42
BAB III METODE PENELITIAN
A. Jenis dan Sumber Data
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi kasus dengan menggunakan metode kuantitatif. Di dalam penelitian kuantitatif
menggunakan beberapa rasio keuangan, yaitu: rasio kemandirian keuangan daerah, rasio derajat desentralisasi fiskal, rasio indeks kemampuan rutin, rasio
keserasian, rasio pertumbuhan. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data
sekunder. Data primer diperoleh bersumber dari hasil wawancara, sedangkan data sekunder berasal data keuangan APBD Kota Yogyakarta Kabupaten
Sleman.
B. Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari-Mei 2015. Penelitian dilaksanakan di Kota Yogyakarta Kabupaten Sleman dengan memperoleh
data melalui DPKAD Dinas Pendapatan,Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah Kabupaten Sleman, dan BPSBadan Pusat Statistik Kabupaten
Sleman.
C. Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data dalam penelitian dilakukan dengan cara sebagai berikut: 1.Metode Dokumentasi
Pencatatan, pengumpulan dan pengelompokan data berkaitan dengan permasalahan penelitian dari sumber data sekunder.
2. Observasi Mengadakan tinjauan secara langsung terhadap objek penelitian dengan
cara mengamati, meneliti dan mempelajari tentang data-data sekunder dari APBD Kota Yogyakarta Kabupaten Sleman Periode 2010-2014.
D. Teknik analisis Data
1. Untuk menjawab permasalahan yang pertama dilakukan dengan menghitung rasio sebagai berikut:
a. Rasio Kemampuan Keuangan Daerah yang terdiri dari Rasio Kemandirian Keuangan Daerah yaitu pendapatan asli daerah
dibandingkan dengan pendapatan daerah yang berasal dari sumber lain pihak ekstern,
Rumus yang digunakan untuk menghitung tingkat kemandirian daerah adalah
Tingkat Kemandirian Daerah =
X100 Rasio kemandirian daerah menggambarkan ketergantungan daerah
terhadap sumber dana di luar PAD. Selain itu, rasio kemandirian daerah
juga menggambarkan tingkat partisipasi masyarakat dalam pembangunan daerah.
Pola hubungan daerah menurut Paul Hersey dan Kenneth Blanchard dalam Halim 2002:169 mengemukakan pola hubungan antara
pemerintah pusat dan daerah dalam pelaksanaan otonomi daerah. 1 Pola Hubungan Instruktif, peranan pemerintah pusat lebih dominan
dari pada kemandirian pemerintah daerah daerah yang tidak mampu melaksanakan otonomi daerah
2 Pola Hubungan Konsultatif, campur tangan pemerintah pusat sudah mulai berkurang, karena daerah dianggap sedikit lebih mampu
melaksanakan otonomi. 3 Pola Hubungan Partisipatif, peranan pemerintah pusat semakin
berkurang, mengingat daerah yang bersangkutan tingkat kemandiriannya mendekati mampu melaksanakan urusan otonomi.
4 Pola Hubungan Delegatif, campur tangan pemerintah pusat sudah tidak ada karena daerah telah benar-benar mampu dan mandiri dalam
melaksanakan urusan otonomi daerah. Bertolak dari teori tersebut, karena adanya potensi sumber daya alam dan sumber daya manusia yang
berbeda, akan terjadi pula perbedaan pola hubungan dan tingkat kemandirian antar daerah.