Konduksi Konveksi Tinjauan Perpindahan Panas

2.4. Tinjauan Perpindahan Panas

Perpindahan panas terjadi karena ada perbedaan temperatur. Perpindahan panas dapat terjadi melalui 3 cara yaitu konduksi, konveksi dan radiasi. Konduksi adalah perpindahan panas yang tidak melibatkan aliran mediumnya, sementara perpindahan panas konveksi melibatkan aliran mediumnya, dan radiasi tidak melibatkan medium perantara tetapi secara langsung menggunakan perambatan elektromagnetik. [2]

2.4.1. Konduksi

Konduksi adalah perpindahan panas dari partikel bersuhu tinggi ke partikel bersuhu rendah sebagai hasil dari interaksi antara partikel tersebut. Konduksi dapat terjadi pada benda padat, cair dan gas. Pada konduksi, perpindahan panas terjadi akibat interaksi antar partikel tanpa diikuti perpindahan partikelnya. [2] Gambar 2.6 Perpindahan panas secara konduksi [2] Pada gambar 2.6 perpindahan panas dapat dihitung dengan menggunakan hukum Fourier, persamaannya adalah sebagai berikut [2] : L T T kA dx dT kA Q B A kon − = − =  2.1 Dimana : kon Q = Laju perpindahan panas konduksi W k = Konduktivitas thermal bahan Wm.K A = Luas penampang perpindahan panas m 2 A T = Temperatur pada titik A K B T = Temperatur pada titik B K L = Ketebalan dinding benda m Universitas Sumatera Utara

2.4.2. Konveksi

Perpindahan panas konveksi adalah perpindahan panas antara permukaan padat yang berbatasan dengan fluida yang mengalir. Fluida ini bisa dalam fasa cair atau fasa gas. Syarat utama mekanisme perpindahan panas konveksi adalah adanya aliran fluida. Mekanisme ini secara lebih jelas dapat dilihat pada Gambar 2.7. Pada gambar tersebut dianggap temperatur permukaan T s masih lebih tinggi daripada temperatur lingkungan ∞ T . Anggap udara lingkungan mengalir menuju ke permukaan plat. Partikel udara yang tepat bersentuhan dengan plat akan menerima perpindahan panas secara konduksi dari plat, akibatnya temperaturnya akan naik. Kemudian aliran udara akan mengangkut udara yang lebih panas ini untuk digantikan oleh udara berikutnya. Fakta ini menunjukkan bahwa didalam perpindahan panas konveksi, sebenarnya terdapat perpindahan panas konduksi antar partikelnya. [3] Kecepatan variasi fluida V A s Benda Panas Aliran fluida T s Temperatur variasi fluida T T ∞ Gambar 2.7 Proses perpindahan panas konveksi [3] Secara matematis, perpindahan panas konveksi pada permukaan benda dapat dirumuskan sebagai berikut [3] : ∞ − = T T hA Q s s konv  2.2 Dimana : konv Q = Laju perpindahan panas konveksi W h = Koefisien perpindahan panas konveksi Wm 2 .K Universitas Sumatera Utara s A = Luas penampang perpindahan panas m 2 s T = Temperatur permukaan benda K ∞ T = Temperatur fluida yang mengalir K Konveksi terbagi atas dua, yaitu : 1. Konveksi Paksa Konveksi paksa merupakan konveksi yang diakibatkan oleh fluida yang terdapat pada permukaan plat. Pada konveksi paksa fluida dipaksa untuk mengalir dengan bantuan alat tertentu, misalnya kipas angin dan blower. Aliran fluida pada plat dengan panjang L pada suatu arah aliran seperti yang ditunjukkan pada gambar 2.8. [3] Laminar Turbulen Xcr L Ts T ∞ V Gambar 2.8 Daerah batas laminar dan turbulen suatu aliran pada plat Koordinat x dihitung sepanjang permukaan plat dari sisi terdepan pada arah aliran. Fluida mengenai permukaan plat dalam arah x dengan kecepatan v dan temperatur ∞ T yang seragam. Awalnya kecepatan bermula dengan batas aliran laminar, tetapi jika plat cukup panjang, aliran menjadi turbulen pada jarak cr x dari permukaan depan dimana bilangan Reynold memperoleh nilai kritis untuk daerah transisi. Transisi dari aliran laminar ke turbulen bergantung pada geometri permukaan, kecepatan, temperatur permukaan, jenis fluida dan lainnya yang menjadi karakter penentu bilangan Reynold. Bilangan Reynold pada jarak x dari sisi terdepan plat datar dinyatakan sebagai berikut : Universitas Sumatera Utara v Ux Ux = = µ ρ Re 2.3 Dimana : Re = Bilangan Reynold ρ = Massa jenis fluida kgm 3 U = Kecepatan fluida mengalir mdet x = Jarak yang dihitung dari sisi terdepan sampai titik x m µ = Viskositas fluida N.detm 2 v = Viskositas kinematik fluida m 2 det Dicatat bahwa nilai bilangan Reynold bervariasi pada sebuah plat datar sepanjang aliran. Untuk aliran transisi, transisi dari laminar ke turbulen diperoleh dengan persamaan sebagai berikut : 5 10 5 Re x Vx cr cr = = µ ρ 2.4 Dimana : cr Re = Bilangan Reynold yang dihitung dari sisi terdepan sampai titik cr cr x = Jarak yang dihitung dari sisi terdepan sampai titik cr m Bilangan Nusselt lokal pada lokasi x untuk aliran laminar sepanjang plat datar ditentukan dengan turunan persamaan energi yaitu : 3 1 5 , Pr Re 332 , x x x k x h Nu = = 2.5 Dimana : x Nu = Bilangan Nusselt lokal x h = Koefisien perpindahan panas konveksi lokal pada titik x Wm 2 .K k = Konduktivitas thermal bahan Wm.K x = Jarak yang dihitung dari sisi terdepan sampai titik x m x Re = Bilangan Reynold lokal Pr = Bilangan Prandtl Universitas Sumatera Utara Sedangkan bilangan Nusselt lokal pada lokasi x untuk aliran turbulen sepanjang plat datar dihitung dengan persamaan sebagai berikut : 3 1 8 , Pr Re 0296 , x x x k x h Nu = = 2.6 Untuk aliran laminar, bilangan Nusselt rata-rata dapat dihitung dengan persamaan sebagai berikut : 3 1 5 , Pr Re 664 , L L L k L h Nu = = 2.7 Dimana : L Nu = Bilangan Nusselt rata-rata L h = Koefisien perpindahan panas konveksi rata-rata Wm 2 .K L = Panjang plat m L Re = Bilangan Reynold rata-rata Sedangkan untuk aliran turbulen, bilangan Nusselt rata-rata dapat dihitung dengan persamaan sebagai berikut : 3 1 8 , Pr Re 037 , L L L k L h Nu = = 2.8 Persamaan laminar digunakan apabila bilangan Re dibawah 5x10 5 dengan nilai Pr 0,6. Hubungan antara koefisien rata-rata perpindahan panas terhadap jenis aliran dapat dilihat pada gambar 2.9. Laminar Xcr Ts Turbulen h x , laminar h rata-rata h x , turbulen Gambar 2.9 Grafik yang menunjukkan koefisien perpindahan panas rata-rata untuk plat datar dengan campuran antara aliran laminar dan turbulen Universitas Sumatera Utara 2. Konveksi Bebas Konveksi natural atau konveksi bebas terjadi karena fluida yang berubah densitasnya dikarenakan proses pemanasan sehingga fluida dapat bergerak naik. Radiator panas yang digunakan untuk memanaskan ruang merupakan suatu contoh peranti praktis yang memindahkan kalor dengan konveksi bebas. Gerakan fluida dalam konveksi bebas, baik fluida gas maupun cair, terjadi karena gaya apung bouyancy force yang dialami apabila densitas fluida di dekat permukaan perpindahan kalor berkurang sebagai akibat proses pemanasan. Gaya apung ini tidak akan terjadi apabila fluida tidak mengalami suatu gaya dari luar yang dapat menghasilkan arus konveksi bebas lihat gambar 2.10. Gaya apung yang menyebabkan arus konveksi bebas disebut gaya badan body forces. [3] Gambar 2.10 Konveksi natural yang terjadi pada telur panas [4] Untuk menentukan laju perpindahan panas konveksi dapat dilakukan berdasarkan teori perpindahan panas, dapat dituliskan sebagai berikut [3] : n L CRa k hL Nu = = 2.9 Dimana : L Nu = Bilangan Nusselt h = Koefisien perpindahan panas konveksi Wm 2 .K k = Konduktivitas thermal bahan Wm.K L = Dimensi dari struktur m Ra = Bilangan Rayleigh n = 4 1 untuk aliran laminar dan 3 1 untuk aliran turbulen Universitas Sumatera Utara Ra adalah bilangan Rayleigh yang ditentukan dari hasil perhitungan Grashof dan Prandtl. Pr L Gr Ra = 2.10 Nilai rata-rata koefisien konveksi natural perpindahan panas diperoleh dari pengembangan governing equation untuk konveksi bebas, dituliskan sebagai berikut : 2 3 v L T T g Gr s L ∞ − = β 2.11 k c p µ = Pr 2.12 Dimana : L Gr = Bilangan Grashof mdet 2 g = Percepatan gravitasi mdet 2 β = Koefisien ekspensi volume, 1K β =1T untuk gas ideal p c = Panas spesifik kJkg.K s T = Temperatur permukaan K ∞ T = Temperatur fluida ruangan K L = Dimensi geometri m v = Viskositas kinematic fluida m 2 det Bilangan Grashof merupakan bilangan tak berdimensi yang menggambarkan rasio gaya apung buoyancy force terhadap gaya kekentalan viscous force yang bekerja pada fluida. Kemudian, koefisien perpindahan panas konveksi bebas dapat diperoleh dari hubungan antara persamaan 2.9 dan 2.10 : n T L g L k C h       ∆ = . Pr . . . . . 2 3 2 µ β ρ 2.13 Pada persamaan 2.9 dapat dikembangkan khusus untuk plat vertikal. Hubungan yang dapat dipakai untuk seluruh nilai Ra direkomendasikan oleh Churchill dan Chu dalam bentuk persamaan berikut : Universitas Sumatera Utara 2 27 8 16 9 6 1 Pr 492 , 1 . 387 , 825 ,                               + + = L L Ra Nu 2.14 Persamaan 2.14 lebih kompleks, tetapi menghasilkan nilai yang lebih akurat. Untuk plat vertikal miring, maka nilai g dalam persamaan 2.11 adalah θ cos . g , dimana nilai θ adalah sudut kemiringan dari sumbu y.

2.4.3. Radiasi