5.1.Migren kronik 5.2.Status migrenosus
5.3.Aura persisten tanpa infark 5.4.Migrenous infark
5.5.Migraine triggered seizure 6.Probable migren
6.1. Probable migren tanpa aura
6.2. Probable migren dengan aura 6.3. Probable migren kronik
II.2.4.Patofisiologi
Pada penderita migren, di samping terdapat nyeri intrakranial juga disertai peninggian sensitivitas kulit, sehingga patofisiologi migren diduga
bukan hanya adanya iritasi pain fiber perifer yang terdapat di pembuluh darah intrakranial, akan tetapi juga terjadi kenaikan sensitisasi sel saraf sentral
terutama pada sistem trigeminal yang memproses informasi yang berasal dari struktur intrakranial dan kulit Sjahrir,2008.
Pada serangan migren akan terjadi fenomena pain pathway daripada sistem trigeminovaskuler, dimana terjadi aktivasi reseptor N-methyl-D aspartate
NMDA, yang kemudian diikuti peninggian Ca sebagai penghantar yang menaikkan
aktiasi proteinkinase
seperti misalnya
5-HT, bradikinin,
prostaglandin, dan juga mengaktivasi enzim NOS. Proses tersebut menyebabkan adanya penyebaran nyeri, allodinia dan hiperalgesia pada
penderita migren Sjahrir,2008. Telah banyak studi dilakukan dan juga banyak teori mulai diungkapkan
bagaimana mekanisme patofisiologi migren dan dihubungkan dengan hasil penelitian fungsional imaging maupun struktural otak terhadap fase iktal
Universitas Sumatera Utara
maupun interiktal migren yang kemudian akan berdampak terhadap perkembangan farmakologi dan pengobatannya Sjahrir,2008.
Konsep dasar patogenesis migren terkini meliputi:
1. Hipereksibilitas neuronal saat fase interiktal dan fase pre headache.
Penderita migren yang sedang tidak mendapatkan serangan migren dalam keadaan neuronal ditemukan hipereksibilitas pada korteks serebri
terutama pada korteks oksipital interictal neuronal irritability. Keadaan ini berlanjut menjadi proses cortical spreading depression CSD dan akan timbul
aura Sjahrir,2008. Pada penelitian dengan menggunakan spectroscopy,menemukan kadar
magnesium yang rendah pada regio posterior otak pada migren hemiplegik. Defisiensi magnesium ini berhubungan dengan pelepasan neurotransmitter
glutamat yang akan mengaktivasi NMDA reseptor sehingga Ca2+ influks ke dalam sel. Sehingga disimpulkan bahwa kadar Mg yang rendah adalah sebagai
dasar mekanisme eksitabilitas neuron Sjahrir,2008.
2. Cortical spreading depression CSD sebagai dasar timbulnya aura.
Basis neurokimiawi CSD adalah lepasnya kalium atau glutamat excitatory amino acid dari jaringan neural yang mengakibatkan terjadinya
depolarisasi dan pelepasan lebih banyak neurotransmitter yang akan mencetuskan spreading depression, yang akan mengakibatkan terjadinya aura
pada migren. Pada penelitian dengan positron emission tomography PET, ditemukan bilateral hipoperfusi yang dimulai dari area oksipital dan meluas
pelan-pelan ke anterior seperti gelombang spreading oligemia serta menyebrang korteks dengan kecepatan 2-3 mmmenit. Hal ini berlangsung
beberapa jam dan kemudian diikuti proses hiperemia di dalam duramater, edema neurogenik di dalam meningens dan aktivasi neuronal di dalam nukleus
trigeminal kaudalis ipsilateral Sjahrir,2008.
Universitas Sumatera Utara
Cortical spreading depression ditemukan pada permukaan otak, dimana terjadi difusi H
+
dan K
+
ke piamater dan mengaktifkan nosiseptor meningeal C- fiber. Hal ini mengakibatkan pelepasan neurokimiawi proinflamasi dan
ekstravasasi plasma darah akibat perubahan permeabilitas blood brain barrier BBB melalui aktivasi matrix metalloproteinase MMP, sehingga timbul
inflamasi neurogenik steril pada trigeminovaskular kompleks. Pengaktifan sistem trigeminal akan mengakibatkan dilatasi pembuluh darah dan terjadinya
nyeri kepala yang berdenyut Sjahrir,2008.
3. Aktivasi perifer nervus trigeminal
Inflamasi neurogenik steril berperan terhadap terjadinya sensitisasi pada migren. Aktivasi nervus trigeminal yang mempersarafi pembuluh darah
intrakranial ini mengakibatkan pelepasan substansi P dan calcitonin gene related protein CGRP, juga ditemukan komponen inflamasi yang dilepaskan
dari duramater seperti ion potasium, proton, histamin, serotonin, bradikinin, prostaglandin E2 di pembuluh darah serebral dan nosiseptor meningeal
trigeminal. Awal dari proses aktivasi perifer ini meliputi CSD atau disfungsi autonomik dengan aktivitas parasimpatik berlebihan. Pada fase ini ditemukan
dismodulasi sensorik, dimana aktivitas aferen normal diterima mispersepsi dan berlebihan akibat disfungsi di batang otak, sehingga mengakibatkan pelepasan
sensorik yang berlebihan di talamus Sjahrir,2008.
4. Aktivitas sentral nervus trigeminal
Sensitisasi sentral dihubungkan dengan eksitabilitas neuronal abnormal pada nukleus trigeminal kaudalis, dimana ekspresi Fos di dalam nukleus
trigeminal ditemukan setelah terjadi inflamasi pada reseptor C-fiber di meningeal, dan perluasan rangsangan berikutnya dari nervus trigeminalis
ditemukan sebagai kosekuensi dari sensitisasi perifer yang mengakibatkan hipereksitabilitas neuronal ini Sjahrir,2008.
Universitas Sumatera Utara
Hipotesa dari beberapa riset yang tervalidas adalah bahwa neuron sensorik meningeal memperlihatkan kemosensitivitas dan sensitisasi.
Kemosensitivitas merupakan proses suatu neuron yang insensitif terhadap stimulus tertentu dalam keadaan resting state menjadi lebih sensitif terhadap
stimulus akibat gangguan kimiawi. Sensitisasi adalah proses dimana stimulus yang diperlukan untuk menghasilkan suatu respon berkurang dari waktu ke
waktu, sedangkan amplitudo dari respon bagi stimulus yang diberikan akan meningkat Sjahrir,2008.
Aktivitas pada neuron presinaptik C-fiber mengakibatkan pelepasan transmitter neuromodulator yang beraksi pada metabotropik dan reseptor
tirosin kinase pada neuron kornu dorsalis untuk memulai berbagai isyarat kaskade transduksi yang berpusat pada NMDA post sinaptik dan reseptor
AMPA, sehingga memulai sensitisasi sentral Sjahrir,2008.
5. Lesi kerusakan progresif periaquaductal gray matter PAG
Periaquaductal gray matter PAG merupakan area yang penting dalam mengendalikan nyeri dan berperan dalam produksi endogenous analgesia yang
mengontrol sistem nosiseptif trigeminovaskular. Penelitian dengan PET, menemukan pengaktifan ventrolateral kaudal midbrain yang mencakup
ventrolateral PAG selama serangan migren, yang mengindikasikan bahwa PAG terlibat pada proses nyeri craniovascular trigeminally evoked. Area ini
ditemukan progresif terganggu akibat migren yang berulang, dan diduga sebagai konsekuensi dari sensitisasi sentral Sjahrir,2008.
Regulasi CGRP dan reseptor CGRP ditemukan meningkat pada ganglion
trigeminal akibat
perubahan metabolik
pada lingkungan
intraganglionik, seperti peningkatan level produksi nitric oxide NO. Peningkatan produksi CGRP, yang mengakibatkan aktivasi dan sekresi sel
mast pada duramater kranial, diikuti dengan pro-inflamasi. Proses nosiseptif
Universitas Sumatera Utara
periferal dapat mengakibatkan peningkatan aktivitas aferen intrakranial dan bersama dengan peningkatan NO pada sentral yang memediasi pelepasan
CGRP akan memfasilitasi aktifitas sinaptik pada nukleus trigeminal. Jika pada saat bersamaan inhibisi descending lemah akibat disfungsi Ca2+ channel pada
PAG, mengakibatkan inhibisi pada input nosiseptif menjadi berkurang sehingga terjadi migren Messlinger, 2009.
6. Dasar genetik
Salah satu yang paling utama dari patofisiologi migren adalah sifat faktor keturunan. Familial hemiplegic migraine yang terdapat defek genetik
cenderung memiliki nilai ambang CSD yang rendah. Abnormalitas pada Ca
2+
dan Na
+
channel telah dilaporkan pada beberapa kasus FHM dengan mutasi pada gen CACNA1A pada kromosom 19 Cav 2.1, subunit PQ-type, voltage
gated Ca
2+
channel , dimana mutasi gen ini mengakibatkan peningkatan fungsi Ca
2+
channel sehingga terjadi influks Ca
2+
yang diikuti dengan pelepasan transmitter glutamate. Hal ini mengakibatkan terjadinya eksitabilitas neuronal
sehingga menurunkan nilai ambang CSD Sjahrir,2008; Galleti,2007. Mutasi pada gen ATP1A2 yang mengkode α2 subunit Na
+
K
+
pump dan gen SCN1A yang mengaktivasi neuronal voltage gated Na
+
channel secara cepat, mengakibatkan fungsi pompa untuk mempertahankan sodium dari sel
dan memelihara kadar sodium yang tinggi untuk memandu glutamat transporter menjadi terganggu. Konsentrasi glutamat ekstraselular yang tinggi akibat
berkurangnya atau hilangnya ambilan glutamat mengakibatkan penurunan ambang CSD Sjahrir,2008 ; Galleti,2007.
Universitas Sumatera Utara
II.3. Tension Type Headache II.3.1. Definisi