Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perilaku Konsumsi Pangan Remaja

penyakit mudah menular misalnya batuk, pilek, influenza, diare, penyakit perut sejenisnya; menutup luka pada luka terbuka bisul atau luka lainnya; menjaga kebersihan tangan, rambut, kuku, dan pakaian; memakai celemek, dan tutup kepala; mencuci tangan setiap kali hendak menangani makanan; menjamah makanan harus memakai alat perlengkapan, atau dengan alas tangan; tidak sambil merokok, menggaruk anggota badan telinga, hidung, mulut atau bagian lainnya; tidak batuk atau bersin di hadapan makanan jajanan yang disajikan dan atau tanpa menutup mulut atau hidung. Pada pasal 9 juga disebutkan bahwa makanan jajanan yang dijajakan harus dalam keadaan terbungkus dan atau tertutup. Pembungkus yang digunakan dan atau tutup makanan jajanan harus dalam keadaan bersih dan tidak mencemari makanan. 2.4 Konsep Perilaku 2.4.1 Perilaku Kesehatan Menurut Notoatmodjo 2003, perilaku kesehatan adalah suatu respon seseorang organisme terhadap stimulus atau objek yang berkaitan dengan sakit dan penyakit, sistem pelayanan kesehatan, makanan, dan minuman, serta lingkungan. Dari batasan ini perilaku kesehatan dapat diklasifikasikan menjadi 3 kelompok, yakni perilaku pemeliharaan kesehatan health maintenance, perilaku pencarian dan penggunaan sistem atau fasilitas pelayanan kesehatanperilaku pencarian pengobatan health seeking behavior, serta perilaku kesehatan lingkungan .

2.4.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perilaku Konsumsi Pangan Remaja

Perilaku terhadap makanan nutrition behavior merupakan respon seseorang terhadap makanan sebagai kebutuhan vital bagi kehidupan. Perilaku ini meliputi pengetahuan, persepsi, sikap dan praktek terhadap makanan serta unsur-unsur yang Universitas Sumatera Utara terkandung didalamnya zat gizi, pengelolaan makanan, dan sebagainya sehubungan kebutuhan tubuh kita Notoatmodjo, 2003. Masa remaja merupakan masa transisi atau peralihan dari masa anak menuju masa dewasa. Pada masa ini, individu mengalami berbagai pertumbuhan baik fisik maupun psikis Agustiani, 2006. Para remaja memerlukan makanan bernutrisi tinggi karena tubuh mereka sedang mengalami perubahan besar Weekes, 2008. Pada usia remaja, fisik seseorang terus berkembang, demikian pula aspek sosial maupun psikologisnya. Perubahan ini membuat seorang remaja mengalami banyak ragam gaya hidup, perilaku, tidak terkecuali pengalaman dalam menentukan makanan apa yang akan dikonsumsi, yang pada akhirnya akan mempengaruhi keadaan gizi seorang remaja. Aktivitas yang banyak dilakukan di luar rumah membuat seorang remaja sering dipengaruhi oleh rekan sebayanya. Pemilihan makanan tidak lagi didasarkan pada kandungan gizi tetapi sekedar bersosialisasi dan untuk kesenangan. Aspek pemilihan makanan pada remaja penting diperhatikan karena remaja sudah menginjak tahap independensi yaitu kebiasaan memilih makanan yang disukai Khomsan, 2003. Menurut Weekes 2008, masa remaja seringkali merupakan masa pertama kalinya orang-orang mempertimbangkan untuk mengikuti diet dalam rangka mengubah bentuk tubuh mereka. Diet ketat biasanya menghilangkan makanan-makanan tertentu misalnya karbohidrat. Hal ini tidak sehat bagi remaja yang sedang tumbuh dan memerlukan berbagai jenis makanan. Anak remaja yang sudah duduk di bangku SLTP dan SLTA umumnya menghabiskan waktu tujuh jam sehari di sekolahnya. Ini berarti hampir sepertiga dari waktunya setiap hari dilewatkan remaja di sekolah. Akan tetapi, seperti halnya juga Universitas Sumatera Utara dengan keluarga, fungsi sekolah sebagai pembentuk nilai dalam diri anak sekarang ini banyak menghadapi tantangan. Khususnya karena sekolah berikut segala kelengkapannya tidak lagi merupakan satu-satunya lingkungan setelah lingkungan keluarga. Terutama di kota-kota besar, sekarang ini sangat terasa ada banyak lingkungan yang lain yang dapat dipilih remaja selain sekolahnya: pasar swalayan, pusat perbelanjaan, taman hiburan, atau bahkan sekedar warung di tepi jalan di seberang sekolah atau rumah salah seorang teman Sarwono, 1997. Menurut Khomsan 2003, anak sekolah memiliki banyak kegiatan yang harus dilakukan dalam sehari. Mulai dari aktifitas di sekolah, yang dilanjutkan dengan berbagai kursus, mengerjakan PR dan mempersiapkan pelajaran untuk keesokan harinya. Dengan aktivitas tinggi seperti itu, stamina anak akan cepat loyo kalau tidak ditunjang dengan intake pangan dan gizi yang cukup serta berkualitas. Agar stamina anak usia sekolah tetap fit selama mengikuti kegiatan ekstra kurikuler, maka sarana utama dari segi gizi adalah sarapan pagi. Sarapan pagi bagi anak usia sekolah sangatlah penting mengingat waktu sekolah dengan aktifitas penuh yang membutuhkan energi dan kalori yang cukup besar Judarwanto, 2008. Bagi anak-anak sekolah, meninggalkan sarapan pagi membawa dampak yang kurang menguntungkan. Konsentrasi di kelas bisa buyar karena tubuh tidak memperoleh masukan gizi yang cukup Khomsan, 2003. Banyak alasan yang menyebabkan anak sekolah tidak sarapan pagi, seperti waktu yang sangat terbatas karena jarak sekolah yang cukup jauh, terlambat bangun pagi, atau tidak ada selera untuk sarapan pagi Yusuf, dkk, 2008. Universitas Sumatera Utara Menurut Daniel dalam Arisman 2004, hampir 50 remaja terutama remaja yang lebih tua, tidak sarapan. Penelitian lain membuktikan masih banyak remaja 89 yang meyakini kalau sarapan memang penting. Namun, mereka yang sarapan secara teratur hanya 60. Remaja putri malah melewatkan dua kali waktu makan, dan lebih memilih kudapan yang bukan saja hampa kalori, tetapi juga sedikit sekali mengandung zat gizi dan dapat mengganggu nafsu makan. Padahal konsumsi makanan yang salah bisa membuat tubuh kekurangan nutrisi- nutrisi vital yang diperlukan agar tubuh dapat bekerja dengan baik Weekes, 2008. Kebiasaan makan remaja juga terdiri dari snack yang 40 berkalori tinggi. Makanan snack yang sering di konsumsi remaja seperti keripik kentang, kue-kuean, dan minuman ringan soft drink yang rendah dalam zat gizi. Dan juga es krim, es krim kocok, hamburger dan pizza yang memberikan zat gizi yang penting, tetapi juga tinggi lemak, natrium, dan kalori. Remaja juga bersandar pada restoran fast food yang mempunyai menu terbatas dan sering menekankan pada makanan tinggi kalori, lemak dan natrium Moore, 1997. Menurut Judarwanto 2008, jajanan di sekolah juga sangat beresiko mengandung cemaran biologis dan kimiawi yang dapat mengganggu kesehatan. Dengan demikian, perilaku makan pada anak usia sekolah harus diperhatikan secara cermat dan hati-hati. Sebagai upaya melindungi konsumen, Badan Pengawas Obat-obatan dan Makanan Badan POM menguji makanan jajanan anak di sekolah di 195 sekolah dasar di 18 provinsi. Di antaranya Jakarta, Surabaya, Semarang, Bandar Lampung, Denpasar, dan Padang. Hasil uji yang dilakukan pada 861 contoh sampel menunjukkan sebanyak 39,95 tidak memenuhi syarat keamanan pangan. Sebanyak 48,19 es sirup atau buah Universitas Sumatera Utara dan 62,5 minuman ringan ditemukan mengandung bahan berbahaya serta tercemar bakteri patogen. Begitu juga dengan saus dan sambal sebanyak 61,54 serta kerupuk 56,25. Dari total sampel itu, 10,45 mengandung pewarna yang dilarang, yakni rhodamin B, methanil yellow dan amaranth. Sebagian sampel juga mengandung boraks, formalin, siklamat, sakarin, dan benzoat melebihi batas. Menurut Akmal 1995, cemaran kimiawi yang umum ditemukan pada jajanan adalah penggunaan boraks asam borat atau natrium tetraboraks untuk mendapatkan efek renyah, kenyal, padat dan tahan lama terutama pada makanan jenis mie, bakso dan tahu. Begitu juga dengan formalin, yang biasa digunakan untuk membunuh bakteri pembusuk atau untuk mengawetkan jasad mahluk hidup. Demikian juga dengan rhodamin B yang digunakan sebagai pewarna merah pada tekstil. Pemakaian bahan kimia yang bukan untuk pangan ini jika dikonsumsi dalam jangka yang lama dapat memicu kanker dan gangguan pada ginjal. Hasil analisis dengan parameter uji cemaran mikroba menunjukkan bahwa sebagian sampel tercemar mikroba melebihi persyaratan. Sejumlah sampel juga tercemar bakteri E coli, Salmonella, Staphylococcus dan Vibrio cholerae, yang dapat menyebabkan keracunan, diare, mencret, demam dan tipus Evy, 2005.

2.5 Media Promosi Kesehatan