberapa kelompok kecil yang terdiri dari empat orang siswa yang heterogen terutama dari segi kemampuannya. sesuai dengan namanya, teknik ini merupakan salah satu


(15)

bentuk kelompok yang anggotanya empat orang, dimana dua diantaranya akan tinggal sebagai pemberi informasi bagi kelompok lain yang datang bertemu, sedangkan dua orang lainnya akan berkunjung ke kelompok lain guna mencari informasi lebih lanjut mengenai tugas yang ada.

Lie: (2002 : 28) menyebutkan pembelajaran kooperatif TSTS adalah pembelajaran kooperatif yang dapat mendorong anggota kelompok untuk memperoleh konsep secara mendalam melalui pemberian peran pada siswa. Teknik ini biasa digunakan dalam semua mata pelajaran dan untuk semua tingkatan usia anak didik. Struktur dua tinggal dua tamu memberi kesempatan kepada kelompok untuk membagikan hasil dan informasi dengan kelompok lain.

Pembagian kelompok dalam pembelajaran kooperatif TSTS memperhatikan kemampuan akademis siswa. Guru membuat kelompok yang heterogen dengan alasan memberi kesempatan siswa untuk saling mengajar (peer tutoring) dan saling mendukung, meningkatkan relasi dan interaksi antar ras, etnik dan gender serta memudahkan pengelolaah kelas karena masing-masing kelompok memiliki siswa yang berkemampuan tinggi, yang dapat membantu teman lainnya dalam memecahkan suatu permasalahan dalam kelompok

Dengan adanya kerja sama di dalam kelompok, diharapkan siswa dapat lebih aktif dalam proses pembelajaran sehingga hasil belajar siswa dapat mengikuti dalam belajar kelompok, siswa diberi kebebasan mengenai cara menyelesaikan tugas kelompoknya, tetapi mereka semua harus bertanggung jawab agar setiap individu di dalam kelompok betul-betul memahami konsep yang dipelajari, karena keberhasilan dinilai dari keberhasilan kelompok, bukan masing – masing individu.


(16)

Aktivitas belajar dengan permainan yang dirancang dalam pembelajaran ini memungkinkan siswa dapat belajar lebih rileks di samping menumbuhkan tanggung jawab, kerjasama, persaingan sehat, dan keterlibatan belajar. Apabila diterapkan dalam pembelajaran dapat meningkatkan aktivitas belajar siswa. Peningkatan aktivitas belajar tersebut akan menambah keingintahuan siswa untuk menambah pengetahuanya sehingga pada akhirnya prestasi belajar yang menjadi tujuan dapat meningkat.

Berdasarkan kondisi tersebut maka penulis melakukan penelitian tindakan dengan judul “ Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif tipe Two Stay Two Stray dalam Peningkatkan Aktivitas dan Prestasi Belajar Pendidian Kewarganegaraan Siswa Kelas X di SMA N 1 Kotagajah .

1.2 Identifikasi Masalah

Memahami latar belakang permasalahan di atas dapat diidentifikasi beberapa masalah sebagai berikut:

1.2.1 Rencana pelaksanaan pembelajaran PKn yang dibuat guru belum tepat untuk pembelajaran PKn.

1.2.2 Pelaksanaan pembelajaran PKn belum baik sehingga jumlah siswa yang masuk dalam kategori aktif belum mencapai 75%.

1.2.3 Aktivitas belajar siswa dalam mengikuti pelajaran PKn belum maksimal 1.2.4 Proses evaluasi yang digunakan belum optimal.

1.2.5 Jumlah siswa yang masuk dalam kategori tuntas belajar belum mencapai 75%.


(17)

1.2.6 Guru PKn dalam pembelajaran masih banyak menggunakan metode konvensional seperti ceramah

1.2.7 Guru mata pelajaran PKn belum menggunakan strategi pembelajaran kooperatif tipe TSTS.

1.3Pembatasan Masalah

Berdasarkan pada latar belakang dan identifikasi msalah di atas, maka penelitian ini dibatasi pada :

1.3.1 Rencana pelaksanaan pembelajaran PKn yang dibuat guru belum tepat untuk pembelajaran PKn.

1.3.2 Pelaksanaan pembelajaran PKn belum baik sehingga aktivitas guru dan aktivitas belajar siswa sangat rendah.

1.3.3 Prestasi belajar siswa kelas X sangat rendah dari KKM bahkan ketuntasan klasikal tidak sampai 75% dari jumlah siswa.

1.4 Rumusan Masalah

Berdasarkan identifikasi dan pembatasan masalah, disusun rumusan masalah sebagai berikut.

1.4.1 Bagaimanakah rencana pelaksanaan pembelajaran PKn melalui pembelajaran kooperatif tipe TSTS?

1.4.2 Bagaimanakah pelaksanaan pembelajaran PKn melalui pembelajaran Kooperatif tipe TSTS?


(18)

1.4.3 Bagaimanakah peningkatan prestasi belajar PKn siswa melalui pembelajaran Kooperatif tipe TSTS?

1.5 Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan:

1.5.1 Perencanaan pembelajaran PKn melalui pembelajaran kooperatif tipe TSTS.

1.5.2 Proses pelaksanaan PKn melalui pembelajaran kooperatif tipe TSTS. 1.5.3 Peningkatan prestasi belajar PKn siswa melalui pembelajaran kooperatif

tipe TSTS.

1.6 Manfaat Penelitian 1.6.1 Manfaat secara Teoritis

Hasil penelitian secara teoritis dapat memberikan sumbangan ilmu pengetahuan, khususnya bagi Teknologi Pendidikan dalam kawasan desain pembelajaran dan pengelolaan pembelajaran

1.6.2 Manfaat secara Praktis 1. Bagi siswa

a) meningkatkan aktivitas siswa dalam pembelajaran di kelas,

b) membantu menumbuhkan keberanian, mengurangi rasa malu siswa dalam pelajaran PKn,


(19)

2. Bagi Guru

a) meningkatkan kemampuan guru dalam merancang, melaksanakan dan megevaluasi proses pembelajaran agar diperoleh hasil yang objektif dan optimal,

b) upaya memperbaiki pembelajaran PKn, untuk meningkatkan prestasi belajar PKn siswa.

3. Bagi Peneliti

Peneliti dapat memperoleh pengalaman secara langsung dalam menerapkan pembelajaran kooperatif tipe TSTS yang juga dapat meningkatkan kualitas pembelajaran PKn. Penelitian ini juga bermanfaat untuk meningkatkan profesionalisme peneliti dan dapat dijadikan bahan rujukan penelitian lebih lanjut pada waktu mendatang.

4. Bagi Sekolah

Bagi sekolah diharapkan dapat bermanfaat bagi output (lulusan) yang dihasilkan, sehingga menjadi lebih bermutu dan diharapkan dapat mendorong terjadinya inovasi pembelajaran bagi kemajuan sekolah sehingga meningkatkan kualitas sekolah yang berdayaguna dan berhasilguna.


(20)

1.7 Ruang Lingkup Penelitian 1.7.1 Ruang Lingkup Ilmu

Penelitian ini merupakan penelitian dalam lingkup ilmu pendidikan, khususnya pendidikan kewarganegaraan

1.7.2 Subjek Penelitian

Subyek penelitian ini adalah guru, siswa kelas X.2 dan X.6 SMAN 1 Kotagajah Lampung Tengah.

1.7.3 Objek Penelitian

Obyek penelitian ini adalah penerapan model pembelajaran, aktivitas belajar siswa, dan prestasi belajar siswa.

1.7.4 Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan di SMAN 1 Kotagajah Lampung Tengah. Penelitian ini dilaksanakan pada semester genap pada Tahun Pelajaran 2011/2012


(21)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1Kajian Pustaka

2.1.1 Teori Belajar dan Pembelajaran

Beberapa teori belajar yang relean dalam penelitian ini adalah :

1. Teori Perkembangan Kognitif Piaget

Teori perkembangan Piaget mewakili konstruktivisme, yang memandang perkembangan kognitif sebagai suatu proses di mana anak secara aktif membangun sistem makna dan pemahaman realitas melalui pengalaman-pengalaman dan interaksi-interaksi mereka. Perkembangan kognitif sebagian besar ditentukan oleh manipulasi dan interaksi aktif anak dengan lingkungan. Piaget yakin bahwa pengalaman-pengalaman fisik dan manipulasi lingkungan penting bagi terjadinya perubahan perkembangan.

Piaget dalam Gredler (2011:336) menjelaskan bahwa perkembangan kognitif itu sendiri merupakan suatu usaha penyesuaian diri terhadap lingkungan melalui proses asimilasi dan akomodasi. Asimilasi merupakan suatu tindakan pasif dalam


(22)

membangun pengetahuan utama yang melibatkan penafsiran peristiwa dalam hubungannya dengan struktur kognitif yang ada. Sedangkan, akomodasi merupakan suatu pengetahuan yang baru yang mengacu pada perubahan struktur kognitif yang disebabkan oleh lingkungan.

Menurut teori Piaget dalam Trianto (2011 : 29) setiap individu pada saat tumbuh mulai dari dilahirkan sampai menginjak usia dewasa mengalami empat tingkat perkembangan kognitif.

Tabel 2.1 Empat Tingkat Perkembangan Kognitif Teori Piaget

Tahap Perkiraan Usia Kemampuan-KemampuanUtama

Sensorimotor Lahir sampai 2 tahun Terbentuknya konsep "kepermanenan objek" dan kemajuan gradual dari perilaku reflektif ke perilaku yang mengarah kepada

Praoperasional 2 sampai 7 tahun Perkembangan kemampuan menggunakan simbol-simbol untuk menyatakan objekobjek dunia. Pemikiran masih egosentris dan sentrasi Operasional

Konkrit

7 sampai 11 tahun Perbaikan dalam kemampuan untuk berpikir secara logis. Kemampuan-kemampuan baru termasuk penggunaan operasi-operasi yang dapat balik. Pemikiran tidak lagi sentrasi tetapi desentrasi, dan pemecahan masalah tidak

begitu dibatasi oleh keegosentrisan. Operasional

Formal

11 tahun sampai dewasa

Pemikiran abstrak dan murni simbolis mungkin dilakukan. Masalah-masalah dapat dipecahkan melalui


(23)

Siswa SMA yang berada pada periode operasional formal (usia 11 tahun sampai dewasa) masih memerlukan benda-benda nyata pada saat pembelajaran terutama situasi yang masih baru bagi siswa sehingga siswa dapat membangun pengetahuaanya melalui pengalaman nyata dalam pembelajaran tersebut. Prinsip-prinsip Piaget dalam pembelajaran diterapkan dalam program-program yang menekankan pembelajaran melalui penemuan dan pengalaman-pengalaman nyata dengan pemanipulasian alat, bahan, atau media belajar yang lain serta adanya peranan guru sebagai fasilitator yang mempersiapkan lingkungan dan memungkinkan siswa dapat memperoleh berbagai pengalaman belajar secara nyata. Melalui pembelajaran koopertif tipe TSTS, siswa dapat memperoleh pengalaman nyata. Selain itu, adanya peran guru sebagai fasilitator pada saat pembelajaran dengan dipersiapkannya lingkungan belajar yang terencana, menarik sehingga dapat meningkatkan aktivitas siswa melalui pemanipulasian media belajar dengan presentasi kelas oleh guru. Adanya media belajar tersebut secara tidak langsung dapat membantu perkembangan kognitif siswa menjadi lebih cepat.

Budiningsih (2005:35) perkembangan kognitif sebagian besar bergantung seberapa jauh anak memanipulasi dan aktif berinteraksi dengan lingkungan. Antara teori Piaget dan konstruktivis terdapat persamaan yaitu terletak pada peran guru sebagai fasilitator, bukan sebagai pemberi informasi. Guru perlu menciptakan lingkungan belajar yang kondusif bagi siswa-siswanya dan membantu siswa menghubungkan antara apa yang sudah diketahui siswa dengan apa yang sedang dan akan dipelajari.


(24)

Implikasi teori kognitif Piaget pada pendidikan adalah sebagai berikut.

a. Memusatkan perhatian kepada berfikir atau proses mental anak, tidak sekedar kepada hasilnya. Selain kebenaran jawaban siswa, guru harus memahami

proses yang digunakan anak sehingga sampai pada jawaban tersebut. Pengalaman-pengalaman belajar yang sesuai dikembangkan dengan memperhatikan tahap fungsi kognitif dan hanya jika guru penuh perhatian terhadap metode yang digunakan siswa untuk sampai pada kesimpulan tertentu, barulah dapat dikatakan guru berada dalam posisi memberikan pengalaman yang dimaksud.

b. Mengutamakan peran siswa dalam berinisiatif sendiri dan keterlibatan aktif dalam kegiatan belajar. Dalam kelas, Piaget menekankan bahwa pengajaran pengetahuan jadi (ready made knowledge) tidak mendapat tekanan, melainkan anak didorong menemukan sendiri pengetahuan itu melalui interaksi spontan dengan lingkungan. Oleh karena itu, selain mengajar secara klasik, guru mempersiapkan beranekaragam kegiatan secara langsung dengan dunia fisik. c. Memaklumi akan adanya perbedaan individual dalam hal kemajuan

perkembangan. Teori Piaget mengasumsikan bahwa seluruh siswa tumbuh dan melewati urutan perkembangan yang sama, namun pertumbuhan itu berlangsung pada kecepatan yang berbeda.Oleh karena itu harus melakukan upaya untuk mengatur aktivitas di dalam kelas yang terdiri dari individu-individu ke dalam bentuk kelompok-kelompok kecil siswa daripada aktivitas dalam bentuk klasikal. Hal ini sesuai dengan pendekatan konstruktivis dalam pembelajaran khas menerapkan pembelajaran kooperatif secara ekstensif.


(25)

2. Teori Perkembangan Sosial Vygotsky

Vygotsky berpendapat seperti Piaget, bahwa siswa membentuk pengetahuan, yaitu apa yang diketahui siswa bukanlah kopi dari apa yang mereka temukan di dalam lingkungan, tetapi sebagai hasil dari pikiran dan kegiatan siswa sendiri, melalui bahasa. Meskipun kedua ahli memperhatikan pertumbuhan pengetahuan dan pemahaman anak tentang dunia sekitar, Piaget lebih memberikan tekanan pada proses mental anak dan Vygotsky lebih menekankan pada peran pengajaran dan interaksi sosial pada perkembangan kognitif seseorang (Budiningsih, 2005:100). Vygotsky yakin bahwa fungsi mental yang lebih tinggi pada umumnya muncul dalam percakapan dan kerja sama antar-individu sebelum fungsi mental yang lebih tinggi itu terserap ke dalam individu tersebut.

Vygotsky dalam Gredler (2011:410) proses intelektual membutuhkan swa-organisasi dan penguasaan bahasa dan simbol kultural lain untuk berfikir, mengidentifikasi interaksi dengan „bentuk ideal dari perilaku orang dewasa.

Teori Vygotsky dalam Isjoni (2012:56) ada hubungan langsung antara domain kognitif dengan sosial budaya. Kualitas berfikir siswa di bangun di dalam ruangan kelas, sedangkan aktivitas sosialnya dikembangkan dalam bentuk kerjasama antara pelajar dengan pelajar lainnya yang lebih mampu di bawah bimbingan orang dewasa dalam hal ini adalah guru. Ringkasnya, menurut teori Vygotsky, siswa perlu belajar dan bekerja secara berkelompok sehingga siswa dapat saling berinteraksi dan


(26)

diperlukan bantuan guru terhadap siswa dalam kegiatan pembelajaran, salah satunya adalah dengan pembelajaran kooperatif tipe TSTS

3. Teori Belajar David Ausubel

Teori Ausubel dalam Isjoni (2012:51) menyebutkan bahan pelajaran yang dipelajari haruslah bermakna (meaning full). Pembelajaran bermakna merupakan suatu proses mengaitkan informasi baru pada konsep-konsep relevan yang terdapat dalam struktur kognitif seseorang. Struktur kognitif ialah fakta-fakta, konsep-konsep, dan generalisasi-generalisasi yang telah dipelajari dan dianggap siswa.

Pembelajaran bermakna adalah suatu proses pembelajaran dimana informasi baru dihubungkan dengan struktur pengertian yang sudah dipinyai seseorang yang sedang dalam proses pembelajaran. Artinya, bahan pelajaran harus cocok dengan kemmpuan pelajar dan harus relevan dengan struktur kognitif yang dimiliki pelajar, oleh karena itupelajaran harus dikaitkan dengan konsep-konsep yang sudah dimiliki siswa, sehingga konsep-konsep bau tersebut benar-benar terserap olehnya.

Dengan pembelajaran kooperatif tipe TSTS tentu materi yang dipelajari tidak hanya sekedar sesuatu yang dihafal dan diingat, melainkan ada sesuatu yang dapat dipraktekkan dan di latihkan dalam situasi nyata dan terlibat dalam pemecahan masalah, sehingga pembelajaran kooperatif TSTS akan dapat mengusir rasa jenuh dan bosan oleh siswa, karena pemecahan masalah yang cocok adalah lebih bermanfaat bagi siswa dan merupakan strategi yang efesien dalam pembelajaran.


(27)

2.1.2 Hakikat Belajar dan Pembelajaran PKn

Pendidikan Kewarganegaraan menurut Depdiknas (2006:49), adalah mata pelajaran yang memfokuskan pada pembentukan warga negara yang memahami dan mampu melaksanakan hak-hak dan kewajibannya untuk menjadi warga negara Indonesia yang cerdas, terampil, berkarakter yang diamanatkan oleh Pancasila dan UUD NRI 1945.

Soemantri (2001:154) mengemukakan bahwa PKn merupakan usaha untuk membekali peserta didik dengan pengetahuan dan kemampuan dasar yang berkenaan dengan hubungan antar warga negara dengan negara serta pendidikan pendahuluan bela negara agar menjadi warga negara yang dapat diandalkan oleh bangsa dan Negara.

Menurut Zamroni (2001:10) Pendidikan Kewarganegaraan adalah Pendidikan demokrasi yang bertujuan untuk mempersiapkan warga masyarakat berpikir kritis dan bertindak demokratis, melalui aktivitas menanamkan kesadaran kepada generasi baru, bahwa demokrasi adalah bentuk kehidupan masyarakat yang paling menjamin hak-hak warga masyarakat. Demokrasi adalah suatu learning proses yang tidak dapat begitu saja meniru dari masyarakat lain. Kelangsungan demokrasi tergantung pada kemampuan mentransformasikan nilai-nilai demokrasi.

Mata Pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan merupakan mata pelajaran yang memfokuskan pada pembentukan warga negara yang memahami dan mampu


(28)

melaksanakan hak-hak dan kewajibannya untuk menjadi warganegara Indonesia yang cerdas, terampil, dan berkarakter yang diamanatkan oleh Pancasila dan UUD 1945.

PKn sebagai pendidikan nilai dapat membantu para siswa membantu siswa memilih sistem nilai yang dipilihnya dan mengembangkan aspek afektif yang akan ditampilkan dalam perilakunya. Seperti yang diungkapkan Al-Muchtar dalam hand out Strategi Belajar Mengajar (2001:33), mengemukakan bahwa: pendidikan nilai bertujuan untuk membantu perilaku peserta didik menumbuhkan dan memperkuat sistem nilai dipilihnya untuk dijadikan dasar bagi penampilan perilakunya. Pendidikan nilai bertumpu pada pengembangan sikap (afektif) oleh karena itu berbeda dengan belajar mengajar dengan pendidikan kognitif atau psikomotor. Pendidikan nilai secara formal di Indonesia diberikan pada mata pelajaran PPKn yang merupakan pendidikan nilai Pancasila agar dapat menjadi kepribadian yang fungsional.

1. Tujuan Pendidikan Kewarganegaraan

Mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut.

1. Berpikir secara kritis, rasional, dan kreatif dalam menanggapi isu kewarganegaraan

2. Berpartisipasi secara aktif dan bertanggung jawab, dan bertindak secara cerdas dalam kegiatan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, serta anti-korupsi


(29)

3. Berkembang secara positif dan demokratis untuk membentuk diri berdasarkan karakter-karakter masyarakat Indonesia agar dapat hidup bersama dengan bangsa-bangsa lainnya

4. Berinteraksi dengan bangsa-bangsa lain dalam percaturan dunia secara langsung atau tidak langsung dengan memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi.

2. Ruang Lingkup Pendidikan Kewarganegaraan

Ruang lingkup mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan meliputi aspek-aspek sebagai berikut.

1. Persatuan dan kesatuan bangsa, meliputi : hidup rukun dalam perbedaan, cinta lingkungan, kebanggaan sebagai bangsa Indonesia, sumpah pemuda, keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia, partisipasi dalam pembelaan negara, sikap positif terhadap Negara Kesatuan Republik Indonesia, keterbukaan dan jaminan keadilan

2. Norma, hukum dan peraturan, meliputi : tertib dalam kehidupan keluarga, tata tertib di sekolah, norma yang berlaku di masyarakat, peraturan-peraturan daerah, norma-norma dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, sistem hukum dan peradilan nasional, hukum dan peradilan internasional

3. Hak asasi manusia meliputi : hak dan kewajiban anak, hak dan kewajiban anggota masyarakat, instrumen nasional dan internasional HAM, pemajuan, penghormatan dan perlindungan HAM


(30)

4. Kebutuhan warga negara meliputi : hidup gotong royong, harga diri sebagai warga masyarakat, kebebasan berorganisasi, kemerdekaan mengeluarkan pendapat, menghargai keputusan bersama, prestasi diri, persamaan kedudukan warga negara

5. Konstitusi negara meliputi: proklamasi kemerdekaan dan konstitusi yang pertama, konstitusi-konstitusi yang pernah digunakan di Indonesia, hubungan dasar negara dengan konstitusi

6. Kekuasan dan politik, meliputi : pemerintahan desa dan kecamatan, pemerintahan daerah dan otonomi, pemerintah pusat, demokrasi dan sistem politik, budaya politik, budaya demokrasi menuju masyarakat madani, sistem pemerintahan, Pers dalam masyarakat demokrasi

7. Pancasila meliputi: kedudukan Pancasila sebagai dasar negara dan ideologi negara, Proses perumusan Pancasila sebagai dasar negara, pengamalan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan sehari-hari, Pancasila sebagai ideologi terbuka

8. Globalisasi meliputi: globalisasi di lingkungannya, politik luar negeri Indonesia di era globalisasi, dampak globalisasi, hubungan internasional dan organisasi


(31)

Secara garis besar materi mata pelajaran PKn kelas X SMA meliputi:

1. Memahami hakekat bangsa dan Negara Kesatuan Repubilik Indonesia

2. Menganalisis sikap positif terhadap penegakan hukum, peradilan nasional, dan tindakan anti korupsi

3. Menganalisis pola-pola dan partisipasi aktif dalam pemajuan, penghormatan serta penegakan HAM

4. Menganalisis hubungan dasar negara dengan konstitusi

5. Menganalisis persamaan kedudukan warga negara dalam berbagai aspek kehidupan

6. Menganalisis sistem politik Indonesia (Permendiknas No. 22 Tahun 2006)

Dalam penelitian ini, materi pokok yang dibahas adalah persamaan kedudukan warga negara dalam berbagai aspek kehidupan.

2.1.3 Teori Desain Pembelajaran

Kegiatan pembelajaran PKn dengan model kooperatif tipe TSTS ini dirancang berdasarkan teori desaian ASSURE karena model teori ini sesuai dengan jenis penelitian yang berorientasi kelas. Model ASSURE adalah salah satu petunjuk dan perencanaan yang bisa membantu untuk bagaimana cara merencanakan, mengidentifikasi, menentukan tujuan, memilih metode dan bahan, serta evaluasi.


(32)

Pembelajaran dengan menggunakan Model ASSURE mempunyai beberapa tahapan yang dapat membantu terwujudnya pembelajaran yang efektif dan bermakan bagi siswa.

Menurut Samaldino dkk (2011:124-127) Model pembelajaran ASSURE sangat membantu dalam merancang program dengan menggunakan berbagai jenis media. Model ini menggunakan beberapa langkah, yaitu Analyze Learners, State Objectives, Select Methods, Media and Materials, Utilize Media and Materials, Require Learner Participation, dan Evaluate and Revise.

1. Analyze Leaners (Analisis Pembelajar)

Tujuan utama dalam menganalisa termasuk pendidik dapat menemui kebutuhan belajar siswa yang urgen sehingga mereka mampu mendapatkan tingkatan pengetahuan dalam pembelajaran secara maksimal. Analisis pembelajar meliputi tiga faktor kunci dari diri pembelajar yang meliputi :

a) General Characteristics (Karakteristik Umum)

Karakteristik umum siswa dapat ditemukan melalui variable yang konstan, seperti, jenis kelamin, umur, tingkat perkembangan, budaya dan faktor sosial ekonomi serta etnik. Semua variabel konstan tersebut, menjadi patokan dalam merumuskan strategi dan media yang tepat dalam menyampaikan bahan pelajaran.

b) Specific Entry Competencies (Mendiagnosis kemampuan awal pembelajar)

Pengetahuan awal siswa merupakan sebuah subyek patokan yang berpengaruh dalam bagaimana dan apa yang dapat mereka pelajari lebih banyak sesuai dengan


(33)

perkembangan psikologi siswa (Smaldino dari Dick,carey& carey,2001). Hal ini akan memudahkan dalam merancang suatu pembelajaran agar penyamapain materi pelajaran dapat diserap dengan optimal oleh siswa sesuai dengan kemampuan yang dimilikinya.

c) Learning Style (Gaya Belajar)

Gaya belajar yang dimiliki setiap pembelajar berbeda-beda dan mengantar siswa dalam pemaknaan pengetahuan termasuk di dalamnya interaksi dengan dan merespon dengan emosi ketertarikan terhadap pembelajaran. Terdapat tiga macam gaya belajar yang dimiliki siswa, yaitu: 1. gaya belajar visual (melihat) yaitu dengan lebih banyak melihat seperti membaca 2. gaya belajar audio (mendengarkan), yaitu belajar akan lebih bermakna oleh siswa jika pelajarannya tersebut didengarkan dengan serius, 3. gaya belajar kinestetik (melakukan), yaitu pelajaran akan lebih mudah dipahami oleh siswa jika dia sudah mempraktekkan sendiri.

2. State Standards and Objectives (Menentukan Standar Dan Tujuan)

Tahap kedua adalah merumuskan tujuan dan standar, dengan demikian diharapkan siswa dapat memperoleh suatu kemampuan dan kompetensi tertentu dari pembelajaran. Dalam merumuskan tujuan dan standar pembelajaran perlu memperhatikan dasar dari strategi, media dan pemilihan media yang tepat.

a) Pentingnya Merumuskan Tujuan dan Standar dalam Pembelajaran

Dasar dalam penilaian pembelajaran ini menujukkan pengetahuan dan kompetensi seperti apa yang nantinya akan dikuasai oleh siswa. Selain itu juga menjadi dasar


(34)

dalam pembelajaran siswa yang lebih bermakna. Sehingga sebelumnya siswa dapat mempersiapkan diri dalam partisipasi dan keaktifannya dalam pembelajaran.

Ada beberapa alasan mengapa tujuan perlu dirumuskan dalam merancang suatu program pembelajaran seperti yang dijelaskan oleh Wina Sanjaya (2008 : 122-123) berikut ini :

1. Rumusan tujuan yang jelas dapat digunakan untuk mengevaluasi efektifitas keberhasilan proses pembelajaran.

2. Tujuan pembelajaran dapat digunakan sebagai pedoman dan panduan kegiatan belajar siswa

3. Tujuan pembelajaran dapat membantu dalam mendesain sistem pembelajaran

4. Tujuan pembelajaran dapat digunakan sebagai kontrol dalam menentukan batas-batas dan kualitas pembelajaran.

b) Tujuan Pembelajaran yang Berbasis ABCD

Setiap rumusan tujuan pembelajaran ini haruslah lengkap. Kejelasan dan kelengkapan ini sangat membantu dalam menentukan model belajar, pemanfaatan media dan sumber belajar berikut asesmen dalam KBM. Rumusan baku ABCD tadi dijabarkan sebagai berikut:

A = audience

Siswa dengan segala karakterisktiknya. Siapa pun siswa, apa pun latar belakangnya, jenjang belajarnya, serta kemampuan prasyaratnya sebaiknya jelas dan rinci.


(35)

B = behavior

Perilaku belajar yang dikembangkan dalam pembelajaran. Perlaku belajar mewakili kompetensi, tercermin dalam penggunaan kata kerja. Kata kerja yang digunakan biasanya kata kerja yang terukur dan dapat diamati.

C = conditions

Situasi kondisi atau lingkungan yang memungkinkan bagi pebelajar dapat belajar dengan baik. Penggunaan media dan metode serta sumber belajar menjadi bagian dari kondisi belajar ini. Kondisi ini sebenarnya menunjuk pada istilah strategi pembelajaran tertentu yang diterapkan selama proses belajar mengajar berlangsung. D = degree

Persyaratan khusus atau kriteria yang dirumuskan sebagai dibaku sebagai bukti bahwa pencapaian tujuan pembelajaran dan proses belajar berhasil. Kriteria ini dapat dinyatakan dalam presentase benar (%), menggunakan kata-kata seperti tepat/benar, waktu yang harus dipenuhi, kelengkapan persyaratan yang dianggap dapat mengukur pencapaian kompetensi.

c) Tujuan Pembelajaran dan Perbedaan Individu

Berkaitan dengan kemampuan individu dalam menuntaskan atau memahami sebuah materi yang diberikan. Individu yang tidak memiliki kesulitan belajar dengan yang memiliki kesulitan belajar pasti memiliki waktu ketuntasan terhadap materi yang berbeda. Untuk mengatasi hal tersebut, maka timbullah mastery learning (kecepatan dalam menuntaskan materi tergantung dengan kemampuan yang dimiliki tiap individu.


(36)

3. Select Strategies, Technology, Media, and Materials (Memilih, Strategi,

Teknologi, Media dan Bahan ajar)

Langkah ketiga membuat pembelajaran yang efektif adalah mendukung pemblajaran dengan menggunakan teknologi dan media dalam sistematika pemilihan strategi, teknologi dan media dan bahan ajar.

a). Memilih Strategi Pembelajaran

Pemilihan strategi pembelajarn disesuaikan dengan standar dan tujuan pembelajaran. Selain itu juga memperhatikan gaya belajar dan motivasi siswa yang nantinya dapat mendukung pembelajaran. Strategi pembelajaran dapat mengandung ARCS model. ARCS model dapat membantu strategi mana yang dapat membangun Attention (perhatian) siswa, pembelajaran berhubungan yang Relevantdengan keutuhan dan tujuan, Convident , desain pembelajaran dapat membantu pemaknaan pengetahuan oleh siswa dan Satisfaction dari usaha belajar siswa.

Strategi pembelajaran dapat terlebih dahulu menentukan metode yang tepat. Beberapa metode yang dianjurkan untuk digunakan ialah (Dewi Salma Prawiradilaga, 2007): 1. Belajar Berbasis Masalah (problem-based learning)

Metode belajar berbasis masalah melatih ketajaman pola pikir metakognitif, yakni kemampuan stratregis dalam memecahkan masalah.


(37)

2. Belajar Proyek (project-based learning)

Belajar proyek adalah metode yang melatih kemampuan pebelajar untuk melaksanakan suatu kegiatan di lapangan. Proyek yang dikembangkan dapat pekerjaan atau kegiatan sebenarnya atau berupa simulasi kegiatan.

3. Belajar Kolaboratif

Metode belajar kolaboratif ditekankan agar pebelajar mampu berlatih menjadi pimpinan dan membina koordinasi antar teman sekelasnya.

b) Memilih Teknologi dan Media yang sesuai dengan Bahan Ajar

Kata Media berasal dari bahasa latin yang merupakan bentuk jamak dari kata medium yang secara harfiah dapat diartikan sebagai perantara atau pengantar. Menurut Lesle J.Brigges dalam Sanjaya (2008 : 204) menyatakan bahwa media adalah alat untuk perangsang bagi siswa dalam proses pembelajaran. Selanjutnya Rossi dan Breidle dalam Sanjaya (2008 : 204) mengemukakan bahwa media pembelajaran adalah seluruh alat dan bahan yang dapat dipakai untuk tujuan pendidikan, seperti radio, televisi, buku, koran, majalah dan sebagainya. Sedangkan menurut Gerlach, media bukan hanya berupa alat atau bahan saja, tetapi hal-hal lain yang memungkinkan siswa dapat memperoleh pengetahuan. Media itu meliputi orang, bahan, peralatan atau kegiatan yang menciptakan kondisi yang memungkinkan siswa memperoleh pengetahuan, keterampilan dan sikap.


(38)

Bentuk media adalah bentuk fisik dimana sebuah pesan digabungkan dan ditampilkan. Bentuk media meliputi, sebagai contoh, diagram (gambar diam dan teks) slide (gambar diam lewat proyektor) video (gambar bergerak dalam TV), dan multimedia komputer (grafik, teks, dan barang bergerak dalam TV) Setiap media itu mempunyai kekuatan dan batasan dalam bentuk tipe dari pesan yang bisa direkam dan ditampilkan. Memilih sebuah bentuk media bisa menjadi sebuah tugas yang kompleks-merujuk kepada cakupan yang luas dari media yang tersedia, keanekaragaman siswa dan banyak tujuan yang akan dicapai.

Memilih format media dan sumber belajar yang disesuaikan dengan pokok bahasan atau topik.

4. Utilize Technology, Media and Materials (Menggunakan Teknologi, Media

dan Bahan Ajar)

Sebelum memanfaatkan media dan bahan yang ada, sebaiknya mengikuti langkah-langkah seperti dibawah ini,yaitu:

Preview materi

Pendidik harus melihat dulu materi sebelum mennyampaikannya dalam kelas dan selama proses pembelajaran pendidik harus menentukan materi yang tepat untuk audiens dan memperhatikan tujuannya.


(39)

Siapkan bahan

Mengumpulkan semua materi dan media yang dibutuhkan guru dan siswa. Siswa harus menentukan urutan materi dan penggunaan media. Guru harus menggunakan media terlebih dahulu untuk memastikan keadaan media.

Siapkan lingkungan

Mengatur fasilitas yang digunakan siswa dengan tepat dari materi dan media sesuai dengan lingkungan sekitar.

Siswa

Memberitahukan siswa tentang tujuan pembelajaran. Menjelaskan bagaimana cara siswa dapat memperoleh informasi dan cara mengevaluasi materinya.

Memberikan pengalaman belajar

Mengajar dan belajar harus menjadi pengalaman. Sebagai guru kita dapat memberikan pengalaman belajar seperti : presentasi di depan kelas dengan projector, demonstrasi, latihan, atau tutorial materi.

5. Require Learner Parcipation (Mengembangkan Partisipasi Peserta Didik) Tujuan utama dari pembelajaran adalah adanya partisipasi siswa terhadap materi dan media yang kita tampilkan. Seorang guru pada era teknologi sekarang dituntut untuk memiliki pengalaman dan praktik menerapkan, menganalisis, mensintesis, dan mengevaluasi ketimbang sekedar memahami dan member informasi kepada siswa. Ini sejalan dengan gagasan konstruktivis bahwa belajar merupakan proses mental aktif


(40)

yang dibangun berdasarkan pengalaman yang autentik, diman para siswa akan menerima umpan balik informative untuk mencapai tujuan mereka dalam belajar.

6. Evaluate and Revise (Mengevaluasi dan Merevisi)

Tahapan keenam penilaian dan perbaikan adalah aspek yang sangat mendasar untuk mengembangkan kualitas pembelajaran. Evaluasi berfungsi sebagai umpan balik untuk orang tua,guru, pengembang kurikulum, pengambil kebijakan .Kesemua langkah itu berfokus untuk menekankan pengajaran kepada siswa dengan berbagai gaya belajar, dan konstruktivis belajar dimana siswa diwajibkan untuk berinteraksi dengan lingkungan mereka dan tidak secara pasif menerima informasi.

2.1.4 Perencanaan Proses Pembelajaran

Perencanaan proses pembelajaran meliputi silabus dan rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) yang memuat identitas mata pelajaran, standar kompetensi (SK), kompetensi dasar (KD), indikator pencapaian kompetensi, tujuan pembelajaran, materi ajar, alokasi waktu, metode pembelajaran, kegiatan pembelajaran, penilaian hasil belajar, dan sumber belajar.

2.1.4.1 Silabus

Silabus sebagai acuan pengembangan RPP memuat identitas mata pelajaran atau tema pelajaran, SK, KD, materi pembelajaran, kegiatan pembelajaran, indikator pen-capaian kompetensi, penilaian, alokasi waktu, dan sumber belajar. Silabus


(41)

dikembangkan oleh satuan pendidikan berdasarkan Standar Isi (SI) dan Standar Kompetensi Lulusan (SKL), serta panduan penyusunan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Dalam pelaksanaannya, pengembangan silabus dapat dilakukan oleh para guru secara mandiri atau berkelompok dalam sebuah sekolah/ madrasah atau beberapa sekolah, kelompok Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP) atau Pusat Kegiatan Guru (PKG), dan Dinas Pendidikan. Pengembangan silabus disusun di bawah supervisi dinas kabupaten/kota yang bertanggung jawab di bidang pendidikan untuk SD dan SMP, dan divas provinsi yang bertanggung jawab di bidang pendidikan untuk SMA dan SMK, serta departemen yang menangani urusan pemerintahan di bidang agama untuk MI, MTs, MA, dan MAK.

2.1.4.2 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran

RPP dijabarkan dari silabus untuk mengarahkan kegiatan belajar peserta didik dalam upaya mencapai KD. Setiap guru pada satuan pendidikan berkewajiban menyusun RPP secara lengkap dan sistematis agar pembelajaran berlangsung secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik.

RPP disusun untuk setiap KD yang dapat dilaksanakan dalam satu kali pertemuan atau lebih. Guru merancang penggalan RPP untuk setiap pertemuan yang disesuaikan dengan penjadwalan di satuan pendidikan.


(42)

Komponen RPP adalah :

1. Identitas mata pelajaran

Identitas mata pelajaran, meliputi: satuan pendidikan, kelas, semester, program/program keahlian, mata pelajaran atau tema pelajaran, jumlah pertemuan. 2. Standar kompetensi

Standar kompetensi merupakan kualifikasi kemampuan minimal peserta didik yang menggambarkan penguasaan pengetahuan, sikap, dan keterampilan yang diharapkan dicapai pada setiap kelas dan/atau semester pada suatu mata pelajaran.

3. Kompetensi dasar

Kompetensi dasar adalah sejumlah kemampuan yang harus dikuasai peserta didik dalam mata pelajaran tertentu sebagai rujukan penyusunan indikator kompetensi dalam suatu pelajaran.

4. Indikator pencapaian kompetensi

Indikator kompetensi adalah perilaku yang dapat diukur dan/atau diobservasi untuk menunjukkan ketercapaian kompetensi dasar tertentu yang menjadi acuan penilaian mata pelajaran. Indikator pencapaian kompetensi dirumuskan dengan menggunakan kata kerja operasional yang dapat diamati dan diukur, yang mencakup pengetahuan, sikap, dan keterampilan.

5. Tujuan pembelajaran

Tujuan pembelajaran menggambarkan proses dan hasil belajar yang diharapkan dicapai oleh peserta didik sesuai dengan kompetensi dasar.


(43)

6. Materi ajar

Materi ajar memuat fakta, konsep, prinsip, dan prosedur yang relevan, dan ditulis dalam bentuk butir-butir sesuai dengan rumusan indikator pencapaian kompetensi. 7. Alokasi waktu

Alokasi waktu ditentukan sesuai dengan keperluan untuk pencapaian KD dan beban belajar.

8. Metode pembelajaran

Metode pembelajaran digunakan oleh guru untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik mencapai kompetensi dasar atau seperangkat indikator yang telah ditetapkan. Pemilihan metode pembelajaran disesuaikan dengan situasi dan kondisi peserta didik, serta karakteristik dari setiap indikator dan kompetensi yang hendak dicapai pada setiap mata pelajaran.

9. Kegiatan pembelajaran a. Pendahuluan

Pendahuluan merupakan kegiatan awal dalam suatu pertemuan pembelajaran yang ditujukan untuk membangkitkan motivasi dan memfokuskan perhatian peserta didik untuk berpartisipasi aktif dalam proses pembelajaran.

b. Inti

Kegiatan inti merupakan proses pembelajaran untuk mencapai KD. Kegiatan pembelajaran dilakukan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat,


(44)

minat, dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik. Kegiatan ini dilakukan secara sistematis dan sistemik melalui proses.eksplorasi, elaborasi, dan konfirmasi.

c. Penutup

Penutup merupakan kegiatan yang dilakukan untuk mengakhiri aktivitas pembelajaran yang dapat dilakukan dalam bentuk rangkuman atau kesimpulan, penilaian dan refleksi, umpan balik, dan tindaklanjut.

10. Penilaian hasil belajar

Prosedur dan instrumen penilaian proses dan hasil belajar disesuaikan dengan indikator pencapaian kompetensi dan mengacu kepada Standar Penilaian.

11. Sumber belajar

Penentuan sumber belajar didasarkan pada standar kompetensi dan kompetensi dasar, serta materi ajar, kegiatan pembelajaran, dan indikator pencapaian kompetensi.

(Permendiknas No. 41 Tahun 2007).

2.1.5 Aktivitas Belajar

Sebelum peneliti meninjau lebih jauh tentang aktivitas belajar, terlebih dahulu kita harus mengetahui tentang pengertian dari aktivitas dan belajar.

1. Aktivitas

Menurut Anton M. Mulyono (2001 : 26), aktivitas artinya “kegiatan atau keaktifan”. Jadi segala sesuatu yang dilakukan atau kegiatan-kegiatan yang terjadi baik fisik


(45)

maupun non-fisik, merupakan suatu aktifitas. Menurut Sriyono aktivitas adalah segala kegiatan yang dilaksanakan baik secara jasmani atau rohani. Aktivitas siswa selama proses belajar mengajar merupakan salah satu indikator adanya keinginan siswa untuk belajar.

2. Belajar

Menurut Sudjana dalam Rusman (2012:1) belajar adalah proses interaksi terhadap semua situasi yang ada di sekitar Individu. Belajar juga merupakan proses melihat, mengamati, dan memahami sesuatu.

Aspek tingkah laku adalah: pengetahuan, pengertian, kebiasaan, keterampilan, apresiasi, emosional, hubungan sosial, jasmani, etis atau budi pekerti dan sikap. Sedangkan, Sardiman (2003 : 22) menyatakan: “Belajar merupakan suatu proses interaksi antara diri manusia dengan lingkungannya yang mungkin berwujud pribadi, fakta, konsep ataupun teori”.

Dalam kegiatan belajar siswa melakukan aktivitas. Pada prinsipnya belajar adalah berbuat atau melakukan kegiatan untuk mengubah tingkah laku. Dalam belajar aktivitas merupakan prinsip yang penting, tidak ada belajar jika tidak ada aktivitas. Oleh karena itu aktivitas dalam belajar selalu berkaitan antara aktivitas fisik dengan aktivitas mental. Seperti yang dikemukakan Sardiman (2003:46) bahwa : Aktivitas adalah kegiatan yang dilakukan manusia karena memiliki jiwa sebagai sesuatu yang dinamis, memiliki potensi dan energi.


(46)

Paul B. Diendrich dalam Nasution (2009:9) mengelompokan aktivitas sebagai berikut:

1. Kegiatan visual, seperti : membaca, mengamati demontrasi, mengamati orang bekerja, memperhatikan gambar, dan lain-lain.

2. Kegiatan lisan, seperti : mengemukakan pendapat, mengajukan pertanyaan, memberi saran, mengadakan wawancara, diskusi, dan lain-lain.

3. Kegiatan mendengar, seperti : mendengarkan diskusi, mendengarkan penyajian bahan, dan lain-lain.

4. Kegiatan menulis, seperti : mengerjakan tes, mengisi angket, membuat rangkuman, dan lain-lain.

5. Kegiatan menggambar

6. Kegiatan metrik, seperti : melakukan percobaan, memilih alat, membuat model, dan lain-lain.

7. Kegiatan mental, seperti : mengingat, memecahkan masalah, menganalisa, mengambil keputusan, dan lain-lain.

Aktivitas belajar yang kurang merupakan salah satu faktor yang menyebabkan rendahnya hasil belajar siswa. Aktivitas belajar adalah rangkaian kegiatan fisik maupun mental yang dilakukan secara sadar oleh seseorang dan mengakibatkan adanya perubahan dalam dirinya baik nampak maupun yang tidak nampak untuk diamati.

Dapat disimpulkan bahwa aktivitas belajar merupakan segala kegiatan yang dilakukan dalam proses interaksi (guru dan siswa) dalam rangka mencapai tujuan belajar. Aktivitas yang dimaksudkan di sini penekanannya adalah pada siswa, sebab dengan adanya aktivitas siswa dalam proses pembelajaran terciptalah situasi belajar aktif, seperti yang dikemukakan oleh Rochman Natawijaya dalam Depdiknas (2005 : 31), belajar aktif adalah “Suatu sistem belajar mengajar yang menekankan keaktifan siswa secara fisik, mental intelektual dan emosional guna memperoleh hasil belajar berupa perpaduan antara aspek kognitif, afektif dan psikomotor”.


(47)

Keaktifan siswa selama proses belajar mengajar merupakan salah satu indikator adanya keinginan atau motivasi siswa untuk belajar. Siswa dikatakan memiliki keaktifan apabila ditemukan ciri-ciri perilaku seperti : sering bertanya kepada guru atau siswa lain, mau mengerjakan tugas yang diberikan guru, mampu menjawab pertanyaan, senang diberi tugas belajar, dan lain sebagainya. Keaktifan siswa dalam proses pembelajaran akan menyebabkan interaksi yang tinggi antara guru dengan siswa ataupun dengan siswa itu sendiri. Hal ini akan mengakibatkan suasana kelas menjadi segar dan kondusif, dimana masing - masing siswa dapat melibatkan kemampuannya semaksimal mungkin. Aktivitas yang timbul dari siswa akan mengakibatkan pula terbentuknya pengetahuan dan keterampilan yang akan mengarah pada peningkatan prestasi.

2.1.6 Prestasi Belajar PKn

Mengetahui keberhasilan siswa dalam melakukan kegiatan pembelajaran dapat dilihat dari prestasi belajar. Prestasi belajar dapat diketahui berdasarkan tes atau evaluasi yang telah ditempuh oleh siswa. Siswa dapat dikatakan berhasil dalam belajar apabila prestasi yang diraih tinggi atau sesuai dengan target yang telah ada dalam tujuan pembelajaran. Menurut Sudjana (2002:22) “prestasi belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya”. Dengan mengetahui prestasi belajar siswa, guru dapat menentukan kedudukannya dalam kelas, apakah termasuk siswa yang pandai, sedang atau kurang.


(48)

Biasanya prestasi belajar dinyatakan dalam angka, huruf, atau kalimat yang dicapai pada periode-periode tertentu.

Hasil yang dicapai itu digambarkan dengan lambang angka (nilai) yang diperoleh dari tes hasil belajar. Tes hasil belajar ini dibuat untuk menentukan tingkat pengetahuan dan keterampilan dalam penguasaan materi yang telah diajarkan.

Menurut Anderson dalam Syaifuddin Azwar (2000: 8) membagi kawasan belajar yang disebut tujuan pendidikan menjadi tiga bagian yaitu kawasan kognitif, kawasan afektif, dan kawasan psikomotorik. Dalam proses belajar, ketiga ranah ini berlangsung secara simultan, namun dapat diidentifikasikan dan memiliki bobot yang berbeda-beda berdasarkan tujuan yang ditetapkan. Pada umumnya penilaian prestasi belajar yang dilakukan oleh guru, lebih ditujukan pada ranah kognitif, karena setelah siswa melakukan aktivitas belajar akan diketahui kemampuan penguasaan materi yang dipelajarinya. Oleh sebab itu, dalam penelitian ini penilaian prestasi belajar siswa hanya pada ranah kognitif saja.

Menurut Sudjana (2002:122) “untuk mengetahui dan memperoleh ukuran dan hasil belajar siswa adalah dengan mengetahui garis-garis indikator sebagai petunjuk adanya prestasi tertentu dikaitkan dengan jenis prestasi yang hendak diungkapkan atau diukur”. Oleh karena luasnya indikator yang menjadi acuan, maka diperlukan batasan minimal prestasi belajar agar mudah diukur. Batasan minimal prestasi belajar dikenal dengan nama Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM).


(49)

KKM adalah kriteria ketuntasan belajar yang ditentukan oleh satuan pendidikan. KKM pada akhir jenjang satuan pendidikan untuk kelompok mata pelajaran selain ilmu pengetahuan dan teknologi merupakan batas ambang kompetensi (Permendiknas Nomor: 20/200700). KKM ini penting bagi guru karena digunakan untuk mempertimbangkan batas terendah prestasi siswa yang dianggap berhasil dalam arti luas bukanlah perkara mudah, karena keberhasilan dalam arti luas berarti keberhasilan yang meliputi ranah cipta, rasa, karsa siswa.

Nilai ketuntasan belajar untuk aspek kompetensi pengetahuan dan praktik dinyatakan dalam bentuk bilangan bulat, dengan rentang 0 - 100. Penetapan KKM dilakukan oleh dewan pendidik pada awal tahun pelajaran melalui proses penetapan KKM setiap Indikator, KD, SK menjadi KKM pada mata pelajaran, dengan mempertimbangkan, hal-hal sebagai berikut :

1. Tingkat kompleksitas (kesulitan dan kerumitan) setiap KD yang harus dicapai oleh peserta didik.

2. Tingkat kemampuan (intake) rata-rata siswa pada sekolah yang bersangkutan. 3. Kemampuan sumber daya pendukung dalam penyelenggaraan pembelajaran pada

masing-masing sekolah.

4. Ketuntasan belajar setiap indikator, KD, SK dan mata pelajaran yang telah ditetapkan dalam suatu kompetensi dasar berkisar antara 0 - 100%.


(50)

Berdasarkan analisis kemampuan dan MGMP mata pelajaran PKN batas KKM pada penelitian ini adalah 70 untuk mata pelajaran PKn. Siswa dikatakan berhasil dalam belajar apabila memperoleh nilai minimal 70 atau siswa tersebut dikatakan tuntas belajar. Untuk kriteria ideal ketuntasan belajar pada mata pelajaran PKn adalah 75% dari jumlah siswa memperoleh nilai 70. Artinya derajat ketuntasan belajar siswa merupakan tolok ukur keberhasilan prestasi belajar siswa dalam penelitian ini. Oleh sebab itu, apabila jumlah siswa yang tuntas belajar meningkat artinya telah terjadi peningkatan prestasi belajar siswa khususnya pada kawasan kognitif (pengetahuan).

Pengetahuan yang diperoleh siswa pada umumnya melalui proses kognisi yaitu suatu tindakan mental untuk memperoleh pengetahuan. Proses kognitif yang kita kenal selama ini adalah proses kognitif yang dikemukakan oleh Benjamin Bloom. Pada tahun 2000, proses kognitif Bloom mengalami revisi yang dilakukan oleh Anderson & Krathwolf. Proses kognitif tersebut dikenal dengan istilah dimensi proses kognitif (cognitive process dimension). Menurut Anderson (2001:63-89), dimensi proses kognitif merupakan proses berpikir dalam mengkonstruk pengetahuan yang meliputi:

1) mengingat (C1), merupakan proses perolehan pengetahuan yang relevan dari memori jangka panjang; 2) mengerti (C2), merupakan proses membangun makna dari informasi yang diberikan melalui komunikasi lisan, tertulis dan gambar grafik; 3) menerapkan (C3), merupakan kemampuan menggunakan konsep atau prosedur yang dipelajari dalam konteks kehidupan sehari-hari atau pemecahan masalah. Kemampuan menerapkan berkaitan dengan pengetahuan prosedural yang telah dijabarkan pada sub-unit sebelumnya; 4) menganalisis (C4), merupakan kemampuan menguraikan suatu materi atau konsep ke dalam bagian-bagian yang lebih rinci; 5) mengevaluasi (C5), didefinisikan sebagai pembuatan keputusan berdasarkan kriteria dan standar yang telah ditetapkan. Kriteria yang sering digunakan adalah kriteria berdasarkan kualitas, efisiensi, dan konsistensi. Kriteria tersebut berlaku untuk guru dan siswa. Proses kognitif pada mengevaluasi


(51)

terdiri dari pengecekan (checking) dan peninjauan; dan 6) mengkreasi (C6), merupakan proses kognitif yang melibatkan kemampuan mewujudkan suatu konsep ke dalam suatu produk. Siswa dikatakan memiliki kemampuan proses kognitif mengkreasi jika siswa tersebut membuat suatu produk baru yang merupakan re-organisasi dari beberapa konsep.

Proses kognisi siswa terbagi dalam enam kawasan yaitu C1 sampai C6 atau dikenal dengan kawasan kognitif. Pada penelitian ini, penilaian prestasi belajar siswa dibatasi pada kawasan C1 sampai C3 dengan bentuk tes pilihan jamak.

Berdasarkan konsep yang dijabarkan diatas, maka diperoleh kesimpulan bahwa prestasi belajar PKn adalah derajat kemampuan siswa dalam bentuk nilai yang ditunjukkan oleh siswa setelah dilakukan pre test dan pelaksanaan proses pembelajaran, setelah itu dilakukan post test, kemudian dibandingkan dengan nilai KKM mata pelajaran PKn, apabila siswa memperoleh nilai minimal 70 maka siswa tersebut dikatakan berhasil atau tuntas belajar 70, lalu disimpulkan apabila terdapat peningkatan jumlah siswa yang tuntas belajar PKn minimal 75% dari jumlah siswa maka terjadi peningkatan prestasi belajar dan dikatakan berhasil, apabila terdapat penurunan atau tidak dapat peningkatan jumlah siswa yang tuntas belajar sampai 75% maka dikatakan tidak berhasil dalam mengikuti pembelajaran dan guru dapat mengambil langkah-langkah penyempurnaan pembelajaran berikutnya.


(52)

2.1.7 Pembelajaran Kooperatif

2.1.7.1Pengertian Pembelajaran Kooperatif

Pembelajaran kooperatif sesuai dengan fitrah manusia sebagai makhluk sosial yang penuh ketergantungan dengan orang lain, mempunyai tujuan dan tanggung jawab bersama, pembagian tugas, dan rasa senasib. Dengan memanfaatkan kenyatan itu, belajar berkelompok secara kooperatif, siswa dilatih dan dibiasakan untuk saling berbagi (sharing) pengetahuan, pengalaman, tugas, dan tanggung jawab. Saling membantu dan berlatih berinteraksi-komunikasisosialisasi karena kooperatif adalah miniatur dari hidup bermasyarakat, dan belajar menyadari kekurangan dan kelebihan masing-masing. Pembelajaran kooperatif ditegaskan oleh Slavin (2005 : 2) sebagai berikut: ”Cooperative learning refers to a variety of teaching methods in which students work in small groups to help one another learn academic content”.

Sanjaya dalam Rusman (2012:203) Pembelajaran Kooperatif merupakan kegiatan belajar siswa yang dilakukan dengan cara berkelompok. Model pembelajaran kelompok adalah rangkaian kegiatan belajar yang dilakukan oleh siswa dalam kelompok-kelompok tertentu untuk mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditentukan.

Lie (2005: 12) mengungkapkan “sistem pembelajaran gotong royong atau Pembelajaran kooperatif adalah sistem pengajaran yang memberi kesempatan kepada anak didik untuk bekerja sama dengan sesama siswa dalam tugas-tugas yang terstruktur”.


(53)

Johnson dalam Isjoni (2012:23) pembelajaran kooperatif adalah mengelompokan siswa di dalam kelas ke dalam suatu kelompok kecil agar siswa dapat bekerjasamadengan kemampuan maksimal yang mereka miliki dan mempelajari satu sama lain dalam kelompok.

Pembelajaran kooperatif dapat menumbuhkan kemampuan belajar dan kemampuan bersosialisasi juga dapat menumbuhkan antusias atau minat siswa dalam mengikuti pembelajaran. Dengan demikian, pembelajaran kooperatif dikenal sebagai strategi pembelajaran yang efektif dalam meningkatkan partisipasi siswa. Tujuan kelompok dalam pembelajaran kooperatif adalah memaksimalkan agar semua siswa bisa lebih baik. Setiap siswa yang pandai mengajak yang lainnya agar sukses, melalui membantu, berbagi, menasehati, menjelaskan, dan memberikan semangat.

Pembelajaran kooperatif bergantung pada kelompok-kelompok kecil si pebelajar. Meskipun isi dan petunjuk yang diberikan oleh pengajar mencirikan bagian dari pengajaran, namun pembelajaran kooperatif secara berhati-hati menggabungkan kelompok-kelompok kecil sehingga anggota-anggotanya dapat bekerja bersama-sama untuk memaksimalkan pembelajaran dirinya dan pembelajaran satu bersama-sama lainnya.

Masing-masing anggota kelompok bertanggung jawab untuk mempelajari apa yang disajikan dan membantu teman anggotanya untuk belajar. Ketika kerjasama ini


(54)

berlangsung, tim menciptakan atmosfir pencapaian, dan selanjutnya pembelajaran ditingkatkan.

Adapun tujuan dalam pembelajaran kooperatif ini yaitu:

a. Kaitannya terhadap hasil belajar akademik yaitu bertujuan untuk meningkatkan kinerja siswa dalam tugas-tugas meskipun pembelajaran kooperatif meliputi berbagai macam tujuan sosial.

b. Kaitannya dalam penerimaan terhadap perbedaan individu yaitu memberi peluang kepada siswa yang berbeda latar belakang dan kondisi untuk bekerja saling bergantung satu sama lain atau tugas-tugas bersama, dan melalui penggunaan struktur penghargaan kooperatif, belajar untuk menghargai satu sama lain.

c. Kaitannya terhadap pengembangan keterampilan sosial yaitu mengajarkan siswa keterampilan kerjasama dan kolaborasi.

Setyawan Pujiono (2008: 157) menyatakan bahwa pendekatan kooperatif memberi peluang yang seluas-luasnya kepada siswa untuk bekerja sama dengan sesama anggota kelompok guna mencapai tujuan yang diinginkan. Selain itu, pendekatan pembelajaran kooperatif menekankan tanggung jawab penuh kepada setiap individu sebagai bagian dari anggota kelompok untuk bekerja sama. Salah satu indikator keberhasilan penerapan pendekatan kooperatif adalah tercapainya tujuan pembelajaran yang diterapkan adanya keterlibatan penuh seluruh anggota kelompok. Setiap siswa dalam kelompok harus sadar untuk turut serta memberikan keterampilan.


(55)

2.1.7.2Unsur-unsur Pokok Pembelajaran Kooperatif

Unsur-unsur dalam pembelajaran kooperatif menurut Lungdren (1994), seperti yang di kutip oleh Isjoni (2011: 16) sebagai berikut:

a) Para siswa harus memiliki pandangan bahwa mereka adalah senasib.

b) Para siswa harus memiliki tanggung jawab siswa lain dalam kelompoknya dalam mempelajari materi yang dihadapi.

c) Para siswa harus berpandangan bahwa mereka mempunyai tujuan yang sama. d) Para siswa berbagi tugas dan tanggung jawab diantara para anggotan

e) Para siswa diberikan satu evaluasi atau penghargaan yang akan ikut berpengaruh terhadap evaluasi kelompok.

f) Para siswa berbagi kepemimpin sementara mereka memperoleh ketrampilan bekerja sama selama belajar.

g) Setiap siswa akan diminta mempertanggungjawabkan secara individual materi yang ditangani dalam kelompok kooperatif.

Lie (2005: 32) juga menjelaskan bahwa untuk mencapai hasil yang maksimal, ada lima unsur pembelajaran gotong royong yang harus diterapkan, yaitu:

1) Saling ketergantungan positif

Untuk menciptakan kelompok kerja yang efektif, guru perlu menyusun tugas sedemikian rupa sehingga setiap anggota kelompok harus menyelesaikan tugasnya sendiri agar yang lain bisa mencapai tujuan mereka. Dalam kerja sama


(56)

tersebut, guru harus mampu menciptakan suasana siswa saling membutuhkan. Inilah yang dimaksud ketergantungan positif.

2) Tanggung jawab perseorangan

Unsur tanggung jawab perseorangan merupakan akibat langsung dari unsur saling ketergantungan positif. Tugas dan pola penilaian disusun berdasarkan model pembelajaran kooperatif. Dengan demikian, setiap siswa akan merasa bertanggung jawab untuk melakukan yang terbaik. Penilaian kelompok didasarkan atas rata-rata penguasaaan semua anggota kelompok secara individual. Inilah yang dimaksud tanggung jawab individual. Kunci keberhasilan metode kerja kelompok adalah persiapan guru dalam penyusunan tugasnya.

3) Tatap muka

Interaksi tatap muka menuntut siswa untuk bertatap muka sehingga mereka dapat berdiskusi. Kegiatan interaksi ini membentuk sikap siswa bekerja yang menguntungkan semua anggota. Hasil pemikiran beberapa siswa akan lebih kaya daripada hasil pemikiran dari satu siswa saja.

4) Komunikasi Antar Anggota

Sebelum berkelompok, guru perlu mengajarkan cara-cara berkomunikasi karena tidak setiap siswa mempunyai keahlian mendengarkan dan berbicara. Guru menjelaskan kepada siswa secara eksplisit mengenai cara-cara berkomunikasi secara efektif seperti bagaimana caranya menyanggah pendapat orang lain tanpa harus menyinggung perasaan orang tersebut, menyanggah dalarn ungkapan yang


(57)

lebih halus, mengkritik ide bukan mengkritik teman, dan berbagai cara lain dalam berkomunikasi. Keberhasilan suatu kelompok juga tergantung kesediaan anggotanya untuk saling mendengarkan dan kemampuan mereka untuk mengutarakan pendapat mereka.

5) Evaluasi proses kelompok

Pengajar perlu menjadwalkan waktu khusus bagi kelompok untuk mengevaluasi proses kerja kelompok dan hasil kerja sama mereka agar selanjutnya bisa bekerja sama dengan lebih efektif. Waktu evaluasi ini tidak perlu diadakan setiap kali ada kerja kelompok. Akan tetapi bisa diadakan selang beberapa waktu setelah beberapa kali pembelajar terlibat dalam kegiatan pembelajaran kooperatif. Format evaluasi bisa bermacam-macam, tergantung pada tingkat pendidikan siswa.

Rusman (2012 : 211) Langkah-langkah pembelajaran kooperatif dapat dilihat pada tabel berikut ini :

Tabel 2.2 Langkah-langkah model pembelajaran kooperatif.

Fase Indikator Kegiatan guru

1 Menyampaikan tujuan dan

memotivasi siswa

Guru menyampaikan tujuan pemelajaran yang ingin dicapai dan memberi motivasi siswa agar dapat belajar dengan aktif dan kreatif

2 Menyajikan informasi

Guru menyajikan informasi kepada siswa dengan cara mendemon-strasikan atau lewat bahan bacaan


(58)

Fase Indikator Kegiatan Guru 3 Mengorganisasikan

siswa dalam

kelompok-kelompok

Guru menjelaskan kepada siswa bagaimana caranya membentuk kelompok belajar dan membantu setiap kelompok agar melakukan transisi secara efisien

4 Membimbing kelompok bekerja dan belajar

Guru membimbing kelompok belajar pada saat mereka mengerjakan tugas-tugas

5 Evaluasi Guru mengevaluasi hasil belajar tentang materi yang dipelajari dan juga terhadap presentasi hasil kerja masing-masing kelompok

6 Memberi penghargaan

Guru mencari cara-cara untuk menghargai upaya atau hasil belajar individu maupun kelompok

2.1.8 Pembelajaran Kooperatif Tipe Two Stay Two Stray (TSTS)

Lie (2005: 61) menyatakan bahwa “Teknik belajar TSTS dikembangkan oleh Spencer Kagan (1992)”.Lie (2005: 61) menyebut teknik ini dengan teknik Dua Tinggal Dua Tamu. Menurut Lie (2005: 61) teknik ini bisa digunakan dalam semua mata pelajaran dan untuk semua tingkatan usia peserta didik. Lebih lanjut Anita Lie menjelaskan bahwa struktur TSTS memberi kesempatan kepada kelompok untuk membagikan hasil dan informasi dengan kelompok lain. Banyak kegiatan belajar mengajar yang diwarnai dengan kegiatan-kegiatan individu. Siswa bekerja sendiri dan tidak diperbolehkan melihat pekerjaan siswa yang lain. Padahal dalam kenyataan hidup di luar sekolah, kehidupan dan kerja manusia saling bergantung satu dengan yang lainnya.


(59)

Lebih lanjut lagi, Anita Lie (2008: 62) menjelaskan cara menerapkan teknik TSTS yaitu:

1) Siswa bekerja sama dalam kelompok berempat seperti biasa.

2) Setelah selesai, dua orang dari masing-masing kelompok akan meninggalkan kelompoknya dan masing-masing bertamu ke dua kelompok yang lain.

3) Dua orang yang tinggal dalam kelompok bertugas membagikan hasil kerja dan informasi mereka ke tamu mereka.

4) Tamu mohon diri dan kembali ke kelompok mereka sendiri dan melaporkan temuan mereka dari kelompok lain.

5) Kelompok mencocokkan dan membahas hasil-hasil kerja mereka.

Pembelajaran dengan metode itu diawali dengan pembagian kelompok. Setelah kelompok terbentuk, guru memberikan tugas yang harus didiskusikan jawabannya. Setelah diskusi intrakelompok selesai, dua orang dari masing-masing kelompok meninggalkan kelompoknya untuk bertamu kepada anggota kelompok yang lain. Anggota kelompok yang tidak mendapat tugas sebagai duta (tamu) mempunyai kewajiban menerima tamu dari suatu kelompok.

Tugas mereka adalah menyajikan hasil kerja kelompoknya kepada tamu tersebut. Dua orang yang bertugas sebagai tamu diwajibkan bertamu kepada semua kelompok. Jika mereka telah selesai melaksanakan tugasnya, mereka kembali ke kelompoknya msing-masing. Setelah kembali ke kelompok asal, baik peserta didik yang bertugas bertamu maupun yang bertugas menerima tamu mencocokkan dan membahas hasil


(1)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil pelaksanaan dari siklus I sampai III, observasi, refleksi serta pembahasan yang dilakukan oleh peneliti, dapat disimpulkan sebagai berikut. 1. Perencanaan Pembelajaran

Kemampuan guru dalam menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) dengan menggunakan pembelajaran kooperatif tipe TSTS mengalami peningkatan. Langkah-langkah pembelajaran kooperatif tipe TSTS pada mata pelajaran PKn yaitu : penyajian informasi, penyajian informasi, pemberian tugas, diskusi, tinggalatau berpencar, berbagi, diskusi kelompok, diskusi kelas, penghargaan Perencanaan pembelajaran yang dilakukan dari siklus I sampai siklus III mengalami perbaikan-perbaikan dan penyempurnaan perencanaan sebagai perbaikan, dan hasil dari prosesnya mengalami perubahan.

2. Pelaksanaan Pembelajaran

a. Aktivitas guru dan siswa sudah mengacu pada pembelajaran kooperatif tipe TSTS yang terlaksana dengan baik yaitu guru menciptakan iklim pembelajaran yang tidak membosankan dan tidak menimbulkan kesan monoton kegiatan. Penggunaan media gambar dan power point, dan Video


(2)

yang dilakukan oleh guru membuat siswa lebih tertarik untuk memperhatikan penjelasan guru dan memudahkan siswa untuk memahami materi.

b. Aktivitas belajar siswa dengan menggunakan pembelajaran kooperatif tipe TSTS meningkat tiap siklusnya. terlihat siswa X.1 dan X.6 sangat antusias, aktivitas siswa pada pembelajaran kooperatif tipe TSTS memberi kesempatan kepada kelompok untuk membagi hasil dan informasi dengan kelompok lain. 3. Prestasi belajar siswa

Prestasi belajar siswa mengalami peningkatan yaitu 72%, pada siklus I, 84 %, siklus II dan 92% Siklus III. Terjadinya peningkatan prestasi belajar PKn pada siklus II disebabkan karena strategi pembelajaran kooperatif tipe TSTS pada siklus II didesain untuk dapat membangun pengetahuan siswa sehingga prestasi belajar siswa meningkat.

5.2 Saran

Berdasarkan kesimpulan yang diperoleh dalam penelitian ini, penulis berharap dalam pembelajaran PKn dapat menggunakan pembelajaran kooperatif tipe TSTS karena dapat dijadikan model pembelajaran kreatif dan inovatif bagi siswa sehingga dapat meningkatkan prestasi belajar siswa. Secara spesifik, penulis berharap

1. Kepada tenaga pendidik, Pembelajaran kooperatif tipe TSTS dapat dipergunakan dalam pembelajaran PKn di kelas untuk meningkatkan aktivitas belajar dan Prestasi belajar PKn


(3)

2. Sekolah, hendaknya memfasilitasi pemanfaatan sarana dan prasarana serta kebutuhan guru dalam menunjang kegiatan pembelajaran berupa penyediaan alokasi anggaran untuk kegiatan pengembangan kompetansi guru.

3. Bagi peneliti lain, berdasarkan hasil penelitian ini diperlukan adanya penelitian lebih lanjut untuk pelaksanaan pembelajaran kooperatif tipe TSTS dengan memanfaatkan teknologi dan media yang lebih mendukung tercapaikan tujuan pembelajaran


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, S. 2005. Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Bumi Aksara. Jakarta. Azwar, S. 2007. Tes Prestasi Belajar. Yogyakarta: Pustaka Belajar

Basrowi dan Suwandi. 2008. Prosedur Penelitian Tindakan Kelas. Ghalia Indonesia. Bogor

Benny A. Pribadi, 2009, Model Desain Sistem Pembelajaran, Jakarta: Dian Rakyat

Bloom, Benyamin S. 1971. Taxonomi of Education Objectives : Handbook I.Cognitive Domain. New York: Dawid Mckay Company, Inc.

Budiningsih, Asri. 2005. Belajar dan Pembelajaran. Rineke Cipta. Jakarta

Daryanto, dan Rahardjo. 2012. Model-Model Pembelajaran Inovatif. Yogyakarta. Gava Media.

Depdikbud.1999. Penelitian Tindakan. Dikdasmen. Jakarta

. 2003. Pengembangan Silabus KBK. Dikdasmen. Jakarta.

Depdiknas, 2007. Permendiknas tentang Standar Isi dan Standar Proses.Jakarta Gagne, R, M. 1988. Prinsip-prinsip Belajar untuk Pengajaran. Penerjemah

Abdillah hanafi dan Abdul manan. Usaha Nasional: Surabaya Gredler, Margaret. 2011. Learning and Instruksional. Kencana Prenada

Media:Jakarta

Isjoni. 2012. Pembelajaran Kooperatif : Meningkatkan Kecerdasan Komunikasi Antar Peserta Didik. Pustaka Pelajar. Yogyakarta.

Kemmis, S. dan Taggart, Mc.R. 1993. The Action Research Planner. Third Edition: Deakin University.


(5)

Lie, A. 2002. Cooperative Learning. PT. Gramedia. Jakarta.

Listyarti, Retno. 2007. Pendidikan kewarganegaraan kelas X. Erlangga. Bandung Miarso, Yusufhadi. 2007. Menyemai Benih Teknologi Pendidikan. Jakarta:

Kencana Prenada media Grouph

Nasution. 2009. Didaktik Asas-Asas Mengajar. Bandung. Jemmars

Numan, Soemantri.2001. Menggagas Pembaharuan Pendidikan IPS.Remaja Rosdakarya. Bandung

Nuryadi, Didi. 2008. Meningkatkan Aktivitas dan Prestasi Belajar Fisika dengan Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Teknik Two Stay Two Stray Siswa Kelas X SMA Negeri 1 Kotagajah Lampung Tengah Tahun Ajaran 2007/2008.Karya Tulis.SMA N 1 Kotagajah

Pannen, P, Dkk. 2001. Konstruktivisme dalam Pembelajaran. Kanisius. Yogyakarta.

Prawiladilaga, DS. dan Siregar, E. 2004. Mozaik Teknologi Pendidikan. Strategi Pembelajaran Multiple Intelegensi (MI) untuk Pencapaian Kompetensi dalam Pembelajaran. Jakarta: Kencana.

Rusman. 2010. Model-Model Pembelajaran. Jakarta. Grafindo Persada. Saefudin, U. 2008. Inovasi Pendidikan. Bandung: Alfabeta

Sagala, Saiful. 2005. Konsep dan Makna Pembelajaran. Bandung: Alfabeta Saodih, N. 2000. Landasan Psikologi Proses Pendidikan. PT. Remaja

Rosda Karya. Bandung.

Sardiman . 2003. Cooperative Learning. Jakarta: Grasindi.

Smaldino, Sharon. Lowter, Deborah. Russel, James D. 2011. Teknologi Pembelajaran dan Media untuk Belajar. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.

Suciyati dan Prasetya. 2001. Teori Belajar dan Motivasi. Jakarta: PAU-PPAI. Sudijono, A. 2007. Pengantar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: PT. Raja Grafindo

Persada

Sudjana, N. 2002. Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung: Remaja Rosdakarya.


(6)

Supinah. 2008. Penyusunan Silabus dan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Matematika SD dalam Rangka Pengembangan KTSP. Yogyakarta. Pusat Pengembangan dan Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan Matematika.

Slavin, R, E. 2005. Cooperative Learning. Bandung: Nusa Media

. 2008. Cooperatif Learning: Teori Riset dan Praktik. Bandung: Nusa Media.

Syah, M. 2003. Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru. Bandung: PT. Remaja Rosda Karya.

. . 2009. Psikologi Belajar. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. Syaifullah. 2003. Aplikasi Strategi Pembelajaran Kooperatif dalam Mata

Pelajaran IPS Ekonom di SLTPN Banjarmasin. Tesis. PPS UNY

Trianto. 2011.Model Pembelajaran Terpadu. Jakarta. Bumi Aksara Winkel, W.S. 2004. Psikologi Pengajaran. Jakarta: Gramedia.

Zamroni. 2001. Pendidikan untuk demokrasi: Tantangan Menuju Civil Society. Yogyakarta : Bigraf

(http://educationmade.blogspot.com/2011/10/pembelajaran-kooperatif-two-stay-two.html. Diakses tanggal 3 September 2011 pukul 11.30 WIB

http://www.teach-nology.com/currenttrends/constructivism/ Diakses tanggal 22 April 2012 pukul 09.30

http://id.shvoong.com/social-sciences/education/2091308-contoh-kegiatan-inti-eksplorasi-elaborasi/#ixzz1iRqkAzdQ. Diakses tanggal 4 September 2012

http://edukasi.kompasiana.com/2010/10/06/teori-konstruktivisme/ Diakses 16 Oktober 2011 pukul 15.50

http://yusiriza.wordpress.com/2011/07/20/model-pembelajaran-kooperatif-tipe-two-stay-two-stray-tsts/ Diakses 16 0kt 2011 pukul 16.051


Dokumen yang terkait

perbedaan hasil belajar biologi siswa yang diajarkan melalui pembelajaran kooperatif teknik jigsay dengan teknik two stay two stray (kuasi eksperimen di MTs PUI Bogor)

0 5 185

Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Teknik Two Stay Two Stray(Dua Tinggal Dua Tamu) Dengan Pendekatan Nilai Untuk meningkatkan Hasil Belajar Siswa Pada Konsep Cahaya

0 6 192

Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif Teknik Two Stay Two Stray Terhadap Keterampilan Menyimak Siswa Kelas V MIN 15 Bintaro Jakarta Selatan

1 10 130

Perbedaan hasil belajar ips siswa dengan menggunakan pembelajaran kooperatif teknik inside outside circle dan two stay two stray

0 12 0

Perbedaan Hasil Belajar Antara Siswa yang Menggunakan Metode Pembelajaran Two Stay Two Stray dan Jigsaw Pada Konsep Pencernaan

2 14 198

Pengaruh teknik kooperatif Two Stay Two Stray (TSTS) dengan Guided Note Taking (GNT) terhadap hasil belajar siswa pada konsep archaebacteria dan eubacteria: kuasi eksperimen di SMA Negeri 1 Kota Tangerang Selatan.

0 9 243

perbedaan hasil belajar peserta didik menggunakan pendekatan sts, sets, dan stem pada pembelajaran konsep virus

3 22 77

PENGARUH PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE TWO STAY-TWO STRAY TERHADAP HASIL BELAJAR SISWA PADA POKOK BAHASAN HIDROKARBON DI KELAS X SMA NEGERI 1 GALANG.

0 1 15

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE TWO STAY TWO STRAY (TSTS) TERHADAP AKTIVITAS DAN PENINGKATAN HASIL BELAJAR SISWA PADA POKOK BAHASAN HIDROKARBON KELAS X SMA.

0 1 19

MODEL KOOPERATIF TIPE TWO STAY TWO STRAY

0 0 14