Metode Penulisan Gambaran Umum Paroki St. Theresia Lisieux Boro

5 TANGGUH, DAN MISIONER DI ZAMAN SEKARANG ” adalah sebagai berikut: 1. Menambah wawasan yang lebih mendalam bagi penulis tentang karya misi Rm. Johannes Baptist Prennthaler SJ dan pengembangan iman cerdas, tangguh, dan misioner. 2. Memberikan sumbangan pemikiran dan pertimbangan bagi Dewan Paroki St. Theresia Lisieux Boro dalam merencanakan dan menyelenggarakan kegiatan untuk membantu umat dalam mengembangkan iman yang cerdas, tangguh, dan misioner. 3. Memberikan sumbangan pemikiran bagi para pemandu lingkungan di Paroki St. Theresia Lisieux Boro tentang katekese model Shared Christian Praxis SCP. 4. Memberikan sumbangan pemikiran bagi umat Paroki St. Theresia Lisieux Boro dalam mengembangkan iman cerdas, tangguh, dan misioner dengan meneladani Rm. Johannes Baptist Prennthaler SJ.

E. Metode Penulisan

Metode yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah metode deskriptif kualitatif, dimana dalam penulisan skripsi ini penulis mengumpulkan data dengan melakukan wawancara kepada romo paroki dan beberapa umat yang dianggap mengetahui banyak tentang karya misi Rm. Johannes Baptist Prennthaler SJ dan melalui studi pustaka dari buku-buku dan situasi konkrit kehidupan umat di Paroki St. Theresia Lisieux Boro. 6

F. Sistematika Penulisan

Sebagai gambaran umum tentang hal-hal yang akan dibahas di dalam penulisan skripsi ini, berikut adalah sistematika penulisan skripsi dengan judul “PERANAN KARYA MISI ROMO JOHANNES BAPTIST PRENNTHALER SJ BAGI UMAT PAROKI SANTA THERESIA LISIEUX BORO, KULONPROGO, DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA DALAM RELEVANSINYA MENGEMBANGKAN IMAN YANG CERDAS, TANGGUH, DAN MISIONER DI ZAMAN SEKARANG ”: Bab I menguraikan tentang latar belakang, rumusan masalah, tujuan penulisan, manfaat penulisan, metode penulisan dan sistematika penulisan. Bab II menguraikan gambaran umum Paroki St. Theresia Lisieux Boro, hasil wawancara tentang pemahaman dan kegiatan umat dalam mengembangkan iman yang cerdas, tangguh, dan misioner, dan rangkuman permasalahan yang muncul dalam pengembangan iman cerdas, tangguh, dan misioner. Bab III menguraikan tentang karya misi Rm. Johannes Baptist Prennthaler SJ, ARDAS KAS 2016-2020, arti iman yang cerdas, tangguh, dan misioner, serta relevansi karya misi Rm. Johannes Baptist Prennthaler SJ. Karya misi Rm. Johannes Baptist Prennthaler SJ mencakup situasi umum tempat karya, sejarah karya misi, tujuan karya misi dan hasil karya misi Rm. Johannes Baptist Prennthaler SJ. ARDAS KAS 2016-2020 mencakup sejarah dan perkembangan ARDAS KAS dari ARDAS pertama hingga ARDAS terakhir. Arti iman cerdas, tangguh, dan misioner mencakup pengertian iman cerdas, iman tangguh, iman misioner dan relevansi karya misi Rm. Johannes Baptist Prennthaler SJ bagi pengembangan iman yang cerdas, tangguh, dan misioner. 7 Bab IV menguraikan tentang usulan program katekese untuk mendalami karya misi Rm. Johannes Baptist Prennthaler SJ dalam rangka pengembangan iman cerdas, tangguh, dan misioner yang mencakup latar belakang usulan katekese, alasan pemilihan tema, tema dan tujuan, penjabaran program katekese, petunjuk pelaksanaan program dan contoh pelaksanaan program. Bab V berisi kesimpulan dan saran dari penulis berkaitan dengan usaha untuk mengembangkan iman yang cerdas, tangguh, dan misioner dengan inspirasi Rm. Johannes Baptist Prennthlaer SJ di Paroki St. Theresia Lisieux Boro.

BAB II KEGIATAN UMAT PAROKI SANTA THERESIA LISIEUX BORO

UNTUK MENGEMBANGKAN IMAN YANG CERDAS, TANGGUH, DAN MISIONER DENGAN INSPIRASI DARI KARYA MISI ROMO JOHANNES BAPTIST PRENNTHALER SJ Iman yang cerdas, tangguh dan misioner adalah cita-cita dari gerakan formatio iman berjenjang yang sedang digalakkan di Keuskupan Agung Semarang. Paroki St. Theresia Lisieux Boro sebagai bagian dari Gereja Keuskupan Agung Semarang menyambut gerakan pastoral formatio iman berjenjang dan Arah Dasar Keuskupan Agung Semarang 2016-2020 dengan berbagai kegiatan. Kegiatan yang dirancang oleh dewan paroki dimaksudkan untuk membantu umat dalam mengembangkan iman yang cerdas, tangguh, dan misioner. Dewan paroki menyusun kegiatan berdasarkan prioritas pastoral dengan melihat situasi dan kondisi umat Paroki St. Theresia Lisieux Boro. Selain itu, kegiatan-kegiatan di Paroki St. Theresia Lisieux Boro didasari oleh ARDAS KAS 2016-2020 dan terinspirasi dari karya-karya Rm. Johannes Baptist Prennthaler SJ sebagai cikal bakal lahirnya paroki, serta St. Theresia Lisieux sebagai pelindung paroki.

A. Gambaran Umum Paroki St. Theresia Lisieux Boro

Paroki St. Theresia Lisieux Boro merupakan salah satu paroki di bawah Keuskupan Agung Semarang yang terletak di Kevikepan Yogyakarta. Perjalanan sejarah Paroki St. Theresia Lisieux Boro tidak terpisah dari sejarah kekatolikan di 9 Jawa. Iman katolik di Jawa mulai tumbuh dan berkembang setelah peristiwa pembaptisan sebanyak 171 orang di Sendang Sono oleh Rm. Fr. Van Lith SJ pada 1904 Hardawiryana, 2002: 50. Karya penggembalaan Rm. Fr. Van Lith SJ di Kalibawang dilanjutkan oleh Rm. Johannes Baptist Prennthaler SJ seorang misionaris Jesuit dari Austria. Karya misi Rm. Johannes Baptist Prennthaler SJ meliputi karya pewartaan iman, sosial, kesehatan dan perekonomian. Perjuangan umat di Kalibawang bersama Rm. Johannes Baptist Prennthaler SJ membuahkan hasil yang melimpah, yaitu Paroki St. Theresia Lisieux Boro yang diresmikan pada 1956 Budi Purwantoro, 2012: 163. Pada saat ini, Gereja St. Theresia Lisieux Boro telah berusia 89 tahun yang dihitung berdasarkan misa perdana yang dilakukan oleh Rm. Johannes Baptist Prennthaler SJ di Jurang Depok pada 1927. Tentu situasi dan kondisi Paroki St. Theresia Lisieux Boro sudah berubah dari awal karya misi Rm. Johannes Baptist Prennthaler SJ, baik dari situasi umat dan karya penggembalaan.

1. Sejarah dan Perkembangan Paroki St. Theresia Lisieux Boro

Sebelum menjadi Paroki St. Theresia Lisieux Boro, Stasi Boro merupakan stasi dari Paroki Muntilan yang dilayani oleh Rm. Fr. Van Lith SJ. Pada 1923 Kalibawang ditetapkan sebagai stasi dari Paroki Mendut. Pelayanan kepada umat dilakukan melalui kunjungan keluarga oleh Rm. Johannes Baptist Prennthaler SJ. Setiap hari Sabtu dan Minggu, umat di Kalibawang pergi ke Mendut untuk merayakan Ekaristi. Pada 1927 Rm. Johannes Baptist Prennthaler SJ mengadakan misa pertama di Desa Jurang Depok bersama lima orang. Dalam memperingati 25 tahun pembaptisan Sendang Sono, Rm. Johannes Baptist Prennthaler SJ mengajak 10 umat untuk membangun gua Maria di Sendang Sono, dan pada 8 Desember 1929 Gua Maria Lourdes Sendang Sono diberkati Tim Buku Kenangan 80 Tahun Paroki Boro, 2007: 1. Sejak 24 April 1930 Rm. Johannes Baptist Prennthaler SJ dan Rm. F.X. Satiman SJ menetap di Boro. Desa Boro dipilih sebagai pusat karya misi untuk daerah Kalibawang. Hal ini menjadikan jumlah umat semakin bertambah. Untuk dapat menampung jumlah umat yang terus bertambah, Rm. Johannes Baptist Prennthaler SJ menggagas pembangunan gedung gereja di Boro. Gedung gereja Boro mulai dibangun pada November 1930. Pada 31 Agustus 1931, gedung gereja diberkati oleh Rm. Jos van Baal SJ dengan nama pelindung Santa Theresia Lisieux. Rm. Johannes Baptist Prennthaler SJ dan Rm. F.X. Satiman SJ membentuk pamomong umat atau ketua lingkungan di setiap dusun untuk memaksimalkan pelayanan kepada umat. Pamomong umat bertugas untuk menyampaikan informasi dari romo kepada umat tentang pelayanan sakramen dan pelajaran agama Tim Buku Kenangan 80 Tahun Paroki Boro, 2007: 1-2. Gereja Boro semakin berkembang, terlebih di stasi Nanggulan dan Promasan. Gereja Nanggulan mulai dibangun pada 13 Januari 1936 dan ditetapkan sebagai paroki mandiri pada 25 Maret 1956. Sedangkan gereja Promasan ditetapkan sebagai paroki mandiri pada 1 Januari 1959 Tim Buku Kenangan 80 Tahun Paroki Boro, 2007: 2. Pada saat perang dunia II terjadi 1943-1945, banyak gereja yang dirusak dan dibakar, termasuk gereja di Nanggulan. Sedangkan, gereja di Boro menjadi penampungan para seminaris diaspora dari Seminari Menengah Mertoyudan Tim Buku Kenangan 80 Tahun Paroki Boro, 2007: 3. Jepang melarang adanya sekolah-sekolah Katolik, 11 pelajaran agama dan mempenjarakan para misionaris. Hal ini menyebabkan kehidupan iman umat menjadi tidak terpelihara. Akan tetapi, setelah perang dunia II berakhir, para misionaris dan imam pribumi mulai berkarya kembali. Rm. Adrianus Flooren SJ bersama dengan Rm. F. Kiswana Pr, Rm. J. Harsasusanto Pr, Rm. A.Wignjamartaja Pr, dan Rm. A.S. Utoyo Pr berkarya di Boro. Strategi pastoral yang dipergunakan untuk membangun kembali iman umat adalah dengan mengumpulkan para katekis sukarelawan dan guru agama dari desa-desa di wilayah Boro untuk mengajar agama di setiap desa. Melalui strategi ini, jumlah baptisan baru di Boro semakin meningkat dan pada 1958 tercatat ada lebih dari 1500 umat yang menerima baptisan Tim Buku Kenangan 80 Tahun Paroki Boro, 2007: 4. Pada 25 Maret 1956 Yayasan Pengurus Gereja dan Papa Miskin PGPM Roma Katolik didirikan di Boro. Pembentukan PGPM di Boro menjadi tonggak berdirinya gereja Boro sebagai badan hukum yang resmi, meskipun dalam catatan sejarah tonggak berdirinya Paroki St. Theresia Lisieux Boro dihitung pada saat Rm. Johannes Baptist Prennthaler SJ memimpin Ekaristi untuk pertama kali di Jurang Depok yang diikuti oleh lima orang pada 1927 Tim Buku Kenangan 80 Tahun Paroki Boro, 2007: viii. Gaung Konsili Vatikan II 1963-1965 membawa semangat perubahan di dalam diri Gereja, termasuk Gereja di Boro. Prioritas pastoral memberikan tempat kepada kaum awam untuk semakin terlibat aktif dalam mengembangkan Gereja melalui katekese ajaran Gereja, penataan liturgi yang semakin mendalam, dan pemberdayaan lingkungan sebagai basis iman Katolik. Pemberdayaan kaum awam tidak hanya di dalam bidang pewartaan iman dan liturgi, tetapi juga 12 merambah dalam bidang sosial-ekonomi, melalui usaha pemeliharaan ternak babi, penggilingan padi, dan kebun panili Tim Buku Kenangan 80 Tahun Paroki Boro, 2007: 4-5. Gereja di Boro terus mengalami perkembangan yang sangat pesat. Hal ini ditandai dengan jumlah umat yang meningkat dan pembangunan gedung kapel di lingkungan atau wilayah. Kapel Hargogondo diresmikan pada 2 Mei 1982, kapel Tukharjo diresmikan 25 Agustus 1985, Gereja St. Yusup Balong diberkati 12 Agustus 1988, Kapel St. Yohanes Brechmann diberkati tahun 1991, Gereja St. Lucia Kalirejo diberkati 6 Agustus 1994, dan Kapel St. Lukas diberkati pada 1997. Saat ini jumlah kapel lingkungan atau wilayah di Paroki St. Theresia Lisieux Boro berjumlah 19 Tim Buku Kenangan 80 Tahun Paroki Boro, 2007: 5.

2. Visi dan Misi Paroki St. Theresia Lisieux Boro

Paroki St. Theresia Lisieux Boro memiliki visi dan misi sebagai arah dan tujuan bersama untuk membangun dan mengembangkan Gereja. Visi dan misi Paroki St. Theresia Lisieux Boro tentu berdasarkan gerakan pastoral dalam Arah Dasar Keuskupan Agung Semarang 2016-2020 dan cita-cita Gereja Universal di tengah masyarakat lokal Boro. Visi dan misi Paroki St. Theresia Lisieux Boro sebagai berikut Dewan Paroki Boro, 2016: 12-14: Visi Umat Paroki Boro berupaya mewujudkan paguyuban murid-murid Kristus di tengah masyarakat pedesaan dengan menjadi komunitas pendoa, cinta kasih, dan berbagi berdasar semangat Santa Theresia Lisieux. Misi  Menumbuhkan kesadaran konsientisasi bahwa Gereja adalah persekutuan Paguyuban-Paguyuban Murid-murid Yesus yang beriman mendalam dan tangguh untuk mewujudkan Kerajaan Allah lewat doa liturgi dan karya- 13 karya cinta kasih yang tulus dalam kehidupan bermasyarakat pewartaan, diakonia, dan kesaksian hidup.  Mewujudkan Gereja sebagai KOMUNITAS DOA, seturut teladan Santa Theresia Lisieux yang setia berkunjung dalam doa dan melakukan amal kasih dalam keluarga dan masyarakat.  Mengupayakan pendampingan dan permberdayaan kaum kecil, lemah, miskin, tersingkir dan difabel, khususnya peduli terhadap lansia dan anak- remaja, kaum petani demi harkat dan martabat manusia, sebagai wujud pembangunan Habitus Baru di Paroki Boro melalui aneka kegiatan dan tugas di lingkungan Gereja maupun bekerjasama dengan lembaga-lembaga karitatif rumah sakit, sekolah, panti asuhan, donatur dan lembaga pemerintah kelurahan, kecamatan, Pemda Kabupaten Kulonprogo.  Mengembangkan gerakan Gereja yang hijau sebagai wujud keterlibatan umat dalam melestarikan keutuhan ciptaan.  Melibatkan sebanyak mungkin mitra kerja, lebih-lebih dengan semua yang berkehendak baik.  Memberikan animasi, motivasi dan pendampingan perangkat dukuh, lurah, BPD di wilayah Kecamatan Kalibawang dan Samigaluh sebagai wujud upaya optimalisasi kaum awam di tengah masyarakat.  Memberdayakan tim-tim kerja dan koordinasi demi reksa pastoral yang bertanggung jawab, sinergis dan berkesinambungan. Visi dan misi Paroki St. Theresia Lisieux Boro disusun selaras dengan Arah Dasar KAS 2016- 2020 yang ingin membangun ‘Gereja yang inklusif, inovatif, dan transformatif demi terwujudnya peradaban kasih di Indonesia dalam wajah kerahiman Allah’, perjuangan karya misi Rm. Johannes Baptist Prennthaler SJ sebagai cikal bakal berdirinya paroki dan Santa Theresia Lisieux atau dikenal dengan Santa Theresia Kanak-kanak Yesus sebagai pelindung paroki. Karya Rm. Johannes Baptist Prennthaler SJ melahirkan benih-benih iman Katolik di Boro. Seiring berjalannya waktu, benih iman Katolik di Boro semakin berkembang dan berhimpun menjadi paguyuban umat murid-murid Yesus. Di dalam LG, art. 1 ditegaskan bahwa jati diri Gereja sebagai persekutuan orang yang dipersatukan oleh Yesus Kristus, dibimbing oleh Roh Kudus dalam peziarahan menuju 14 Kerajaan Bapa, dan telah menerima warta keselamatan untuk disampaikan kepada semua orang Dewan Paroki Boro, 2016: 12. Umat Paroki St. Theresia Lisieux Boro menyadari bahwa jati diri mereka adalah sebagai paguyuban murid-murid Yesus Kristus dan paguyuban pengharapan yang akan selalu berupaya untuk menemukan kehendak Bapa dalam konteks tertentu, yaitu dalam masyarakat pedesaan dan pertanian yang memiliki karakteristik kebersahajaan, kegotongroyongan, dan berdaya juang. Gereja yang hadir di tengah-tengah masyarakat pedesaan berupaya untuk membentuk komunitas pendoa, cinta kasih dan berbagi. Komunitas pendoa memiliki arah tujuan untuk menghayati kehidupan beriman secara mendalam dan tangguh. Beriman mendalam dan tangguh berarti memiliki pengetahuan yang benar tentang pokok-pokok iman kristiani, mampu menghayati iman dalam konteks budaya setempat dan memiliki relasi yang intim dengan Allah. Komunitas cinta kasih terwujud dengan berlandaskan pada sikap solidaritas kepada semua orang tanpa melihat latar belakang sama seperti yang telah diajarkan oleh Yesus dalam Mat 5:43- 44 “Kamu telah mendengar firman: kasihanilah sesama manusia dan bencilah musuhmu. Tetapi Aku berkata kepadamu: kasihanilah musuhmu dan berdoalah bagi mereka yang menganiaya kamu”. Seseorang akan mengalami cinta kasih apabila memiliki sikap solidaritas kepada semua orang. Sikap solidaritas akan membentuk komunitas berbagi. Sikap solidaritas mengatasi sikap individualistik, dimana setiap orang dapat menyumbangkan dan membantu orang lain menurut kemampuan masing-masing. GS, art. 26 menegaskan tentang prinsip subsidiaritas dimana setiap anggota masyarakat memiliki tugas untuk memberikan bantuan sesuai dengan kemampuan masing-masing kepada orang lain yang 15 membutuhkan supaya dapat tercapai bonum commune atau kebaikan bersama Dewan Paroki Boro, 2016: 13.

3. Situasi Geografis Paroki St. Theresia Lisieux Boro

Paroki St. Theresia Lisieux Boro merupakan salah satu paroki di kevikepan Daerah Istimewa Yogyakarta DIY Keuskupan Agung Semarang. Paroki St. Theresia Lisieux Boro beralamatkan di Banjar Asri, Kalibawang, Kulonprogo, DIY. Luas wilayah teritorial Paroki St. Theresia Lisieux Boro kurang lebih 18.517 km 2 yang mencakup kecamatan Samigaluh, kecamatan Kalibawang dan kecamatan Girimulyo. Batas teritorial gerejawi Paroki St. Theresia Lisieux Boro adalah Paroki St. Petrus dan Paulus Klepu sebelah timur, Paroki St. Maria Tak Bernoda Nanggulan sebelah selatan, Paroki St. Maria Purworejo sebelah barat, dan Paroki St. Maria Lourdes Promasan sebelah utara Dewan Paroki Boro, 2016: 6. Keadaan geografis Paroki St. Theresia Lisieux Boro merupakan wilayah yang terdiri dari tanah hunian, tanah kering, persawahan, hutan rakyat, dan pegunungan sepanjang Perbukitan Menoreh dengan ketinggian 500-1000 meter di atas permukaan laut. Wilayah teritorial Paroki St. Theresia Lisieux Boro terdapat dua bagian, pertama bagian atas yang meliputi wilayah Kalirejo, Samigaluh, Gorolangu dan Balong, dan bagian kedua adalah bagian bawah yaitu lingkungan- lingkungan yang terletak di sekitar gereja paroki. Kondisi geografis di Paroki St. Theresia Lisieux Boro berupa tanah agropolitan, sehingga banyak umat yang berprofesi sebagai petani. Letak gereja induk Paroki St. Theresia Lisieux Boro tidak berada di pinggir jalan raya, tetapi harus masuk ke wilayah pedesaan Boro. 16 Jalan penghubung dari Jalan Raya Wates-Magelang menuju gereja induk Paroki St. Theresia Lisieux Boro dapat ditempuh menggunakan kendaraan bermotor. Jalan penghubung antar lingkungan dan wilayah di Paroki St. Theresia Lisieux Boro berupa jalan aspal dan sebagian jalan setapak semen, sehingga dapat memudahkan pelayanan ke lingkungan-lingkungan di Paroki St. Theresia Lisieux Boro Dewan Paroki Boro, 2016: 6.

4. Situasi Umat Paroki St. Theresia Lisieux Boro

Gereja Boro dihitung sebagai paroki mandiri telah berusia 60 tahun. Akan tetapi sebagai paguyuban umat Allah Gereja telah berusia 89 tahun. Tonggak penetapan usia Gereja adalah misa perdana Rm. Johannes Baptist Prennthaler SJ di Jurang Depok pada 1927 yang diikuti oleh lima orang. Peningkatan status dari stasi bagian Paroki Mendut sekarang menjadi stasi dari Paroki Mertoyudan menjadi paroki mandiri diiringi dengan perkembangan jumlah umat dan lingkungan. Paroki St. Theresia Lisieux Boro saat ini memiliki 56 lingkungan yang terbagi dalam 12 wilayah. Wilayah I terdiri dari 5 lingkungan, wilayah II terdiri dari 3 lingkungan, wilayah III terdiri dari 3 lingkungan, wilayah IV terdiri dari 3 lingkungan, wilayah V terdiri dari 3 lingkungan, wilayah VI terdiri dari 3 lingkungan, wilayah VII terdiri dari 4 lingkungan, wilayah VIII terdiri dari 3 lingkungan, wilayah Kalirejo terdiri dari 7 lingkungan, wilayah Balong terdiri dari 8 lingkungan, wilayah Samigaluh terdiri dari 8 lingkungan, dan wilayah Gorolangu terdiri dari 6 lingkungan [Lampiran 2: 2-3]. Jumlah umat Katolik Paroki St. Theresia Lisieux Boro per 31 Desember 2015 adalah sebanyak 5.986 jiwa. Jumlah ini mengalami penurunan dibandingkan 17 dengan data statistik pada tahun sebelumnya yang mencapai 6.192 jiwa Dewan Paroki Boro, 2015: 1 . Seluruh jumlah umat Katolik di Paroki St. Theresia Lisieux Boro mencakup seluruh umat, para biarawan-biarawati yang berkarya di Paroki St. Theresia Lisieux Boro dan para anak-anak yang tinggal di panti asuhan putra dan putri. Selama tahun 2015 terdapat penambahan jumlah umat dari baptisan baru sebanyak 47 jiwa, pindah agama dari Gereja Kristen sebanyak 1 jiwa, dan umat yang berpindah ke paroki ini sebanyak 19 jiwa, serta terdapat pengurangan jumlah umat dari umat yang meninggal sebanyak 86 jiwa dan umat berpindah ke paroki lain sebanyak 187 jiwa. Berdasarkan data statistika tahun 2015, komposisi umat Paroki St. Theresia Lisieux Boro dilihat dari segi usia didominasi oleh golongan lanjut usia dan anak-anak remaja. Hal ini dikarenakan banyak kaum muda yang merantau atau pindah ke tempat lain untuk sekolah dan bekerja. Ditinjau dari bidang profesi, umat Paroki St. Theresia Lisieux Boro mayoritas berprofesi sebagai petani dan peternak, sedangkan profesi lain ialah sebagai pensiunan, guru, dan pekerja serabutan. Meskipun mayoritas umat Paroki St. Theresia Lisieux Boro sebagai petani, tetapi hanyalah petani gurem yang bekerja dengan lahan sempit, bahkan mengerjakan lahan milik orang lain Dewan Paroki Boro, 2016: 6. Reksa pastoral untuk membantu umat dalam mengembangkan iman membentuk kelompok-kelompok atau paguyuban berdasarkan teritorial yaitu sebagai lingkungan dan wilayah. Selain pembentukan paguyuban secara teritorial, reksa pastoral Paroki St. Theresia Lisieux Boro juga membentuk paguyuban secara kategorial berdasarkan kelompok umur, minat dan kebutuhan-kebutuhan umat. Paguyuban kategorial yang ada di Paroki St. Theresia Lisieux Boro antara 18 lain: WKRI, Monika perkumpulan janda-janda Katolik, Pangruktilaya , Ngajab Sih , Kambing Abadi, OMK, PIA-PIR, Putra Altar, Penabur Ragi Kristus dan ME. Melalui paguyuban-paguyuban kategorial tersebut, umat dibimbing untuk semakin menghayati iman melalui kemampuan masing-masing Tim Buku Kenangan 80 Tahun Paroki Boro, 2007: 31-34. Selain paguyuban kategorial, Paroki St. Theresia Lisieux Boro memiliki dua komunitas biarawan-biarawati yang membantu karya pastoral di paroki ini, yaitu kongregasi Bruder FIC Congregatio Fratres Immaculatae Conceptionis Beatae Mariae Virginis dan kongregasi Suster OSF Ordo Santo Fransiskus. Para bruder FIC berkarya dalam bidang pendidikan dengan mengelola SMP Pangudi Luhur Kalibawang, bidang ekonomi dengan mengelola pertenunan Santa Maria Boro, dan bidang sosial dengan mengelola Panti Asuhan Sancta Maria. Sedangkan para suster OSF berkarya dalam bidang pendidikan dengan mengelola TK Santa Theresia Marsudirini dan SD Santa Maria Marsudirini, bidang kesehatan dengan mengelola Rumah Sakit Santo Yusup Boro, dan bidang sosial dengan mengelola Panti Asuhan Brayat Pinuji dan Panti Werdha Santa Monika Tim Buku Kenangan 80 Tahun Paroki Boro, 2007: 36-37.

B. Umat Paroki St. Theresia Lisieux Boro dalam Mengembangkan Iman