Perusahaan lain tidak diperkenankan untuk memproduksi dan memasarkan obat serupa kecuali jika memiliki perjanjian khusus
dengan pemilik paten. b.
Obat generik. Setelah obat paten berhenti masa patennya, obat paten kemudian disebut sebagai obat generik generik= nama zat
berkhasiatnya. Obat generik dibagi lagi menjadi 2 yaitu generik berlogo dan generik bermerek
branded generic
. Obat generik berlogo yang lebih umum disebut obat generik saja adalah obat yang
menggunakan nama zat berkhasiatnya dan mencantumkan logo perusahaan farmasi yang memproduksinya pada kemasan obat,
sedangkan obat generik bermerek yang lebih umum disebut obat bermerk adalah obat yang diberi merek dagang oleh perusahaan
farmasi yang memproduksinya.
2.4 Obat Generik
Obat Generik Berlogo OGB diluncurkan pada tahun 1991 oleh pemerintah yang ditujukan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat kelas
menengah ke bawah akan obat. Jenis obat ini mengacu pada Daftar Obat Esensial Nasional DOEN yang merupakan obat esensial untuk penyakit tertentu.
Harga obat generik dikendalikan oleh pemerintah untuk menjamin akses masyarakat terhadap obat. Oleh karena itu, sejak tahun 1985 pemerintah
menetapkan penggunaan obat generik pada fasilitas pelayanan kesehatan pemerintah. Harga obat generik bisa ditekan karena obat generik hanya berisi zat
yang dikandungnya dan dijual dalam kemasan dengan jumlah besar, sehingga tidak diperlukan biaya kemasan dan biaya iklan dalam pemasarannya. Proporsi
biaya iklan obat dapat mencapai 20-30, sehingga biaya iklan obat akan mempengaruhi harga obat secara signifikan Dinkes Gorontalo, 2008.
Mengingat obat merupakan komponen terbesar dalam pelayanan kesehatan, peningkatan pemanfaatan obat generik akan memperluas akses
terhadap pelayanan kesehatan terutama bagi masyarakat yang berpenghasilan rendah.
Universitas Sumatera Utara
Menurut Widjajarta 2008, orang sering mengira bahwa mutu obat generik kurang baik dibandingkan obat bermerk. Harganya yang terbilang murah
membuat masyarakat tidak percaya bahwa obat generik sama berkualitasnya dengan obat bermerk. Padahal generik atau zat berkhasiat yang dikandung obat
generik sama dengan obat bermerk. Dalam proses produksi obat, perusahaan farmasi bersangkutan harus melengkapi persyaratan ketat dalam Cara-cara
Pembuatan Obat yang Baik CPOB yang dikeluarkan oleh Badan Pengawasan Obat dan Makanan BPOM. Selain itu juga ada persyaratan untuk obat yang
disebut uji BioavailabilitasBioekivalensi BABE. Obat generik dan obat bermerk yang diregistrasikan ke BPOM harus menunjukkan kesetaraan biologi
BE dengan obat pembanding inovator. Inovator yang dimaksud adalah obat yang pertama kali dikembangkan dan berhasil muncul di pasaran dengan melalui
serangkaian pengujian, termasuk pengujian BA. Studi BA dan atau BE seharusnya telah dilakukan terhadap semua produk obat yang berada di pasaran baik obat
bermerek maupun obat generik. Uji BABE diperlukan untuk menjaga keamanan dan mutu obat generik. Dengan demikian, masyarakat terutama klinisi mendapat
jaminan obat yang sesuai dengan standar efikasi, keamanan dan mutu yang dibutuhkan Dinkes Gorontalo, 2008.
Studi BE memungkinkan untuk membandingkan profil pemaparan sistemik darah suatu obat yang memiliki bentuk sediaan yang berbeda-beda
tablet, kapsul, sirup, salep, suppositoria, dan sebagainya, dan diberikan melalui rute
pemberian yang
berbeda-beda oral,
rektal, transdermalkulit.
Bioavailabilitasketersediaan hayati BA dapat didefinisikan sebagai
rate
kecepatan zat aktif dari produk obat yang diserap di dalam tubuh ke sistem peredaran darah dan
extent
besarnya jumlah zat aktif dari produk obat yang dapat masuk ke sistem peredaran darah, sehingga zat aktifobat tersedia pada
tempat kerjanya untuk menimbulkan efek terapipenyembuhan yang diinginkan. Bioekivalensikesetaraan biologi BE dapat didefinisikan menjadi tidak adanya
perbedaan secara bermakna pada
rate
dan
extent
zat aktif dari dua produk obat yang memiliki kesetaraan farmasetik, misalnya antara tablet A yang merupakan
produk obat uji dan tablet B yang merupakan produk inovator, sehingga menjadi
Universitas Sumatera Utara
tersedia pada tempat kerja obat ketika keduanya diberikan dalam dosis zat aktif yang sama dan dalam desain studi yang tepat Dinkes Gorontalo, 2008.
Setiap negara wajib menyusun daftar obat esensial DOEN, sejumlah jenis obat yang paling dibutuhkan di suatu negara, dan yang tergolong sering
dipakai. Daftar ini dapat ditambah atau dikurangi oleh pemerintah sesuai kebutuhan negara. Namun, yang terjadi sekarang, DOEN kita cenderung pasif.
Obat bermerk dan jenis yang sama pun terus bertambah, sehingga membuat bingung dokter saat menulis resep Dinkes Gorontalo, 2008. Menurut Widjajarta
2008, beda harga obat bermerk dengan obat generik sekitar 40 kali, 80 kali bahkan ada yang sampai 200 kali lipat.
Oleh karena itu, menimbang bahwa ketersediaan obat generik dalam jumlah dan jenis yang cukup, terjangkau oleh masyarakat serta terjamin mutu dan
keamanannya, perlu digerakkan dan didorong penggunaannya di fasilitas pelayanan kesehatan pemerintah. Dan bahwa agar penggunaan obat generik dapat
berjalan efektif perlu diatur kembali ketentuan kewajiban menuliskan resep danatau menggunakan obat generik di fasilitas pelayanan kesehatan pemerintah
dengan peraturan menteri kesehatan. Untuk itu, Menteri Kesehatan Republik Indonesia memutuskan menetapkan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor
HK.02.02MENKES068I2010 tentang Kewajiban Menggunakan Obat Generik Di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Pemerintah, yang disahkan pada tanggal 14
Januari 2010. PerMenKes ini terdiri dari 4 bab dengan 12 pasal, dimana pada bab II, pasal 4 ayat 1, tertulis bahwa dokter yang bertugas di fasilitas pelayanan
kesehatan pemerintah wajib menulis resep obat generik bagi semua pasien sesuai indikasi medis.
Dengan dikeluarkannya peraturan tersebut, dokter diharapkan mematuhi peraturan tersebut dan meresepkan obat generik agar semua lapisan masyarakat
dapat memenuhi kebutuhan obatnya dengan harga terjangkau dan mutu terjamin, sehingga dapat memperbaiki tingkat kesehatan masyarakat Indonesia. Adapun
kepatuhan dokter merupakan suatu perilaku dokter dalam menaati ketetapan peraturan Menteri Kesehatan dalam hal meresepkan obat generik.
Universitas Sumatera Utara
BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL
3.1.Kerangka Konsep
3.2.Variabel dan Definisi Operasional
3.2.1 Obat generik adalah obat dengan nama resmi
International NonPropietary Names
INN yang ditetapkan dalam Farmakope Indonesia atau buku standar lainnya untuk zat berkhasiat yang dikandungnya.
3.2.2 Obat Generik Bermerek adalah obat generik dengan nama dagang yang menggunakan nama milik produsen obat yang bersangkutan.
3.2.3 Resep adalah permintaan tertulis dari dokter kepada apotekerfarmasis pengelola apotek untuk memberikan obat jadi atau meracik obat dalam
bentuk sediaan tertentu sesuai dengan keahliannya, takaran, dan jumlah obat sesuai dengan yang diminta, kemudian menyerahkannya kepada yang
berhakpasien. 3.2.4 Kepatuhan adalah perilaku yang mentaati semua nasihat dan petunjuk yang
dianjurkan oleh kalangan tenaga medis. Pengukuran kepatuhan dengan menggunakan skala :
Peresepan obat generik bermerek Peresepan obat generik
Tingkat kepatuhan dokter dalam meresepkan obat
generik sesuai Peraturan Menteri Kesehatan
Universitas Sumatera Utara