8
BAB II KAJIAN PUSTAKA
A. Landasan Teori
1. Pengertian Gaya Kepemimpinan
Menurut Mitfah 1988:52, gaya kepemimpinan adalah norma perilaku yang digunakan seseorang pada saat orang tersebut mencoba
mempungaruhi perilaku orang lain. Menurut Flippo 1987:122, gaya kepemimpinan dirumuskan
sebagai pola perilaku yang dirancang untuk memadukan kepentingan organisasi dan personalia guna mengejar beberapa sasaran.
2. Macam-macam gaya kepemimpinan
Menurut hasil studi kepemimpinan Universitas Iowa, Ronald Lippit dan Ralph K. White Sutarto 1989:72 disebutkan ada tiga gaya
kepemimpinan, yaitu: a. Gaya kepemimpinan otoriter, otokratis, atau diktator, dengan ciri-
ciri sebagai berikut: 1 Wewenang mutlak terpusat kepada pimpinan
2 Keputusan selalu dibuat oleh pimpinan 3 Kebijakan selalu dibuat oleh pimpinan
4 Komunikasi berlangsung satu arah dari pimpinan kepada
bawahan 5 Pengawasan terhadap sikap, tingkah laku, perbuatan, atau
kegiatan para bawahannya dilakukan secara ketat 6 Prakarsa harus selalu datang dari pemimpin
7 Tiada kesempatan bagi bawahan untuk memberikan saran, pertimbangan, atau pendapat
8 Tugas-tugas bagi bawahan diberikan secara intruktif 9 Lebih banyak kritik daripada pujian
10 Pimpinan menuntut prestasi semperuna dari bawahan tanpa
syarat
11 Pimpinan menuntut kesetiaan mutlak tanpa syarat 12 Cenderung adanya paksaan, ancaman, dan hukuman
13 Kasar dalam bertindak 14 Kaku dalam bersikap
15 Tanggung jawab keberhasilan hanya dipikul oleh pimpinan
Penerapan gaya ini dapat mendatangkan keuntungan antara lain berupa kecepatan serta ketegasan dalam pembuatan keputusan dan
bertindak sehingga untuk sementara mungkin produktivitasnya naik. Tetapi disamping itu, penerapan gaya ini juga menimbulkan kerugian
yaitu suasana kaku, tegang, mencekam, menakutkan, sehingga dapat berakibat lebih lanjut timbulnya ketidakpuasan. Gaya kepemimpinan
ini hanya dapat diterapkan dalam organisasi yang sedang menghadapi keadaan darurat karena sendi-sendi kelangsungan hidup organisasi
terancam. Apabila keadaan darurat telah selesai, gaya ini sebaiknya segera ditinggalkan karena tidak akan mengembangkan karyawannya.
b. Gaya kepemimpinan demokratis Gaya
kepemimpinan demokratis
adalah kemampuan
mempengaruhi orang lain agar bersedia bekerjasama untuk kegiatan yang akan dilakukan ditentukan bersama-sama antara
pimpinan dan bawahan. Kepemimpinan gaya demokratis berciri: Sutarto, 1989:75
1 Wewenang pimpinan tidak mutlak 2 Pimpinan bersedia melimpahkan sebagian wewenang kepada
bawahan 3 Keputusan dibuat bersama antara pimpinan dan bawahan
4 Kebijakan dibuat bersama antara pimpinan dan bawahan 5 Komunikasi berlangsung timbal balik, baik yang terjadi antara
pimpinan dan bawahan maupun sesama bahawan
6 Pengawasan terhadap sikap, tingkah laku, perbuatan atau kegiatan para bawahan
7 Prakarsa dapat datang dari pimpinan maupun bawahan 8 Pengawasan terhadap sikap, tingkah laku, perbuatan atau
kegiatan para bawahan dilakukan secara wajar 9 Prakarsa dapat datang dari pimpinan maupun bawahan
10 Banyak kesempatan bagi bawahan untuk menyampaikan saran, pertimbangan, atau pendapat
11 Tugas-tugas kepada bawahan diberikan dengan lebih bersifat permintaan daripada instruktif
12 Pujian dan kritikan seimbang 13 Pimpinan mendorong prestasi sempurna para bawahan dalam
batas kemampuan masing-masing 14 Pimpinan meminta kesetiaan para bawahan dalam batas
kemampuan masing-masing 15 Pimpinan meminta kesetiaan para bawahan secara wajar
16 Pimpinan memperhatikan perasaan dalam bersikap dan bertindak
17 Terdapat suasana saling percaya, saling hormat menghormati dan saling harga menghargai
18 Tanggung jawab keberhasilan organisasi dipikul bersama pimpinan dan bawahan
Penerapan gaya demokratis dapat mendatangkan keuntungan antara lain berupa keputusan serta tindakan yang lebih objektif,
timbul rasa ikut memiliki, serta terbinanya moral yang tinggi. Sedangkan kelemahannya gaya ini antara lain keputusan serta
tindakan kadang-kadang lamban, rasa tanggung jawab kurang, keputusan yang dibuat bukan keputusan yang terbaik.
c. Gaya kepemimpinan laissez faire kebebasan Kepemimpinan gaya kebebasan Sutarto, 1989:77 adalah
kemampuan memppengaruhi orang lain agar bersedia bekerjasama untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan dengan cara berbagai
kegiatan yang akan dilakukan lebih banyak diserahkan kepada bawahan. Kepemimpinan gaya laissez faire kebebasan berciri:
1 Pimpinan melimpahkan wewenang sepenuhnya kepada bawahan
2 Keputusan lebih banyak dibuat bawahan 3 Kebijakan lebih banyak dibuat oleh bawahan
4 Pimpinan hanya berkomunikasi apabila diperlukan oleh bawahannya
5 Hampir tiada pengawasan terhadap sikap, tingkah laku, perbuatan, atau kegiatan yang dilakukan para bawahannya
6 Prakarsa selalu datang dari bawahan 7 Hampir tiada pengarahan dari pimpinan
8 Peranan pimpinan pribadi lebih utama daripada kepentingan
kelompok 9 Tanggungjawab keberhasilan organisasi dipikul oleh orang per
orang Kelebihan dari gaya laissez faire kebebasan ini adalah
karyawan akan dapat mengembangkan kemampuan dirinya dan kekurangannya berupa kekacauan karena tiap pejabat bekerja
menurut selera masing-masing. Dalam bukunya, Sujak 1990:34-37 membuat diagnonis untuk
mengidentifikasi kefektifan gaya kepemimpinan. Dia membagi gaya kepemimpinan menjadi 2 macam, yaitu gaya struktur inisiasi dan gaya
pertimbangan. Manajer yang efektif adalah manajer yang memiliki gaya struktur inisiasi yang tinggi dan gaya pertimbangan yang
moderat. Gaya struktur inisiasi yaitu gaya kepemimpinan yang ditandai oleh banyaknya prakarsa dari pimpinan. Gaya ini ditandai
dengan diri pemimpin yang aktif membuat berbagai rencana, pengorganisasian, kontrol, dan perngoordinasian terhadap aktivitas
yang dilakukan bawahan. Sedangkan gaya pertimbangan adalah gaya kepemimpinan
yang cenderung
senang membuat
berbagai pertimbangan-pertimbangan dalam berbagai tindakan. Pemimpin
seperti ini mepreoritakan perhatian pada kesejahteraan bawahan, memandang pentingnya status dan keselarasan, serta berasumsi
bawahan akan bekerja dengan baik jika pemimpin mampu membuat pekerjaan yang lebih mudah untuk dikerjakan.
3. Profil Perilaku Pemimpin
Sujak 1990:7-9 mengungkapkan bahwa Gary Yulk telah mengembangkan profil perilaku pemimpin dan kategori perilakunya.
Katergori tersebut meliputi: a. Perhatian terhadap prestasi
Dengan memperhatikan pentinganya prestasi bawahan, pemimpin mencoba meingkatkan produktivitas dan efesiensi, menunjukkan
kepada bawahan untuk bekerja sesuai dengan kapasitas yang ada dan mengecek hasilnya.
b. Tenggang rasa Membina sikap ramah, serta mengembangkan sikap objektif dan
terbuka terhadap karyawan. c. Inspirasi
Pemimpin merangsang atusias bawahannya dalam mengerjakan tugas kelompok, medorong rasa percaya anggpta kelompok
terhadap kemampuannya untuk melaksanakan tugas-tugas dengan sukses dan dapat mencapai tujuan.
d. Penghargaan berupa pengakuan Menekankan perhatian pada penghargaan dan pengakuan terhdapa
prestasi bawahannya secara efektif, menunjukkan penghargaan
terhadap hasil-hasil khusus dan konmtribusi yang telah diberikan kepada organisasi.
e. Merancang kemungkinan-kemungkinan perhargaan Menghargai prestasi bawahannya secara efektif berupa pemberian
keuntungan nyata seperti kenaikan upah, promosi, tugas-tugas yang lebih banyak serta pengaturan kerja yang lebih baik.
f. Partisipasi keputusan Pemimpin mengkoinsultasikan dengan bawahan dan memberi
kesempatan kepada bawahan untuk mempengaruhi keputusan pemimpin.
g. Penghargaan otonomi Pemimpin mendegelasikan otoritas dan tanggung jawan terhadap
bawahan serta mengizinkan untuk menetapkam bagaimana mengerjakan pekerjaannya.
h. Penjelasan peranan Pemimpin menginformasikan kepada bawahan tentang tugas-tugas
dan tanggung jawabnya. i. Penetapan tujuan
Pemimpin menekankan pentinganya penetapan tujuan dari setiap perubuatan tertentu bagi pekerjaan bawahannya.
j. Pelatihan Pemimpin menetapkan kebutuhan pelatihan bawahan dan memberi
kesempatan untuk mengikuti pelatihan sesuai keperluan.
k. Penyebaran informasi Pemimpin memberikan informasi kepada bawahan tentang
pengembangan yang mempengaruhi pekerjaannya. l. Pemecahan masalah
Tingkat perhatian pemimpin terhadap inisiatif, usulan pemecahan problem yang berkaitan dengan pekerjaan, dan tindakannya yang
pasti dalam memecahkan suatu problem ketika dituntut pemecahan yang cepat.
m. Perencanaan Perhatian pimpinan untuk membuat suatu rencana yang dapat
mengorganisasi dan mengatur pekerjaan secara efisien. n. Pengkoordinasian
Perhatian pimpinan
dalam mengkoordinasikan
pekerjaan bawahannya.
o. Pengelolaan konflik Perhatian pimpinan untuk mencegah timbulnya bawahan yang
saling berselisih secara emosional dan mendorong pemecahan konflik yang penuh makna, serta membantu penyelesaian konflik
bawahannya. p. Kedisiplinan
Perhatian pemimpin terhadap pentingnya tindakan disiplin kepada pegawai dalam bentuk peringatan, hukuman, atau bahkan
pemecahan.
4. Gaya Kepemimpinan Tiga Dimensi dari Reddin
Dalam artikel Gaya Kepemimpinan dari Reddin Mitha 2011 mengidentifikasikan
gaya-gaya kepemimpinan
yang secara
tidaklangsung berhubungan dengan efektivitas. Ada 4 gaya efektif, yaitu :
a. Eksekutif. Gaya ini banyak memberikan perhatian pada tugas-tugas
pekerjaan dan
hubungan kerja.
Seorang manajer
yang menggunakan gaya ini disebut sebagai motivator yang baik, mau
menetapkan standar kerja yang tinggi, berkehendak mengenal perbedaan
diantara diantara
individu, dan
berkeinginan menggunakan tim kerja dalam manajemen.
b. Pecinta pengembangan developer. Gaya ini memberikan perhatian yang maksimum terhadap
hubungan kerja, dan perhatian yang minimum terhadap tugas-tugas pekerjaan. Seorang manajer yang menggunakan gaya ini
mempunyai kepercayaan yang implicit terhadap orang-orang yang bekerja dalam organisasinya, dan sangat
memperhatikan pengembangan mereka sebagai individu.
c. Otokratis yang baik benevolent autocrat Gaya ini memberikan perhatian yang maksimum terhadap
tugas, dan perhatian minimum terhadap hubungan kerja. Manajer ini mengetahui secara tepat apa yang ia inginkan dan bagaimana
memperoleh yang diinginkan tersebut tanpa menyebabkan ketidakseganan di pihak lain.
d. Birokrat. Gaya ini memberikan perhatian yang minimum baik
terhadap tugas maupun hubungan kerja. Manajer ini sangat tertarik pada peraturan-peraturan dan menginginkan peraturan tersebut
dipelihara serta melakukan control situasi secara teliti.
5. Pengertian Motivasi
Motivasi berasal dari kata latin movere yang berarti dorongan, keinginan, sebab, atau alasan seseorang melakukan sesuatu. Menurut
Manullang 1982:150, motivasi adalah pemberian kegairahan bekerja kepada karyawan. Dengan pemberian motivasi dimaksudkan
pemberian daya perangsang kepada karyawan yang bersangkutan agar karyawan tersebut bekerja dengan segala upayanya. Sedangkan
menurut Handoko 1999, motivasi diartikan sebagai keadaan dalam pribadi seseorang yang mendorong keinginan individu untuk
melakukan kegiatan – kegiatan tertentu guna tujuan. Menurut Malthis 2006:14, motivasi adalah keinginan dalam diri
seseorang yang menyebabkan orang tersebut bertindak. Biasanya orang bertindak karena suatu alasan untuk mencapai tujuan.
Memahami motivasi sangatlah penting karena kinerja, reaksi terhadap kompensasi dan persoalan sumber daya manusia yang lain dipengaruhi
dan mempengaruhi motivasi. Pendekatan untuk memahami motivasi
berbeda - beda, karena teori yang berbeda mengembangkan pandangan dan model mereka sendiri. Teori motivasi manusia yang
dikembangkan oleh Maslow dalam Mathis 2006 mengelompokkan kebutuhan manusia menjadi lima kategori yang naik dalam urutan
tertentu. Sebelum kebutuhan lebih mendasar terpenuhi, seseorang tidak akan berusaha untuk memenuhi kebutuhan yang lebih tinggi. Hierarki
Maslow yang terkenal terdiri atas kebutuhan fisiologis, kebutuhan akan keselamatan dan keamanan, kebutuhan akan kebersamaan dan
kasih sayang, kebutuhan akan aktualisasi diri.
Kebutuhan seseorang merupakan dasar untuk model motivasi. Kebutuhan adalah kekurangan yang dirasakan oleh seseorang pada saat
tertentu yang menimbulkan tegangan yang menyebabkan timbulnya keinginan. Karyawan akan berusaha untuk menutupi kekurangannya
dengan melakukan suatu aktivitas yang lebih baik dalam melaksanakan pekerjaannya. Dengan melakukan aktivitas yang lebih banyak dan
lebih baik karyawan akan memperoleh hasil yang lebih baik pula sehingga keinginannya dapat terpenuhi. Keinginan yang timbul dalam
diri karyawan dapat berasal dari dalam dirinya sendiri maupun berasal dari luar dirinya, baik yang berasal dari lingkungan kerjanya maupun
dari luar lingkungan kerjanya. Motivasi bukanlah merupakan sesuatu yang berdiri sendiri, melainkan ada beberapa faktor yang
mempenagruhinya. Menurut Arep 2003:51 ada Sembilan faktor
motivasi, yang dari kesembilan tersebut dapat dirangkum dalam enam faktor secara garis besar, yaitu:
a.
Faktor kebutuhan manusia 1 Kebutuhan dasar ekonomis
Kebutuhan dasar yang dimaksud disini adalah kebutuhan akan makanan, pakaian, dan perumahan yang biasa disebut
sebagai kebutuhan primer. Untuk memenuhi kebutuhan dasar ini sesorang akan bekerja keras dengan mengerahkan segala
kemampuannya, karena kebutuhan makanan, pakaian, dan perumahan merupakan kebutuhan yang paling mendasr yang
harus di penuhi. 2 Kebutuhan rasa aman psikologis
Yang termasuk dalam kategori kebutuhan psikologis disini diantaranya adalah kebutuhan akan status, pengakuan,
penghargaan, dan lain–lain. Menurut Arep 2003:61 keinginan karyawan untuk mencapai status tertentu atau untuk menjadi
seorang “ tokoh “, bukan saja berarti bahwa karyawan harus mempunyai kesempatan lebih banyak untuk mencapai
kemajuan, akan tetapi juga harus bersedia menerima kewajiban-kewajiban lebih banyak. Artinya motivasi untuk
meraih status yang diidam-idamkan akan melekat kuat dalam dirinya.
3 Kebutuhan sosial
Menurut Robert Carison: ”Satu cara meyakinkan para karyawan betah bekerja adalah dengan meyakinkan bahwa
dirinya memiliki banyak mitra di organisasi“. Karyawan dalam suatu organisasi memerlukan berinteraksi dengan sesama
karyawan dan dengan sesama atasannya serta menumbuhkan pengakuan atas prestasi kerjanya.
b.
Faktor Kompensasi Menurut Handoko 2001: 155 , kompensasi adalah segala
sesuatu yang diterima para karyawan sebagai balas jasa bekerja. Apabila kompensasi diberikan secara benar, para karyawan akan
lebih terpuaskan dan termotivasi untuk mencapai sasaran-sasaran organisasi. Kompensasi penting bagi karyawan, karena kompensasi
mencerminkan nilai karya karyawan itu sendiri, keluarga, dan masyarakat. Dalam hal pemberian gaji beberapa faktor yang harus
diperhatiakan, diantaranya: 1 Arti gaji bagi karyawan
Bagi seorang karyawan gaji mempunyai arti yang mendalam, yakni sesuatu yang dapat mempengaruhi tingkat
kehidupan karyawan yang bersangkutan bersama keluarganya. 2 Dasar pemberian gaji
Ada beberapa dasar dalam pemberian gaji. Satu diantaranya adalah “ hasil kerja “ yakni gaji diberikan berdasarkan jumlah
atau nilai barang yang dijual atau yang dihasilkan.
c.
Faktor Komunikasi Menurut Arep 2003: 81, komunikasi yang lancar adalah
komunikasi terbuka dimana informasi mengalir secara bebas dari atas ke bawah atau sebaliknya, Dalam suatu organisasi komunikasi
perlu dijalin secara baik antara atasan dengan bawahan atau sesama bawahan, karena dengan komunikasi yang lancar maka arus
komunikasi akan berjalan lancar pula serta tidak terjadi adanya mis komunikasi yang akan mengakibatkan kesimpang siuran dalam
melaksanakan pekerjaan dalam organisasi. Dengan komunikasi yang lancar kebijakan organisasi akan dapat lebih mudah
dimengerti.
d.
Faktor Kepemimpinan Menurut
Arep 2003:
93, kepemimpinan
adalah kemampuan seseorang untuk memguasai atau mempengaruhi
orang lain atau masyarakat yang berbeda-beda menuju pencapaian tertentu. Dalam mencapai tujuan yakni untuk dapat menguasai atau
mempengaruhi serta memotivasi orang lain, maka dalam penerapan manajemen sumber daya manusia digunakan beberapa gaya
kepemimpinan, diantaranya: Democratic Leadership adalah suatu gaya kepemimpinan yang menitikberatkan kepada “kemampuan
untuk menciptakan moral“ dan “kemampuan untuk menciptakan kepercayaan “.
Dictatorial atau autocratic Leadership, yakni suatu gaya Leadership yang menitikberatkankepada “kesanggupan untuk
memaksakan“ keinginannya
yang mampu
mengumpulkan pengikut-pengikutnya untuk kepentingan pribadinya dan atau
golongannya dengan kesediaan untuk menerima segala resiko apapun.
Paternalistik Leadership, yakni bentuk antara gaya pertama democratic dan kedua dictatorial diatas. Free Rain Leadership,
yakni salah satu gaya kepemimpinan yang 100 menyerahkan sepenuhnya seluruh kebijaksanaan pengoperasiaan manajemen
sumber daya manusia kepada bawahannya dengan hanya berpegang kepada ketentuan-ketentuan pokok yang ditetapkan oleh
atasan mereka.
e.
Faktor pelatihan Pelatihan merupakan suatu sarana untuk meningkatkan
kemampuan karyawan dalam suatu organisasi. Untuk lebih meningkatkan kualitas sumber daya manusia setiap organisasi
perlu melaksanakan pendidikan dan pelatihan bagi karyawannya, baik yang diselenggarakan di dalam maupun di luar organisasi.
Menurut Arep 2003:108, pelatihan merupakan salah satu usaha
untuk mengembangkan sumber daya manusia, terutama dalam hal pengetahuan, kemampuan, keahlian, dan sikap.
Manfaat pelatihan bagi karyawan adalah: 1 Meningkatkan motivasi
2 Meningkatkan pengetahuan, kemampuan, dan ketrampilan dalam melaksanakan tugas sehari-hari.
3 Meningkatakn rasa percaya diri dan menghilangkan rasa rendah diri
4 Memperlancar pelaksanaan tugas. 5 Menumbuhkan sikap positif terhadap organisasi.
6 Meningkatkan semangat dan gairah kerja. 7 Mempertinggi rasa peduli terhadap organisasi.
8 Meningkatkan rasa saling menghargai antar karyawan. 9 Memberikan dorongan bagi karyawan untuk menghasilkan
yang terbaik. 10 Memberikan dorongan bagi karyawan untuk memberikan
pelayanan yang terbaik.
f.
Faktor prestasi Penilaian
presasi kerja
karyawan bagi
organisasi merupakan sarana untuk mengembangkan sumber daya manusia.
Sedangkan bagi karyawan penilaian prestasi dapat memacu semangat kerja, guna peningkatkan kinerja selanjutnya. Karena
dengan penilaian prestasi ini akan merasa bahwa hasil kerja mereka diakui oleh pihak organisasi dan kemudian menimbulkan
harapan untuk memperoleh kompensasi dari organisasi. Hal ini merupakan sumber motivasi kerja yang sangat mempengaruhi
kinerja karyawan. Untuk lebih jelasnya, penulis akan menekankan pengertian
dan makna motivasi kerja yaitu suatu sikap dan kepuasan dengan keinginan yang terus – menerus dan kesediaan untuk mengejar
tujuan organisasi, serta faktor – faktor yang mempengaruhi tinggi rendahnya motivasi kerja di dalam suatu organisasi khususnya:
1 Absensi Absensi disini diantaranya waktu yang hilang, sakit
kecelakaan, serta pergi meninggalkan pekerjaan karena keperluan pribadi baik diberi wewenang maupun tidak. Yang
tidak diperhitungkan dalam absensi yaitu tidak ada pekerjaan, cuti yang sah, periode libur panjang, dan diberhentikan kerja
atau pemberhentian bekerja. 2 Kerjasama
Kerjasama ini meliputi keaktifan di dalam organisasi dan kesediaan karyawan untuk bekerja sama dan saling
membantu, baik dengan pimpinan maupun teman – teman sekerja untuk mendapatkan tujuan bersama.
3 Disiplin Menurut Haryoto 2002 disiplin adalah kesediaan dan
kesadaran karyawan untuk menaati peraturan yang berlaku, baik menaati perintah kedinasan yang diberkan oleh pimpinan,
selalau menaati jam kerja, selalu memberikan pelayanan kepada masyarakat dengan sebaik – baiknya sesuai dengan
bidang tugasnya.
Dari beberapa penjelasan di atas disimpulkan bahwa beberapa ukuran untuk mengukur disiplin kerja yang antara
lain: 1 Kepatuhan karyawan pada jam kerja.
2 Kepatuhan pelayanan pada perintah instruksi dari pimpinan serta menaati peraturan dan tata tertib yang
berlaku. 3 Berpakaian yang baik, sopan, dan menggunakan tanda-
tanda pengenal instansi. 4 Menggunakan dan memelihara bahan-bahan dan alat-alat
perlengkapan kantor dengan hati-hati. 5 Bekerja dengan mengikuti peraturan yang telah ditentukan
oleh organisasi.
6. Lingkungan kerja
Lingkungan kerja merupakan salah satu faktor penting dalam menciptakan kinerja karyawan. Karena Lingkungan kerja mempunyai
pengaruh langsung terhadap karyawan didalam menyelesaikan pekerjaan yang pada akhirnya akan meningkatkan kinerja oragnisasi.
Suatu kondisi lingkungan kerja dikatakan baik apabila karyawan dapat melaksanakan kegiatan secara optimal, sehat, aman, dan nyaman. Oleh
karena itu penentuan dan penciptaan lingkungan kerja yang baik akan sangat menentukan keberhasilan pencapaian tujuan organisasi.
Sebaliknya apabila lingkungan kerja yang tidak baik akan dapat menurunkan motivasi serta semangat kerja dan akhirnya dapat
menurunkan kinerja karyawan. Kondisi dan suasana lingkungan kerja yang baik akan dapat
tercipta dengan adanya penyusunan organisasi secara baik dan benar sebagaimana yang dikatakan oleh Sarwoto 1991 bahwa suasana kerja
yang baik dihasilkan terutama dalam organisasi yang tersusun secara baik, sedangkan suasana kerja yang kurang baik banyak ditimbulkan
oleh organisasi yang tidak tersusun dengan baik pula. Dari pendapat tersebut dapat diterangkan bahwa terciptanya suasana kerja sangat
dipengaruhi oleh struktur organisasi yang ada dalam organisasi tersebut.
Menurut Sedarmayanti 2007 menyatakan bahwa secara garis besar, jenis lingkungan kerja terbagi menjadi 2 yaitu:
a.
Lingkungan Kerja Fisik Lingkungan kerja fisik adalah semua keadaan berbentuk
fisik yang terdapat di sekitar tempat kerja yang dapat mempengaruhi karyawan baik secara langsung maupun secara
tidak langsung
Sedarmayanti, 2001.
Nitisemito 2002
Lingkungan kerja fisik adalah segala sesuatu yang ada di sekitar para pekerja yang dapat mempengaruhi dirinya dalam menjalankan
tugas - tugas yang dibebankan, misalnya penerangan, suhu udara, ruang gerak, keamanan, kebersihan, musik dan lain-lain.
Berdasarkan definisi tersebut bahwa lingkungan kerja fisik adalah segala sesuatu yang ada di sekitar tempat kerja karyawan
lebih banyak berfokus pada benda-benda dan situasi sekitar tempat kerja
sehingga dapat
mempengaruhi karyawan
dalam melaksanakan tugasnya. Masalah lingkungan kerja dalam suatu
organisasi sangat penting, dalam hal ini diperlukan adanya
pengaturan maupun penataan faktor-faktor lingkungan kerja fisik dalam penyelenggaraan aktivitas organisasi.
Faktor - faktor lingkungan kerja fisik adalah sebagai berikut:
1 Pewarnaan Masalah warna dapat berpengaruh terhadap karyawan
didalam melaksanakan pekerjaan, akan tetapi banyak perusahaan yang kurang memperhatikan masalah warna.
Dengan demikian pengaturan hendaknya memberi manfaat, sehingga dapat meningkatkan semangat kerja karyawan.
Pewarnaan pada
dinding ruang
kerja hendaknya
mempergunakan warna yang lembut. 2 Penerangan
Penerangan dalam ruang kerja karyawan memegang peranan yang sangat penting dalam meningkatkan semangat
karyawan sehingga mereka akan dapat menunjukkan hasil kerja yang baik, yang berarti bahwa penerangan tempat kerja
yang cukup sangat membantu berhasilnya kegiatan-kegiatan operasional organisasi.
3 Udara Di dalam ruangan kerja karyawan dibutuhkan udara
yang cukup, dimana dengan adanya pertukaran udara yang cukup, akan menyebabkan kesegaran fisik dari karyawan
tersebut. Suhu udara yang terlalu panas akan menurunkan semangat kerja karyawan di dalam melaksanakan pekerjaan.
4 Suara bising Suara yang bunyi bisa sangat menganggu para
karyawan dalam bekerja. Suara bising tersebut dapat merusak konsentrasi kerja karyawan sehingga kinerja karyawan bisa
menjadi tidak optimal. Oleh karena itu setiap organisasi harus selalu berusaha untuk menghilangkan suara bising tersebut
atau paling tidak menekannya untuk memperkecil suara bising tersebut. Kemampuan organisasi didalam menyediakan dana
untuk keperluan pengendalian suara bising tersebut, juga merupakan salah satu faktor yang menentukan pilihan cara
pengendalian suara bising dalam suatu organisasi. 5 Ruang Gerak
Suatu organisasi sebaiknya karyawan yang bekerja mendapat tempat yang cukup untuk melaksanakan pekerjaan
atau tugas. Karyawan tidak mungkin dapat bekerja dengan tenang dan maksimal jika tempat yang tersedia tidak dapat
memberikan kenyamanan. Dengan demikian ruang gerak untuk tempat karyawan bekerja seharusnya direncanakan
terlebih dahulu agar para karyawan tidak terganggu di dalam melaksanakan pekerjaan disamping itu juga perusahaan harus
dapat menghindari dari pemborosan dan menekan pengeluaran biaya yang banyak.
6 Keamanan Rasa aman bagi karyawan sangat berpengaruh terhadap
semangat kerja dan kinerja karyawan. Di sini yang dimaksud dengan keamanan yaitu keamanan yang dapat dimasukkan ke
dalam lingkungan kerja fisik. Jika di tempat kerja tidak aman karyawan tersebut akan menjadi gelisah, tidak bisa
berkonsentrasi dengan pekerjaannya serta semangat kerja karyawan tersebut akan mengalami penurunan. Oleh karena itu
sebaiknya suatu organisasi terus berusaha untuk menciptakan dan mempertahankan suatu keadaan dan suasana aman tersebut
sehingga karyawan merasa senang dan nyaman dalam bekerja. 7 Kebersihan
Lingkungan kerja yang bersih akan menciptakan keadaan disekitarnya menjadi sehat. Oleh karena itu setiap
organisasi hendaknya selalu menjaga kebersihan lingkungan kerja. Dengan adanya lingkungan yang bersih karyawan akan
merasa senang sehingga kinerja karyawan akan meningkat.
b.
Lingkungan Kerja Non Fisik Lingkungan kerja non fisik adalah semua keadaan yang
terjadi yang berkaitan dengan hubungsn kerja, baik hubungan dengan atasan maupun hubungan dengan bawahan sesama rekan
kerja, ataupun hubungan dengan bawahan Sedamayanti, 2001. Lingkungan kerja non fisik ini tidak kalah pentingnya dengan
lingkungan kerja fisik. Semangat kerja karyawan sangat dipengaruhi oleh keadaan lingkungan kerja non fisik, misalnya
hubungan dengan sesama karyawan dan dengan pemimpinnya. Apabila hubungan seorang karyawan dengan karyawan lain dan
dengan pimpinan berjalan dengan sangat baik maka akan dapat membuat karyawan merasa lebih nyaman berada di lingkungan
kerjanya. Dengan begitu semangat kerja karyawan akan meningkat dan kinerja pun juga akan ikut meningkat.
Ada 5 aspek lingkungan kerja non fisik yang bisa mempengaruhi perilaku karyawan, yaitu: Struktur kerja, yaitu
sejauh mana bahwa pekerjaan yang diberikan kepadanya memiliki struktur kerja dan organisasi yang baik. Tanggung jawab kerja,
yaitu sejauh mana pekerja merasakan bahwa pekerjaan mengerti tanggung jawab mereka serta bertanggung jawab atas tindakan
mereka. Perhatian dan dukungan pemimpin, yaitu sejauh mana karyawan merasakan bahwa pimpinan sering memberikan
pengarahan, keyakinan, perhatian serta menghargai mereka. Kerja sama antar kelompok, yaitu sejauh mana karyawan merasakan ada
kerjasama yang baik diantara kelompok kerja yang ada. Kelancaran komunikasi, yaitu sejauh mana karyawan merasakan adanya
komunikasi yang baik, terbuka, dan lancar, baik antara teman sekerja ataupun dengan pimpinan.
Kedua jenis lingkungan kerja di atas harus selalu diperhatikan oleh organisasi. Keduanya tidak bisa dipisahkan
begitu saja. Terkadang organisasi hanya mengutamakan salah satu jenis lingkungan kerja di atas, tetapi akan lebih baik lagi apabila
keduanya dilaksanakan secara maksimal. Dengan begitu kinerja karyawan bisa akan lebih maksimal. Peran seorang pemimpin
benar-benar diperlukan dalam hal ini. Pemimpin harus bisa menciptakan sebuah lingkungan kerja baik dan mampu
meningkatkan kinerja karyawan.
7. Loyalitas Karyawan
Nitisemito 1982:177
mengungkapkan bahwa
kesetiaanloyalitas para karyawan terhadap perusahaan akan dapat menimbulkan rasa tanggung jawab. Tanggung jawab dapat
menciptakan kagairahan dan semangat kerja. Untuk dapat meimbulkan loyalitas para karyawan terhadap perusahaan, maka pihak pimpian
harus mengusahakan agar para karyawannya merasa senasib dengan perusahaan. Dengan perasaan senasib seperti ini kemajuan dan
kemunduran perusahaan akan dirasakan juga oleh karyawan. Dalam kenyataan pihak perusahaan biasanya mengusahakan agar karyawan
dapat merasakan kemajuan perusahaan dengan cara membagikan laba perusahaan membagikan bonus. Cara lain untuk menimbulkan
perasaan loyal para karyawan terhadap perusahaan ialah dengan memberikan kesempatan kepada mereka untuk ikut membeli saham
perusahaan, tetapi hal ini hanya dapat dilakukan jika perusahan berbentuk perseroan terbatas. Sebenarnya loyalitas dapat juga
ditumbulkan dengan cara pemberian gaji yang cukup, perhatian terhadap kebutuhan rohani, dan hal-hal positif lain. Dalam praktek
memang sulit menimbulkan loyalitas semua karyawan terhadap perusahaan, apalagi jika jumlah karyawan terlalu banyak. Jika
karyawan terlalu banyak maka titik beratnya ialah kepda karyawan yang memegang posisi penting.
Dalam Usahawan yang terbit bulan Februari 2004, Nang Among Budiadi 2004 mengemukakan apabila organisasi memperkerjakan
seseorang hanya
berdasarkan kinerjanya
yang tinggi
tana mempedulikan minatnya, maka dalam jangka pendek komitmen dan
loyalitas akan pudar. Selama ini banyak penelitian yang telah dilakukan terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja.
Dari penelitian-penelitian tersebut diberikan contoh orang-orang yang terbaik di perusahaan yang berbakat dan berprestasi dalam
pekerjaannya merasakan ketidakpuasan dalam pekerjaan dan karir mereka karena mereka tidak berada pada pekerjaan yang sesuai dengan
minat hidup yang tetanam dari lubuk hatinya deeply embedded life interests. Minat ini tidak pula menentukan dimana prestasi terbaiknya
tetapi sangat menentukan jenis pekerjaan yang membuatnya senang
dan puas dalam jangka yang relatif lama. Kepuasan kerja ini akan berdampak pada komitmen dan loyalitas terhadap organisasi dimana ia
bekerja. Sedangkan komitmen dan loyalitas merupakan sasaran organisasi dalam usaha mempertahankan karyawannya, khususnya
karyawan yang berbakat. Mendapatkan orang-orang yang cocok melalui proses rekruitmen dan seleksi tidak akan menjamin bahwa
orang-orang tersebut akan memberikan komitmen serta loyalitas terhadap organisasi dalam jangka panjang. Karyawan yang menyukai
pekerjaannya dan merasa senang dalam bekerja akan menimbulkan kepuasan kerja serta akan memberikan komitmen dan loyalitas kepada
organisasi dalam jangka waktu yang relatif lama.
Pembinaan loyalitas perlu dilakukan agar Sumber Daya Manusia dalam perusahaan tersebut : Saydam, 2005:416-417
a. Mempunyai kepedulian yang tinggi terhadap perusahaan SDM yang mempunyai loyalitas tinggi akan mempunyai
kepedulian yang tinggi pula. Seorang karyawan yang memiliki tingkat kepedulian yang tinggi akan terlihat pada perilaku:
1 Tidak senang melihat perbuatan yang cenderung merugikan perusahaan
2 Bersedia turun tangan untuk mencegah hal-hal yang merugikan perusahaan
3 Bersedia mengorbankan kepentingan pribadinya, waktunya, dan tenaganya untuk kemajuan perusahaan
4 Tidak mau berbuat hal-hal yang mengarah pada hal-hal yang mengarah pada hal yang merusak perusahaan
5 Merasa bangga atas prstasi yang dicapai perusahaan b. Merasa memiliki terhadap perusahaan
Seorang karyawan dikatakan mempunyai rasa memiliki terhadap perusahaan, kalai ia merasakan bahwa kerugian perusahaan
dirasakan sebagai kerugiannya sendiri. Bila perusahaan maju, maka hal itu diyakininya akan turut memajukan kepentingan dirinya
sendiri. Sekiranya produksi yang dicapai perusahaan turun atau merosot, disadarinya akan dapat pula menurunkan tingkat
kompensasi yang diterimanya. c. Dapat mencegah terjadinya turn over berbondong-bondong
karyawan keluar dari perusahaan SDM yang loyal pada perusahaan akan tetap bertahan dalam
perusahaan, walaupun perusahaan ini maju atau mundur. Walaupun penghasilan tidak begitu memadai karena kemampuan perusahaan
terbatas, maka ia tetap tidak ingin meninggalkan perusahaan, karena ia merasa terikat secara moral akan bekerja sebaik-baiknya.
Namun para karyawan yang tidak loyal, biasanya selalu gelisah, tidak tenang dan berusaha untuk mencari lahanperusahaan lain
yang dianggapnya dapat memberikan kompensasi yang lebih besar. d. Menjamin kesinambungan kinerja perusahaan
Tingginya loyalitas para SDM dalam suatu perusahaan, akan menahan mereka untuk tidak melakukan turn over dari perusahaan.
Loyalitas yang tinggi juga akan memberikan motivasi kerja yang tinggi kepada para SDM. Dengan demikian, mereka dengan
kesadaran sendiri selalu ingin meningkatkan prestasinya. Bila semua karyawan mempunyai loyalitas tinggi, maka kesinambungan
kinerja perusahaan dapat lebih terjamin dari waktu ke waktu. e. Menjamin tetap terpeliharanya motivasi kerja
SDM yang mempunyai loyalitas tinggi pada perusahaan biasanya akan mempunyai motivasi yang tinggi juga. Dengan kecintaan dan
kesetiaan SDM yang besar pada perusahaan, ia juga memerlukan motivasi yang begitu besar lagi untuk melakukan pekerjaan, karena
loyalitas sedha merupakan sikap mental positif bagi perusahaan. f. Dapat meningkatkan profesionalisme dan produktivitas kerja
Pembinaan loyalitas
bertujuan untuk
meningkatkan profesionalisme dan produktifitas. Dengan adanya loyalitas
karyawan dalam perusahaan, berarti seluruh SDM merasa semua hak dan kebutuhannya sudah terjamin dalam perusahaan. Jika
segala kebutuhan sudah terjamin, maka karyawan tidak tidak akan mempunyai pikiran ganda lagi dalam melakukan tugas yang
dibebankan kepadanya. Dalam kondisi seperti ini kita akan menemukan karyawan yang bersemangat, berdisiplin tinggi, dan
sekaligus mereka
berkesempatan untuk
meningkatkan
profesionalisme dan produktifitas kerja. Suasana kerja betul-betul sudah memenuhi persyaratan untuk mendukung peningkatan
profesionalisme dan produktifitas kerja bagi setiap karyawan. Dari beberapa penyataan diatas, dapat disimpulkan bahwa
loyalitas karyawan dibentuk dan dibina oleh perusahaan melalui penemuan kebutuhan kebutuan karyawan
B. Penelitian yang Relevan