commit to user
akhir pro ses “babaran”. Ciri utama batik adalah di dalam proses tersebut
dipergunakan bahan utama berupa mori, malam lilin, dan pewarna. Dapat disimpulkan bahwa perkataan batik berarti seratan atau tulisan
dalam bentuk coretan atau gambar yang berasal dari titik-titik yang mempunyai arti tertentu. Titik-titik itu merupakan hasil penitikan cairan lilin atau malam
yang keluar dari alat yang disebut canting. Setelah titik-titik itu dihubungkan, maka terlihatlah garis sebagai hasil coretan canting tersebut.
2. Sejarah Keberadaan Batik
Sejarah kehadiran batik di Indonesia tidak begitu jelas, meskipun banyak tulisan yang mengukas tentang asal-usul batik. Kebanyakan dari tulisan-tulisan
tersebut menyebutkan bahwa batik Indonesia berasal dari daratan India khususnya sekitar pantai Koromandel dan Mattura, karena pada waktu itu di
sana telah dikenal teknik tutup celup sejak beberapa abad sebelum Masehi yang dahulu dibawa oleh pedagang Hindu sewaktu mengadakan dagang dengan
Indonesia.
5
Pendapat tersebut masih menjadi pertentangan karena kain batik tidak tahan oleh waktu dan mudah rusak, sehingga menyebabkan kesulitan
dalam mencari kebenaran-kebenaran data tentang kapan munculnya batik di lndonesia. Pendapat seorang ahli berkebangsaan Belanda sebagai berikut :
Asal mula batik di Jawa adalah dari luar, dibawa oleh orang Kalingga dan Koromandel, keduanya berasal dari India, dimana permulaannya sebagai
5 Prof. Dr. R. M. Sutjipto Wirjosuprap to, dalam Wahyu Tri Pambudi, “Studi tentang Pembuatan Kain Bermotif Batik dengan Proses Printing di Daerah
Sentra Industri Tekstil Cetak Laweyan”, Skripsi, UNS Surakarta, 1994. hal. 8.
commit to user
pedagang, kemudian sebagai imigran Kolonisator, sejak kurang lebih 400 AD mulai mempengaruhi di Jawa.
6
Hal yang membuktikan bahwa ragam hias batik Indonesia terdapat pengaruh dari India, dapat dilihat dari motiftya. Patung-patung Hindu yang
terdapat di candi menggunakan motif kawung, yang sekarang motif tersebut sering kita jumpai sebagai motif batik, begitu juga dengan motif tumpal. Suatu
pendapat mengatakan : Dalam arsitektur Hindu di Jawa kita dapat menemukan hiasan tumpal,
yang mana sangat manis dan rumit. Sebuah temuan sebagai contoh yang dapat dilihat adalah bentuk naga dan ular pada candi Panataran di
dekat Blitar Jawa Timur. Tetapi hiasan tumpal yang paling terkenal terdapat pada tenun dan seni batik. Di sarung tenunan ataupun di kain
batik kita menemukan sebuah lajur yang lebar berbentuk menyilang pada kain. Lajur ini disebut kepala dan dihiasi dengan dua baris
tumpal yang ujungnya dipertemukan dengan cara mendekatkan dengan yang lain. Tumpal-tumpal itu sendiri dihiasi dengan motif bunga.
7
Pendapat di atas menunjukan bahwa motif Hindu mempengaruhi dan berperan dalam perkembangan serta asal mula batik di Indonesia. Dari
berbagai penjelasan di atas, dapat diperkirakan bahwa kehadiran batik dimulai sejak zaman prasejarah dalam bentuk selain batik, dan mencapai
perkembangannya pada jaman Hindu. Para ahli arkeologi juga mencatat bahwa asal mula batik dari Mesir dan
Persia. Pada 2000 tahun yang lalu masyarakat Mesir dan Persia telah memakai pakaian batik juga penduduk Tiongkok dan Jepang.
Pendapat senada lainnya yang menganggap batik Indonesia berasal dari luar adalah:
6 G. P. Rouffaer, dalam Anggraita, “Studi tentang Batik Tenun Ulang dengan Proses Tenun ATBM Karya A. Kadir Ridaka”, Skripsi, UNS Surakarta,
1987. hal. 32. 7 Departement of Information of Republic Indonesia, 1956, hal 8
commit to user
Batik berasal dari daratan Cina. Kesaksian itu diperkuat dengan ditemukannya jenis batik dengan teknik tutup celup kira-kira 2000
tahun sebelum masehi yang lalu. Batik yang ditemukan tersebut menggunakan warna biru dan putih saja dan sudah menunjukan teknik
yang mantap.
8
Pendapat yang menyatakan bahwa batik Indonesia adalah hasil penyebaran dari Cina perlu dipertanyakan karena proses pembuatan batik di Cina tidak
sama dengan proses yang dikerjakan di Jawa.
9
Pendapat yang menyatakan bahwa batik Indonesia berasal dari India juga patut diragukan, karena daerah-
daerah lain di Indonesia yang tidak terjangkau oleh pengaruh kebudayaan India seperti Toraja dan Irian terdapat kerajinan rakyat yang dibuat dengan teknik
semacam batik, di daerah Flores dan Halmahera juga dikenal teknik tutup celup seperti yang digunakan dalam membatik. Sutjipto Widosuparto menyatakan
bahwa bangsa Indonesia sebelum bertemu dengan kebudayaan India, telah mengenal aturan untuk menyusun syair, mengenal membuat kain batik,
mengenal industri logam, penanaman padi di sawah dengan jalan pengairan dan suatu pemerintahan yang teratur.
10
Selanjutnya adalah perkembangan pada masa Islam masuk ke Indonesia. Pada masa ini pendapat yang ada menjelaskan bahwa batik masuk ke Indonesia
dengan jalur perdagangan yaitu melewati pesisir, oleh karena itu batik pesisir digunakan sebagai sebutan kain batik tersebut.
Motif-motif pada zaman Islam merupakan karya seni budaya istana yang sarat dengan makna spiritual. Perkembangan motif-motif pada zaman Islam
8 Soedarsono, Retna Astuti, dan I.W. Pantja Sunjata, Aspek Ritual dan Kreatifitas dalam Pekembangan Seni di Jawa, dalam Kristanti Putri Laksmi. “Bentuk, Fungsi, dan Makna Simbolis Motif Kain Batik Sidomukti Gaya Surakarta”. Tesis Pogram Studi Pengkajian Seni
Pertinjukan dan Seni Rupa, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, 2008. 9 Si Tjai Fei dan Tjeng Peng, Gambar-gambar Kain cap Biru Tiongkok, 1958, hal. 13.
10 Prof. Dr. R.M. Sutjipto Wirjosuparto, dalam Sewan Susanto, Seni Kerajinan Batik Indonesia, Balai Penelitian Batik dan Kerajinan, Lembaga Penelitian dan Pendidikan Industri, Departemen Perindustrian RI, 1980, hal. 307.
commit to user
mencapai puncaknya dengan ditemukannya ragam hias baru yang bersifat Islami. Umumnya ragam hias pada zaman ini bermotif kaligrafi Arab, motif
masjid, dan motif permadani. Penggunaan motif ini biasanya terdapat pada kain panji, hiasan dinding, dan bendera. Sehingga penggunaannya bukan pada
motif hias pakaian.
11
Namun ada pula pendapat yang menyatakan bahwa batik berasal dari Pulau Jawa, pada tahun 1656 kegiatan membatik sudah menjadi pekerjaan
rutin di Kerajaan Mataram di samping menenun, membordir dan menjahit
12
. Pada tahun 1705, kebiasaan menenun kain dengan kualitas halus untuk batik
telah menjadi kebiasaan umum di Jawa, namun tidak dapat dipastikan kapan tepatnya kegiatan membatik di Indonesia atau di Jawa ini dimulai. Sejarah
perbatikan di Indonesia berkaitan erat dengan perkembangan Kerajaan Majapahit dan penyebaran ajaran Islam di Tanah Jawa. Pengembangan batik
banyak dilakukan pada masa-masa Kerajaan Mataram, kemudian pada masa kerajaan-kerajaan di Solo dan Yogyakarta. Kesenian ini mulai meluas di
kalangan rakyat Indonesia, khususnya suku Jawa setelah akhir abad ke-18. Batik tulis adalah yang pertama kali dikenal, kemudian diikuti oleh batik cap
yang mulai dikenal pada akhir Perang Dunia I, sekitar tahun 1920-an. Batik pada zaman dahulu awalnya hanya berkembang di lingkungan
keraton, namun pada akhirnya batik dikenal luas di luar lingkungan keraton. Hal ini terjadi karena kebutuhan masyarakat di lingkungan keraton yang
11
Wiyoso Yudoseputro, Pengantar Seni Rupa Islam di Indonesia, Angkasa, Bandung, 1986, hal 103.
12
Hawkins, Everett. D., The Batik Industry: The Role of The Javanese Entrepreneur dalam Benyamin Higgins, Entrepreneurship and Labour Skills in Indonesian Economic Development A Symposium New
Haven: Yale University Southeast Asia Studies Monograph Series No.1, hlm. 92-93.
commit to user
semakin meningkat seiring dengan pertumbuhan ekonomi keraton, khususnya Keraton Surakata. Sehingga bermunculan sentra-sentra pembuatan kain batik di
Surakarta. Sentra batik di Surakarta tumbuh di sekitar aliran sungai yang pada waktu itu dijadikan sebagai jalur transportasi bersama. Daerah sentra industri
tersebut antara lain desa yang terletak di pinggiran Sungai Kabanaran, Desa Kedhunggudel terletak di Sukoharjo di hulu Bengawan Solo, Desa Serenan
Juwiring yang terletak di pinggiran Bengawan Solo, Desa Bekonang yang berada di sebelah Timur Sungai Sangkrah, Desa Kliwonan Sragen yang berada
di pinggir Bengawan Solo, Desa Plupuh, dan Desa Tirtomoyo.
13
Setiap daerah pembatikan mempunyai keunikan dan ciri khas, baik dalam ragam hias maupun tata warna. Persamaan dan perbedaan terletak pada
proses serta teknik pembatikan, yang umumnya menggunakan canting dan malam, serta bentuk pola, motif, pemilihan warna, dan fungsi kain batik. Hal
tersebut menyesuaikan tata kehidupan sosial dan lingkungan alam. Batik daerah Yogyakarta dan Surakarta, mayoritas memiliki pola simetris, motif
besar, mengangkat tema kehidupan masyarakat darat hutan, hasil bumi, dan agraria serta simbol-simbol kerajaan. Pemilihan warnanya adalah nuansa
alam, seperti coklat sogan yang menggambarkan kebersahajaan dan membumi. Hal tersebut selaras dengan kehidupan sosial, budaya, lingkungan
Yogyakarta dan Surakarta sebagai lingkup kraton dengan karakter halus dan pelan.
Khusus pada Batik Sragen Batik Kliwonan, juga mempunyai ciri khas tersendiri yang membedakan dengan Solo dan Yogyakarta. Semula identik
13
Kalinggo Honggodipuro
commit to user
dengan gaya Solo, namun pada perkembangan selanjutnya motif-motif baku semisal parang, sidoluhur, sidomukti, kawung, sekarjagad, babon angrem,
srikaton, wahyu tumurun dan lain sebagainya dipadukan dengan corak flora dan fauna. Selain itu warna-warna Batik Sragen juga lebih bervariasi, tidak
hanya warna gelap sogan, tapi juga warna-warna cerah seperti hijau, merah, pink, biru, ungu. Sragen juga dikenal dari batik gaya lawasannya, maksudnya
membuat batik menjadi seolah-olah berumur puluhan tahun atau ratusan tahun, terkesan kuno dan antik. Perajin di Sragen umumnya memproduksi batik
dengan teknik tulis, cap, printing, dan kombinasinya. Sedang jenis kain yang digunakan perajin, sebagian besar masih mempertahankan teknik tulis di atas
kain primisma.
B. Perancangan Promosi