dua jenis barongsai dari wilayah selatan, yakni barongsai Pusan yang mulutnya menyerupai mulut bebek serta barongsai Teksan yang mulutnya
menyerupai mulut kucing. Sedangkan, barongsai dari wilayah utara, hanya satu jenis yakni Tekingsan, yang di seluruh tubuhnya dipenuhi bulu.
Gambar 1.1 Gambar 1.2
Gambar Pertunjukan Barongsai
1.6.1.3 Pertunjukan
R.Schechner dalam Sal Murgianto 1995: 161 mengungkapkan bahwa pertunjukan adalah sebuah proses yang memerlukan waktu dan ruang.
Sebuah pertunjukan memilki bagian awal, tengah, dan akhir. Struktur dasar pertunjukan meliputi: 1 persiapan bagi pemain maupun penonton, 2
pementasan, 3 aftermath, yakni apa-apa saja yang terjadi setelah pertunjukan selesai. Singer dalam Sal Murgianto 1995:165 menjelaskan
bahwa setiap pertunjukan memilki: 1 waktu pertunjukan yang terbatas, 2 awal dan akhir, 3 acara kegiatan yang terorganisir, 4 sekelompok pemain,
Universitas Sumatera Utara
5 sekelompok penonton, 6 tempat pertunjukan, 7 kesempatan untuk mempertunjukkannya. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa barongsai
memenuhi setiap syarat seperti yang telah diuraikan sebagai suatu pertunjukan bagi masyarakat Tionghoa.
Pertunjukan barongsai dimainkan oleh dua orang pemain pada saat perayaan hari-hari besar masyarakat Tionghoa seperti Tahun Baru Imlek
dan Cap Go Meh. Ketika ditampilkan, pertunjukan barongsai diyakini dapat membawa keberuntungan dan menolak semua bala dan hawa kejahatan.
1.6.1.4 Masyarakat Tionghoa
Masyarakat adalah suatu kesatuan manusia yang berinteraksi dan bertingkah laku sesuai dengan adat istiadat tertentu yang bersifat kontiniu,
di mana setiap anggota masyarakat terikat suatu rasa identitas bersama Kontjaraningrat, 1985:60.
Masyarakat juga merupakan sistem hubungan sosial sosial relation system yang utama. Hubungan ini ditentukan oleh kebudayaan manusia.
Untuk mencapai persatuan dan integrasi melalui kebudayaan anggota masyarakat perlu belajar dan memproleh warisan kebudayaan, termasuk apa
yang diharapkan oleh mereka dalam suatu keadaan tertentu. Tionghoa adalah adat istiadat yang dibuat sendiri oleh orang di
Indonesia berasal dari kata zhinghuo dalam mandarin. Zhonghua dalam dialek Hokkian dilafalkan sebagai Tionghoa. Suku bangsa Tionghoa di
Universitas Sumatera Utara
Indonesia terbiasa menyebut diri mereka sebagai Tenglang Hokkien, Tengnang Tiochiu, atau Thongyin Hakka. Sedangkan dalam dialek
Mandarin disebut Tangren bahasa Indonesia : Orang Tang. Ini sesuai dengan kenyataan bahwa orang Tionghoa di Indonesia mayoritas berasal
dari Tiongkok Selatan yang menyebut diri mereka sebagai orang tang, sedangkan Tiongkok Utara menyebut diri mereka sebagai orang Han Hanzi,
hanyu piyin : hanren, bahasa Indonesia: Orang Han. Suku bangsa Tionghoa di Indonesia merupakan keturunan dari
leluhur mereka yang berimigrasi secara periodik dan bergelombang sejak ribuan tahun lalu. Catatan-catatan literatur Tiongkok menyatakan bahwa
kerajaan-kerajaan kuno di Nusantara telah berhubungan erat dengan dinasti- dinasti yang berkuasa di Tiongkok. Faktor inilah yang kemudian
menyuburkan perdagangan dan lalu lintas barang maupun manusia dari Tiongkok ke Nusantara dan sebaliknya.
Kehidupan masyarakat Tionghoa mulai mewarnai lembaran ritual di Indonesia. Masyarakat Tionghoa memiliki berbagai adat istiadat. Mereka
mengenal bermacam-macam perayaan atau festival tradisional. Adat istiadat ini merupakan suatu bentuk penggambaran kebiasaan sehari-hari, tradisi,
dan mitos yang berkembang di masyarakat. Sartini 2006 mengatakan bahwa “...dunia simbolis manusia dapat terungkap melalui bahasa, mitos,
seni,dan religi atau agama”.
Universitas Sumatera Utara
1.6.1.5 Kota Sibolga