b Sa
LOD
3
adalah sebesar 95 . Untuk meningkatkan nilai Confidence dari 95 menjadi 100 maka dilakukan penambahan daerah overlapping Gambar 15. sebesar
0,3 kedalam rumus LOD menjadi : ��� = 3,3 �
�
Nilai S
a
standar deviasi
intercept
kurva baku diperoleh dengan menggunakan program
Powerfit Utrech University Faculteit Scheikunde
dengan memplotkan konsentrasi teoritis dengan rasio luas puncak deltametrinDCB. Dari
hasil perhitungan diperoleh nilai LOD sebesar 6,70 ngmL dan 17,81 ngmL. diperoleh dua nilai LOD karena saat validasi dan penetapan kadar menggunakan
gas pembawa gas N
2
dari tabung yang berbeda, yang ternyata mempengaruhi sensitivitas instrumen GC.
Kesimpulan dari uji kesesuaian sistem berdasarkan hasil di atas adalah bahwa GC-ECD dapat digunakan untuk analisis deltametrin dalam ikan nila.
2. Preparasi sampel ikan nila
a. Ekstraksi deltametrin dalam ikan nila. Berdasarkan Noegrohati
1991 ekstraksi multi residu dalam jaringan lemak ikan dimaserasi dengan heksan : aseton 1:1 dan didiamkan selama 1 malam agar lemak ikan dan deltametrin dapat
keluar dari jaringan ikan. b.
Optimasi jenis fase diam dan fase gerak untuk
clean-up.
Optimasi
clean-up
yang dilakukan meliputi optimasi fase diam dan optimasi volume fase gerak. Fase diam yang akan dioptimasi adalah alumina dan karbon.
Pemilihan fase diam dan fase gerak dilakukan untuk mendapatkan sistem yang dapat memisahkan deltametrin dengan ko-ekstraktan dengan baik. Ko-
ekstraktan adalah senyawa-senyawa selain analit yang ikut terekstraksi selama proses ekstraksi. Ko-esktraktan perlu dipisahkan karena dapat mengganggu pada
saat determinasi analit. b.1. Optimasi fase diam untuk
clean-up
ekstrak ikan nila. Fase diam yang digunakan dalam optimasi pada penelitian ini adalah
alumina dan karbon. Menurut Anonim 1997, untuk
clean up
deltametrin menggunakan fase diam alumina. Fase gerak yang digunakan adalah heksan,
petroleum eter, diklorometan, etil asetat, dan aseton. Sebelum digunakan, alumina diaktifkan terlebih dengan memanaskannya di dalam oven selama 2 jam dengan
suhu 100°C. Saat menggunakan fase gerak heksan dan petroleum eter, baik lemak ikan nila maupun deltametrin kemungkinan terikat dalam alumina hal ini ditandai
dengan eluen yang jernih dan pada alumina masih terlihat warna kekuningan dari lemak ikan nila. Saat mengunakan fase gerak diklorometan, etil asetat, dan aseton
lemak ikan nila ikut terelusi dan kemungkinan terelusi bersama dengan deltametrin. Hal ini menunjukkan bahwa alumina tidak dapat digunakan untuk proses
clean up
karena alumina tidak dapat memisahkan matriks lemak ikan nila dengan deltametrin karena lemak ikan nila dan deltametrin memiliki sifat yang mirip. Oleh
karena itu perlu menggunakan fase diam lain yang dapat memisahkan lemak ikan nila dan deltametrin dengan baik.
Fase diam kedua yang digunakan adalah karbon. Karbon dapat digunakan karena sifatnya non polar dan memiliki kemampuan mengadsorpsi yang kuat untuk
senyawa-senyawa non polar dan deltametrin bersifat non polar sehingga karbon dapat menjerap deltametrin dan tidak ikut terelusi pada saat mengelusi lemak ikan
nila menggunakan petroleum eter. Pada penelitian ini digunakan 2 macam karbon, yaitu karbon yang diaktifkan dan karbon yang tidak diaktifkan.
Sebelum digunakan, karbon diaktifkan dengan cara dipanaskan di dalam oven pada suhu 100°C selama 2 jam. Karbon harus diaktifkan terlebih dahulu
karena jika karbon terkena lembab maka dapat mengurangi kemampuannya untuk menjerap analit. Oleh karena itu perlu adanya perbandingan kemampuan
memisahkan lemak dengan deltametrin pada karbon yang diaktifkan terhadap karbon yang tidak diaktifkan. Fase diam yang digunakan adalah karbon:natrium
sulfat anhidrat. Dielusi bertahap dengan menggunakan petroleum eter sebagai fase gerak pertama, aseton sebagai fase gerak kedua. Standar deltametrin langsung
dimasukkan ke dalam kolom, tanpa matriks lemak ikan nila karena ingin melihat perbedaan antara karbon yang tidak diaktifkan dengan karbon yang telah diaktifkan.
Jumlah standar deltametrin yang dimasukkan ke dalam kolom adalah 257,5 ng diambil 10 µ L dari standar stok A dengan C = 2,575 x 10
-2
µgµL.
Gambar 16. Perbandingan hasil
recovery
deltametrin menggunakan karbon aktif 250 mg dan karbon nonaktif 250 mg
Dari hasil yang ditunjukkan pada Gambar 16. dapat dilihat bahwa baik pada karbon yang diaktifkan maupun karbon yang tidak diaktifkan pada fraksi
petroleum eter 15 mL tidak terdapat puncak deltametrin, artinya deltametrin tetap terjerap pada karbon. Petroleum eter digunakan untuk mengelusi lemak ikan nila
terlihat dari petroleum eter yang berwarna agak kekuningan dan ko-ekstraktan yang dapat mengganggu determinasi deltametrin.
Pada saat menggunakan karbon yang telah diaktifkan, pada fraksi aseton pertama, kedua, dan ketiga tidak terdapat puncak deltametrin, dan puncak
deltametrin baru terlihat pada fraksi aseton keempat, tetapi puncak yang terlihat sangat kecil. Hal ini menunjukkan bahwa menggunakan 45 mL aseton masih
banyak deltametrin yang terjerap pada karbon yang telah diaktifkan. Oleh karena itu, untuk mengelusi deltametrin dari fase diam dibutuhkan volume aseton yang
lebih banyak lagi.
100
5,11 9,31
6,09 Baku
deltametrin p.e 15 mL
aseton 15 mL
aseton + 10 mL
aseton + 10 mL
aseton + 10 mL
Karbon aktif Baku deltametrin
Karbon
Pada saat menggunakan karbon yang tidak diaktifkan, puncak deltametrin tidak muncul pada fraksi aseton I, tetapi muncul pada fraksi aseton II, III, dan IV
seperti yang terlihat pada Gambar 16. Rasio AUC deltametrinDCB pada fraksi aseton kedua adalah 0,12, rasio AUC deltametrinDCB pada fraksi aseton ketiga
adalah 0,21, dan rasio AUC deltametrinDCB pada fraksi aseton keempat adalah 0,14. Sedangkan rasio AUC deltametrinDCB standar deltametrin adalah 2,27.
Apabila hasil recovery dari fraksi aseton II, III, dan IV dibandingkan dengan standar, diperoleh nilai
recovery
sebesar 20,51 yang menunjukkan bahwa masih ada deltametrin yang terjerap pada fase diam karbon yang tidak diaktifkan. Oleh
karena itu, untuk mengelusi deltametrin yang masih terjerap pada karbon yang tidak diaktifkan volume aseton harus ditambah atau jumlah karbon yang digunakan
dikurangi. Karena penggunaan volume elusi dalam jumlah yang besar kurang efisien, maka kapasitas fase diam perlu dikurangi dengan mengurangi berat fase
diam yang digunakan agar volume elusi yang dibutuhkan lebih sedikit. b.2. Optimasi fase gerak untuk
clean-up
ekstrak ikan nila. Optimasi dilanjutkan menggunkan fase diam yang lebih sedikit, yaitu:
karbon aktif : natrium sulfat anhidrat. Kolom dielusi bertahap dengan menggunakan petroleum eter untuk mengelusi lemak ikan nila dan aseton sebagai fase gerak
kedua. Pada tahap ini dilakukan adisi, yaitu adisi baku deltametrin sebelum proses
clean-up
, dan adisi baku deltametrin sebelum proses ekstraksi. Untuk mengetahui efisiensi
clean-up
dilakukan dengan memasukkan standar deltametrin langsung ke dalam kolom. Adisi ini dilakukan dengan tujuan untuk melihat apakah proses
ekstraksi dan
clean up
yang dilakukan sudah baik atau belum. Jumlah adisi baku deltametrin adalah 257,5 ng.
Gambar 17. Hasil recovery adisi baku deltametrin 257,5 ng sebelum
clean-up
dan sebelum ekstraksi menggunakan fase diam karbon : natrium sulfat 0,4 g
Hasil yang diperoleh ditunjukkan oleh Gambar 17. menunjukkan bahwa baik pada adisi sebelum
clean-up
maupun adisi sebelum ekstraksi
recovery
yang didapatkan berturut-turut adalah 117,70 dan 110,29. Tetapi efisiensi ekstraksi tidak
dapat ditetapkan karena perbedaan
recovery
adisi sebelum
clean-up
dan sebelum ekstraksi tidak dapat dibedakan. Sehingga dapat dikatakan bahwa proses ekstraksi
dan
clean-up
yang dilakukan sudah cukup baik. Pada fraksi aseton kedua 10 mL tidak terdapat puncak deltametrin baik
pada adisi sebelum ekstraksi maupun adisi sebelum
clean
up sehingga dapat disimpulkan bahwa fase gerak aseton yang digunakan cukup 15 mL.
Untuk mengetahui apakah proses ekstraksi dan
clean-up
yang dilakukan sudah cukup baik, maka dilakukan perbandingan kromatogram standar baku
100
22,86 117,20
110,29
aseton 15 mL aseton + 10 mL aseton 15 mL aseton + 10 mL Baku
deltametrin Clean-up baku
adisi sebelum clean up adisi sebelum ekstraksi
deltametrin dan kromatogram deltametrin dalam matriks ikan nila yang telah melalui proses ekstraksi dan
clean-up
.
1
2
Gambar 18. Perbandingan kromatogram 1 = standar baku deltametrin, 2 = deltametrin dalam matriks ikan nila yang telah melalui
proses ekstraksi dan
clean-up
Pada kromatogram yang ditunjukkan oleh Gambar 18 1 dan 2. dapat dilihat bahwa kromatogram deltametrin dalam matriks ikan nila yang telah melalui
Deltametrin DCB
Deltametrin DCB
proses ekstraksi dan
clean-up
menghasilkan banyak puncak, tetapi puncak-puncak tersebut tidak mengganggu puncak standar internal DCB dan puncak deltametrin
artinya proses
clean-up
yang dilakukan sudah cukup baik sehingga dapat menghilangkan lemak ikan nila yang dapat mengganggu determinasi.
3. Validasi Metode Analisis Deltametrin dalam Ikan Nila