Eksperimen Pengaruh Subsitusi Semen Dengan Abu Vulkanik Sinabung Terhadap Sifat Mekanis Beton.

(1)

EKSPERIMEN PENGARUH SUBSITUSI SEMEN DENGAN

ABU VULKANIK SINABUNG TERHADAP SIFAT MEKANIS

BETON

TUGAS AKHIR

ERIC SANDY MARBUN

08 0404 074

BIDANG STUDI STRUKTUR

DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

ABSTRAK

Ketika Gunung Merapi Sinabung meletus salah satu material yang dimuntahkan adalah abu vulkanik. Abu vulkanik merupakan salah satu mineral bumi yang mempunyai karakter pozzolan yang dapat digunakan dalam dunia konstruksi seperti dalam pembuatan beton.

Eksperimen ini meneliti sifat fisik dan kimia Abu Vulkanik gunung Sinabung sebagai salah satu mineral bumi yang mempunyai mempunyai karakter pozzolan. Abu vulkanik Sinabung ini dicoba digunakan untuk mengurangi jumlah pemakaian semen dalam campuran beton dengan mutu beton strukturil f`c 20 MPa atau mutu beton K-175. Eksperimen ini direncanakan membuat Mix Design dengan mutu f`c 20 MPa yang nantinya digunakan sebagai patokan untuk mengurangi pemakaian jumlah semen dari 10%, 20% dan 25%.

Dilakukan analisa perkembangan efek pozolan Abu vulkanik Sinabung pada proses hidrasi dengan uji tekan, uji tarik dan resapan pada campuran beton di Laboratorium masing-masing pada umur 28 hari. Benda uji mempunyai dimensi silinder 15 cm x 30cm.

Hasil dari percobaan menunjukkan peningkatan kekuatan tekan dan tarik pada penggunaan abu vulkanik 10% berturut-turut sebesar 4,072% dan 24,87%. Sementara untuk uji resapan menunjukkan peningkatan pada semua variasi dimana semakin besar penggunaan abu vulkanik, semakin besar pula resapan yang terjadi. Penelitian ini memberi kesimpulan bahwa Abu Vulkanik Sinabung efektif sebagai bahan subtitusi semen pada campuran beton mutu f`c 20 MPa. Perlunya diadakan penelitian lebih lanjut tentang kandungan sifat fisis maupun kimiwai dari abu vulkanik.

Kata kunci: abu vulkanik sinabung, pozzolan, kuat tekan, kuat tarik, mix design, resapan


(3)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur saya ucapkan atas kebaikan Tuhan Yesus Kristus karena anugrah, berkat dan karunia-Nya yang saya terima sehingga tugas akhir ini dapat diselesaikan dengan baik.

Tugas akhir ini merupakan syarat untuk mencapai gelar sarjana Teknik Sipil bidang struktur Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara, dengan judul “EKSPERIMEN PENGARUH SUBSITUSI SEMEN DENGAN ABU VULKANIK SINABUNG TERHADAP SIFAT MEKANIS BETON”.

Saya menyadari bahwa dalam menyelesaikan tugas akhir ini tidak terlepas dari dukungan, bantuan serta bimbingan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, saya ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada beberapa pihak yang berperan penting yaitu :

1. Ibu Nursyamsi ST, MT selaku pembimbing, yang telah banyak memberikan dukungan, masukan, bimbingan serta meluangkan waktu, tenaga dan pikiran dalam membantu saya menyelesaikan tugas akhir ini.

2. Bapak Prof. Dr. Ing. Johannes Tarigan selaku Ketua Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Ir. Syahrizal, MT selaku Sekretaris Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.

4. Bapak/Ibu seluruh staff pengajar Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.


(4)

5. Seluruh pegawai administrasi Departemen Teknik Sipil Fakultas teknik Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan bantuan selama ini kepada saya.

6. Teristimewa dihati buat keluarga saya, terutama kepada kedua orang tua saya, Bapak E.Marbun dan R.Hutabarat yang saya cintai yang telah memberikan doa, motivasi, semangat dan nasehat kepada saya. Terima kasih atas segala pengorbanan, cinta, kasih sayang dan doanya yang tiada batas untuk saya. Kakak-kakak saya tercinta Junyanita, Erni Tania dan Diana terimaksih untuk doa dan dukungan yang kalian berikan, serta adik-adik saya Epryanto, Erbi, Erlin terimakasih atas doanya. Dan keluarga besar yang turut mendoakan pengerjaan skripsi ini.

7. Asisten Laboratorium Bahan Rekayasa, Fauzi dan kawan-kawan.

8. Terimakasih saya untuk Vio Marito Siahaan yang saya cintai yang telah banyak membantu saya sampai selesai skripsi ini.

9. Buat teman-teman seperjuangan 08 terimakasih atas bantuannya, Luhut The Kop, Agi, Hermanto, Novandi, Sandro, Riko, Tito olong, Aris, dan mahasiswa sipil 2008 lainnya yang tidak dapat disebutkan seluruhnya terima kasih atas semangat dan bantuannya selama ini. Adek-adek 2011 dan 2013, Candra, Tryboy, Defrin, Peter.

Saya menyadari bahwa dalam penyusunan tugas akhir ini masih jauh dari kata sempurna. Yang disebabkan keterbatasan pengetahuan dan kurangnya pemahamahan saya dalam hal ini. Oleh karena itu, saya mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari para pembaca demi perbaikan menjadi lebih baik.


(5)

Akhir kata saya mengucapkan terima kasih dan semoga tugas akhir ini dapat bermanfaat bagi para pembaca.

Medan, November 2014

Penulis


(6)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ……….. .. i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... iv

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR GAMBAR ... viii

DAFTAR NOTASI ... ix

DAFTAR LAMPIRAN ... x

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Maksud dan Tujuan Penelitian ... 3

1.3 Pembatasan Masalah ... 3

1.4 Metodologi Penelitian ... 4

1.5 Percobaan ... 5

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Umum ... 7

2.2 Karakteristik Abu Vulkanik ... 9

2.3 Jenis-Jenis Beton ... 11

2.4 Bahan Penyusun Beton ... 13

2.4.1 Semen ... 13

2.4.1.1 Umum ... 13

2.4.1.2 Semen Portland ... 14

Jenis-jenis Semen Portland ... 14

Bahan Dasar Semen Portland ... 15


(7)

2.4.2 Agregat ... 19

2.4.2.1 Umum ... 19

2.4.2.2 Jenis-jenis Agregat ... 20

a.Jenis Agregat Berdasarkan Bentuk ... 20

b.Jenis Agregat Berdasarkan Tekstur Permukaan ... 23

c.Jenis Agregat Berdasarkan Ukuran Butir Nominal 24 2.4.3 Air ... 28

2.4.4 Bahan Mineral Pembantu ... 29

2.4.4.1 Umum ... 29

2.4.4.2 alasan penggunaan bahan pembantu ... 32

2.4.4.3 Perhatian penting dalam penggunaan bahan pembantu .. 33

2.4.4.4 Jenis-jenis bahan mineral pembantu ... 34

a.Kerak tanur tinggi ... 34

b.uap silika ... 34

c.Abu terbang ... 35

2.5 Beton segar dan Beton keras ... 26

2.5.1 Beton Segar (fresh concrete) ... 37

a.Kemudahan Pekerjaan (Workability) ... 38

b.Pemisahan Kerikil (Segregation) ... 39

c.Pemisahan Air (Bleeding) ... 40

d.Kelecakan dan Kepadatan ... 40

2.5.2 Beton Keras (Hardened Concrete) ... 41

a. Kuat Tekan Beton... 41

b. Modulus Elasitisitas ... 45

c.Kuat Tarik Beton ... 46

2.6 Klasifikasi Retak ... 47

a. Rangkak (Creep) dan Susut (Shrinkage) ... 47

b. Plastic Shrinkage Crack ... 48

c. Drying Shrinkage Beton ... 49


(8)

BAB 3 METODE PENELITIAN

3.1 Umum ... 52

3.2 Bahan-bahan penyusun beton ... 53

3.2.1. Semen Portland ... 53

3.2.2. Agregat Halus ... 53

3.2.3. Agregat Kasar ... 56

3.2.4. Air ... 58

3.2.5. Pengujian komposisi Kimia abu Vulkanik ... 59

3.6.1 PerencanaanCampuranBeton (Mix Design) ... 59

3.6.2 Penyediaan Bahan Penyusun Beton ... 60

3.6.3 Pembuatan Benda Uji ... 60

3.6.4 Penggunaan Abu vulkanik sinabung ... 61

3.6.5 Pengujian Sampel ... 62

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Komposisi Kimia Abu Vulkanik Sinabung ... 63

4.2 Komposisi Kimia Semen ... 63

4.3 Uji Kuat Tekan Beton ... 63

4.4 Uji Kuat Tarik Belah ... 65

4.5 Absorbsi Beton ... 66

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ... 68

5.2 Saran ... 69


(9)

DAFTAR TABEL

Tabel 1.1 Karakteristik abu vulkanik ... 2

Tabel 1.2 Distribusi Pengujian Benda UjiSilinder ... 6

Tabel 2.1 empat senyawa utama semen portland ... 16

Tabel 2.2 komposisi oksida Semen Portland ... 17

Tabel 2.3 batasan gradasi untuk agregat halus ... 25

Tabel 2.4 susnan besar butiran agregat kasar ... 27

Tabel 2.5 material pozolan ... 31

Tabel 2.6 perkiraan kuat tekan pada tiap umur ... 44

Tabel 2.7 toleransi lebar retak untuk struktur ... 51

Tabel 3.1 komposisi campuran beton untuk benda uji ... 62

Tabel 4.1 komposisi kimia abu vulkanik ... 63

Tabel 4.2 komposisi kimia semen ... 63

Tabel 4.3 kuat kokoh tekan ... 64

Tabel 4.4 Tarik belah beton ... 65


(10)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1 Benda Uji Silinder ... 6

Gambar 2.1 Perbedaan reaksi hidrasi dan pozolanik ... 30

Gambar 3.1 Diagram AlirPembuatan Beton Normal ... 52

Gambar 3.2 Abu vulkanik sinabung ... 59

Gambar 4.1 Grafik kuat tekan ... 64

Gambar 4.2 Grafik kuat tarik ... 65


(11)

DAFTAR NOTASI

SSD: saturated surface d n : jumlahsampel

f'c : kuat tekan beton karakteristik (MPa) fc’ : kekuatantekan (kg/cm2)

P : beban tekan (kg) A : luas penampang (cm2) S : devias istandar (kg/cm2)

σ’b : kekuatan masing – masing bendauji (kg/cm2) σ’bm : kekuatan Beton rata –rata (kg/cm2)

N : jumlah Total Benda Uji hasil pemeriksaan

Fct : tegangan rekah beton (kg/cm) P : beban maksimum (kg)

L : panjang sampel (cm) D : diameter (cm)

F : beban yang diberikan (kg)

s m

: massa sample kering (kg)

b m


(12)

DAFTAR LAMPIRAN

LampiranI Concrete Mix Design

Lampiran II Pemeriksaan Bahan

Lampiran III Data Pengujian

LampiranIV Hasil Analisa Sampel Lab. Kimia F-MIPA USU


(13)

ABSTRAK

Ketika Gunung Merapi Sinabung meletus salah satu material yang dimuntahkan adalah abu vulkanik. Abu vulkanik merupakan salah satu mineral bumi yang mempunyai karakter pozzolan yang dapat digunakan dalam dunia konstruksi seperti dalam pembuatan beton.

Eksperimen ini meneliti sifat fisik dan kimia Abu Vulkanik gunung Sinabung sebagai salah satu mineral bumi yang mempunyai mempunyai karakter pozzolan. Abu vulkanik Sinabung ini dicoba digunakan untuk mengurangi jumlah pemakaian semen dalam campuran beton dengan mutu beton strukturil f`c 20 MPa atau mutu beton K-175. Eksperimen ini direncanakan membuat Mix Design dengan mutu f`c 20 MPa yang nantinya digunakan sebagai patokan untuk mengurangi pemakaian jumlah semen dari 10%, 20% dan 25%.

Dilakukan analisa perkembangan efek pozolan Abu vulkanik Sinabung pada proses hidrasi dengan uji tekan, uji tarik dan resapan pada campuran beton di Laboratorium masing-masing pada umur 28 hari. Benda uji mempunyai dimensi silinder 15 cm x 30cm.

Hasil dari percobaan menunjukkan peningkatan kekuatan tekan dan tarik pada penggunaan abu vulkanik 10% berturut-turut sebesar 4,072% dan 24,87%. Sementara untuk uji resapan menunjukkan peningkatan pada semua variasi dimana semakin besar penggunaan abu vulkanik, semakin besar pula resapan yang terjadi. Penelitian ini memberi kesimpulan bahwa Abu Vulkanik Sinabung efektif sebagai bahan subtitusi semen pada campuran beton mutu f`c 20 MPa. Perlunya diadakan penelitian lebih lanjut tentang kandungan sifat fisis maupun kimiwai dari abu vulkanik.

Kata kunci: abu vulkanik sinabung, pozzolan, kuat tekan, kuat tarik, mix design, resapan


(14)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pada tahun 2010 hingga 2014 kabupaten karo dilanda bencana meletusnya gunung sinabung yang mengakibatkan kerusakan sektor pertanian, pemukiman warga, bahkan letusan gunung merapi yang berada di daerah laukawar ini telah memakan korban jiwa manusia. Ini telah menjadi berita nasional di negara kita dan indonesia berkabung atas peristiwa tersebut. Dalam kurun waktu tersebut daerah disekitar gunung sinabung dipenuhi oleh abu yang cukup tebal. Pernah tercatat letusan gunung sinabung mengeluarkan abu yang mencapai ketinggian 6000 m, akibatnya abu mencapai daerah dalam jarak yang cukup luas. Dapat terbayangkan betapa besarnya jumlah material yang dimuntahkan oleh gunung tersebut dan belum termanfaatkan dengan baik. Berawal dari latar belakang ini saya mencoba untuk mengambil hikmah dari bencana tersebut dengan cara memanfaatkan material yang dimuntahkan oleh gunung sinabung yaitu abu gunung sinabung untuk mengurangi pemakaian jumlah semen dalam campuran beton.

Dalam dunia konstruksi sebagian besar material mempergunakan material yang tersedia di alam misalnya dalam pembuatan beton. Beton adalah bahan yang diperoleh dengan mencampurkan agregat halus, agregat kasar, semen portland dan air. Menurut SNI T-15-1990-03, beton adalah campuran antara semen portaland atau semen hidraulik yang lain, agregat halus, agregat kasar dan air dengan atau


(15)

Abu vulkanik termasuk kedalam bahan pozzolan alami karena mengandung unsur silika (SiO2) dan alumina (Al2O3) sehingga dapat mengurangi pemakaian jumlah semen portland dalam satu adukan beton. Di bawah ini disajikan persentase unsur-unsur kimia yang terdapat dalam abu vulkanik .

Tabel 1.1 Karakteristik abu vulkanik

Nama unsur Sampel 1 Sampel 2

SiO2 54,56 54,61

Al2O3 18,37 18,68

Fe2O3 8,59 8,43

CaO 8,33 8,31

MgO 2,45 2,17

Na2O 3,62 3,82

K2O 2,32 2,23

MnO 0,17 0,17

TiO2 0,92 0,91

P2O5 0,32 0,3

H2O 0,11 0,12

HD 0,2 0,18

Sumber : Candra Kurniawan, Perdamean Sebayang, Dan Muljdi 2011

Sebelumnya telah dilakukan penelitian yang berkaitan dengan pemanfaatan abu vulkanik seperti analisis pemakaian abu vulkanik gunung merapi untuk mengurangi pemakaian semen pada campuran beton mutu kelas II oleh agus muldianto dan purwanto; efek sifat pozolan abu gunung bromo pada mortar sebagai bahan bangunan oleh ridho bayuaji ,mjihad , cahyadi , tatas , amienwidodo 2012 ; pembuatan beton high-strength berbasis mikrosilika dari abu vulkanik gunung merapi oleh candra kurniawan, perdamean sebayang, dan muljadi 2011. Sedangkan penelitian ini sendiri tentang eksperiman pengaruh pemanfaatan abu vulkanik sinabung untuk mengurangi jumlah pemakaian semen dengan mutu beton 20 Mpa.


(16)

Hingga pada saat ini bahan muntahan akibat letusan gunung berapi yang banyak digunakan dalam dunia konstruksi adalah pasir dan batuan yang kemudian diolah lagi untuk mendapatkan campuran beton. Padahal akibat aktivitas vulkanik tersebut juga menghasilkan material yang dalam jumlah relatif besar yaitu abu vulkanik. Untuk itu perlu dikaji lebih banyak penilitian lagi untuk mengkaji pemanfaatan abu vulkanik sebagai campuran semen agar penggunaan semen bisa ditekan dan tentunya tanpa mengurangi mutu beton.

1.2 Rumusan Masalah

Letusan gunung sinabung yang banyak mengeluarkan abu vulkanik selain material yang lain, maka saya akan mencoba memanfaatkan abu vulkanik tersebut digunakan sebagai bahan hidraulik (semen) beton. Penelitian ini menitikberatkan pada pemakain abu vulkanik untuk mengurangi jumlah berat semen sebesar 0%, 10%, 20% dan menggantinya dengan abu vulkanik. Dengan mengurangi pemakain semen yang digantikan oleh abu vulaknik diharapkan campuran beton yang terdri dari agregat halus berupa pasir, agrergat kasar berupa batu pecah split 1-2, semen portlan masih dalam katergori yang mempunyai kekuatan sesuai beton strukturil.

1.3 Batasan Masalah

Untuk mempersempit ruang lingkup, dibuat pembatasan masalah meliputi : 1. Mutu beton yang digunakan adalah f’c 20 Mpa.


(17)

3. Benda uji yang digunakan adalah silinder dengan diameter 15 cm dan tinggi 30 cm.

4. Semen yang dipakai adalah semen padang tipe I atau semen merek lain tipe I.

5. Pengujian kuat tekan dilakukan pada umur 28 hari untuk semua variasi. 6. Pengujian kuat tarik dilakukan pada umur 28 hari untuk semua variasi.

1.4 Maksud dan Tujuan Penelitian

Penelitian ini merupakan kajian material alam berupa abu vulkanik sinabung dalam campuran beton maksudnya adalah untuk mengetahui kelayakan abu vulkanik sebagai campuran beton ditinjau dari kuat tekan beton yang direncanakan. Sehingga diharapkan material abu vulkanik dapat dimanfaatkan sebagai campuran beton, untuk berbagai konstruksi sesuai standard .

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui seberapa besar pengaruh pengurangan semen terhadap kuat tekan , kuat tarik dan absorbsi beton dan menggantinya denga material abu vulkanik sebesar 0%, 10%, 20%,25% dari berat semen.

Manfaat :

1. Bagi peneliti sendiri adalah mengaplikasikan ilmu yang didapat dalam perkuliahan.

2. Bagi dunia konstruksi merupakan penelitian awal yang dapat dijadikan sebagai acuan untuk penelitian lebih lanjut.

3. Memberikan sumbangan informasi untuk dunia konstruksi mengenai abu


(18)

1.5 Metodologi Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian tugas akhir ini adalah kajian eksperimental di Laboratorium Bahan Rekayasa Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara. Adapun tahap-tahap pelaksanaan penelitian sebagai berikut :

1. Penyediaan bahan penyusun beton seperti batu pecah, pasir, semen dan bahan subsitusi abu gunung sinabung

2. Pemeriksaan bahan penyusun beton :

 Analisa ayakan agregat halus dan agregat kasar.

 Pemeriksaan abu vulkanik sinabung lolos ayakan no.200

 Pemeriksaan berat jenis dan absorbsi agregat halus dan agregat kasar.  Pemeriksaan berat isi agregat halus dan agregat kasar.

 Pemeriksaan kadar Lumpur ( pencucian agregat kasar dan halus lewat ayakan no.200 ).

 Pemeriksaan kadar liat (clay lump) pada agregat halus.

 Pemeriksaan kandungan organik (colorimetric test) pada agregat halus (terutama silika dan alumina).

 Pemeriksaan keausan agregat kasar melalui percobaan Los Angeles. 3. Mix design (perancangan campuran)

Penimbangan / penakaran bahan penyusun beton berdasarkan uji karakteristik f’c 20Mpa.


(19)

4. Pengujian kuat tekan beton, kuat tarik belah, dan absorbsi menggunakan benda uji silinder .

1.6 Percobaan

 Pembuatan benda uji : Pembuatan beton dengan menggunakan subsitusi abu gunung sinabung untuk setiap variasi. Benda uji yang dibuat adalah silinder dengan diameter 15 cm dan tinggi 30 cm.

Adapun variasi yang digunakan adalah :

a. Variasi 1, tanpa subsitusi abu vulkanik sinabung (beton normal). b. Variasi 2, subsitusi abu vulkanik sinabung sebesar 10% dari

volume semen.

c. Variasi 3, subsitusi abu vulkanik sinabung sebesar 20% dari volume semen.

d. Variasi 4, subsitusi abu vulkanik sinabung sebesar 25% dari volume semen.

 Pengujian kekuatan tarik beton pada umur 28 hari.

 Pengujian kekuatan tekan beton (ASTM C39-86) pada umur 28 hari.


(20)

Tabel 1.2 Distribusi pengujian benda uji silinder untuk 28 hari

Fas Variasi subsitusi Vulkanik sinabung

Banyak benda uji

Sub total Kuat tekan Kuat tarik

D15 X 30 D15 X 30

0,5 0% 5 5 10

0,5 10% 5 5 10

0,5 20% 5 5 10

0,5 25% 5 5 10

Total Sampel 40

Untuk uji absorbsi benda uji yang digunakan adalah benda uji yang digunakan untuk kuat tekan ataupun tarik, sehingga total benda uji yang diperlukan adalah 40 benda uji.

Gambar 1.1 benda uji

30 cm 15 cm


(21)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Umum

Beton adalah bahan yang diperoleh dengan mencampurkan agregat halus, agregat kasar, semen portland dan air (PBI 1971:hal 20). Menurut SK SNI T–15– 1990 –03, beton adalah campuran antara semen portland atau semen hidraulik yang lain, agregat halus, agregat kasar dan air, dengan atau tanpa bahan campuran tambahan membentuk massa padat. Agregat halus untuk beton dapat berupa pasir alam sebagai hasil disintegrasi alami dari batu-batuan atau berupa pasir buatan yang dihasilkan oleh alat-alat pemecah batu. Beton terdiri atas agregat, semen dan air yang dicampur bersama sama dalam keadaan plastis dan mudah untuk dikerjakan. Karena sifat ini menyebabkan beton mudah untuk dibentuk sesuai dengan keinginan pengguna. Sesaat setelah pencampuran, pada adukan terjadi reaksi kimia yang pada umumnya bersifat hidrasi dan menghasilkan suatu pengerasan dan pertambahan kekuatan.

Kekuatan, keawetan dan sifat beton serta lainnya bergantung pada sifat bahan-bahan dasar, nilai perbandingan bahan-bahannya, cara pengadukan maupun cara pengerjaan selama penuangan adukan beton, cara pemadatan, dan cara perawatan selama proses pengerasan. Banyaknya pemakaian beton sebagai salah satu bahan konstruksi disebabkan karena beton terbuat dari bahan-bahan yang umumnya mudah diperoleh, serta mudah diolah sehingga menjadikan beton mempunyai sifat yang dituntut sesuai dengan keadaan situasi pemakaian tertentu.


(22)

Jika kita ingin membuat beton berkualitas baik, dalam arti memenuhi persyaratan yang lebih ketat karena tuntutan yang lebih tinggi, maka harus diperhitungkan dengan seksama bagaimana cara-cara untuk memperoleh adukan beton(beton segar/fresh concrete) yang baik dan beton (beton keras / hardened concrete) yang dihasilkan juga baik. Beton yang baik ialah beton yang kuat, tahan lama/awet, kedap air, tahan aus, dan sedikit mengalami perubahan volume (kembang susutnya kecil).

Dari pemakaiannya yang begitu luas maka dapat diduga sejak dini bahwa struktur beton mempunyai banyak keunggulan dibanding struktur yang lain. Secara lebih rinci sifatnya demikian:

a. Ketersediaan (availability) material dasar. b. Kemudahan untuk digunakan (versatility). c. Kemampuan beradaptasi (adaptability). d. Kebutuhan pemeliharaan yang minimal.

Di samping segala keunggulan diatas, beton sebagai struktur juga mempunyai beberapa kelemahan yang perlu dipertimbangkan seperti:

a. Kekuatan tariknya rendah, meskipun kekuatan tekannya besar.

b. Beton sulit untuk dapat kedap air secara sempurna, sehingga selalu dapat dimasuki air, dan air yang membawa kandungan garam dapat merusak beton.

c. Struktur beton sulit untuk dipindahkan. Pemakaian kembali atau daur ulang sulit dan tidak ekonomis.


(23)

d. Kualitasnya sangat tergantung cara pelaksanaan di lapangan. Beton yang baik maupun yang buruk dapat terbentuk dari rumus dan campuran yang sama.

2.2. Karakteristik Abu Vulkanik

Abu vulkanik adalah salah satu jenis tephra (ekstrusi vulkanik udara), yang biasanya merusak (destruktif) pada awalnya tetapi dalam waktu tertentu dapat berguna. Material vulkanik terdiri dari batuan yang berukuran besar hingga berukuran halus, yang berukuran besar biasanya jatuh disekitar kawah dalam radius 5-7 km, sedangkan yang berukuran halus sampai ratusan bahkan ribuan km dari kawah disebabkan oleh adanya hembusan angin (Sudaryo, 2009). Ukuran partikel pasir dan lumpur berkisar 0,001 mm hingga 2 mm, abu vulkanik tidak larut dalam air, sangat kasar dan agak korosif (Johnston, 1997). Material tersebut didapat hanya pada saat terjadinya letusan gunung berapi kendati setiap terjadi letusan, materia-material vulkanik yang dimuntahkan seperti pasir umumnya bisa termanfaatkan hingga puluhan tahun, terkecuali material vulkanik yang berupa abu.

Abu vulkanik bukan merupakan produk pembakaran seperti abu terbang yang lunak dan halus seperti hasil pembakaran kayu, daun atau kertas. Abu vulkanik memiliki sifat sangat keras dan tidak larut didalam air sehingga seringkali sangat abrasive dan sedikit korosif serta mampu menghantarkan listrik ketika dalam keadaan basah.


(24)

Abu vulkanik terbentuk selama erupsi vulkanik secara eksplosif gunung berapi. Erupsi explosif terjadi ketika gas larut didalam batuan cair (magma) yang mengalami ekspansi dan melepaskan secara ledakan kedalam udara, dan juga ketika air dipanaskan oleh magma dan melepas secara tiba-tiba kedalam uap. Gaya pelepasan gas bersuara keras mematahkan batuan padat. Sementara gas yang berekspansi juga mendesak magma dan meledak keudara, selanjutnya ketika dia membeku terbentuk kedalam pecahan-pecahan batuan kecil vulkanik dan gelas.

Pada saat diudara angin akan menghembus butiran abu kecil tersebut sejauh beberapa kilometer dari pusat erupsi.

Telah bertahun-tahun dipahami bahwa campuran abu vulkanik dan batuan serbuk (siliceous) dengan kapur akan menghasilkan semen hidraulik. Sebuah penelitian pada struktur bangunan Romawi dan Mesir kuno memberikan bukti effectif dan ketahanan semen ini. Bukti lapisan semen hidraulik pada sebuah penampung air (cistern) di Kamiros, Rhodes (230 km selatan Santorini) pada abad ke 6 atau 7 sebelum masehi masih ada. Semen alami pozzolan merupakan bahan mellinium yang masih ada untuk lapisan tangki penampung air dan kanal sebagai pengikat batuan maupun struktur tahan air dan bangunan monumen.

Abu vulkanik saat ini masih digunakan diberbagai negara seperti Mesir, Itali, Jerman, Mexico dan China karena dapat menurunkan biaya dan meningkatkan kualitas dan ketahanan beton. Ketika abu vulkanik menimbulkan sementasi dalam, maka akan bertransformasi kedalam batuan lunak disebut (Tuff). Karena kualitasnya lebih rendah dibandingkan dengan batuan lain (kekuatan lebih


(25)

rendah dan tahanan korosinya), tuff sering kali ditanam dan digunakan sebagai batuan gedung.

Secara umum komposisi abu vulkanik terdiri atas Silika dan Kuarsa, sehingga abu vulkanik digolongkan kedalam bahan yang bersifat pozolan. Bahan pozolan didefinisikan bahan bukan semen yang mengandung silika dan alumina. Karakter butiran yang halus akan bereaksi secara kimia dengan kalsium hidroksida (CH), pada suhu normal dan dengan adanya air akan membentuk produk yang tidak larut, yaitu Calsium Silikat Hidrat (CSH)yang mempunyai sifat seperti semen. Sementara klasifikasi bahan pozolan terbagi menjadi dua bagian, pozolan alam (natural) dan buatan (sintetis), contoh pozolan alam adalah: tufa, abu vulkanis, tanah diatomae dan trass adalah sebutan pozolan alam yang terkenal di Indonesia. Selanjutnya contoh pozolan buatan adalah hasil pembakaran tanah liat, abu sekam padi, abu ampas tebu dan hasil pembakaran batu bara (fly ash).

2.3. Jenis-Jenis Beton 2.3.1 Beton Ringan

Beton ringan adalah beton yang diproduksi dengan menggunakan agregat ringan dalam pembuatannya. Menurut SNI, berat jenis agregat ringan dibatasi sebesar 1900 kg/m3. Agregat yang dipakai umumnya adalah batu apung (pumice), expanded atau hasil pembakaran lempung, shale, residu batubara,

perlite, dan sebagainya. Selain itu, beton ringan dapat dibuat dengan memberi bahan tambah yang mampu membentuk gelembung udara, sehingga


(26)

menghasilkan pori yang tinggi pada beton. Hal ini mengakibatkan beton dengan banyak pori memiliki berat jenis lebih rendah dari beton biasa.

2.3.2 Beton Berat

Beton berat adalah beton yang dihasilkan dari agregat yang mempunyai berat isi lebih besar dari beton normal atau lebih dari 2400 kg/m3. Beton yang mempunyai berat yang tinggi ini biasanya digunakan untuk kepentingan tertentu seperti menahan radiasi, menahan benturan dan lainnya.

2.3.3 Beton Massa

Beton masaa adalah beton yang dituang dalam skala besar, yaitu perbandingan antara volume dan luas permukaannya besar. Beton massa digunakan untuk pekerjaan beton yang besar, seperti bendungan, kanal, pondasi jembatan, pilar, dan lain-lain.

2.3.4 Ferosemen

Ferosemen adalah bahan gabungan yang diperoleh dari campuran beton dengan tulangan kawat ayam/kawat yang dianyam. Beton jenis ini akan mempunyai kekuatan tarik yang tinggi dan daktail. Ketebalannya biasanya antara 10-60 mm dengan volume tulangan 6%-8% satu lapis atau dua lapis. Karen keraptannya yang tinggi dari tulangan maka volum eagregat halus sekitar 60%-75% volume mortarnya.

2.3.5 Beton Serat

Beton serat (fibre concrete) adalah campuran beton ditambah dengan serat, umumnya berupa batang-batang dengan ukuran 5-500 µm, dengan panjang sekitar 25 mm. Bahan serat dapat berupa serat asbestos, serat plastic (poly-propylene), potongan kawat baja, atau serat buatan yang berasal dari limbah seperti serat kaleng.


(27)

Kelemahannya sulit dikerjakan, namun lebih banyak kelebihannya, antara lain kemungkinan terjadi segresi kecil dan lebih daktail.

2.3.6 Beton Non Pasir

Beton non pasir adalah suatu bentuk sederhana dari jenis beton ringan yang diperoleh dengan cara menghilangkan bagian agregat halus pada pembuatan beton. Dengan tidak adanya agregat halus dalam campuran beton dapat menghasilkan suatu sistem keseragaman rongga yang terdistribusi di dalam massa beton, serta akan mengurangi berat jenis beton.

2.3.7 Beton Siklop

Beton siklop adalah beton yang menggunakan agregat dengan ukuran relatif besar. Ukuran agregat kasar dapat sampai sebear 20 cm, namun proporsi agregat yang lebih besar dari biasanya ini sebaiknyatidak lebih dari 20 persen agregat seluruhnya.

2.3.8 Beton Hampa

Beton hampa adalah beton yang air sisa dari proses hidrasinya (sekitar 50%), disedot keluar setelah beton mengeras. Penyedotan ini dinamakan vacuum method. Air yang tertinggal hanya air yang dipakai untuk reaksi dengan semen sehingga beton yang diperoleh sangat kuat.

2.4. Bahan Penyusun Beton 2.4.1 Semen

2.4.1.1 Umum

Semen merupakan bahan ikat yang penting dan banyak digunakan dalam pembangunan fisik di sektor konstruksi sipil. Jika ditambah air, semen akan


(28)

menjadi pasta semen. Jika ditambah agregat halus, pasta semen akan menjadi mortar, sedangkan jika digabungkan dengan agregat kasar akan menjadi campuran beton segar yang setelah mengeras akan menjadi beton keras (hardened concrete).

Fungsi semen ialah untuk mengikat butir-butir agregat hingga membentuk suatu massa padat dan mengisi rongga-rongga udara di antara butiran agregat.

Semen merupakan hasil industri yang sangat kompleks, dengan campuran serta susunan yang berbeda-beda. Semen dapat dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu : 1). Semen non-hidrolik dan 2). Semen hidrolik.

Semen non-hidrolik tidak dapat mengikat dan mengeras di dalam air, akan tetapi dapat mengeras di udara. Contoh utama dari semen non-hidrolik adalah kapur. Semen hidrolik mempunyai kemampuan untuk mengikat dan mengeras di dalam air. Contoh semen hidrolik antara lain : kapur hidrolik, semen pozollan, semen terak, semen alam, semen portland, semen portland pozolland dan semen alumina.

2.4.1.2 Semen Portland

Semen Portland adalah suatu bahan pengikat hidrolis (hydraulic binder) yang dihasilkan dengan menghaluskan klinker yang terdiri dari silikat –silikat kalsium yang bersifat hidraulis, yang umumnya mengandung satu atau lebih bentuk kalsium sulfat sebagai bahan tambahan yang digiling bersama-sama dengan bahan utamanya.


(29)

Jenis – Jenis Semen Portland

Pemakaian semen yang disebabkan oleh kondisi tertentu yang dibutuhkan pada pelaksanaan konstruksi di lokasi, dengan perkembangan semen yang pesat maka dikenal berbagai jenis semen Portland antara lain:

a. Tipe I, semen portland yang dalam penggunaannya tidak memerlukan persyaratan khusus seperti jenis-jenis lainnya. Digunakan untuk bangunan-bangunan umum yang tidak memerlukan persyaratan khusus. Jenis ini paling banyak diproduksi karena digunakan untuk hampir semua jenis konstruksi.

b. Tipe II, semen portland yang dalam penggunaannya memerlukan ketahanan terhadap sulfat dan panas hidras dengan tingkat sedang. Digunakan untuk konstruksi bangunan dan beton yang terus-menerus berhubungan dengan air kotor atau air tanah atau untuk pondasi yang tertahan di dalam tanah yang mengandung air agresif (garam-garam sulfat).

c. Tipe III, semen portland yang memerlukan kekuatan awal yang tinggi. Kekuatan 28 hari umumnya dapat dicapai dalam 1 minggu. Semen jenis ini umum dipakai ketika acuan harus dibongkar secepat mungkin atau ketika struktur harus dapat cepat dipakai.

d. Tipe IV, semen portland yang penggunaannya diperlukan panas hidrasi yang rendah. Digunakan untuk pekerjaan-pekarjaan dimana kecepatan dan jumlah panas yang timbul harus minimum. Misalnya pada bangunan seperti bendungan gravitasi yang besar.


(30)

e. Tipe V, semen portland yang dalam penggunaannya memerlukan ketahanan yang tinggi terhadap sulfat. Digunakan untuk bangunan yang berhubungan dengan air laut serta untuk bangunan yang berhubungan dengan air tanah yang mengandung sulfat dalam persentase yang tinggi.

Bahan Dasar Semen Portland

Ada 4 kelompok bahan mentah: - Oksida kapur

- Oksida silika - Oksida alumina - Oksida besi

Semen portland dibuat dari 4 bahan di atas, dipilih secara selektif dan proses dikontrol ketat. Setelah pembakaran ditambah dengan gipsum untuk mengatur waktu set mortar atau beton.

Untuk membuat 1 ton semen portland, diperlukan bahan dasar kurang lebih:

1,3 ton batu kapur (limestone) / kapur (chalk): CaCO3 0,3 Pasir silika / tanah liat : SiO2 & Al2O3 0,03 Pasir / kerak besi : Fe2O3

0,04 Gypsum : CaSO4.H2O


(31)

Senyawa Kimia Semen Portland

Senyawa utama semen portland

Empat senyawa kimia yang utama dari semen portland antara lain trikalsium

Silikat (C3S), Dikalsium Silikat (C2S), Trikalsium Aluminat (C3A), Tetrakalsium

Aluminoferrit (C4AF). Keempat senyawa utama tersebut disebut komposisi

bogue. Rumus kimia senyawa ini secara tradisional ditulis dalam notasi oksida yang biasa dipakai pada kimia keramik, notasi pendek secara umum dipakai oleh para ahli semen.

Nama Oksida Utama

Rumus Empiris Rumus Oksida Notasi Pendek Kadar Rata-rata (%)

Trikalsium silikat CaSiO5 3CaO.SiO2 C3S 50

Dikalsium Silikat CaSiO4 2CaO.SiO2 C2S 25

Trikalsium Aluminat Ca3Al2O6 3CaO.Al2O3 C3A 12

Tetrakalsium Aluminoferrit

2Ca2AlFe5 4CaO.Al2O3.

Fe2O3

C4AF 8

Gypsum CaSO4.2H2O CŜH2 3,5

Sumber : Nugraha, P. dan Antoni, 2007

Table 2. 1 Empat Senyawa Utama Semen Portland

Sedangkan komposisi oksida semen portland tipe I disajikan dalam tabel di bawah ini:

Oksida Notasi Pendek Nama Umum %

Berat

CaO C Kapur 63

SiO2 S Silika 22

Al2O3 A Alumina 6


(32)

MgO M Magnesia 2.6

K2O K Alkalis 0.6

Na2O N Disodium oksida 0.3

SO2 S Sulfur dioksia 2

CO2 C Karbon dioksida -

H2O H Air -

Sumber : Nugraha, P. dan Antoni, 2007

Tabel 2.2 Komposisi Oksida Semen Portland Tipe I

Sifat-Sifat Semen Portland

Sifat-sifat semen portland yang penting antara lain : 1. Kehalusan butiran (fineness)

Kehalusan butir semen mempengaruhi proses hidrasi. Waktu pengikatan (setting time) menjadi semakin lama jika butir semen lebih kasar. Semakin halus butiran semen, proses hidrasinya semakin cepat, sehingga kekuatan awal tinggi dan kekuatan akhir akan berkurang. Kehalusan butiran semen yang tinggi dapat mengurangi terjadinya

bleeding atau naiknya air kepermukaan, tetapi menambah kecendrungan beton untuk menyusut lebih banyak dan mempermudah terjadinya retak susut. Menurut ASTM, butiran


(33)

Waktu ikat adalah waktu yang diperlukan semen untuk mengeras, terhitung mulai dari bereaksi dengan air dan menjadi pasta semen hingga pasta semen cukup kaku untuk menerima tekanan. Waktu ikat semen dibedakan menjadi dua :

a. Waktu ikat awal (initial setting time), yaitu waktu dari pencampuran semen dengan air menjadi pasta semen hingga hilangnya sifat keplastisan.

b. Waktu ikat akhir (final setting time), yaitu waktu antara terbentuknya pasta semen hingga beton mengeras.

Pada semen portland initial setting time berkisar 1.0-2.0 jam, tetapi tidak boleh kurang dari 1.0 jam, sedangkan final setting time tidak boleh lebih dari 8.0 jam. Untuk kasus-kasus tertentu, diperlukan initial setting time lebih dari 2.0 jam agar waktu terjadinya ikata awal lebih panjang. Waktu yang panjang ini diperlukan untuk transportasi (hauling), penuangan (dumping/pouring), pemadatan (vibrating), dan perataan permukaan.

3. Panas hidrasi

Panas hidrasi adalah panas yang terjadi pada saat semen bereaksi dengan air, dinyatakan dalam kalori/gram. Jumlah panas yang dibentuk antara lain bergantung pada jenis semen yang dipakai dan kehalusan butiran semen. Dalam pelaksanaan, perkembangan panas ini dapat mengakibatkan masalah yakni timbulnya retakan pada saat pendinginan. Pada beberapa struktur beton, terutama pada struktur beton mutu tinggi, retakan ini tidak diinginkan.


(34)

Oleh karena itu, perlu dilakukan pendinginan melalui perawatan (curing) pada saat pelaksanaan.

4. Perubahan volume (kekalan)

Kekalan pasta semen yang telah mengeras merupakan suatu ukuran yang menyatakan kemampuan pengembangan bahan-bahan campurannya dan kemampuan untuk mempertahankan volume setelah pengikatan terjadi. Pengembangan volume dapat menyebabkan kerusakan dari suatu beton, karena itu pengembangan beton dibatasi 0.8%. Pengembangan semen ini disebabkan karena adanya CaO bebas, yang tidak sempat bereaksi denganoksida-oksida lain. Selanjutnya CaO ini akan bereaksi dengan air membentuk Ca(OH)2 dan pada saat kristalisasi volumenya akan membesar. Akibat pembesaran volume tersebut, ruang antar partikel terdesak dan akan timbul retak-retak.

2.4.2 Agregat 2.4.2.1. Umum

Agregat ialah butiran mineral alami yang berfungsi sebagai bahan pengisi dalam campuran beton. Kandungan agregat dalam campuran beton biasanya sangat tinggi, yaitu berkisar 60%-70% dari volume beton. Walaupun fungsinya hanya sebagai pengisi, tetapi karena komposisinya yang cukup besar sehingga karakteristik dan sifat agregat memiliki pengaruh langsung terhadap sifat-sifat beton.


(35)

dapat dibedakan berdasarkan ukurannya, yaitu agregat kasar dan agregat halus. Ukuran antara agregat halus dengan agregat kasar yaitu 4.80 mm (British Standard) atau 4.75 mm (Standar ASTM). Agregat kasar adalah batuan yang ukuran butirnya lebih besar dari 4.80 mm (4.75 mm) dan agregat halus adalah batuan yang lebih kecil dari 4.80 mm (4.75 mm). Agregat yang digunakan dalam campuran beton biasanya berukuran lebih kecil dari 40 mm.

2.4.2.2 Jenis Agregat

Agregat dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu agregat alam dan agregat buatan (pecahan). Agregat alam dan pecahan inipun dapat dibedakan berdasarkan bentuknya, tekstur permukaannya, dan ukuran butir nominal (gradasi). Berikut penjelasan mengenai pembagian jenis-jenis agregat yang digunakan pada pencampuran beton.

a. Jenis Agregat Berdasarkan Bentuk

Bentuk agregat dipengaruhi oleh beberapa faktor salah satunya dipengaruhi oleh proses geologi batuan yang terbentuk secara alamiah. Setelah dilakukannya penambangan, bentuk agregat dipengaruhi oleh mesin pemecah batu maupun cara peledakan yang digunakan.

Jika dikonsolidasikan butiran yang bulat akan menghasilkan campuran beton yang lebih baik bila dibandingkan dengan butiran yang pipih dan lebih ekonomis penggunaan pasta semennya.


(36)

Klasifikasi agregat berdasarkan bentuknya adalah:

1. Agregat bulat

Agregat ini terbentuk karena terjadinya pengikisan oleh air atau keseluruhannya terbentuk karena pengeseran. Rongga udaranya minimum 33%, sehingga rasio luas permukaannya kecil. Beton yang dihasilkan dari agregat ini kurang cocok untuk struktur yang menekankan pada kekuatan, sebab ikatan antar agregat kurang kuat.

2. Agregat bulat sebagian atau tidak teratur

Agregat ini secara alamiah berbentuk tidak teratur. Sebagian terbentuk karena pergeseran sehingga permukaan atau sudut-sudutnya berbentuk bulat. Rongga udara pada agregat ini lebih tinggi, sekitar 35%-38%, sehingga membutuhkan lebih banyak pasta semen agar mudah dikerjakan. Beton yang dihasilkan dari agregat ini belum cukup baik untuk beton mutu tinggi, karena ikatan antara agregat belum cukup baik (masih kurang kuat).

3. Agregat bersudut

Agregat ini mempunyai sudut-sudut yang tampak jelas, yang terbentuk di tempat-tempat perpotongan bidang-bidang dengan permukaan kasar. Rongga udara pada agregat ini sekitar 38% - 40%, sehingga membutuhkan lebih banyak lagi pasta semen agar mudah dikerjakan. Beton yang dihasilkan dari agregat ini cocok untuk struktur yang menekankan pada kekuatan karena ikatan antar agregatnya baik (kuat).


(37)

4. Agregat panjang

Agregat ini panjangnya jauh lebih besar dari pada lebarnya dan lebarnya jauh lebih besar dari pada tebalnya. Agregat ini disebut panjang jika ukuran terbesarnya lebih dari 9/5 dari ukuran rata-rata. Ukuran rata-rata ialah ukuran ayakan yang meloloskan dan menahan butiran agregat. Sebagai contoh, agregat dengan ukuran rata-rata 15 mm akan lolos ayakan 19 mm dan tertahan oleh ayakan 10 mm. Agregat ini dinamakan panjang jika ukuran terkecil butirannya lebih kecil dari 27 mm (9/5 x 15 mm). Agregat jenis ini akan berpengaruh buruk pada mutu beton yang akan dibuat. Kekuatan tekan beton yang dihasilkan agregat ini adalah buruk.

5. Agregat pipih

Agregat disebut pipih jika perbandingan tebal agregat terhadap ukuran-ukuran lebar dan tebalnya lebih kecil. Agregat pipih sama dengan agregat panjang, tidak baik untuk campuran beton mutu tinggi. Dinamakan pipih jika ukuran terkecilnya kurang dari 3/5 ukuran rata-ratanya.

6. Agregat pipih dan panjang

Pada agregat ini mempunyai panjang yang jauh lebih besar daripada lebarnya, sedangkan lebarnya jauh lebih besar dari tebalnya.

b. Jenis Agregat Berdasarkan Tekstur Permukaan

Umumnya jenis agregat dengan permukaan kasar lebih disukai. Karena permukaan yang kasar akan menghasilkan ikatan yang lebih baik jika dibandingkan dengan permukaan agregat yang licin. Jenis agregat berdasarkan tekstur permukaannya dapat dibedakan sebagai berikut:


(38)

1. Kasar

Agregat ini dapat terdiri dari batuan berbutir halus atau kasar yang mengandung bahan-bahan berkristal yang tidak dapat terlihat dengan jelas melalui pemeriksaan visual.

2. Berbutir (granular)

Pecahan agregat jenis ini memiliki bentuk bulat dan seragam.

3. Agregat licin/halus (glassy)

Agregat jenis ini lebih sedikit membutuhkan air dibandingkan dengan agregat dengan permukaan kasar. Agregat licin terbentuk akibat dari pengikisan oleh air, atau akibat patahnya batuan (rocks) berbutir halus atau batuan yang berlapis-lapis. Dari hasil penelitian, kekasaran agregat akan menambah kekuatan gesekan antara pasta semen dengan permukaaan butir agregat sehingga beton yang menggunakan agregat ini cenderung mutunya akan lebih rendah.

4. Kristalin (cristalline)

Agregat jenis ini mengandung kristal-kristal tampak dengan jelas melalui pemeriksaan visual.

5. Berbentuk sarang labah (honeycombs)

Agregat ini tampak dengan jelas pori – porinya dan rongga – rongganya. Melalui pemeriksaan visual kita dapat melihat lubang – lubang pada batuannya.

c. Jenis Agregat Berdasarkan Ukuran Butir Nominal

Agregat dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu agregat alam dan agregat buatan (pecahan). Agregat alam dan pecahan inipun dapat


(39)

dibedakan berdasarkan beratnya, asalnya, diameter butirnya (gradasi), dan tekstur permukaannya.

Dari ukuran butirannya, agregat dapat dibedakan menjadi dua golongan yaitu agregat kasar dan agregat halus.

1. Agregat Halus

Agregat halus (pasir) adalah mineral alami yang berfungsi sebagai bahan pengisi dalam campuran beton yang memiliki ukuran butiran kurang dari 5 mm atau lolos saringan no.4 dan tertahan pada saringan no.200. Agregat halus (pasir) berasal dari hasil disintegrasi alami dari batuan alam atau pasir buatan yang dihasilkan dari alat pemecah batu (stone crusher).

Agregat halus yang akan digunakan harus memenuhi spesifikasi yang telah ditetapkan oleh ASTM. Jika seluruh spesifikasi yang ada telah terpenuhi maka barulah dapat dikatakan agregat tersebut bermutu baik.

Adapun spesifikasi tersebut adalah :

i. Susunan Butiran ( Gradasi )

Agregat halus yang digunakan harus mempunyai gradasi yang baik, karena akan mengisi ruang-ruang kosong yang tidak dapat diisi oleh material lain sehingga menghasilkan beton yang padat disamping untuk mengurangi penyusutan.Analisa saringan akan memperlihatkan jenis dari agregat halus tersebut. Melalui analisa saringan maka akan diperoleh angka Fine Modulus. Melalui Fine Modulus ini dapat digolongkan 3 jenis pasir yaitu :

 Pasir Kasar : 2.9 < FM < 3.2  Pasir Sedang : 2.6 < FM < 2.9  Pasir Halus : 2.2 < FM < 2.6


(40)

Selain itu ada juga batasan gradasi untuk agregat halus, sesuai dengan ASTM C 33 – 74 a. Batasan tersebut dapat dilihat pada tabel berikut ini :

Tabel 2.3 Batasan Gradasi untuk Agregat Halus

Ukuran Saringan ASTM Persentase berat yang lolos pada tiap saringan

9.5 mm (3/8 in) 100

4.76 mm (No. 4) 95 – 100

2.36 mm ( No.8) 80 – 100

1.19 mm (No.16) 50 – 85

0.595 mm ( No.30 ) 25 – 60

0.300 mm (No.50) 10 – 30

0.150 mm (No.100) 2 – 10

ii. Kadar Lumpur atau bagian yang lebih kecil dari 75 mikron (ayakan no.200), tidak boleh melebihi 5 % ( ternadap berat kering ). Apabila kadar Lumpur melampaui 5 % maka agragat harus dicuci.

iii. Kadar Liat tidak boleh melebihi 1 % ( terhadap berat kering )

iv. Agregat halus harus bebas dari pengotoran zat organic yang akan merugikan beton, atau kadar organic jika diuji di laboratorium tidak menghasilkan warna yang lebih tua dari standart percobaan Abrams – Harder dengan batas standarnya pada acuan No 3.

v. Agregat halus yang digunakan untuk pembuatan beton dan akan mengalami basah dan lembab terus menerus atau yang berhubungan dengan


(41)

alkali dalam semen, yang jumlahnya cukup dapat menimbulkan pemuaian yang berlebihan di dalam mortar atau beton dengan semen kadar alkalinya tidak lebih dari 0,60% atau dengan penambahan yang bahannya dapat mencegah pemuaian.

vi. Sifat kekal ( keawetan ) diuji dengan larutan garam sulfat :

 Jika dipakai Natrium – Sulfat, bagian yang hancur maksimum 10 %.  Jika dipakai Magnesium – Sulfat, bagiam yang hancur maksimum 15%. 2. Agregat Kasar

Agregat harus mempunyai gradasi yang baik, artinya harus tediri dari butiran yang beragam besarnya, sehingga dapat mengisi rongga-rongga akibat ukuran yang besar, sehingga akan mengurangi penggunaan semen atau penggunaan semen yang minimal.

Agregat kasar yang digunakan pada campuran beton harus memenuhi persyaratan-persyaratan sebagai berikut :

i. Susunan butiran (gradasi)

Agregat kasar harus mempunyai susunan butiran dalam batas-batas seperti yang terlihat pada tabel berikut:


(42)

Tabel 2.4 Susunan Besar Butiran Agregat Kasar (ASTM, 1991)

Ukuran Lubang Ayakan (mm)

Persentase Lolos Kumulatif (%)

38,10 95 – 100

19,10 35 – 70

9,52 10 – 30

4,75 0 – 5

ii. Agregat kasar yang digunakan untuk pembuatan beton dan akan mengalami basah dan lembab terus menerus atau yang akan berhubungan dengan tanah basah, tidak boleh mengandung bahan yang reaktif terhadap alkali dalam semen, yang jumlahnya cukup dapat menimbulkan pemuaian yang berklebihan di dalam mortar atau beton. Agregat yang reaktif terhadap alkali dapat dipakai untuk pembuatan beton dengan semen yang kadar alkalinya tidak lebih dari 0,06% atau dengan penambahan bahan yang dapat mencegah terjadinya pemuaian.

iii. Agregat kasar harus terdiri dari butiran-butiran yang keras dan tidak berpori atau tidak akan pecah atau hancur oleh pengaruk cuaca seperti terik matahari atau hujan.

iv. Kadar lumpur atau bagian yang lebih kecil dari 75 mikron (ayakan no.200), tidak boleh melebihi 1% (terhadap berat kering). Apabila kadar lumpur melebihi 1% maka agregat harus dicuci.

v. Kekerasan butiran agregat diperiksa dengan bejana Rudellof dengan beban penguji 20 ton dimana harus dipenuhi syarat berikut:


(43)

 Tidak terjadi pembubukan sampai fraksi 19,1 - 30 mm lebih dari 22% berat.

vi. Kekerasan butiran agregat kasar jika diperiksa dengan mesin Los Angeles dimana tingkat kehilangan berat lebih kecil dari 50%.

2.4.3. Air

Air merupakan bahan dasar pembuat beton yang penting. Air diperlukan untuk bereaksi dengan semen, serta sebagai bahan pelumas antar butir-butir agregat agar mudah dikerjakan dan dipadatkan. Kandungan air yang rendah menyebabkan beton sulit dikerjakan (tidak mudah mengalir), dan kandungan air yang tinggi menyebabkan kekuatan beton akan rendah serta betonnya porous. Air yang digunakan sebagai campuran harus bersih, tidak boleh mengandung minyak, asam, alkali, zat organis atau bahan lainnya yang dapat merusak beton.

Dalam pemakaian air untuk beton sebaiknya air memenuhi syarat sebagai berikut :

a. Tidak mengandung lumpur (benda melayang lainnya) lebih dari 2 gram/liter.

b. Tidak mengandung garam-garam yang dapat merusak beton (asam, zat organik, dan sebagainya) lebih dari 15 gram/liter.

c. Tidak mengandungf klorida (Cl) lebih dari 0,5 gram/liter. d. Tidak mengandung senyawa sulfat lebih dari 1 gram/liter.

Untuk air perawatan, dapat dipakai juga air yang dipakai untuk pengadukan, tetapi harus yang tidak menimbulkan noda atau endapan yang merusak warna permukaan beton. Besi dan zat organis dalam air umumnya


(44)

sebagai penyebab utama pengotoran atau perubahan warna, terutama jika perawatan cukup lama.

Sumber air pada penelitian ini adalah jaringan PDAM Tirtanadi yang terdapat di Laboratorium Bahan Rekayasa Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.

2.4.4. Bahan Mineral Pembantu 2.4.4.1. Umum

Bahan mineral pembantu saat ini banyak ditambahkan ke dalam campuran beton dengan berbagai tujuan, antara lain untuk mengurangi pemakaian semen, mengurangi temperatur akibat reaksi hidrasi, mengurangi bleeding atau menambah kelecakan beton segar. Cara pemakaiannya pun berbeda-beda, sebagai bahan pengganti semen atau sebagai bahan tambahan pada campuran untuk mengurangi pemakaian agregat.

Admixture atau bahan tambah yang didefenisikan dalam Standard Definitions of terminology Relating to Concrete and Concrete Aggregates

(ASTM C.125-1995:61) dan dalam Cement and Concrete Terminology

(ACI SP-19) adalah sebagai material selain air, agregat dan semen hidrolik yang dicampurkan dalam beton atau mortar yang ditambahkan sebelum atau selama pengadukan berlangsung. Bahan tambah digunakan untuk memodifikasi sifat dan karakteristik dari beton misalnya untuk dapat dengan mudah dikerjakan, mempercepat pengerasan, menambah kuat


(45)

Mineral pembantu yang digunakan umumnya mempunyai komponen aktif yang bersifat pozzolanik (material pozzolan), yaitu dapat bereaksi dengan kapur bebas (kalsium hidroksida) yang dilepaskan semen saat proses hidrasi dan membentuk senyawa yang bersifat mengikat pada temperatur normal dengan adanya air.

Semen Portland

cepat

C3S + H C-S-H + CH

Material Pozzolan

lambat

Pozzolan + CH C-S-H

Gambar2.1 Perbedaan reaksi hidrasi dan reaksi poozolanik

Berlawanan dengan reaksi hidrasi dari semen dengan air yang berlangsung cepat dan kemudian membentuk gel kalsium silikat hidrat dan kalsium hidroksida, reaksi pozzolanik ini berlangsung dengan lambat sehingga pengaruhnya lebih kepada kekuatan akhir beton.

Material pozzolan dapat berupa material yang sudah terjadi secara alami maupun yang didapat dari sisa hasil industri. Masing-masing mempunyai komponen aktif yang berbeda. Umumnya material pozzolan ini lebih murah dari pada semen portland sehingga biasanya digunakan sebagai pengganti sebagian semen. Persentase maksimum penggantian ini harus diperhatikan karena dapat menyebabkan penurunan kekuatan beton.


(46)

Tabel berikut menunjukkan komponen aktif mineral pembantu yang berasal dari material alami dan material sisa proses industri.

kategori Material umum Komponen aktif

Material alami

Abu vulkanis murni Aluminosilicate glass Abu vulkanis terkena cuaca

(tuff,trass dll)

Aluminosilicate glass zeolite

Batu apung (pumice) Aluminosilicate glass Fosil kerang (diatomaceus

earth) Amorphous hydrated silica Opaline chert dan shales

(batu sedimen) hydrated silica gel Material sisa

industri

Fly ash – tipe F Aluminosilicate glass

Fly ash – tipe C

Calcium aluminosilicate glass

Silika fume Amorphous silica

Rice husk ash Amorphous silica

Calcined clay

Amorphous alumino silicate (metakaolin)

Sumber : Paul nugraha dan Antoni


(47)

2.4.4.2 Alasan Penggunaan Bahan Pembantu

Bahan mineral pembantu saat ini banyak ditambahkan ke dalam campuran beton dengan berbagai tujuan, antara lain untuk mengurangi pemakaian semen, mengurangi temperatur akibat reaksi hidrasi, mengurangi bleeding atau menambah kelecakan beton segar

Penggunaan bahan mineral pembantu harus didasarkan pada alasan-alasan yang tepat misalnya untuk memperbaiki sifat-sifat tertentu pada beton. Pencapaian kekuatan awal yang tinggi, kemudahan pekerjaan, menghemat harga beton, memperpanjang waktu pengerasan dan pengikatan, mencegah retak dan lain sebagainya. Para pemakai harus menyadari hasil yang diperoleh tidak akan sesuai dengan yang diharapkan pada kondisi pembuatan beton dan bahan yang kurang baik.

Keuntungan – keuntungan lain penggunaan bahan mineral pembantu pada sifat beton, antara lain :

a. Pada beton segar (fresh concrete)

 Memperkecil faktor air semen

 Mengurangi penggunaan air.

 Mengurangi penggunaan semen.

 Memudahkan dalam pengecoran.

 Memudahkan finishing.

b. Pada beton keras (hardened concrete)

 Meningkatkan mutu beton

 Kedap terhadap air (low permeability).


(48)

2.4.4.3. Perhatian Penting dalam Penggunaan Bahan Tambahan Penggunaan bahan tambah di lapangan sering menimbulkan masalah-masalah tidak terduga yang tidak mengguntungkan, karena kurangnya pengetahuan tentang interaksi antara bahan tambahan dengan beton. Untuk mengurangi dan mencegah hal yang tidak terduga dalam penggunaan bahan tambah tersebut, maka penggunaan bahan tambah dalam sebuah campuran beton harus dikonfirmasikan dengan standar yang berlaku dan yang terpenting adalahmemperhatikan dan mengikuti petunjuk dalam manualnya jika menggunakan bahan “paten” yang diperdagangkan.

a. Mempergunakan bahan tambahan sesuai dengan spesifikasi ASTM (American Society for Testing and Materials) dan ACI (American Concrete International).

Parameter yang ditinjau adalah :

 Pengaruh pentingnya bahan tambahan pada penampilan beton.

 Pengaruh samping (side effect) yang diakibatkan oleh bahan tambahan. Banyak bahan tambahan mengubah lebih dari satu sifat beton, sehingga kadang-kadang merugikan.

 Sifat-sifat fisik bahan tambahan.

 Konsentrasi dari komposisi bahan yang aktif, yaitu ada tidaknya komposisi bahan yang merjiusak seperti klorida, sulfat, sulfide, phosfat, juga nitrat dan amoniak dalam bahan tambahan.

 Bahaya yang terjadi terhadap pemakai bahan tambahan.


(49)

 Persiapan dan prosedur pencampuran bahan tambahan pada beton segar.

 Jumlah dosis bahan tambahan yang dianjurkan tergantung dari kondisi struktural dan akibatnya bila dosis berlebihan.

 Efek bahan tambah sangat nyata untuk mengubah karakteristik beton misalnya FAS, tipe dan gradasi agregat, tipe dan lama pengadukan.

b. Mengikuti petunjuk yang berhubungan dengan dosis pada brosur dan melakukan pengujian untuk mengontrol pengaruh yang didapat.

Biasanya percampuran bahan tambahan dilakukan pada saat percampuran beton. Karena kompleksnya sifat bahan tambahan beton terhadap beton, maka interaksi pengaruh bahan tambahan pada beton, khususnya interaksi pengaruh bahan tambahan pada semen sulit diprediksi. Sehingga diperlukan percobaan pendahuluan untuk menentukan pengaruhnya terhadap beton secara keseluruhan.

2.4.4.4. Jenis – jenis Bahan Mineral Pembantu a. Kerak Tanur Tinggi (Slag)

Slag merupakan hasil residu pembakaran tanur tinggi, yang dihasilkan oleh industri peleburan baja yang secara fisik menyerupai agregat kasar. Material penyusun slag adalah kapur, silika dan alumina yang bereaksi pada temperatur 1600°C dan berbentuk cairan. Bila cairan ini didinginkan secara lambat maka akan terjadi kristal yang tak berguna sebagai campuran semen dan dapat dipakai sebagai pengganti agregat.


(50)

Uap silika terpadatkan (Condensed Silica Fume, CSF) adalah produk samping dari proses fusi (smelting) dalam produksi silikon metal dan amalgam ferrosilikon (pada pabrik pembuatan mikrochip untuk komputer. SF bisa dipakai sebagai pengganti sebagian semen, meskipun tidak ekonomis. SF biasanya dipakai bersama super plastisizer.

c. Abu Terbang (Fly Ash)

Abu terbang (fly ash) batubara adalah bahan yang berbutir halus yang bersifat apozzolanic yang merupakan bahan alami atau buatan yang diperoleh dari sisa pembakaran batubara dan pabrik pembangkit panas. Fly ash sendiri tidak memiliki kemampuan mengikat seperti halnya semen. Tetapi dengan kehadiran air dan ukuran partikelnya yang halus, oksida silika yang dikandung oleh fly ash akan bereaksi secara kimia dengan kalsium hidroksida yang terbentuk dari proses hidrasi semen dan menghasilkan zat yang memiliki kemampuan mengikat. Pada proses hidrasi yang terjadi antara semen portland dengan semen yang dicampur dengan material pozzolan atau yang digunakan adalah fly ash (semen pozzolan terdapat perbedaan reaksi, sebagai berikut (Nugraha, 2007):

Pada awalnya abu terbang ini digunakan sebagai bahan penambah semendengan kadar 5%-20% dengan maksud untuk menambah plastisitas adukan beton dan menambah kekedapan beton (Surya, 2006). Karena kehalusan dan bentuk bulat butirannya maka pemakaian abu terbang pada adukan beton dapat menambah kelecakan pada adukan beton. Pemikiran ini sangat beralasan karena secara mekanik abu terbang akan mengisi


(51)

hidrolik pada kapur mati yang dihasilkan dari hidrasi.Pada intinya fly ash mengandung unsur kimia antara lain silika (SiO2), alumina (Al2O3), fero oksida (Fe2O3) dan kalsium oksida (CaO), juga mengandung unsur tambahan lain yaitu magnesium oksida (MgO), titanium oksida (TiO2), alkalin (Na2O dan K2O), sulfur trioksida (SO3), pospor oksida (P2O5) dan carbon. Faktor-faktor yang mempengaruhi sifat fisik, kimia dan teknis dari fly ash adalah tipe batubara, kemurnian batubara, tingkat penghancuran, tipe pemanasan dan operasi, metoda penyimpanan dan penimbunan.

Menurut ASTM C.618 abu terbang (fly ash) didefinisikan sebagai bubuk batubara. Fly ash dapat dibedakan menjadi dua, yaitu abu terbang yang normal yang dihasilkan dari pembakaran batubara antrasit atau batubara bitomius dan abu terbang kelas C yang dihasilkan dari batubara jenis lignite atau subbitumeus. Abu terbang kelas C kemungkinan mengandung kapur (lime) lebih dari 10% beratnya (Mulyono, 2004).

Fly ash kelas F merupakan fly ash yang diproduksi dari pembakaran batubara anthracite atau bituminous, mempunyai sifat pozzolanic dan untuk mendapatkan sifat cementitious harus diberi penambahan quick lime, hydrated lime, atau semen. Fly ash kelas F ini kadar kapurnya rendah (CaO < 10%).

Kalsium hidroksida yang terdapat dalam beton selama ini ditengarai sebagai sumber perusak beton sebelum waktunya. Karenanya, penambahan atau penggantian sejumlah semen dengan abu terbang berpotensi menambah keawetan beton tersebut. Beton yang dihasilkan dengan menggunakan abu terbang ternyata menunjukkan tenaga tekan


(52)

tinggi serta memiliki sifat keawetan (durability) lebih baik dibanding beton biasa yang sepenuhnya menggunakan semen Portland (Sumarno, 2010).

2.5. Beton Segar dan Beton Keras 2.5.1. Beton segar (Fresh Concrete)

Beton segar yang baik ialah beton segar yang dapat diaduk, diangkut, dituang, dipadatkan, tidak ada kecenderungan untuk terjadi segregasi (pemisahan kerikil dari adukan) maupun bleeding (pemisahan air dan semen dari adukan). Hal ini karena segregasi maupun bleeding mengakibatkan beton yang diperoleh akan jelek.

Butir agregat umumnya tersebar dalam sebuah matriks yang yang terdiri dari pasta dan udara. Pasta terdiri dari semen dan air, kadang – kadang mengandung material tambahan seperti admixture.

Di dalam beton segar matiks mempunyai dua peran. Pertama memisahkan butir agregat sendiri, mencegah kontak langsung, tetapi tetap memegang mereka menjadi satu dalam keadaan terpisah. Kedua bertindak sebagai bahan pelumas antar butir agregat, memperbaiki kemampuan beton segar untuk deformasi plastis.

Sifat beton segar tergantung sifat dan jumlah matriks dan agregat. Pengurangan jumlah matriks akan mengurangi derajat penyebaran butir agregat, sehingga menambah gesekan antar butir, yang selanjutnya akan memperkaku beton segar. Menambah jumlah matriks akan menghaluskan


(53)

Beberapa hal penting yang perlu diketahui dari sifat-sifat beton segar, yaitu : kemudahan pengerjaan (workabilitas), pemisahan kerikil (segregation), pemisahan air (bleeding), kelecakan dan kepadatan.

a. Kemudahan Pengerjaan (Workability)

Sifat ini merupakan ukuran dari tingkat kemudahan atau kesulitan adukan untuk diaduk, diangkut, dituang, dan dipadatkan. Unsur-unsur yang mempengaruhi workabilitas yaitu :

1. Jumlah air pencampur.

Semakin banyak air yang dipakai makin mudah beton segar itu dikerjakan (namun jumlahnya tetap diperhatikan agar tidak terjadi segregasi)

2. Kandungan semen.

Penambahan semen ke dalam campuran juga memudahkan cara pengerjaan adukan betonnya, karena pasti diikuti dengan penambahan aircampuran untuk memperoleh nilai f.a.s (faktor air semen) tetap.

3. Gradasi campuran pasir dan kerikil.

Bila campuran pasir dan kerikil mengikuti gradasi yang telah disarankan oleh peraturan maka adukan beton akan mudah dikerjakan. Gradasi adalah distribusi ukuran dari agregat berdasarkan hasil persentase berat yang lolos pada setiap ukuran saringan dari analisa saringan.

4. Bentuk butiran agregat kasar

Agregat berbentuk bulat-bulat lebih mudah untuk dikerjakan. 5. Cara pemadatan dan alat pemadat.


(54)

Bila cara pemadatan dilakukan dengan alat getar maka diperlukan tingkat kelecakan yang berbeda, sehingga diperlukan jumlah air lebih sedikit daripada jika dipadatkan dengan tangan.

b. Pemisahan Kerikil (Segregation)

Segregasi dapat terjadi karena turunnya butiran kebagian bawah dari beton segar, atau terpisahnya agregat kasar dari campuran, akibat cara penuangan dan pemadatan yang salah. Segregasi tidak bisa diujikan sebelumnya, hanya dapat dilihat setelah semuanya terjadi.

Campuran beton yang tersegregasi adalah sukar atau tidak mungkin dituang, tidak seragam, sehingga kualitasnya jelek.

Segregasi ini disebabkan oleh beberapa hal, antara lain : 1. Ukuran material yang lebih besar dari 25 mm,

2. Campuran yang terlalu basah atau kering,

3. Kurangnya jumlah material halus dalam campuran,

4. Berat jenis agregat kasar yang berbeda dengan agregat halus, 5. Bentuk butir yang tidak rata dan tidak bulat.

Untuk mengurangi kecenderungan segregasi maka diusahakan air yang diberikan sedikit mungkin, adukan beton jangan dijatuhkan dengan ketinggian yang terlalu besar dan cara pengangkutan, penuangan maupun pemadatan harus mengikuti cara-cara yang betul.


(55)

c. Pemisahan Air (Bleeding)

Kecenderungan air untuk naik kepermukaan beton yang baru dipadatkan dinamakan bleeding. Bleeding sering terjadi setelah beton dituang dalam acuan. Bisa dilihat dari terbebtuknya lapisan air pada permukaan beton. Butir semen dalam pasta terutama yang cair cenderung turun akibat berat jenis semen lebih dari 3 kali berat jenis air. Air yang naik ini membawa semen dan butir-butir pasir halus, yang pada saat beton mengeras akan membentuk selaput (laitence).

Bleeding dapat dikurangi dengan cara memberi lebih banyak semen, memakai semen dengan butir halus, atau menambah pengisi halus (filler) seperti pozzolan. Namun semua upaya diatas akan menambah susut pengeringan dan retak. Yang paling efektif adalah dengan mengurangi air sambil mempertahankan kelecakan memakai air-entrainment.

d. Kelecakan dan Kepadatan

Kelecakan adalah kemudahan mengerjakan beton, dimana menuang (placing) dan memadatkan (compacting) tidak menyebabkan munculnya efek negatif berupa pemisahan dan bleeding.

Kelecakan terutama dipengaruhi oleh faktor kadar air. Dari air yang diperlukan untuk membuat semen menjadi pasta dan menjadikannya lecak, hanya sebagian yang betul-betul bereaksi dengan semen selama proses hidrasi. Kelebihan air tetap terbagi rata di dalam pasta.

Faktor-faktor lain yang mempengaruhi kelecakan adalah: 1) Gradasi, bentuk dan kualitas permukaan butir agregat, 2) Rasio antara agregat halus dan kasar,


(56)

3) Diameter maksimum, 4) Absorbsi.

Kelecakan untuk suatu pengecoran tertentu tergantung pada: 1) Alat pemadat yang dipakai (pakai vibrator atau tidak) 2) Jenis struktur

3) Fasilitas yang ada

2.5.2. Beton Keras (Hardened Concrete)

Perilaku mekanik beton keras merupakan kemampuan beton di dalam memikul beban pada struktur bangunan. Kinerja beton keras yang baik ditunjukkan oleh kuat tekan beton yang tinggi, kuat tarik yang lebih baik, perilaku yang lebih daktail, kekedapan air dan udara, ketahanan terhadap sulfat dan klorida, penyusutan rendah dan keawetan jangka panjang.

a. Kuat Tekan Beton

Kekuatan tekan adalah kemampuan beton untuk menerima gaya tekan persatuan luas. Kuat tekan beton mengidentifikasikan mutu dari sebuah struktur. Semakin tinggi tingkat kekuatan struktur yang dikehendaki, semakin tinggi pula mutu beton yang dihasilkan.Kuat tekan beton umur 28 hari berkisar antara 10-65 MPa. Untuk struktur beton bertulang pada umumnya menggunakan beton dengan kekuatan berkisar 17-30 MPa, sedangkan untuk beton prategang berkisar 30-45 MPa. Untuk keadaan dan keperluan struktur khusus, beton ready mix sanggup mencapai nilai kuat tekan 62 MPa dan untuk memproduksi beton kuat tinggi tersebut umumnya dilaksanakan dengan pengawasan ketat dalam laboratorium


(57)

Beberapa faktor seperti ukuran dan bentuk agregat, jumlah pemakaian semen, jumlah pemakaian air, proporsi campuran beton, perawatan beton (curing), usia beton ukuran dan bentuk sampel, dapat mempengaruhi kekuatan tekan beton. Kekuatan tekan benda uji beton dihitung dengan rumus :

= �

dengan : fc’ : kekuatan tekan (kg/cm2) P : beban tekan (kg)

A : luas permukaan benda uji (cm2) Standar deviasi dihitung berdasrakan rumus :

=

(

− �

)

2

� −

1

dengan: S : deviasi standar (kg/cm2)

σ’b : Kekuatan masing – masing benda uji (kg/cm2) σ’bm : Kekuatan Beton rata –rata ( kg/cm2 )


(58)

Faktor-faktor yang mempengaruhi kekuatan tekan beton yaitu :

1. Faktor air semen

Air yang terlalu banyak akan menempati ruang di mana pada waktu beton sudah mengeras dan terjadi penguapan, ruang itu akan menjadi pori.

Semakin rendah nilai faktor air semen semakin tinggi kuat tekan betonnya, namun kenyataannya pada suatu nilai faktor air semen tertentu semakin rendah nilai faktor air semen kuat tekan betonnya semakin rendah pula, hal ini karena jika faktor air semen terlalu rendah adukan beton sulit dipadatkan. Dengan demikian ada suatu nilai faktor air semen tertentu (optimum) yang menghasilkan kuat tekan beton maksimum.

D.A. Abrams pada tahun 1918 menyatakan bahwa “untuk material yang diberikan, kekuatan beton hanya tergantung pada satu faktor saja, yaitu faktor air semen” . Dinyatakan dengan rumus:

A f`c=

B(w/c)

Dengan f`c = kuat tekan pada umur tertentu A = konstanta empiris

B = konstanta tergantung sifat semen

w/c = faktor air semen

L. Lyse pada tahun 1932 menyatakan: “kekuatan beton adalah fungsi linier dari rasio semen/air” :

f`c = aX + b


(59)

X = rasio semen/air

2. Umur beton

Kekuatan tekan beton akan bertambah dengan naiknya umur beton. Biasanya nilai kuat tekan ditentukan pada waktu beton mencapai umur 28 hari. Kekuatan beton akan naik secara cepat (linear) sampai umur 28 hari, tetapi setelah itu kenaikannya tidak terlalu signifikan. Umumnya pada umur 7 hari kuat tekan mencapai 65% dan pada umur 14 hari mencapai 88% -90% dari kuat tekan umur 28 hari.

Tabel 2.6. Perkiraan Kuat tekan beton pada berbagai umur

Umur beton (hari) 3 7 14 21 28 90 365

PC Type 1 0.44 0.65 0.88 0.95 1.0 - -

3. Jenis semen

Semen Portland yang dipakai untuk struktur harus mempunyai kualitas tertentu yang telah ditetapkan agar dapat berfungsi secara efektif.Jenis Portland semen yang digunakan ada 5 jenis yaitu : I, II, III, IV, V. Jenis-jenis semen tersebutmempunyai laju kenaikan kekuatan yang berbeda.

4. Jumlah semen

Jika faktor air semen sama (slump berubah), beton dengan jumlah kandungan semen tertentu mempunyai kuat tekan tertinggi.Pada jumlah semen yang terlalu sedikit berarti jumlah air juga sedikit sehingga adukan beton sulit dipadatkan yang mengakibatkan kuat tekan beton rendah. Namun jika jumlah semen berlebihan berarti jumlah air juga berlebihan


(60)

sehingga beton mengandung banyak pori yang mengakibatkan kuat tekan beton rendah. Jika nilai slump sama (fas berubah), beton dengan kandungan semen lebih banyak mempunyai kuat tekan lebih tinggi.

5. Sifat agregat

Gambar 2.2 Pengaruh jenis agregat terhadap kuat tekan beton (Mindess, 1981)

Pada pemakaian ukuran butir agregat lebih besar memerlukan jumlah pasta lebih sedikit, berarti pori-pori betonnya juga sedikit sehingga kuat tekannya lebih tinggi. Tetapi daya lekat antara permukaan agregat dan pastanya kurang kuat sehingga kuat tekan betonnya menjadi rendah. Oleh karena itu pada beton kuat tekan tinggi dianjurkan memakai agregat dengan ukuran besar butir maksimum 20mm.

b. Modulus Elastisitas

Modulus elastisitas beton merupakan kemiringan garis singgung (slope dari garis lurus yang ditarik) dari kondisi tegangan nol ke kondisi tegangan 0,45 f’c pada kurva tegangan-regangan beton. Modulus elastisitas beton dipengaruhi oleh


(61)

temperaturnya. Secara umum, peningkatan kuat tekan beton seiring dengan peningkatan modulus elastisitasnya. Menurut pasal 10.5 SNI-03 2847 (2002) hubungan antara nilai modulus elastisitas beton normal dengan kuat tekan beton adalah � = 4700 �′ .

c. Kuat Tarik Beton

Konstruksi beton yang dipasang mendatar sering menerima beban tegak lurus sumbu bahannya dan sering mengalami rekahan (splitting). Hal ini terjadi karena daya dukung beton terhadap gaya lentur tergantung pada jarak dari garis berat beton, makin jauh dari garis berat makin kecil daya dukungnya.

Kekuatan tarik relatif rendah untuk beton normal berkisar antara 9%-15% dari kuat tekan. Penggujian kuat tarik beton dilakukan melalui pengujian split cilinder. Nilai pendekatan yang diperolehDipohusodo (1994) dari hasil pengujian berulang kali mencapai kekuatan 0,50-0,60 kali √fc’, sehingga untuk beton normal digunakan nilai 0,57 √fc’. Pengujian tersebut menggunakan benda uji silinder beton berdiameter 150 mm dan panjang 300 mm, diletakkan pada arah memanjang di atas alat penguji kemudian beban tekan diberikan merata arah tegak dari atas pada seluruh panjang silinder. Apabila kuat tarik terlampaui, benda uji terbelah menjadi dua bagian dari ujung ke ujung. Tegangan tarik yang timbul sewaktu benda uji terbelah disebut sebagai spilt cilinder strength. Menurut SNI 03-2491-2002besarnya tegangan tarik beton (tegangan rekah beton) dapat dihitung dengan rumus:


(62)

L D

π Ρ

2

Fct 

di mana : Fct : Tegangan rekah beton (kg/cm) P :Beban maksimum (kg)

L : Panjang silinder (cm) D : Diameter (cm)

2.6. Klasifikasi Retak

Klasifikasi Retak bervariasi yaitu:

a) Umum yang terdiri dari retak akibat rangkak (creep) dan retak akibat susut(shrinkage)

b) Lebar retak yang terdiri dari retak mikro, retak makro dan retak mayor c) Bentuk dan pola retak yang terdiri dari retak tunggal, retak ganda, retak bercabang.

Retak yang diperbolehkan harus sesuai dengan factor keamanan, perawatan (perlakuan) dan kekuatan bahan pada beton itu sendiri meskipun retak tidak dapat ditentukan bentuk dan pola yang terjadi, hal ini dikarenakan retak berhubungan dengan permukaan yang bebas (tidak diberikan beban).

a. Rangkak (Creep) dan Susut (Shrinkage)

Pada umumnya penyebab retak adalah rangkak (creep) dan susut (shrinkage) yang tergantung pada waktu. Rangkak (creep) adalah salah satu sifat beton dimana beton mengalami deformasi yang menerus menururt waktu dibawah pembebanan yang diijinkan. Deformasi yang tidak elastis ini bertambah dengan tingkat perubahan yang berkurang selama pembebanan dan jumlah totalnya dapat mencapai besar beberapa kali dari deformasi elastis


(63)

Definisi shrinkage secara umum adalah perubahan volume yang tidak berhubungan dengan pembebanan dan lebih dipengaruhi oleh suhu, kelemnbaban, aliran angin dan factor lingkungan lainnya. Saat beton masih bersifat plastis maka partikel agregat akan turun kebawah sedangkan air dan udara akan naik keatas akibatnya dapat terjadi retak retak. Retak akibat penyusutan volume pada beton plastis disebut plastic shrinkage crack

sedangkan raetak akibat penyusutan yang terus terjadi karena panas hidrasi pada beton keras (hardened concrete) disebut drying shrinkage crack.

b. Plastic Shrinkage Crack

Setelah semen bereaksi dengan air maka pasta akan mengalami reduksi dalam volume beton, tetapi ini seharusnya menjadi catatan bahwa hal tersebut disebabkan oleh hidrasi pada beton yang meningkat. Perawatan beton yang disimpan dalam air secara kontinu akan menambah volume beton berkisar 0.01 s/d 0.02 % dari volume semula akibat beton tersebut mengembang. Namun disatu sisi jika beton disimpan ditempat yang kering dan panas (dry curing) maka beton akan menyusut sehingga volume beton berkurang.

Plastic shrinkage terjadi pada hari pertama setelah pengecoran berkisar antara 5 – 10 jam. Retak sering terjadi pada permukaan beton dan terlihat tidak teratur. Retak juga lebih banyak terjadi pada arah horizontal.

Retak plastic shrinkage banyak terjadi pada slab dan perkerasan jalan raya dengan bidang permukaan yang luas sehingga terjadi evaporasi yang sangat tinggi. Kondisi udara yang sangat panas juga dapat meningkatkan terjadinya


(64)

Besar kemungkinan terjadinya plastic shrinkage dapat dipengaruhi dalam merencanakan campuran antara lain yaitu:

1. Tipe semen 2. Faktor air semen

3. Jumlah dan ukuran agregat kasar 4.Konsistensi dalam campuran

Beberapa cara dapat dilakukan untuk mengatur seminimal mungkin retak akibat plastic shrinkage. Penyemprotan air dingin pada agregat sebelum dicampur dan penggunaan air dingin pada campuran bisa mengurangi terjadinya plastic shrinkage crack. Meminimalkan atau mengurangi terjadinya penguapan air juga dapat menurunkan besar terjadinya plastic shrinkage yang dapat dilakukan dengan perawatan terhadap benda uji supaya lembab atau ditutup dengan plastik agar terhindar dari pengaruh udara luar.

Penurunan suhu beton pada saat pencampuran akan mengurangi besar penyusutan plastis pada beton tersebut. Penurunan suhu semen antara 8-10° C, suhu air menurun 4° C dan suhu agregat menurun 1,8° C akan dapat menurunkan suhu beton sebesar 1° C.

c. Drying Shrinkage Beton

Drying Shrinkage terjadi pada beton yang telah mengeras (hardened concrete) akibat kehilangan air dari pasta semen. Rata – rata drying shrinkage bisa mencapai sebesar 500 x 10-6 in atau 0,05 % dari panjang beton dan pada umumnya sebesar 350 – 650 x 10-6 in. Hal ini berarti bahwa untuk sebuah ukuran slab dengan ukuran 30 ft x 80 ft dapat menyusut berkisar antara 0,12 –


(65)

Perawatan juga mempengaruhi retak. Pada slab cenderung untuk mengeringkan bagian atas dan menyusutkan bagian bawah slab yang mempunyai kelembaban tinggi. Perbedaan kelembaban ini dapat diatasi dengan menggunakan admixture, yang dapat mengubah cara air berpindah tempat dalam campuran beton sehingga menghasilkan kelembaban yang seragam.

Beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya drying shrinkage antara lain adalah :

1. Tipe semen 2. Jumlah semen 3. Proporsi campuran

4. Ukuran dari bentuk struktur 5. Perawatan (curing)

d. Lebar Retak

Retak dapat dikenali dengan tiga parameter yaitu lebarnya, panjangnya dan pola umumnya, lebar retak ini sulit diukur karena bentuknya yang tidak teratur (irregular shape). Pada fase pengerasan beton terdapat retak mikro, retak ini sulit dideteksi karena terlalu kecil.

Untuk melihat lebar retak mikro biasanya dipergunakan Crack Microscope

yang lebarnya bervariasi antara 0,125 – 1,0 μm (8 jam pertama setelah pencetakan). Lebar retak minimum yang dapat dilihat oleh mata sebesar 0,13 mm (0,005 in), dikenal dengan retak mikro. Retak mikro apabila dibebani akan menjadi retak mayor atau retak yang lebih besar. Lebar retak maksimum yang diijinkan dapat dilihat pada tabel berikut :


(66)

Tabel 2.7 Toleransi lebar retak untuk strukur

No Jenis Struktur dan Kondisi Toleransi Lebar Retak (mm)

1 Struktur dalam ruangan (in-door structure). Udara kering (dry air), pemberian lapisan yang kedap air.

0,41

2 Struktur luar (out-door structure). Kelembaban sedang, tidak ada pengaruh erosi

0,30

3 Struktur luar (out-doorstructure). Kelembaban tinggi, pengaruh kimiawi.

0,18

4 Struktur dengan kelembaban tinggi dan dipengaruhi oleh korosi (salju/es, air laut)

0,15

5 Struktur berkaitan dengan air (reservoir) 0,10

Sumber : ACI Committee 244, 1972


(67)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Umum

Sistematika persiapan bahan hingga penarikan kesimpulan pada penelitian ini dapat dilihat pada diagram di bawah ini.

Gambar 3.1 diagaram alir pembuatan benda uji PERSIAPAN

BAHAN

PEMERIKSAAN BAHAN MIX DESIGN

PENGECORAN

PENCETAKAN

PENGERINGAN (SELAMA 24

JAM)

PERENDAMAN (SELAMA 28

HARI) PENGUJIAN

KESIMPULAN

SELESAI

KUAT TARIK BELAH

KUAT TEKAN BETON ABSORBSI


(68)

3.2. Bahan-bahan Penyusun Beton 3.2.1. Semen Portland

Semen yang dipakai dalam penelitian ini adalah semen tipe I yang diproduksi oleh PT. SEMEN ANDALAS dalam kemasan 1 zak 50 kg.

3.2.2. Agregat Halus

Agregat halus (pasir) yang dipakai dalam campuran beton diperoleh dari panglong Rimba Timur di jl sisingamangaraja, Medan. Pemeriksaan yang dilakukan terhadap agregat halus meliputi :

 Analisa ayakan pasir

 Pemeriksaan kadar lumpur (pencucian pasir lewat ayakan no.200)

 Pemeriksaan berat isi pasir

 Pemeriksaan berat jenis dan absorbsi pasir

Analisa Ayakan Pasir

a. Tujuan :

Untuk memeriksa penyebaran butiran (gradasi) dan menentukan nilai modulus kehalusan pasir (FM)

b. Hasil pemeriksaan :

Modulus kehalusan pasir (FM) : 2,68 Pasir dapat dikategorikan pasir sedang. c. Pedoman :

100

mm

0.15

ayakan

hingga

tertahan

Komulatif

%


(69)

Berdasarkan nilai modulus kehalusan (FM), agregat halus dibagi dalam beberapa kelas, yaitu :

 Pasir halus : 2.20 < FM < 2.60

 Pasir sedang : 2.60 < FM < 2.90

 Pasir kasar : 2.90 < FM < 3,20

Pencucian Pasir Lewat Ayakan no.200 (pemeriksaan kadar lumpur)

a. Tujuan :

Untuk memeriksa kandungan lumpur pada pasir. b. Hasil pemeriksaan :

Kandungan lumpur : 1,9% < 5% , memenuhi persyaratan. c. Pedoman :

Kandungan Lumpur yang terdapat pada agregat halus tidak dibenarkan

melebihi 5% (dari berat kering). Apabila kadar lumpur melebihi 5% maka pasir harus dicuci.

Pemeriksaan Berat Isi Pasir

a. Tujuan :

Untuk menentukan berat isi (unit weight) pasir dalam keadaan padat dan

longgar.

b. Hasil pemeriksaan :


(1)

DAFTAR PUSTAKA

ASTM, Annual Books of ASTM Standards 1991 : Concretes And Aggregates, Vol.04.02 Construction, Philadelphia-USA: ASTM,1991,PA19103-1187. Candra Kurniawan, Perdamean Sebayang, Dan Muljadi. 2011. Pembuatan Beton High-Strength Berbasis Mikrosilika dari Abu Vulkanik Gunung Merapi, Volume 29: Departemen Fisika-FMIPA, Universitas Lambung Mangkurat, Banjarbaru, Indonesia.

Jakarta. Aji, Pujo & Rahmat Purwono. 2010. Pengendalian Mutu Beton. Itspress Surabaya.

Mulyono, Tri. 2003. Teknologi Beton. Penerbit ANDI Yogyakarta.

Murdock, L.J., & Brook K.M. 1986. Bahan dan Praktek Beton. Penerbit: Erlangga, Jakarta.

Nugraha,Paul & Antoni. 2007. Teknologi Beton. Penerbit ANDI Yogyakarta. Parulian Luhut. 2014. Pemanfaatan Limbah Kaleng Bekas Sebagai Serat dan

Penambahan Fly Ash Terhadap Sifat Mekanis Beton. Departemen Teknik Sipil, Universitas Sumatera Utara : Medan.

Sagel, R., Kole, P., & Kusuma, Gideon. 1993. Pedoman Pengerjaan Beton. Penerbit Erlangga : Jakarta.

SK SNI T -15–1990-03. Tata Cara Pembuatan Rencana Campuran Beton Normal

.

Badan StandardNasional

.

SK SNI 03-2847-2002. Tata Cara Perhitungan Struktur Beton untuk Bangunan Gedung. Badan Standar Nasional.

SK SNI 03-2491-2002. Metode Pengujian Kuat Tarik Belah Beton. Badan Standar Nasional.


(2)

FOTO DOKUMENTASI

Gambar 10. Pengujian kuat tarik belah


(3)

Gambar 12. Benda uji bekas uji tekan dan tarik


(4)

Gambar 6. Benda uji


(5)

Gambar 8. Pengecoran subsitusi 20%


(6)

Gambar 2. Penyediaan sampel untuk test berat jenis dan absorbsi pasir