alat bantu untuk pengumpulan ikan. Ikan target penangkapan adalah ikan-ikan di habitat bagian dalam perairan pantai baik demersal maupun pelagis.
6 Bagan Lifnet
Penangkapan ikan dengan menggunakan bagan adalah dengan cara menarik perhtian ikan ke dalam cakupan jaring yang sudah dipasang di bawah perairan.
Untuk menarik perhatian ikan digunakan lampu sebagai alat bantu. Jaring yang sudah terpasang dengan cepat diangkat bersamaan pada setiap ujungnya sehingga
melingkupi ikan-ikan yang telah terkumpul mendekati cahaya lampu. Jaring diturunkan pada kedalaman tertentu melalui tiang-tiang bagan yang
menjulang. Setelah jaring terpasang maka lampu-lampu penerangan dinyalakan untuk menarik perhatian dan mengkonsentrasikan gerombolan ikan di sekitar
perahu. Tahap selanjutnya adalah menunggu ikan masuk ke dalam cakupan jaring. Setelah ikan banyak berkumpul maka dilakukan penarikan pada setiap ujung
jaring secara secara bersamaan. Sedangkan ikan target penangkapan dengan bagan adalah sebagian besar ikan pelagis kecil namun ada juga pelagis besar.
7 Pancing tonda Trol line
Konstruksi pancing tonda terdiri dari tali pnjang, mata pancing, tanpa pemberat. Pada umumnya menggunakan umpan baik jenis ikan maupun tiruan.
Penangkapan dengan pancing tonda dilakukan pada siang hari, dengan nenggunakan perahu maupun kapal motor secara horizontal menelusuri lapisan
permukaan air. Biasanya tiap perahu membawa lebih dari dua buah pancing yang ditonda sekaligus. Ikan target tangkapan adalah cakalang, tongkol dan madidihang
dan lain-lain sebagainya.
2.3 Model Surplus Produksi
Pemanfaatan sumberdaya ikan umumnya didasarkan pada konsep hasil maksimum yang lestari maximum sustainable yield, yaitu hasil tangkapan
terbesar yang dapat dihasilkan dari tahun ke tahun oleh suatu perikanan. Konsep MSY didasarkan atas suatu model yang sangat sederhana dari suatu populasi ikan
yang dianggap sebagai unit tunggal. Konsep ini dikembangkan dari kurva biologi yang menggambarkan yield sebagai fungsi dari effort dengan suatu nilai
maksimum yang jelas, terutama bentuk parabola dari Schaefer yang paling
sederhana Widodo Suadi 2006. Inti dari konsep ini adalah menjaga keseimbangan biologi dari sumberdaya ikan, agar dapat dimanfaatkan secara
maksimum dalam waktu yang panjang. Lebih lanjut Widodo Suadi 2006 menyatakan bahwa MSY memiliki
beberapa keuntungan antara lain bahwa konsep ini didasarkan pada gambaran yang sederhana dan mudah dimengerti atas reaksi suatu stok ikan terhadap
penangkapan. Setiap nelayan akan memahami bahwa dari stok yang berukuran kecil hanya mampu menghasilkan hasil tangkapan yang kecil, dan demikian juga
sebaliknya, atau sederhananya sejumlah hasil tangkapan yang tidak terlalu besar tidak akan mampu menurnkan stok tersebut. Selain itu MSY ditentukan dengan
suatu ukuran fisik yang sederhana, yakni berat atau jumlah ikan yang ditangkap, sehingga menghindarkan perbedaan-perbedaan dalam wilayah suatu negara
ataupun antar negara, dibandingkan dengan kriteri lainnya misalnya harga hasil tangkapan atau penurunan biaya operasional.
Pengelolaan sumberdaya ikan seperti ini berorientasi pada sumberdaya resources oriented yang lebih ditunjukkan untuk melestarikan sumberdaya dan
memperoleh hasil tangkapan meksimum yang dapat dihasilkan dari sumberdaya tersebut. Namun menurut Fauzi 2004 pengelolaan sumberdaya ikan dengan
menggunakan pendekatan MSY mempunyai kelemahan antara lain: 1 tidak bersifat stabil, karena perkiraan stok yang meleset sedikit saja bisa mengarah ke
pengurasan stok, 2 tidak memperhitungkan nilai ekonomis apabila stok ikan tidak dipanen, dan 3 sulit diterapkan pada kondisi dimana perikanan memiliki
ciri ragam jenis. Sedangkan menurut Suseno 2007, terlepas dari kelemahan yang dimiliki dari pendekatan MSY dalam pengelolaan perikanan, tetapi kita harus
percaya pendekatan itu merupakan konsep yang bermanfaat. Setidaknya ada dua alasan yang menyertainya. Pertama, MSY merupakan landasan utama bagi
beberapa negara dalam menetapkan tujuan pengelolaan perikanan. Kedua, MSY merupakan batas ukuran dari hasil tangkapan.
Penentuan nilai MSY dan upaya pemanfaatan yang optimum diperlukan sebagai informasi dasar untuk menetapkan tingkat pemanfaatan yang
diperbolehkan. Sebagai salah satu tolak ukur pengelolaan, telah ditetapkan bahwa jumlah tangkapan ikan yang diperbolehkan JTB atau dikenal di dunia perikanan
dengan istilah total allowable catch TAC untuk wilayah pengelolaan perikanan adalah sebesar 80 dari potensi lestarinya atau MSY. Selain menentukan nilai
MSY, ditentukan pula nilai catch per unit effort CPUE dan upaya optimum yang dapat dilakukan di wilayah pengelolaan perikanan Murdiyanto 2004.
Dengan demikian maka dalam aspek pengelolaan sumber daya perikanan parameter MSY dan hubungan antara hasil tangkapan dan upaya penangkapan
atau CPUE sering digunakan dalam perhitungan untuk mempertimbangkan tindakan pengelolaan atau peraturan yang akan diberlakukan.
2.4 Standarisasi Upaya Tangkap