32
BAB III METODE PENELITIAN
3.1 Metode Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk memahami dinamika sosial yang terjadi dalam masyarakat. Dengan menggunakan metode penelitian
semiologi yang bersifat kualitatif, maka penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana representasi kehidupan seks bebas dalam novel
Maya Wulan berjudul SWASTIKA. Definisi kualitatif menurut Bogan dan Taylor 1975:5 sebagai
prosedur yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati. Menurut Kirk dan
Miller 1986:9 mendefinisikan bahwa penelitian kualitatif adalah tradisi tertentu dalam ilmu pengetahuan sosial yang secara fundamental
bergantung dari pengamatan pada manusia baik dalam kawasannya maupun dalam peristilahannya. Moleong,2006:4
Sedangkan analisis semiologi merupakan analisis mengenai tanda dan segala yang berhubungan dengannya, cara berfungsinya hubungan
dengan tanda-tanda lain, pengiriman dan penerimaannya untuk mereka yang menggunakan latar alamiah, yang bermaksud untuk menafsirkan
fenomena yang terjadi. Penelitian yang menggunakan naturalistic untuk mencari dan
menemukan pengertian atau pemahaman tentang fenomena dalam suatu
33
latar yang berkonteks khusus. Dalam penelitian kualitatif metode yang biasanya dimanfaatkan adalah wawancara, pengamatan, dan pemanfaatan
dokumen.
3.2 Kerangka Konseptual 3.2.1 Definisi Operasional
Definisi operasional dalam penelitian ini adalah kehidupan seks bebas yang merupakan permasalahan yang diambil dari novel Maya
Wulan berjudul SWASTIKA sebagai bahan penelitian.
3.2.1.1 Perilaku
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia perilaku adalah tindakan, cara seseorang, tanggapan atau reaksi seseorang terhadap
sebuah situasi yang diakibatkan oleh rangsangan atau lingkungan yang berakibat pada tindakan kesehariannya. Dalam hal ini adalah
cara hidup, pola pikir, cara pandang dan gaya sehari-hari dalam hidup. Intinya perilaku adalah fenomena atau perwujudan adanya
hidup, yaitu keadaan yang membedakan satu organism mahluk hidup satu sama lain. http:id.wikipedia.orgJwikiperilaku
34
3.2.1.2 Seks Bebas
Seks bebas adalah melakukan hubungan seksual dengan berganti-ganti pasangan baik sesame jenis maupun dengan lawan
jenis. Seks bebas merupakan tingkah laku yang didorong oleh hasrat seksual yang ditunjukan dengan tingkah laku. Seks bebas
sama dengan seks yang murni, j adi seks itu bias berarti hubungan seks yang bebas, bebas dari perasaan-perasaan yang akan
membebani bila kita melakukannya dalam keterikatan, entah keterikatan pernikahan atau keterikatan dalam hal cinta pada
umumnya. Bahwa seks bebas berarti anda dapat melakukan hubungan dengan seseorang yang anda suka dan orang tersebut
juga mau lalu bisa mengobrol pada keesokan harinya tanpa ada perasaan bersalah dan rasa terikat yang biasa akan terjadi pada
hubungan seks yang biasa
3.2.2 Corpus
Dalam penelitian kualitatif perlu adanya suatu pembahasan masalah yang disebut sebagai corpus. Corpus adalah sekumpulan bahan
terbatas yang ditentukan pada perkembangan oleh analisis kesemenaan. Corpus haruslah cukup luas untuk memberi harapan yang beralasan bahwa
unsur-unsur akan memelihara sebuah sistem kemiripan dan perbedaan yang lengkap. Corpus juga bersifat se homogen mungkin.
Kurniawan,2001:70
35
Corpus pada penelitian ini adalah leksia-leksia dalam teks novel Maya Wulan berjudul SWASTIKA.
Corpus pada penelitian ini adalah leksia-leksia dalam teks novel “SWASTIKA. Leksia yang menunjukkan unsur perilaku seks bebas
diantaranya adalah; 1.
Aku lupa siapa yang pertama kali mengulum bibirku hal 53
2. Aku lupa lelaki mana yang pertama kali melihat telanjang dadaku, juga
dua payudara ku. Entah siapa pula orang pertama yang berhasil menggigit halus dua gunung sintal dadaku ini hal 53
3. Aku lupa karena terlalu cukup banyak lelaki yang menyinggahi dermaga
tubuhku, menikmati ranum buah dadaku hal 53 4.
Ya, aku mulai mengenal sebuah persetubuhan antar manusia, bercinta, bersetubuh, berzina hal 68
5. Di beberapa kota yang ku kunjungi, aku menjalin hubungan dengan para
lelaki yang aku kenal. Yang aku anggap menarik hal 70 6.
Aku bersetubuh dengan para lelakiku, banyak lelaki, terlalu banyak hal 71
7. Aku selalu merindukan sebuah sentuhan percintaan dengan para lelaki ku
hal. 74 8.
Terlalu banyak lelaki yang menjelajahi lekuk tubuhku. hal 83
36
9. Tak pernah kubayangkan sebelumnya. Dari semua percintaanku. Ranjang
ini, malam ini, seolah menjelma piring lebar yang menampung tubuhku. hal 90
10. Malam berbeda, lelaki berbeda hal 90
11. Lelaki baru, kuinginkan pengalaman baru hal 91
12. Setiap lelaki yang hadir adalah cenderamata bagi perjalananku,
petualanganku, mereka adalah kenangan hal 91 13.
Bukan malam kemarin, bukan lelaki kemarin hal 92
14. Semisal lukisan yang terlahir dari sela-sela jemari ini, penuh warna.
Perjalananku tak hanya dengan satu dua lelaki…hal 92 15.
Dengan lelaki kesekian. Entah keberapa, aku tak ingat, kupikir rak perlu diingat hal 99
16.
Ah, sebegitu pentingkah keperawanan seorang perempuan? Begitu pentingkah selaput dara? Apa bedanya perawan dan tidak perawan?
hal 126 17.
Buktinya para lelaki yang telah tidur dan bergumul denganku, tidak ada yang protes tentang diriku yang sudah tidak perawan hal 126
18. Kamu tak pernah tahu apakah untuk menikah, para lelaki itu memang
tidak mempersoalkan sebuah keperawanan dari calon istrinya. Kalian hanya bersenang-senang, Swastika. Bukan menikah. hal 126
19. Aku hanya ingin mencintai dan bercinta dengan laki-laki hal 146
37
20. Aku suka bercinta. Dengan laki.laki hal 147
21. Seperti yang kurasakan ketika bercinta dengan para lelaki-lelaki ku. Apa
yang akan ‘memasuki’ ku ? hal 148 22.
Bahwa aku bercinta demi membuang kelesbianan ku. Meski lama kelamaan aku juga menjadi seperti ketagihan. Untuk bercinta dan bercinta
lagi. Lagi dan lagi. hal 148 23.
Sila, aku telah begitu terlena dengan dunia ciptaan ku sendiri. Dunia kebebasan. Dimana aku bias bercinta, mabuk, merokok, memuji dan
memaki. hal 149 24.
Aku suka lelaki yang kuat. Yang bisa mengalahkan ku di tempat tidur. Tapi, aku bukan pelacur. Apalagi perempuan sundal. hal 150
25. Aku masih suka bercinta. Tapi, aku hanya melakukannya dengan lelaki
yang pernah bercinta denganku sebelum ini hal 154 26.
Kalau aku jadi begini, suka ‘bermain’ dengan beberapa lelaki, itu karena aku tak mau jadi lesbian hal 158
27. Kalau boleh jujur, aku malah mencintai salah dua dari lelaki yang pernah
tidur denganku. Tapi mungkin itu karena hasrat. Dan, aku terlanjur menyukai permainan mereka di atas tempat tidur hal 162
38
28. Lagi pula, aku tak pernah bermaksud menjadikan salah satu dari lelaki
yang pernah tidur denganku itu, menjalin hubungan serius denganku. hal 162
3.2.3 Unit Analisis
Penelitisn ini menggunakan leksia Roland Barthes sebagai unit analisis. Leksia merupakan satuan bacaan. Leksia ini dapat berupa
beberapa kata, satu kalimat, beberapa kalimat, sebuah paragraph, atau beberapa paragraph dari teks novel Maya Wulan berjudul SWASTIKA
yang menyiratkan kehidupan seks bebas sesuai dengan subyek penelitian. Penelitian ini tidak menggunakan sintagmata paradigm sebagai unit
analisis karena naratif structural yang ditawarkan roland barthes lebih mempermudah untuk menganalisis teks.
3.3 Tehnik Pengumpulan data
Tehnik pengumpulan data dalam penelitian ini terbagi menjadi dua bagian yaitu :
a. Data Primer Yaitu data teks novel SWASTIKA, pemelitian-penelitian
sebelumnya, buku-buku yang berkaitan dengan semiotika tentang kehidupan seks bebas. Data primer ini membantu peneliti dalam
menjawab permasalahan penelitian.
39
b. Data sekunder Yaitu pernyataan dari penulis novel serta berbagai pengertian
mengenai kehidupan seks bebas dan semiologi yang didapat dari berbagai sumber. Data sekunder tersebut membantu peneliti dalam
memahami latar belakang penulis novel SWASTIKA dan permasalahannya.
3.4 Tehnik Analisis Data
Untuk dapat menganalisis seluruh data yang ada didalam novel SWASTIKA, maka peneliti akan membagi dalam beberapa langkah
teknisnya dengan tujuan untuk memudahkan penganalisisan secara semiologi. Langkah -langkah ini merupakan pengembangan dari Roland
Barthes dalam membaca semiologi teks tertulis. Berikut ini peneliti akan menjelaskan beberapa langkah yang akan
ditempuh, yaitu : 1. Peneliti menggunakan semiologi Roland Barthes, yaitu
mengumpulkan seluruh unit analisis yang berupa leksia atau bacaan tertentu berdasar penilaian atas teks novel SWASTIKA yang layak
dan sesuai untuk dijadikan subyek penelitian 2. Peneliti kemudian membagi semua leksia yang terkumpul tersebut
dalam aspek semiologi yang dianjurkan oleh Saussure yang juga dianut dalam semiologi Roland Barthes, yaitu aspek material dan
aspek konseptual. Leksia-leksia tersebut dalam semiologi Roland
40
Barthes dianggap sebagai tanda sign. Aspek material tersebut adalah teks tertulis dalam novel SWASTIKA yang terdapat pada leksia,
sedangkan aspek konseptual adalah gambaran yang muncul pada peneliti ketika membaca. aspek material pada leksia tersebut.
3. Peneliti juga akan menganalisa secara semiologi teks Roland barthes dengan mengemukakan kode-kode pokok kode hermeneutik, kode
semik, kode simbolik, kode proaretik, kode gnomic, kode cultural di dalam leksia tersebut. Melalui kode-kode pembacaan ini peneliti akan
mengemukakan tanda-tanda dan kode yang menghasilkan makna. 4. Langkah-langkah diatas akan memberikan kesimpulan bagaimana
representasi kehidupan seks bebas dalam novel Maya Wulan berjudul SWASTIKA.
41
42
41
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Gambaran Obyek Penelitian
Profesi sebagai penulis novel harus memiliki pemikiran yang kuat dalam menulis karangannya. Karya novel dapat dihasilkan penulis berdasarkan
imajinasinya, kejadian disekitarnya, dan dapat berdasarkan tentang pengalaman pribadi. Hal ini pula yang dilakukan oleh Maya Wulan, karya
novel yang dibuat ini berdasarkan dengan cerita yang terjadi di lingkungan sekitarnya. Karya novel ini secara umum menceritakan tentang kisah
pencarian jati diri dari tokoh utamanya. Hanya saja, karena dengan cara yang salah sehingga si tokoh utama menjadi tersesat di kehidupan seks bebas.
Novel ini menceritakan tentang kehidupan seorang tokoh wanita utama yang bernama Swastika. Swastika digambarkan lahir di keluarga agamis yang
berdomosili di Kota Sumenep,Madura. Swastika tipe pribadi yang pemberontak diantara kedua kakak-kakaknya. Swastika adalah anak
perempuan satu-satunya dari seorang tokoh yang di hormati di kampungnya. Ayahnya digambarkan sebagai figur yang keras terhadap anak-anaknya,
termasuk masalah pendidikan. Pemberontakan swastika dimulai saat dia diminta untuk masuk ke pesantren oleh ayahnya. Swastika menolak,
kemudian berusaha kebur dari rumah. Swastika beranggapan dirinyan sosok