14
b. Tingkat tutur krama
Tingkat tutur krama yaitu bentuk tingkat tutur bahasa Jawa yang berintikan leksikon krama, atau yang menjadi unsur inti di dalam tingkat tutur
krama adalah leksikon krama bukan leksikon yang lain. Afiks yang muncul dalam tingkat tutur ini pun semuanya berbentuk krama misalnya, afiks dipun-, -ipun,
dan ʻaken. Ragam krama digunakan oleh mereka yang belum akrab dan oleh
mereka yang merasa dirinya lebih rendah status sosialnya daripada lawan bicara. Tingkat tutur krama mempunyai dua bentuk varian, yaitu krama lugu, dan krama
alus.
1 Krama Lugu
Secara semantis tingkat tutur krama lugu dapat didefinisikan sebagai suatu bentuk tingkat tutur krama yang kadar kehalusannya rendah. Meskipun begitu,
jika dibandingkan dengan ngoko alus, krama lugu tetap menunjukkan kadar kehalusan. Tingkat tutur krama lugu biasanya digunakan untuk: a orang muda
terhadap orang tua; b murid terhadap guru dan; c teman terhadap sesama yang sederajat. Contohnya:
Niki mendhone sing pundi sing ajeng dijujugke rumiyin? „Ini kambingnya yang mana yang akan diantarkan terlebih dahulu?‟
Mas, njenengan wau dipadosi Pak Imam.
„Mas, Anda tadi dicari Pak Imam‟
Tampak afiks di- pada dijujugke „diantarkan‟ dan dipadosi “dicari‟ merupakan
afiks ngoko yang lebih sering muncul dalam tingkat tutur ini daripada afiks dipun- , ipun, dan -aken. Contoh kalimat di atas bertujuan untuk menurunkan derajat
kehalusan.
15
2 Krama Alus krama inggil
Krama alus adalah bentuk tingkat tutur bahasa Jawa yang semua kosakatanya terdiri atas leksikon krama dan dapat ditambah dengan leksikon
krama inggil atau krama andhap. Meskipun begitu, yang menjadi leksikon inti dalam tingkat tutur ini hanyalah leksikon yang berbentuk krama. Selain itu,
leksikon krama inggil secara konsisten selalu digunakan untuk penghormatan terhadap mitra wicara. Ciri-ciri bahasa krama inggil yaitu sebagai berikut: a aku
di ubah menjadi kawula, abdi dalem kawula atau dalem saja; b kowe diubah menjadi panjenengan dalem atau nandalem saja; c sampeyan dalem hanya
ditujukan kepada orang tua; d ater-ater dak- diubah menjadi kawula, abdi dalem atau dalem saja; e ater-ater ko- diubah menjadi panjenengan dalem atau
sampeyan dalem untuk seorang ratu; f ater-ater di- diubah menjadi dipun; g panambang
ʻku di ubah menjadi kawula atau kula atau menjadi abdidalem kawula tetapi tembung aran-nya atau kata benda diberi panambang ipun terlebih dahulu;
h panambang ʻmu di ubah menjadi dalem; i panambang ʻe diubah menjadi
dipun dan; j panambang ʻake diubah menjadi aken. Contohnya:
Amplop punika kedah dipunparingaken dhumateng Ustad Solihun.
„Amplop ini harus diberikan kepada Ustad Sholihun‟
Tampak bahwa afiks dipun- „di‟ seperti pada dipunparingaken „diberikan‟
merupakan afiks penanda leksikon krama.
16
4. Faktor yang Mempengaruhi Tingkat Tutur