BAB III METODE PENELITIAN
3.1. Definisi Operasional dan Pengukurannya
Definisi operasional merupakan suatu konsep pengukuran variable- variabel penelitian. Pengukuran variable-variabel penelitian dapat dijelaskan
dengan menggunakan indicator-indikator variable penelitian. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian deskriptif dengan
data kuantitatif. Penelitian menggunakan tipe penelitian deskriptif untuk menjelaskan dan menggambarkan kondisi obyek penelitian yang selanjutnya
ditarik kesimpulan sebagai suatu cirri dari gambaran tentang kondisi obyek penelitian Krisyantono, 2006:60. Jenis penelitian deskriptif bertujuan membuat
deskripsi penelitian yang sistematis, melukis fakta atau karakteristik populasi tertentu atau bidang tertentu secara factual dan cermat Krisyantono, 2006:69
Dalam pokok penelitian difokuskan pada objektifitas pemberitaan bonek yang melakukan laga tanding pada 23 januari yang dimuat surat kabar Jawa Pos
pada edisi 24 januari sampai 30 januari Untuk lebih jelasnya pengukuran dan variable penelitian adalah sebagai berikut:
1. Objektivitas berita
Objektifitas berita merupakan suatu keadaan berita yang disajikan secara utuh dan tidak bersifat memihak salah satu sumber berita, dan bertujuan untuk
memberikan informasi dan pengetahuan kepada khalayak. Objektifitas berita ini diukur berdasarkan indicator sebagai berikut:
C. Faktual
Untuk mrenilai faktual atau tidaknya, nilai factual ini dapat dilihat dari dua aspek berikut ini:
3. Akurasi
Akurasi pemberitaan yaitu kejujuran dalam pemberitaan, menunjukkan ketepatan dalam menyajikan suatu pemberitaan. Akurasi ini dilihat dari dua
kategori : b.
Kesesuaian judul dengan isi berita. Ini menyangkut aspek relevansi, yaitu kalimat judul utama bukan subjudul merupakan bagian dari kalimat yang
sama pada isi berita atau kutipan yang jelas-jelas ada dalam isi berita. Dengan demikian ada dua kategori, yaitu :
3 Sesuai, yaitu bila judul berita merupakan bagian dari kalimat yang sama
pada isi berita atau kutipan yang jelas-jelas ada pada berita. 4
Tidak sesuai, bila judul berita bukan merupakan bagian dari kalimat yang sama pada isi berita atau bukan bagian dari kutipan yang jelas-jelas nada
pasa isi berita. b.
Pencantuman waktu terjadinya peliputan yang dilakukan wartawan saat menggali informasi. Hal ini sangat penting dalam menunjang akurasi suatu
pemberitaan. Ini untuk melihat akurasi fakta atau opini. Dengan demikian ada dua kategori, yaitu :
1 Mencantumkan waktu, yaitubila berita mencantumkan waktu, tanggal, kata-
kata atau pernyataan tentang waktu atau keduanya. 2
Tidak mencantumkan waktu, yaitu bila berita tidak mencantumkan waktu, tanggal, kata-kata atau pernyataan tentang waktu atau keduanya.
4. Validitas
Validitas ini dilihat dari dua hal, diantaranya adalah : c.
Atribusi, pencantuman sumber berita secara jelas baik identitas maupun dalam upaya konfirmasi atau cek dan ricek. Ada dua kategori, yaitu :
3 Sumber berita jelas, apabila dalam berita dicantumkan identitas sumber
berita, seperti : nama, pekerjaan atau sesuatu yang memungkinkan untuk dikonfirmasi.
4 Sumber berita tidak jelas, apabila dalam berita tidak dicantumkan identitas
sumber berita, seperti : nama, pekerjaan atau sesuatu yang memungkinkan untuk dikonfirmasi.
d. Kompetensi pihak yang dijadikan sumber berita, apakah berasal dari sumber
berita yang menguasai persoalan atau hanya sekedar kedekatannya dengan media yang bersangkutanatau karena jabatannya. Berita dikatakan valid
apabila berasal dari pelaku langsung atau sumber berita yang berkompeten. Ada dua kategori, yaitu :
3 Pelaku langsung atau sumber yang berkompeten, bila peristiwa yang
diberitakan merupakan hasil wawancara wartawan dengan sumber berita yang mengalami langsung peristiwa tersebut pelaku langsung interaksi
social atau sumber berita yang berkompeten untuk memberikan keterangan, misalnya : saksi mata, pelaku, korban, keluarga pelaku, keluarga korban.
4 Bukan pelaku langsung, bila peristiwa yang diberitakan merupakan hasil
wawancara wartawan dengan sumber berita yang tidak mengetahui dengan pasti peristiwa tersebut atau tidak mengalami langsung peristiwa tersebut
serta tidak berkompeten dalam memberikan informasi lalu menjadi sumber berita, misalnya : petugas humas, juru bicara, masyarakat yang tidak berada
di lokasi. D.
Imparsialitas Dimensi imparsialitas terdiri dari aspek:
a. Keseimbangan Fairnes
Keseimbangan dalam penyajian bentuk penulisan berita dikaitkan dengan sumber berita yang digunakan. Menyajikan dua atau lebih gagasan atau
pihak-pihak yang berlawanan secara bersamaan dalam topic bahasan berita yang sama. Dilihat dengan pemunculan dua pihak yang berlawanan atau
porsi dari sumber berita yang digunakan dapat memperlihatkan keseimbangan yang disajikan, yaitu :
3 Seimbang, apabila masing-masing pihak yang diberitakan diberi porsi yang
sama sebagai sumber berita, dilihat dari jumlah sumber beritanya. 4
Tidak seimbang, apabila pihak-pihak yang berkepentingan tidak diberi porsi yang sama sebagai sumber berita, dilihat dari jumlah sumber beritanya.
b. Netralitas
Netralitas ini dilihat dari beberapa hal, antara lain :
d Ada tidaknya pencampuran antara fakta dan opini. Dalam hal ini dikatakan
berita terdapat pencampuran antara fakta dan opini apabila dalam pemberitaan terdapat kata opinionative, seperti : tampaknya, diperkirakan,
seakan-akan, terkesan, seolah, agaknya, dan kata-kata opinionative lainnya. e
Dramatis, adalah penyajian fakta secara tidak proporsional sehingga menimbulkan kesan berlebihan simpati, senang, jengkel, ngeri, antipati,
dan sebagainya. Ada dua kategori, yaitu : 3.
Berita mengalami dramatisasi apabila dalam pemberitaan terdapat kata yang mampu memunculkan kesan berlenbihan.
4. Berita tidak mengalami dramatisasi apabila dalam pemberitaan tidak
terdapat kata yang mampu memunculkan kesan berlenbihan. f
Penghakiman, adanya penyajian fakta yang disertai oleh penghakiman wartawan terhadap pihak tertentu yang terlibat dalam sengketa.
3.2. Unit Analisis