71
pertemuan G-20 untuk membahas rencana ekonomi global yang menghentikan realisasi harapan rakyat Indonesia untuk mewujudkan kualitas kehidupan ekonomi yang lebih
baik. Dengan dukungan pemerintah dalam pertemuan ini pemerintah membuka kesempatan luar negeri untuk mematikan industri lokal rakyat, kualitas barang yang
buruk, membuat harga-harga tidak berimbang, dan sebagainya. Pemerintah tidak sungguh-sungguh mewujudkan harapan rakyat untuk
mendapatkan kehidupan yang lebih baik. Di mana pemerintah hanya mengikuti negara- negara maju, namun pemerintah tidak melihat kenyataan atau realitas yang terjadi di
bangsa ini. Pemerintah hanya memikirkan bagaimana negara bisa mendapatkan devisa sebanyak-banyaknya tanpa memikirkan apakah ada dampak yang nyata dan
menguntungkan untuk rakyat Indonesia. Dengan adanya wacana ini pada akhirnya menginginkan khalayak untuk mewujudkan cita-cita dan harapan sendiri yang tidak
akan kunjung direalisasikan oleh pemerintah, sehingga membentuk satu sikap tegas pada pemerintah.
1.2 Superstruktur
Alur cerita atau wacana dalam Jurnalisme Komunitas sama halnya dengan yang disampaikan oleh pemikiran Stanton Nurgiyantoro, 1995:113. Wacana dalam
Jurnalisme Komunitas mempunyai skema atau alur dalam penyampaian pada khalayak. Alur ini menunjukkan bagaimana bagian-bagian dalam wacana disusun dan diurutkan
dikonstruksikan sehingga membentuk satu pengertian. Tiap peristiwa bangsa yang terjadi dihubungkan karena adanya sebab dan akibat. Hal ini terlihat pada keterangan,
72
petunjuk, pengacuan yang berkaitan dengan waktu, ruang, dan suasana terjadinya pada peristiwa politik, sosial, ekonomi, hukum di Indonesia.
Diawali dengan pemaparan semua permasalahan bangsa. Jurnalisme komunitas sebagai penutur atau penyampai wacana menyimpan segudang asumsi dalam
pikirannya. Asumsi mengenai permasalahan bangsa, asumsi mengenai oknum-oknum yang terlibat dalam permasalahan-permasalahan bangsa, asumsi mengenai dirinya
sebagai rakyat Indonesia dan asumsi mengenai pengalaman-pengalaman orang-orang yang ada di sekitarnya. Asumsi atau dugaan ini akhirnya mengantarkan pada bagaimana
mengungkapakan wacana tentang kegagalan pemerintah yang terbukti dengan keterpurukan bangsa Indonesia selama ini.
Asumsi mengenai permasalahan bangsa Indonesia yang begitu kompleks dipaparkan lebih mendalam, karena dianggap bahwa permasalahan bangsa yang terjadi
begitu banyak dan sedikit yang berhasil diselesaikan. Masalah-masalah seperti korupsi, diskriminasi, ketidakadilan, kemiskinan, kesehatan, kepercayaan, sampai kinerja
pemerintah, ingin disampaikan agar khalayak mengetahui bahwa wacana yang terbentuk mempunyai bukti-bukti yang akurat.
Permasalahan-permasalahan tidak pernah selesai karena memperlihatkan keterkaitan satu dengan yang lain. Seperti masalah politik berkaitan dengan masalah
hukum atau ekonomi, masalah sosial berkaitan dengan masalah ekonomi, atau masalah hukum berkaitan dengan masalah kebangsaan lainnya. Dengan adanya hubungan-
hubungan ini, diyakini bahwa negara tidak akan berhasil dengan segera lepas dari semua masalah. Hal ini sejalan dengan asumsi mengenai ada oknum-oknum atau
73
pejabat negara yang terlibat membuat masalah bangsa, sehingga tidak pernah tercapainya sebuah kebebasan bangsa dari segala aspek-aspek kehidupan yang
bermasalah. Pejabat-pejabat dijajaran pemerintahan Presiden SBY jilid I dan II
memperlihatkan tingkah laku yang buruk. Mereka bekerja hanya sebatas bekerja sebagai pejabat, namun kualitas pekerjaan tidak terbukti. Hal inilah yang pada akhirnya
memperkuat wacana yang menyatakan masalah bangsa merupakan kesalahan pemerintah dalam mengatur pemerintahan. Di mana, bukti-bukti yang mengarah kepada
tindakan pemerintah yang menyalahgunakan kepercayaan rakyat untuk mengatur bangsa. Seharusnya, pekerjaan para pemerintah menggarahkan bangsa kepada
kesejahteraan dan kesetaraan dengan negara-negara maju lainnya. Pemerintah malah melakukan kesalahan fatal yang disaksikan, dirasakan, dan dialami langsung oleh rakyat
Indonesia. Dari pembuktian ini pemerintah selalu mempunyai alasan-alasan baik logis maupun tidak logis pada masalah yang ditimbulkannya.
Pemerintah berhasil bebas dari tuduhan-tuduhan yang seharusnya memenjarakan mereka baik secara sosial maupun secara fisik, Di sini ditampilkan bagaimana
pemerintah itu licik. Pernyataan Stefanus Gusman salah seorang aktivis pemuda: Presiden SBY menyatakan bahwa kepindahan mantan Menteri Keuangan
Sri Mulyani ke Bank Dunia adalah atas dasar permintaan Bank Dunia. Namun, di sebuah media nasional diungkapkan bahwa kepindahan Sri Mulyani
sesungguhnya merupakan paksaan dari Presiden. Seorang pejabat Kementerian Keuangan mengatakan, Sri Mulyani tidak pernah berniat mengundurkan diri
17
.
17
http:kompas-nilah.9.Kebohongan.Baru.Pemerintah.htm pada 6 september 2012 pukul 15.00
74
Dari pernyataan ini, para akitivis menemukan kebohongan-kebohongan di tubuh pemerintahan Presiden SBY. Asumsi-asumsi ini diperjelas dengan menyebutkan nama-
nama pejabat yang memerintah saat ini yang menghindar dari jerat hukum. Masih banyak lagi oknum-oknum yang secara jelas ingin diperlihatkan kebobrokannya seperti
Presiden SBY yang suka melancong, para menteri-menteri kabinet SBY-Boediono yang menikmati fasilitas mewah, pejabat legislatif, yudikatif, dan eksekutif tidak mampu
memperlihatkan rasa keadilan pada masyarakat, atau pejabat-pejabat di penjara hidup dalam kebebasan dan kemewahan. Walaupun tidak langsung mengarah pada nama-
nama pejabat, penyebutan seperti itu sudah mewakili pejabat mana yang tengah membuat masalah di Indonesia.
Tindakan-tindakan yang tidak patut untuk label seorang pejabat membuat kepercayaan rakyat mulai tidak menghargai sebuah kepemimpinan. Alur wacana ini
memunculkan asumsi mengenai pemerintah memiliki tingkah laku yang semakin menyimpang dan membuat rakyat Indonesia sebagai korban. Khalayak sebagai rakyat
Indonesia dibentuk sebagai korban dari kebusukan pemerintah. Rakyat adalah objek yang sangat mudah dibohongi, disakiti, atau diinjak-injak. Rakyat hanya bisa menerima
apa yang dilakukan pemerintah terhadap dirinya. Namun, dibalik pembentukan citra rakyat atau khalayak tersebut, secara sama-
samar asumsi rakyat sebenarnya sebagai penguasa bangsa Indonesia yang sesungguhnya. Pemerintah hanya bagian kecil dalam bangsa, rakyatlah bagian yang
sangat besar di negeri ini. Rakyat mempunyai kekuatan untuk membuat pemerintah yang tidak benar menjadi tidak punya kekuasaan. Hati rakyat atau khalayak dipengaruhi
75
untuk tidak percaya pada omongan kosong, tingkah laku atau kinerja pemerintah yang selalu mengatas namakan rakyat untuk mencapai tujuan-tujuan liciknya. Tujuan asumsi
rakyat di sini menekankan bagaimana khalayak atau rakyat percaya dengan pemimpin yang telah dipilih saat Pemilu.
Saat Pemilu, rakyat adalah incaran politikus yang berniat terpilih menjadi pemerintah. seperti kasus money politik dianggap merupakan kebodohan rakyat karena
mau saja menerima atau disuap beberapa lembar uang. Hal ini karena kurangnya peran pemerintah dalam mensosialisasikan hal-hal yang berkenaan dengan politik kepada
masyarakat, sehingga pengetahuan masyarakat akan politik sangatlah minim. Selain itu desakan ekonomi yang menghimpit membuat masyarakat dengan mudah menerima
sejumlah uang, Padahal kasus tersebut merupakan money politic yang tentu saja melanggar hukum. Para pemberi money politic akan dikenakan pasal penyuapan dan
ironisnya para penerima dana tersebut yang sebagian besar adalah rakyat miskin yang tidak tahu apa-apa mengenai hal ini, dapat dikenakan pasal pencucian uang. Dan di
kasus ini lagi-lagi rakyat miskin hanya menjadi korban dari proses komunikasi politik. Dalam konteks ini, rakyat adalah para anggota komunitas. Anggota-anggota
komunitas diajak untuk menantang, membantah, menyanggah, menuduh, atau menanyai segala bentuk pembelaan pemerintah yang tidak mengakui keterkaitannya dengan
masalah seperti korupsi atau diskriminasi, sama halnya seperti yang dinyatakan oleh Bell Hooks. Anggota komunitas harus membuka pikirannya bahwa permasalahan
bangsa juga masalahnya dan membuat pemerintah jangan lepas tangan begitu saja, membiarkan masalah korupsi terus menerpa bangsa.
76
Terakhir, menghubungkan asumsi-asumsi sebelumnya dengan asumsi mengenai pengalaman-pengalaman para pengamat, ahli, dan masyarakat dalam sebuah diskusi.
Agar tidak dianggap bahwa wacana kegagalan pemerintah tersebut terkesan mengada- ada. Maka dipaparkan pendapat atau komentar orang-orang yang tidak suka pemerintah
mulai melenceng, ahli-ahli yang dapat membuktikan tindakan-tindakan pemerintah dan argumentasi-argumentasi rakyat sehingga semakin memperjelas wacana ini. Seperti
kegagalan kebijakan pemerintah di bangsa, ahli memiliki data yang akurat berkat penelitian dan pengamatannya pada keuangan bangsa yang tidak transparansi, bahkan
memunculkan masalah lain yang kemudian ditanggapi oleh berbagai lapisan masyarat dari masyarakat berpendidikan atau tidak. Dengan maksud memperlihatkan, bahwa
beragam orang-orang sedang mengamati pemerintah baik yang mengerti dari berbagai segi dan hanya yang polos-polos saja memberi pendapat. Dalam berita Tribun News,
hasil survey yang dilakukan Charca Politica memperlihatkan:
Dalam hasil penelitian tersebut, terungkap bahwa lebih dari 50 responden mengaku tidak puas dengan kinerja pemerintahan. Rendahnya tingkat
kepuasan masyarakat terhadap kinerja pemerintah disebabkan oleh beberapa sebab. Hasil survey Charta Politica menunjukan rendahnya tingkat kepuasan
masyarakat terhadap kinerja pemerintah dapat dijelaskan dari dua hal, yaitu jebloknya kinerja pemerintah dalam bidang ekonomi dan hukum, serta persepsi
publik yang negatif terhadap kinerja menteri yang berasal dari parpol
18
.
Dengan adanya pengakuan atau pun bukti-bukti, membuat wacana yang terbentuk mempunyai kekuatan untuk membuat pemerintah dalam situasi terpojok
ketakutan, bahwa saat ini berbagai lapisan rakyat Indonesia mulai mengontrol tindak
18
ht t p: t ribun-new s m asyarakat -t idak-puas-kinerja-pem erint ah-sby-boediono.htm
77
tanduk pemerintah duduk di kursi empuk pemerintahan. Alur wacana ini bertujuan untuk membentuk satu ajakan atau solusi bagi khalayak jurnalisme komunitas untuk
tidak terus bergantung dengan pemerintah yang tidak lagi dapat diharapkan. Pemerintah memperlihatkan kecenderungan-kecederungan negatif yang pada akhirnya membuat
streotipe-stereotipe negatif bagi pemerintah sendiri. Hal ini pun terlihat dengan penggunaan bahasa yang dipakai dalam jurnalisme
komunitas yang lebih sederhana karena menggunakan bahasa komunitas yaitu bahasa sehari-hari. Wacana akan semakin kokoh di tanamkan pada khalayak karena bahasa
yang digunakan dalam jurnalisme komunitas sangat bersahaja dan mudah dimengerti khalayaknya.
4.3 Struktur Mikro