Aklimatisasi dan penanganan ikan nila untuk uji bioakumulasi

1. Aklimatisasi dan penanganan ikan nila untuk uji bioakumulasi

deltametrin dalam ikan nila Perlakuan yang pertama adalah dengan melakukan aklimatisasi ikan nila selama 2 minggu pada temperatur uji. Tujuan dilakukan aklimatisasi adalah agar ikan nila dapat menyesuaikan diri dari kondisi kolam tanah ke akuarium percobaan sehingga nantinya siap untuk diberi perlakuan. Air yang digunakan untuk perlakuan adalah air sumur. Makanan untuk ikan nila yang diberikan selama penelitian ini adalah pelet yang diketahui kandungan lemak dan protein untuk menjaga agar ikan nila tetap sehat. Kandungan gizi dalam pelet yang digunakan: 30 protein, 3 lemak, dan max. 4 serat. Vitamin yang terkandung di dalamnya: vitamin A, D3, E, B1, B2, B6, B12, niacin, biotin, panthothenic, choline , dan lainnya. Jumlah makanan yang diberikan untuk tiap ikan nila adalah sebanyak 1-2 dari berat ikan nila. Makanan yang tidak dimakan oleh ikan nila setelah 30 menit harus diambil untuk menjaga agar akuarium tetap bersih. Hal ini dilakukan untuk menjaga agar konsentrasi senyawa organik serendah mungkin, karena dengan adanya karbon organik dapat membatasi bioavailabilitas dari senyawa uji. Aerator digunakan untuk menambah kadar oksigen dalam air. Variasi temperatur air tidak boleh melebihi 2ºC karena jika simpangannya besar dapat memberikan efek terhadap proses uptake ikan nila dan dapat menyebabkan ikan nila menjadi stres. Selama perlakuan, ikan nila yang mati karena sakit atau terkena efek samping pada kelompok kontrol dan kelompok perlakuan tidak boleh melebihi 10 pada akhir uji. pH air selama perlakuan uji harus antara 6,0 – 8,5. Dilakukan siklus gelap terang selama 12 jam selama perlakuan agar sesuai dengan kondisi lingkungan. Ikan nila yang digunakan berukuran 4-6 cm karena secara umum dengan menggunakan ikan dengan ukuran yang kecil akan memperpendek waktu untuk steady-state . Ikan nila yang akan digunakan harus dalam kondisi yang sehat, tidak cacad, dan tidak memiliki penyakit seperti jamur dan lainnya. Rata-rata berat ikan ditentukan dengan cara mengambil beberapa ikan nila, ditimbang dan dihitung rata- rata berat ikan nila. Pada penelitian ini rata-rata berat ikan yang digunakan adalah 1,46 gram. Setiap akuarium diisi dengan 40 L air sumur dan 10 ekor ikan nila yang telah melalui proses aklimatisasi dimasukkan ke dalamnya, ditambah decis ® deltametrin teknis dengan konsentrasi 0,17 µgL dan 0,34 µgL. Pengambilan sampel ikan nila dan air dilakukan pada hari ke-0, 1, 2, 3, 5, 7, dan 14. Sampel air kemudian akan dianalisis oleh Indriati 2013. Selama perlakuan, aerasi dilakukan dengan menggunakan aerator. Salah satu kesulitan uji akuatik adalah menjaga agar konsentrasi senyawa tetap konstan dalam air. Senyawa dapat hilang dalam air karena: i. Absorpsi dan metabolisme oleh organisme uji ii. Menguap, terdegradasi, dan teradsorpsi dari air. Sistem yang digunakan dalam penelitian ini adalah sistem statik. Dengan sistem statik, air tidak diganti selama melakukan uji. Selain metode statik, terdapat metode semistatik. Dengan sistem semistatik, air diganti pada saat tertentu umumnya setiap 24 jam. Metode ini lebih baik, lebih kompleks, dan lebih mahal karena selalu memperbaharui larutan uji dengan sistem yang kontinyu. Dengan menggunakan sistem ini, larutan uji selalu diperbaharui, sehingga konsentrasinya selalu konstan, dan dapat mencegah kontaminasi dari feses, alga, mucus, dan lainnya. Bila organisme terpapar senyawa untuk waktu yang cukup lama, konsentrasi steady-state akan dicapai dalam jaringan. Karena metode semistatik lebih kompleks dan lebih mahal maka dalam penelitian ini digunakan metode statis Walker, Hopkin, Sibly, and Peakall, 2001. 2. Penetapan kadar deltametrin dalam ikan nila Ikan nila yang diambil selama proses pengambilan sampel kemudian ditimbang dan dibunuh kemudian dimasukkan ke dalam gelas bekker. Setelah itu sampel ikan nila dihaluskan dan direndam menggunakan aseton + heksan untuk menarik lemak agar keluar dari ikan nila. Penambahan Na 2 SO 4 anhidrat adalah untuk menarik air yang terkandung dalam sampel ikan nila agar tidak mengganggu proses ekstraksi. Penggunaan aseton + heksan untuk menarik lemak dan deltametrin. Kemudian sampel ikan nila diekstraksi lagi menggunakan diklorometan untuk menarik deltametrin yang masih tertinggal di dalam sampel tersebut. Penambahan NaCl bertujuan untuk mengurangi afinitas aseton terhadap air, sehingga aseton dapat terpisah dari air dan bergabung dengan n-heksan dan diklorometan. Hal ini perlu dilakukan karena diklorometan memiliki kelarutan yang tinggi di dalam aseton, sehingga bila masih ada aseton yang terikat bersama air, maka ada deltametrin yang tidak ikut terekstraksi. Tahap selanjutnya adalah penyaringan melewati natrium sulfat anhidrat yang berguna untuk menghilangkan partikel pengotor, sekaligus untuk mengurangi kandungan air dalam campuran pelarut n-heksan : aseton : diklorometan. Kandungan air harus dihilangkan karena dapat mengganggu proses clean-up , dimana jika terdapat air, maka fase diam karbon yang digunakan menjadi tidak aktif dan tidak dapat menjerap deltametrin. Pembilasan bertujuan untuk mengeluarkan lemak maupun deltametrin maupun lemak yang masih tertinggal di dalam corong. Filtrat yang didapat kemudian diuapkan menggunakan bantuan gas nitrogen karena gas nitrogen bersifat inert. Residu lemak yang diperoleh kemudian ditimbang sehingga diketahui berapa gram lemak yang terkandung dalam tiap ikan nila. Tahap selanjutnya adalah clean up . Tujuan clean up adalah untuk mengurangi senyawa-senyawa selain analit yang ikut terekstraksi ko-ekstraktan karena ko-ekstraktan dapat mengganggu proses determinasi analit, dalam hal ini adalah deltametrin. Kolom kaca diisi glasswool untuk menahan fase diam, kolom dialiri aseton untuk membersihkan dari pengotor yang bersifat polar maupun non polar agar ketika digunakan sudah dalam keadaan bersih. Fase diam karbon dapat menjerap deltametrin karena karbon cocok digunakan untuk menjerap senyawa non polar selain itu karbon memiliki kemampuan untuk mengadsorpsi yang kuat sehingga dapat menahan senyawa agar tidak ikut terelusi keluar. Residu lemak dilarutkan dalam sedikit petroleum eter karena residu lemak dapat larut dalam petroleum eter. Petroleum eter digunakan sebagai fase gerak pertama untuk mengelusi ko-ekstraktan termasuk lemak ikan nila sehingga saat deltametrin dielusi keluar tidak banyak ko-ekstraktan yang mengganggu. Lemak harus dibersihkan karena bila saat sampel disuntikkan ke dalam GC dan masih terdapat lemak ikan nila, maka lemak tersebut dapat melapisi kolom Cp-sil 5 sehingga deltametrin tidak dapat terikat dengan baik di fase diam. Digunakan aseton untuk mengelusi deltametrin keluar dari kolom karena deltametrin memiliki kelarutan yang tinggi di dalam aseton. Aseton kemudian diuapkan dengan bantuan gas nitrogen. Berdasarkan hasil yang diperoleh, pada hari ke-0, 1, 2, dan 3 tidak terdapat deltametrin dalam ikan nila yang dianalisis baik pada Decis ® konsentrasi 1 0,17 µgL maupun pada Decis ® konsentrasi 2 0,34 µgL. Akumulasi deltametrin mulai terlihat pada hari ke-5, 7, dan 14 untuk kedua konsentrasi seperti yang terlihat pada Gambar 20. Dari hasil tersebut terlihat bahwa terjadi akumulasi deltametrin dalam ikan nila, karena dari hari ke-5, 7, dan 14 terjadi peningkatan jumlah deltametrin dalam ikan nila yang dianalisis. Gambar 20. Kurva bioakumulasi deltametrin dalam ikan nila Untuk mengetahui laju bioakumulasi deltametrin dalam ikan nila, maka diplotkan antara ln konsentrasi deltametrin vs hari. Hasil yang diperoleh adalah sebagai berikut. -1 1 2 3 4 5 6 7 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 C d e lta m e tr in n g g i k a n Hari Konsentrasi 1 Konsentrasi 2 Kontrol Gambar 21. Kurva laju bioakumulasi deltametrin dalam ikan nila konsentrasi 0,17 µgL Gambar 22. Kurva laju bioakumulasi deltametrin dalam ikan nila konsentrasi 0,34 µgL Dari hasil di atas didapatkan laju bioakumulasi deltametrin dalam ikan nila berturut-turut adalah 0,07 dan 0,15 nghari untuk konsentrasi 0,17 µgL dan 0,34 µgL. Karena kurva ln rata-rata kadar deltametrin vs hari terdiri dari 2 fase, maka y = 0,073x - 0,505 -0.4 -0.2 0.2 0.4 0.6 0.8 2 4 6 8 10 12 14 16 ln r at a -r at a k ad ar d e ltam e tr in n g g i k an Hari y = 0,147x - 0,173 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.2 1.4 1.6 1.8 2 2 4 6 8 10 12 14 16 ln r at a -r at a k ad ar d e ltam e tr in n g g i k an Hari yang digunakan untuk menentukan laju bioakumulasi adalah fase kedua yang dimulai dari hari ke-3, 5, 7, dan 14. Insang memegang peranan penting dalam proses uptake suatu senyawa yang larut dalam air karena sebagian besar proses uptake yang dilakukan oleh ikan terjadi melalui insang. Pada insang terdapat banyak pembuluh darah yang sangat halus dan dialiri darah terus menerus sehingga memungkinkan proses uptake senyawa melalui insang sangat efektif. Karakteristik ini sangat berguna dalam proses pernafasan ikan maupun proses osmoregulasi serta kesetimbangan asam- basa pada ikan Evans et al. ,2005. Pada proses pernafasan ikan, oksigen yang larut dalam air akan difiltrasi oleh insang dan masuk ke aliran darah dengan menembus suatu membran biologis. Demikian juga deltametrin yang larut dalam air akan di uptake oleh isang sehingga teradsorbsi pada insang serta mampu menembus membrane biologis sehingga senyawa tersebut dapat masuk ke dalam aliran darah ikan dan terdistribusi dalam tubuh ikan tersebut. Selanjutnya, deltametrin yang telah berada dalam insang akan mengalami difusi pasif menembus membran biologis yang membatasi insang dengan pembuluh darah dalam insang sehingga masuk ke dalam aliran darah dan mengalami distribusi lebih lanjut dalam tubuh ikan. Kemampuan suatu senyawa menembus membran biologis dipengaruhi oleh nilai K ow , dimana semakin besar nilai K ow maka akan semakin mudah menembus membran tersebut Hodgson, 2004. Deltametrin memiliki nilai log K ow 4,6 sedangkan lemak ikan nila memiliki rentang log K ow 4,6 – 10,89 sehingga berdasarkan prinsip like dissolve like deltametrin dapat terakumulasi dalam lemak ikan nila. Lemak merupakan tempat akumulasi senyawa kimia organik, setelah senyawa tersebut masuk ke dalam organisme. Besarnya akumulasi suatu senyawa organik dalam lemak umumnya tergantung pada nilai K ow dan jumlah lemak dalam organisme tersebut Leeuwen dan Hermens, 1995. Bioakumulasi didefiniskan sebagai proses akumulasi senyawa secara langsung dari lingkungan abiotik contohnya air, udara, tanah dan dari sumber makanan pada organisme. Tempat uptake senyawa yang utama adalah membrane paru, insang, dan saluran cerna Hodgson, 2004. Kecepatan suatu senyawa dapat terakumulasi dari lingkungan ke dalam organisme akuatik tergantung pada kandungan lemak organisme tersebut, dimana lemak adalah tempat penyimpanan utama senyawa tersebut Hodgson, 2004. Menurut Muchiri 2006 kandungan lemak pada ikan nila berkisar antara 1,5-3 tergantung pada makanan yang dikonsumsi. Rata-rata berat ikan yang digunakan dalam penelitian ini adalah 1,46 gram dengan berat lemak rata-rata yang diperoleh adalah 0,0315 gram sehingga lemak pada ikan nila yang diperoleh adalah 2,15. Menurut Organization for Economic Co-operation and Development 2002 senyawa yang memiliki nilai log K ow lebih besar dari 3 mempunyai kemungkinan terjadinya akumulasi. Deltametrin memiliki nilai log K ow sebesar 4,6. Dari hasil penelitian yang diperoleh menunjukkan bahwa terjadi akumulasi deltametrin dalam ikan nila. Laju bioakumulasi deltametrin dalam ikan nila pada konsentrasi 0,17 µgL dan 0,34 µgL berturut-turut adalah 0,07 dan 0,15 nghari.

C. Karakterisasi Resiko Asupan Deltametrin Melalui Ikan Nila