dan mempunyai nilai. Para lelaki yang berhubungan dengannya diibaratkan dengan warna yang menghisai kanvas lukisnya. Dan tidak
hanya satu atau dua warna yang muncul, melainkan banyak warna. Dan itu tang menggambarkan bahwa tidak hanya satu atau dua lelaki yang ada di
kehidupannya.
Menurut sistem mitos Roland barthes dari 28 leksia diatas yang muncul adanya gagasan atau pemikiran perilaku seks bebas tidak
memberikan keuntungan apapun terhadap pelakunya. Dengan alasan atau niat apapun dalam melakukan hubungan seks bebas, sudah pasti lebih
banyak nilai minus yang didapat. Tidak ada nilai positif dari sebuah hubungan seks bebas. Yang akan meuncul di akhir adalah adanya sebuah
penyesalan dalam kehidupan.
4.3 Sistem Mitos
Untuk menghasilkan system mitos, system semiologi tingkat kedua second order of semiological system mengambil seluruh system tanda
pada tingkat pertama sebagai petanda signifier dan diberikan penanda signified lalu berdasar pemahaman denotatifnya denotative sign,
bertahap kepada system tanda tingkat kedua sebagai penanda konotatif connotative sign sehungga timbul makna baru dan makna baru ini
dinamai sebuah interpretasi data berupa makna konotatif connotative meaning.
Teks novel “SWASTIKA” sebagai suatu bahasa pada tatanan signifikasi akan dianalisis secara mitologi pada tatanan bahasa atau system semiologi
tingkat pertama sebagai landasannya. Dengan cara sebagai berikut : 1. Tatanan linguistic, yaitu sisitem semiologi tingkat pertama ‘penanda-
penanda’ berhubungan dengan ‘petanda-petanda’ sedemikian sehingga menghasilkan tanda.
2. Selanjutnya di dalam tatanan mitos, yakni semiologi lapis kedua, ‘tanda-tanda’ pada tatanan pertama ini pada gilirannya hanya akan
menjadi ‘penanda-penanda’ yang berhubungan pula dengan ‘petanda- petanda’ pada tatanan kedua.
Teks pada novel SWASTIKA yang memuat adanya perilaku seks bebas
Wujud konkrit penggambaran perilaku-perilaku seks bebas
Gambaran konsep perilaku seks bebas dalam novel Swastika ditonjolkan dalam bentuk non verbal yang berupa perilaku-tindakan dan verbal yang
berupa bahasa-bahasa secara langsung maupuntidak langsung. Dapat berupa tindakan pembedaan yang langsung maupun tidak langsung.
Dalam novel “SWASTIKA” berbagai bentuk penggambaran
perilaku seks bebas digambarkan sebagai tindakan yang dilakukan
oleh seorang tokoh utama yang labil dan mencari suah jati diri.
Banyak tindakan yang menggambarkan perilaku seks
bebas yang dilakukan oleh tokoh utama dalam novel
Novel “SWASTIKA” menggambarkan konsep perilaku seks bebas yang dilakukan seorang wanita. Penggambaran kehidupan seksual pun secara
“gambling “ dijelaskan dari awal hingga akhir cerita, Namun bagaimana
pun juga, dominasi pemikiran masyarakat masih menganggap perilaku tresebbut merupakan sebuah aib dan perilaku yang tdak patut untuk
dilakkan oleh siapa pun dengan latar belakang agama dan budaya yang dimiliki,meskipun ada juga yang mengatakan perilaku tersebut sebagai
pilihan.
Menurut sistem mitos Roland barthes dari 28 leksia diatas yang muncul adanya gagasan atau pemikiran kehidupan seks bebas tidak
memberikan keuntungan apapun terhadap pelakunya. Dengan alasan atau niat apapun dalam melakukan hubungan seks bebas, sudah pasti lebih
banyak nilai minus yang didapat. Tidak ada nilai positif dari sebuah hubungan seks bebas. Yang akan meuncul di akhir adalah adanya sebuah
penyesalan dalam kehidupan.
4.4 Penggambaran perilaku seks bebas pada novel “SWASTIKA”