commit to user
1. Perusahaan Batik Brotoseno
Perusahaan Batik Brotoseno berawal dari usaha rumahan yang dijalankan oleh Bapak Soeparjan beberapa dasawarsa yang lalu, tepatnya tahun 1974.
Dengan usaha keras dan tidak kenal menyerah walaupun pernah dilanda krisis ekonomi, Batik Brotoseno bisa tetap survive dan tidak terhempas badai krisis
ekonomi. Tongkat estafet kepemimpinan pada tahun 1997 oleh Bapak Soeparjan diserahkan kepada putranya yaitu Bapak H. Eko Suprihono, SE yang selanjutnya
dibawah pemimpin baru ini Batik Brotoseno lebih agresif dalam pemasaran dan penjualan. Hal ini dapat dilihat dari banyaknya pameran-pameran yang diikuti,
baik pameran skala daerah, nasional maupun pameran dengan skala internasional. Hal ini menyebabkan nama Batik Brotoseno kini menjadi semakin berkibar dan
menjadikan perusahaan rumahan ini menjadi sebuah perusahaan batik yang diperhitungkan dalam kancah perbatikan.
Dalam menjalankan usahanya, Batik Brotoseno senantiasa menganggap pengusaha sejenis adalah kawan bukan lawan, dengan demikian tidak akan terjadi
persaingan dengan cara yang kurang sehat. Batik Brotoseno juga melakukakan pelatihan-pelatihan membatik untuk instansi pemerintah maupun swasta yang
memiliki tujuan membuka lapangan kerja di daerahnya, hal ini disambut dengan positif oleh para kepala daerah yang selanjutnya mengirimkan wakil dari
departemennya untuk mengikuti pelatihan.
2. Keberadaan Batik Brotoseno
Batik merupakan salah satu hasil kebudayaan Indonesia dengan latar belakang sejarah serta akar budaya yang kuat. Pemalaman dilakukan dengan
menggunakan alat canting atau sejenisnya dengan bahan lilin sebagai penahan
commit to user
masuknya warna.
2
Sehingga batik dapat dikatakan sebagai tulisan berupa gambaran atau hiasan motif pada kain atau media lain yang dihasilkan melalui
proses tutup celup dengan lilin yang kemudian diproses dengan cara tertentu. Surakarta merupakan salah satu lokasi berkembangnya batik di antara
pusat kegiatan pembatikan di Jawa Tengah. Surakarta terdiri dari dua istana yakni Kraton Surakarta Hadiningrat dan Istana Mangkunegaran yang berukuran lebih
kecil yang secara struktur pemerintahan setara dengan kadipaten. Dua tempat tersebut membawa pengaruh budaya, termasuk tradisi membatik, pada masing-
masing wilayah kekuasaan yang kini dinamakan Eks-Karesidenan Surakarta. Tradisi membatik di Surakarta menyebar ke daerah-daerah sekitar, yakni Klaten
Batik Bayat, Sukoharjo Batik Pajang, Solo Batik Kauman dan Batik Laweyan, Wonogiri Batik Wonogiren, Karanganyar Batik Matesih, dan
Sragen Batik Kliwonan. Sebagai akibat kemajuan di bidang teknologi komunikasi dan kegemaran
masyarakat terhadap penggunaan batik, maka batik dari masa ke masa juga mengalami perkembangan dan perubahan yang berarti. Dari yang semula untuk
kepentingan busana tradisional, kemudian berkembang menjadi komoditas perdagangan yang luas. Hal ini pun berdampak pada batik di wilayah Surakarta,
khususnya Batik Kliwonan di Sragen dengan trademark Batik Brotoseno. Pengembangan motif serta warna yang mengikuti perkembangan zaman serta
bentuk trend busana, menyebabkan mereka harus keluar pakem. Warna-warna tidah hanya warna sogan atau juga warna tanah yang telah menjadi kekhasan batik
Surakarta, namun berkembang dengan warna cerah khas Batik Pesisiran.
2
A.N. Suyatno, Sejarah Batik Yogyakarta, Yogyakarta: Rumah penerbitan Merapi, 2002, hlm. 2
commit to user
Motifnya pun juga lebih variatif, bahkan ada yang menggabungkan motif batik larangan dengan motif kreasi baru. Teknik serta kainnya pun berkembang pula
menjadi lebih variatif, sebab Batik Brotoseno lebih diarahkan pada industri.
3. Lokasi Perusahaan