Manfaat Psikodrama Kelebihan Psikodrama Waktu

46 yang berbeda dengan situasi yang sama untuk mengetahui apakah pemeran utama dapat bertindak lebih efektif. d. Pemeran Pembantu auxiliary egos Pemeran pembantu atau pembantu terapis adalah siapa saja dalam kelompok yang membantu pemimpin kelompok maupun pemeran utama dalam psikodrama. Fungsi dari pemeran pembantu secara singkat ialah mendorong pemeran utama agar terlibat secara mendalam ke hal –hal yang terjadi pada saat ini, dengan bantuan yang efektif maka psikodrama dapat menjadi alat yang efektif untuk mengubah perilaku. e. Penonton Penonton dalam psikodrama adalah anggota kelompok yang tidak menjadi pemeran utama dan pemeran pembantu. Setelah pemainan psikodrama selesai akan diadakan diskusi dan penonton diberikan kesempatan untuk memberikan reaksi secara spontan mengenai apa yang dilihat, pandangan dan saran kepada siswa. Dengan demikian pemeran utama akan memahami akibat perilakunya terhadap orang lain.

4. Manfaat Psikodrama

Psikodrama ini merupakan salah satu metode bimbingan dan konseling kelompok yang sangat bermanfaat bagi konseli atau klien. Walaupun Psikodrama ini pada awalnya digunakan untuk penyembuhan psikoterapi, akan tetapi ada teknik-teknik dari psikodrama yang dapat 47 diaplikasikan ke dalam metode bimbingan dan konseling maupun metode pembelajaran. Pendekatan Psikodrama sangat tepat untuk mengatasi gangguan psikis, dan efektif pula untuk membangun self consciousnessawareness individu yang ingin meningkatkan pemahamannya tentang diri sendiri. Untuk itu, Psikodrama dapat menjadi alternatif terapi yang tepat pada berbagai kasus klinis dan pengembangan diri. Dalam konteks psikoterapi yang menekankan pada dinamika interaksi antar pribadi dalam kelompok, demikian pula dengan Psikodrama melalui tahapan-tahapan terapeutiknya. Manfaat yang akan dirasakan oleh klien diantaranya antara lain: a. Psikodrama dapat membangun keyakinan diri dan kelompok, Healing, dan perubahan sikap. b. Psikodrama dapat untuk membangun kesadaran diri, lebih bertanggung jawab atas sikap dan perasaannya. c. Psikodrama juga dapat mengeksplore pengalaman masa lalu yang menghambat dan cara mengatasinya.

5. Kelebihan Psikodrama

Psikodrama dapat digunakan oleh konselor untuk membantu memecahkan masalah-masalah klien yang bersifat psikologis. Metode psikodrama ini memang sangat membantu untuk pemecahan masalah, karena klien secara spontan dapat menggali sendiri masalahnya mengeksplorasi potensi-potensi yang ada dalam dirinya, mengeluarkan meluapkan emosi yang terpendam dalam diri untuk mendapatkan 48 pemecahan masalah yang berasal dari konselor dan anggota kelompok lainnya.

6. Prosedur Psikodrama

Menurut Tatiek Romlah 2006: 111 terdapat 3 tahap dalam pelaksanaan Psikodrama, antara lain yaitu tahap persiapan the warm up, pelaksanaan the action, dan diskusi the sharing. Pada tahap pertama yakni tahap persiapan dilakukan untuk memotivasi anggota kelompok agar mereka siap berpartisipasi secara aktif dalam permainan, menentukan tujuan- tujuan permainan, dan menciptakan perasaan aman dan saling percaya dalam kelompok. Corey dalam Tatiek Romlah, 2006: 111 mengemukakan beberapa cara yang dapat digunakan untuk menyiapkan kelompok sebagai berikut : a. pemimpin kelompok memberikan uraian singkat mengenai hakikat dan tujuan psikodrama, dan anggota kelompok diminta untuk mengajukan pertanyaan apabila ada hal yang belum jelas b. pemimpin kelompok mewawancarai tiga amggota kelompok secara singkat dalam situasi kelompok c. anggota kelompok membentuk kelompok-kelompok kecil dan diberikan waktu beberapa menit untuk membicarakan konflik-konflik yang pernah mereka alami yang ingin mereka kemukakan dalam permainan psikodrama Dalam Whittaker dalam Yustinus Semiun, 2006: 563 mengungkapkan 4 teknik yang bisa digunakan dalam psikodrama antara lain: 49 a. Presentasi diri, Klien mempresentasikan dirinya sendiri atau seorang figur yang penting dalam kehidupannya. b. Memimpin percakapannya sendiri. Klien melangkah keluar dari drama dan berbicara pada dirinya sendiri dan kepada kelompok. c. Teknik ganda Doubling. Seorang pemeran pembantu Auxilary Egos berperan bersama dengan pasien dan melakukan segala sesuatu yang dilakukan pasien pada waktu yang sama. d. Teknik cermin. Seorang pemeran pembantu Auxilary Egos berperan sejelas mungkin menggantikan klien. Dari para penonton, klien memperhatikan bagaimana dia melihat dirinya sendiri sebagaimana orang-orang lain melihatnya. Namun dituliskan dalam Tatiek Romlah 2006: 112 mengenai teknik lain selain cara yang berstruktur, yaitu tahap persiapan dapat dilakukan dengan bertanya kepada kelompok siapa yang berkenan dengan sukarela untuk berbagi mengungkapkan permasalahannya untuk kemudian diolah, didramatisasi dan diseni perankan. Kegiatan ini tidak mengacu mengenai teknik atau cara yang akan digunakan karena yang terpenting adalah anggota kelompok mengetahui bahwa mereka merasa aman, nyaman dan tidak ada unsur paksaan untuk memainkan atau memerankan dari tema masalah yang akan dimainkan. Dan hal terpenting dan berperan besar pada tahap persiapan ini adalah pemimpin kelompok yang mampu menciptakan, membangkitkan suasana yang dapat mendorong spontanitas berikut antusiasme dari para pemain atau pemeran. 50 Tahap kedua yakni tahap pelaksanaan yang terdiri dari kegiatan, pemain utama dan pemain pembantu memperagakan permainannya. Dengan bantuan pemimpin kelompok dan anggota kelompok lain pemeran utama memperagakan masalahnya. Satu kejadian dapat diperagakan dalam beberapa adegan. Adegan dibuat berdasarkan masalah-masalah yang diungkapkan pemeran utama. Psikodrama dimulai dari hal-hal yang bersifat permukaan menuju ke arah hal-hal yang seiring mendalam yang yang mengacu pada sumber dari inti permasalahan. Durasi waktu dari psikodrama berbeda – beda dan tidak dapat ditentukan karena bergantung pada penilaian pemimpin kelompok terhadap tingkat keterlibatan emosional pemain utama dan anggota-anggota kelompok yang lain. Tahap yang terakhir yaitu tahap diskusi. Pada tahap ini para anggota kelompok memberikan tanggapan dan opini atau sumbangan pemikirannya terhadap permainan yang telah dilakukan oleh pemeran utama. Peranan pemimpin kelompok pada tahap ini adalah memimpin diskusi dan mendorong agar sebanyak mungkin anggota kelompok memberikan balikan yang berupa tanggapan berikut sumbangan pemikiran yang merujuk sebagai solusi dari permasalahan. Pada sesi ini perlu diperhatikan dan ditekankan pula akan kebesaran hati untuk saling berbagi perasaan, menemukan solusi dan memberikan dukungan. Pada tahap ini perlu diperhatikan pula mengenai sikap dari para anggota kelompok. Apabila terdapat anggota kelompok yang berusaha menganalisis dan memberikan pemecahan masalah, pemimpin kelompok hendaknya 51 menegur. Pemimpin kelompok mengamati perilaku pemeran utama dengan seksama dan menetralisasi balikan yang bersifat menyerang atau menjatuhkan pemeran utama pada saat mendapat balikan dari anggota kelompok. Hal ini vital dan begitu penting karena setelah pemeran utama mengungkapkan hal-hal yang bersifat personal atau pribadi, pemeran utama membutuhkan dukungan kelompok sebagai umpan balik untuk mengintegrasikan pengalaman dari peranan yang baru saja dialami atau dilakukan. Karena hal yang terjadi apabila tidak ada balikan dari anggota kelompok, selanjutnya ia akan merasa patah semangat, pesimistis dengan tanpa pemikiran yang jelas dan terarah. Karena itu tahap diskusi ini menjadi tahap yang penting karena merupakan rujukan dari serangkaian proses dari perubahan perilaku pemeran utama menuju ke arah keseimbangan pribadinya. Menurut Blatner dalam Tatiek Romlah, 2006: 113 ada tiga cara dalam proses pencapaian keseimbangan pribadi pemeran utama antara lain yaitu: mengembangkan pemahaman dan penguasaan terhadap konflik dan masalah yang dihadapi, memperoleh dukungan dan balikan dari dan mengadakan latihan perubahan perilaku baru. Setelah latihan dalam kelompok, individu yang bersangkutan dapat melaksanakan perubahan perilakunya dengan orang-orang yang mempunyai hubungan dekat dengannya diluar kelompok sehingga dapat menyesuaikan diri secara lebih efektif.

D. Kontribusi Psikodrama dalam Bimbingan dan Konseling

52 Sebagai media pengembangan karakter, psikodrama merupakan salah satu alternatif cara yang bisa digunakan. Dengan mengarahkan, membimbing karakter seseorang dan juga menggali mencari solusi tentang permasalahan yang sedang dihadapinya dengan cara bermain peran berakting dalam suatu rekayasa drama, karena untuk mencari solusi dari berbagai isu atau masalah tidak selalu dirasa cukup hanya dari sekedar bicara. Psikodrama hadir menawarkan kesempatan melatih mencari solusi melalui peranan baru, dengan melihat diri sendiri dari sisi luar, dengan harapan mampu menumbuhkan kesadaran dan perubahan kearah yang lebih baik. Dengan mendramatisasikan permasalahan tentang konflik- konflik batinnya, akan didapatkan kelegaan dan peengembangan akan pemahaman baru yang memberikan kesanggupan kemudian mengubah perannya dalam kehidupan nyata. Psikodrama ini merupakan salah satu teknik bimbingan dan konseling kelompok yang sangat bermanfaat bagi peserta didik. Walaupun psikodrama ini pada awalnya digunakan untuk penyembuhan psikoterapi, akan tetapi ada teknik-teknik dari psikodrama yang dapat diaplikasikan ke dalam metode bimbingan dan konseling maupun metode pembelajaran. Maka dari itu psikodrama dapat digunakan oleh para guru bimbingan dan konseling untuk membantu mengatasi, memecahkan masalah-masalah peserta didik yang bersifat psikologis. Teknik psikodrama ini memang sangat membantu untuk mengatasi permasalahan siswa yang berhubungan dengan perilaku siswa sekalipun, karena peserta 53 didik secara spontan dapat menggali sendiri tentang masalahnya kemudian mengeksplorasi potensi-potensi yang ada dalam dirinya, meluapkan emosi yang terpendam serta mendapatkan solusi untuk pemecahan masalah yang berasal dari guru BK dan anggota kelompok lainnya.

E. Peningkatkan Perilaku Asertif melalui Teknik Psikodrama

Masa remaja merupakan satu masa periode penting dalam rentang kehidupan manusia, masa yang berlangsung antara umur 12 atau 13 tahun dan berakhir pada usia belasan tahun atau dua puluhan tahun ini dikenal sebagai masa transisi, masa dimana remaja mengalami banyak perubahan dari segi biologis, sosial, psikologis. Masa dimana remaja mengalami ketegangan emosi yang bersifat khas sehingga masa ini disebut masa badai dan topan storm and stress, masa yang menggambarkan keadaan emosi remaja yang tidak menentu, tidak stabil dan meledak-ledak, masa pencarian mengenai identitas diri yang syarat akan eksistensi dalam lingkungan pergaulan, yang terkadang justru menimbulkan suatu dilema pada diri remaja yang mengakibatkan krisis identitas sebagai konsekuensi dari usaha penyesuaian diri pada pola perilaku dan harapan sosial. Hal ini tentunya sangat bertolak belakang dengan keinginan serta harapan sebagai sosok seorang remaja, pelajar dan generasi harapan penerus bangsa. Berkaitan dengan aspek sosial-psikologis, individu sebagai makhluk sosial senantiasa membutuhkan sosialisasi dengan individu lainnya di dalam lingkungan masyarakat. Salah satu proses sosial yang harus dihadapi oleh remaja adalah sosialisasi mereka dalam lingkungan 54 sekolahnya. Di dalam lingkungan sekolah, remaja dihadapkan pada sebuah hubungan sosial dengan teman sebaya yang terdiri dari berbagai macam karakteristik antara individu yang satu dengan yang lainnya. Hal tersebut merupakan salah satu tugas perkembangan yang harus dipenuhi oleh remaja. Usaha mencapai hubungan yang seimbang dengan teman sebaya sesama remaja tentunya perlu memiliki kemampuan untuk mengemukakan pendapat, perasaan, emosi, keinginan dengan ekspresi sebenarnya secara tepat dan tegas tanpa merugikan diri sendiri atau rasa takut menyakiti dan bahkan melanggar hak-hak orang lain. Dengan kata lain para remaja ini perlu memiliki perilaku asertif yang juga merupakan suatu pengembangan kepribadian yang positif untuk mengiringi akan eksistensi diri yang mantap dan seimbang secara mental. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi perilaku asertif dalam diri seseorang antara lain pertama jenis kelamin bahwa laki – laki cenderung memiliki perilaku asertif yang tinggi dari pada wanita, karena dari kecil laki – laki dilatih untuk bersikap kompetitif dari pada wanita. Kedua self esteem atau kepercayaan diri yang tinggi akan memiliki perilaku asertif yang baik. Ketiga Tingkat pendidikan berpengaruh pada kemampuan kognitif, kognitifnya tinggi maka perilaku asertifnya baik. Keempat kebudayaan akan menentukan arah berperilaku seseorang, apabila masyarakat kecenderungan memiliki perilaku asertif baik maka individu – individunya pun akan sama. Kelima tipe kepribadian, 55 kepribadian ekstrovert lebih berperilaku asertif dari pada introvert, karena individu tersebut mampu mengekspresikan dirinya dan kebutuhannya. Keenam situasi tertentu dilingkungan sekitar bahwa perilaku seorang individu juga akan dipengaruhi oleh lingkungannya, lingkungan yang tenang akan memudahkan individu mengembangkan perilaku asertifnya sedangkan lingkungan yang menekan akan menghambatnya.. Pada masa remaja lingkungan pendidikan mempunyai peranan yang kuat terhadap pembentukan perilaku khususnya perilaku asertif. Pendidikan bertujuan untuk menghasilkan serta mengelola individu agar lebih mudah menerima dan menyesuaikan diri terhadap perubahan–perubahan, lebih mampu untuk mengungkapkan pendapatnya, menumbuh kembangkan rasa tanggung jawab dalam bersosialisasi, berorientasi melangkah ke masa depan. Wujud besarnya peranan pendidikan pada masa remaja berada dalam lingkungan sekolah, karena pada usia itu remaja sedang mengikuti proses pendidikan atau berada dalam usia wajib belajar yang membuat hampir seluruh waktu mereka untuk fokus dalam kegiatan belajar. Maka dari itu peranan program bimbingan dan konseling di sekolah menjadi penting adanya, untuk membantu menyelesaikan permasalahan yang dialami setiap peserta didik. Ada banyak macam layanan bimbingan dan konseling dalam membantu permasalahan para peserta didik, salah satu layanan tersebut adalah layanan bimbingan kelompok. Teknik pelaksanaan layanan bimbingan kelompok sendiri memiliki beberapa teknik, antara lain 56 : 1 diskusi, 2 sosiodrama, 3 psikodrama, 4 homeroom, 5 pengajaran remidial, 6 karya wisata, dan 7 pemberian informasi. Teknik Psikodrama merupakan permainan peran yang dimaksud agar individu yang bersangkutan dapat memperoleh pengertian yang lebih baik tentang dirinya, dapat menemukan konsep dirinya, menyatakan kebutuhan – kebutuhan, dan menyatakan reaksinya terhadap tekanan – tekanan terhadap dirinya. Melalui psikodrama diharapkan dapat meningkatkan partisipasi siswa dalam mengikuti layanan, sehingga siswa mampu mengeluarkan semua permasalahan yang mereka alami dan kebutuhan – kebutuhan yang mereka perlukan. Dalam permainan drama siswa memerankan situasi masalah yang dialaminya sendiri atau masalah dalam kehidupan nyata, memberikan kesempatan untuk lebih memahami permasalahannya untuk menentukan solusi yang tepat secara mandiri. Solusi tersebut dapat siswa gunakan pada waktu sekarang dan akan datang. Tahap dalam pelaksanaan psikodrama antara lain: tahap persiapan the warm up, pelaksanaan the action, dan diskusi the sharing. Psikodrama sangat tepat untuk mengatasi gangguan – gangguan yang dialami siswa dalam tumbuh kembangkanyam, sehingga siswa dapat optimal secara psikis, afeksi, dan psikomotor baik aspek pribadi, sosial, belajar dan sosial. Membantu siswa mengembangkan rasa percaya diri, ketegasan, pengambilan keputusan yang tepat, menerima dan menghargai diri sendiri serta orang lain. 57

F. Hipotesis Tindakan

Berdasarkan kajian teori dan kerangka pikir diatas, maka untuk membantu mengarahkan dirumuskan hipotesis tindakannya dalam penelitian ini adalah “ Teknik Psikodrama dapat Meningkatkan Perilaku Asertif pada Siswa Kelas VII D SMP Negeri 2 Moyudan”. 58

BAB III METODE PENELITIAN

A. Pendekatan Penelitian

Penelitian ini merupakan Penelitian Tindakan Kelas dengan bentuk kolaborasi, dimana peneliti bekerja sama dengan guru bimbingan dan konseling. Penelitian tindakan dalam bidang pendidikan yang dilaksanakan dalam lingkup kelas memiliki tujuan untuk memperbaiki dan meningkatkan kualitas bimbingan pada siswa. Dalam kegiatan ini semua bergabung dalam penelitian ini terlibat langsung secara penuh dalam proses perencanaan, tindakan, observasi, dan refleksi. Kehadiran pihak lain dalam penelitian ini peranannya tidak dominan dan sangat kecil. Secara singkat penelitian tindakan kelas dapat didefinisikan sebagai suatu bentuk penelaahan penelitian yang bersifat reflektif dengan melakukan tindakan-tindakan tertentu agar dapat memperbaiki dan meningkatkan praktik bimbingan di kelas secara lebih profesional. Suharsimi Arikunto 2012:17 menjelaskan bahwa penelitian tindakan kelas yang ideal sebetulnya dilakukan secara berpasangan antara pihak yang melakukan tindakan dan pihak yang mengamati proses jalannya tindakan. Cara ini dikatakan ideal karena adanya upaya untuk mengurangi unsur subjektivitas pengamat serta mutu yang dilakukan. Penelitian kolaborasi ini sangat disarankan kepada guru yang belum pernah atau masih jarang melakukan penelitian. Oleh karena itu, peneliti melakukan penelitian dengan berkolaborasi dengan guru, hal ini dimaksudkan untuk mengurangi tingkat subjektivitas peneliti. Suharsimi juga menjelaskan apabila sudah diketahui 59 letak keberhasilan dan hambatan dari tindakan yang baru dilaksanakan dalam satu siklus, guru pelaksana bersama peneliti menentukan rancangan untuk siklus kedua. Hal ini dilakukan untuk meyakinkan atau menguatkan hasil dari siklus pertama. Supardi 2006: 104 menyebutkan bahwa penelitian tindakan kelas merupakan suatu penelitian yang agar masalahnya muncul dikelas, dan dirasakan langsung oleh guru yang bersangkutan . Penelitian tindakan dalam bimbingan konseling tidak hanya merujuk pada keberadaan kelas atau ruangan dengan ukuran fisik tertentu atau materi pembelajaran tertentu. Penelitian tindakan dalam bimbingan konseling juga dapat merujuk pada sekelompok siswa misalnya saja dalam bimbingan kelompok atau bimbingan klasikal. John Elliot 1982 memaparkan bahwa penelitian tindakan adalah tentang situasi sosial dengan maksud untuk meningkatkan kualitas tindakan di dalamnya. Seluruh prosesnya mencakup telaah, diagnosis, perencanaan, pelaksanaan, pemantauan, dan pengaruh yang menciptakan hubungan antara evaluasi diri dengan perkembangan profesional . Sedang menurut Suharsimi Arikunto 2006: 90 penelitian tindakan adalah penelitian tentang hal – hal yang terjadi di masyarakat atau kelompok sasaran, dan hasilnya langsung dapat dikenakan pada masyarakat yang bersangkutan. Ciri atau karakteristik utama dalam penelitian tindakan adalah adanya partisipasi dan kolaborasi antara peneliti dengan anggota kelompok sasaran. Penelitian tindakan adalah satu strategi pemecahan masalah yang memanfaatkan tindakan nyata dalam bentuk proses inovatif yang dicoba sambil jalan dalam mendeteksi dan 60 memecahkan masalah. Dalam prosesnya pihak-pihak yang terlibat dalam kegiatan tersebut dapat saling mendukung satu sama lain. Dari pemaparan diatas dapat disimpulkan bahwa penelitian tindakan kelas adalah pemecahan masalah dalam individu atau kelompok untuk meningkatkan kualitas bimbingan pada siswa di sebuah kelompok dan hasil dari penelitian tersebut dapat langsung dirasakan manfaatnya oleh masyarakat.

B. Definisi Operasional

Perilaku asertif merupakan sikap atau kemampuan berperilaku yang menyangkut ekspresi keinginan, kebutuhan ataupun perasaan yang relatif terbuka, bebas, jujur dan secara cepat spontan tanpa merugikan diri sendiri dan melanggar hak – hak orang lain yang mencakup aspek perbaikan dan penerimaan diri, ekspresif, percaya diri dan berpendirian Psikodrama adalah suatu cara dalam bimbingan dengan bermain peran untuk pemecahan masalah psikis yang dialami oleh individu agar individu memperoleh pemahaman yang lebih baik tentang dirinya, menemukan perilaku asertif pada dirinya terhadap permasalahan tekanan yang dihadapi dengan menggunakan metode drama.

C. Subjek Penelitian

Subjek penelitian ini yaitu siswa kelas VII D di SMP Negeri 2 Moyudan melalui teknik purposive sampling, dimana penentuan subjek didasarkan atas adanya karakteristik yang menunjukkan kurangnya 61 kemampuan berperilaku asertif. Karakteristik yang menunjukkan kurangnya kemampuan berperilaku asertif siswa antara lain : 1. Sering menunjukkan perilaku tidak asertif berdasarkan informasi dari Guru Bimbingan dan Konseling. 2. Skor yang diperoleh dari hasil skala perilaku asertif rata-rata berada pada kategori rendah dan sedang. Peneliti mengambil subyek siswa berdasarkan karakteristik kurangnya kemampuan berperilaku asertif berdasarkan hasil skala asertif, observasi, dan wawancara dengan guru BK dan siswa.

D. Setting Penelitian 1.

Tempat Penelitian Tempat penelitian ini di SMP Negeri 2 Moyudan yang terletak di Setran, Moyudan, Sleman, Yogyakarta.

2. Waktu

Penelitian ini akan dilaksanakan antara bulan Oktober sampai November 2016. E . Desain Penelitian Dalam penelitian ini, dilakukan kolaborasi dengan Guru BK menggunakan pendekatan kuantitatif yang didukung keterangan observasi dan wawancara. Guru BK dilibatkan secara langsung dari tahap perencanaan hingga selanjutnya memantau, mencatat dan mengumpulkan data. Data yang sudah terkumpul kemudian akan dianalisis dan disusun menjadi sebuah laporan hasil penelitian. Dalam penelitian ini akan dilakukan dengan dua tahap tindak 1. Ta la un K Si te di 2. Ta da yaitu tahap kan. ahap Perenc Pada t angsung me ntuk peneli Kelas dan gu iswa kelas V rsebut, akan i sekolah ter ahap Pelaks Pada t an Taggart, p pendahulu canaan tahap ini, be ngenai kon itian, juga uru BK, sela VII D SMP n membantu rsebut. sanaan Tind tahap ini, p Hamid Dar Gamb 62 uan atau ref erkolaboras ndisi sekola akan dilak ain itu men P Negeri 2 M u peneliti un dakan peneliti men rmadi 2014 bar 1. Sistem fleksi awal i dengan Gu h yang aka kukan waw nyebarkan sk Moyudan. H ntuk menge nggunakan 4: 283 dapa m spiral kem dan juga ta uru BK dila an dijadikan ancara den kala perilak Hasil dari p etahui seber model Spir at dilihat pa mmis ahap pelaksa akukan obse n sebagai te ngan Guru ku asertif ke penyebaran rapa asertif ral dari Ke ada gambar anaan ervasi empat Wali epada skala siswa mmis ini : 63 Siklus tersebut dijabarkan sebagai berikut a. Siklus 1 1 Perencanaan Pada tahap ini disusun format observasi, membuat format wawancara kemudian mengkonsultasikan kepada Guru BK. Sebelum pada tahap itu, tahap persiapan dimulai dengan menentukan terlebih dahulu perilaku asertif yang akan diubah menggunakan psikodrama, dan menentukan jadwal pemberian teknik psikodrama. 2 Pelaksanaan Pelaksanaan tindakan mengacu pada rencana yang sudah disusun sebelumnya. Dalam pelaksanaannya berkolaborasi dengan Guru BK sebagai observer. Guru BK juga akan ikut terlibat pada saat pelaksanaan psikodrama, observasi juga dilakukan oleh Guru BK. Pelaksanaan tindakan dibagi menjadi 3 tahap yaitu tahap awal, tahap inti, dan tahap akhir. Dalam tahap ini akan melibatkan guru BK, serta siswa. Informasi mengenai perilaku asertif para siswa akan diperoleh dengan melakukan observasi, skala Pasca Tindakan terhadap siswa serta wawancara dengan guru BK. 3 Observasi Observasi dilaksanakan pada saat dan setelah dilaksanakan tindakan peningkatan perilaku asertif dengan menggunakan psikodrama. Observasi ini meliputi bagaimana perilaku siswa di dalam kelas mapun diluar kelas. 64 4 Refleksi Pada tahap refleksi, data yang telah terkumpul kemudian dianalisis sebagai hasil refleksi. Hasil dari data yang telah dianalisis tersebut, dapat diketahui apakah teknik yang telah dilakukan dapat meningkatkan perilaku asertif pada siswa atau tidak. Hasil dari refleksi akan digunakan sebagai bahan acuan untuk merencanakan tindakan yang lebih efektif pada siklus berikutnya jika diperlukan.

F. Skenario Penelitian

Dalam perencanaan siklus yang akan dilakukan berkolaborasi dengan Guru BK mengacu pada siklus model spiral oleh Kemmis dan Mc Taggart. Psikodrama yang digunakan mengacu pada teori yang dipaparkan oleh Tatiek Romlah 2006: 111 terdapat 3 tahap dalam pelaksanaan Psikodrama, antara lain yaitu tahap persiapan the warm up, pelaksanaan the action, dan diskusi the sharing. 1. Persiapan Pada siklus ini hal utama yang harus dilakukan ialah perkenalan agar anggota kelompok merasa aman dan nyaman dalam mengikuti kegiatan. Guru berperan sebagai pemimpin permainan bertugas untuk memjelaskan secara singkat apa tujuan dari psikodrama dan memberikan kesempatan kepada anggota kelompok untuk bertanya jika ada hal yang belum dipahami, setelah itu dibentuk kelompok kecil dan memberikan waktu kelompok kecil tersebut membahas konflik – konflik yang pernah dialami yang berkaitan dengan perilaku asertif. Selanjutnya pemimpin 65 permainan memberikan kesempatan untuk siswa yang mau bersukarela menyampaikan permasalahannya sehingga semua anggota mengetahui jalan cerita yang akan dimainkan kemudian diolah atau diperankan dan jika belum terdapat siswa yang berani mengungkapkan permasalahan yang dialami maka diberikan cerita permasalahan yang akan diangkat berdasarkan hasil skala yang telah dianalisis agar siswa mengetahui jalan cerita yang akan dimainkan. Guru BK juga memberikan kesempatan para siswa untuk berdiskusi tentang drama yang akan dimainkan agar saat tahap pelaksanaan dapat berjalan lancar. 2. Pelaksanaan Pada tahap ini, pemain utama dan pemain pembantu memperagakan permasalahan yang dihadapi salah satu anggota kelompok dan adegan yang dilakukan berdasarkan masalah yang dialami dan diungkapkan oleh pemilik masalah yang bersedia secara sukarela menceritakan permasalahannya. Tahap pengakhiran psikodrama dilakukan oleh anggota sendiri berdasarkan inti permasalahan nantinya anggota kelompok akan terpicu dalam mengakhiri cerita peran yang dimainkan. 3. Diskusi Setelah mengakhiri drama pada saat klimaks, pemimpin kelompok melanjutkan dengan berdiskusi kelompok menentukan akhir cerita atau perilaku yang sebaiknya dilakukan oleh penyampai masalah agar dapat memahami cara mengatasi permasalahan yang berhubungan dengan 66 perilaku asertif untuk mencegah terjadinya permasalahan secara berlarut – larut atau dimasa mendatang. Guru BK mendorong agar sebanyak mungkin anggota memberikan sumbangan pemikiran kepada pemeran utama agar mencapai solusi permasalahan hal ini berguna untuk menghidupkan suasana kelompok psikodrama. Selain itu Guru BK bertugas membantu menetralisasi balikan dari anggota kelompok untuk pemeran utama agar yang memiliki masalah tidak merasa dihakimi dan dapat mencapai keseimbangan pribadi melalui perubahan perilaku yang baru.

G. Teknik dan Instrumen Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah skala, observasi dan wawancara. Penelitian ini menggunakan skala perilaku asertif untuk mengukur sejauh mana peningkatan kemampuan berperilaku asertif pada siswa sebelum dan setelah melaksanakan psikodrama dalam bimbingan kelompok. Observasi dan wawancara dalam penelitian digunakan sebagai metode pengumpulan data sekunder. Observasi dilakukan oleh observer yaitu guru BK pengampu kelas VII D di SMP Negeri 2 Moyudan. Observasi dilakukan mulai dari perencanaan hingga setelah pelaksanaan psikodrama. Wawancara dilakukan dengan Guru BK dan Siswa kelas VII D sebagai subjek penelitian setelah dilaksanakan psikodrama. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah skala perilaku asertif, pedoman observasi dan pedoman wawancara. Penjelasannya sebagai berikut : 67

1. Skala Perilaku Asertif