Tinjauan Yuridis Tentang Peranan Direktorat Jenderal Bea Dan Cukai Terhadap Kelancaran Lalu Lintas Barang Ekspor Dan Impor (Studi Pada Kantor Pengawasan Dan Pelayanan Direktorat Jenderal Bea Cukai Tipe Madya Pabean Belawan)

(1)

TINJAUAN YURIDIS TENTANG PERANAN

DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI

TERHADAP KELANCARAN LALU LINTAS BARANG

EKSPOR DAN IMPOR

(Studi Pada Kantor Pengawasan dan Pelayanan Direktorat Jenderal Bea Cukai Tipe Madya Pabean Belawan)

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

Oleh :

JUNANDA WAHID 110200040

DEPARTEMEN HUKUM KEPERDATAAN

PROGRAM KEKHUSUSAN HUKUM PERDATA DAGANG

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

TINJAUAN YURIDIS TENTANG PERANAN

DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI

TERHADAP KELANCARAN LALU LINTAS BARANG

EKSPOR DAN IMPOR

(Studi Pada Kantor Pengawasan Dan Pelayanan Direktorat Jenderal Bea Cukai Tipe Madya Pabean Belawan)

SKRIPSI

Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-Tugas dan Syarat Untuk Mencapai Gelar Sarjana Hukum Pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

Oleh :

JUNANDA WAHID 110200040

Departemen : Hukum Keperdataan Program Kekhususan Perdata Dagang

Disetujui Oleh

Ketua Departemen Hukum Keperdataan

Dr. H. Hasim Purba, S.H, M. Hum NIP. 196603031985081001

Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II

Dr. H. HASIM PURBA, S.H, M. Hum. SINTA ULI, SH., M.Hum.

NIP.196603031985081001 NIP.195506261986012001

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(3)

SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT

Saya yang bertanda tangan di bawah ini :

Nama : JUNANDA WAHID

Nim : 110200040

Judul Skripsi : TINJAUAN YURIDIS TENTANG PERANAN DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI TERHADAP KELANCARAN LALU LINTAS BARANG EKSPOR DAN IMPOR (STUDI PADA KANTOR PENGAWASAN DAN PELAYANAN BEA DAN CUKAI TIPE MADYA PABEAN BELAWAN)

Dengan ini menyatakan :

1. Skripsi yang saya tulis ini adalah benar tidak merupakan ciplakan dari skripsi atau karya ilmiah orang lain.

2. Apabila terbukti dikemudian hari skripsi tersebut adalah ciplakan, maka segala akibat hukum yang timbul menjadi tanggung jawab saya.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya tanpa ada paksaan atau tekanan dari pihak manapun.

Medan, Mei 2015

JUNANDA WAHID


(4)

ABSTRAK Junanda Wahid* Dr. H. Hasim Purba SH.Hum**

Sinta Uli SH, M.Hum***

Kata Kunci : Kepabeanan, Ekspor Impor

Penulisan skripsi ini dilatar belakangi pengamatan penulis terhadap peranan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) sebagai institusi pemerintah terdepan yang berada di pintu masuk negara yang memiliki fungsi untuk mengawasi dan melayani prosedur pemasukan barang impor dan pengeluaran barang ekspor dalam perdagangan internasional. Seperti yang tertera pada pasal 1 angka 10 Undang-undang No. 17 Tahun 2006 Tentang Kepabeanan yang menyebutkan bahwa Direktorat Jenderal Bea dan Cukai adalah unsur pelaksana tugas pokok dan fungsi di bidang kepabeanan. Adapun pertimbangan penulis memilih judul “Tinjauan Yuridis Peranan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Terhadap Kelancaran Lalu Lintas Barang Ekspor dan Impor” memberikan gambaran mengenai peranan DJBC terhadap lancarnya arus barang ekspor dan impor, mengingat kelancaran tersebut sangat dituntut oleh para penanam modal dan pelaku usaha. Adapun perumusan masalah yang diangkat yakni fasilitas kemudahan proses kepabeanan, pengawasan dan koordinasi DJBC dengan instansi pemerintah lainnya yang terkait, serta kendala atau hambatan yang dihadapi petugasDJBC di lapangan.

Metode yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah metode penelitian yuridis normatif dan yuridis empiris, yaitu penelitian dengan cara meneliti bahan pustaka yaitu berupa peraturan perundang-undangan, teori hukum dari buku-buku, ditambah dengan artikel-artikel yang didapatkan dari media cetak dan elektronik. Penelitian di lapangan juga dilakukan untuk mendukung data yang ada dengan melakukan wawancara di Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai Tipe Madya Pabean Belawan.

Hasil penelitian skrpisi ini menunjukan terdapat berbagai fasilitas kemudahan berupa kemudahan sistem dan prosedural dalam mekanisme kepabeanan. Koordinasi DJBC dengan instansi pemerintah lainnya yang terkait untuk menunjang kelancaran ekspor dan impor di Pelabuhan Belawan yakni koordinasi yang terkait dengan pengawasan dan pelayanan barang ekspor dan impor, diantaranya koordinasi dengan Syahbandar selaku Administrator Pelabuhan, PT. Pelindo I selaku Pengelola Pelabuhan Belawan, serta Badan Karantina. Bea Cukai menemui berbagai kendala baik internal maupun ektsternal dalam menjalankan tugas mengawasi dan melayani kegiatan ekspor dan impor.

*

Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

**

Dosen Pembimbing I

***


(5)

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah Yang Maha Kuasa Tuhan Yang Maha Esa karena berkat, rahmat dan kebaikan-Nya penulis mampu menjalani masa perkuliahan sampai dengan tahap penyelesaian skripsi yang penuh tantangan dan rintangan.

Penulisan skripsi yang berjudul “TINJAUAN YURIDIS TENTANG PERANAN DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI DALAM KELANCARAN LALU LINTAS BARANG EKSPOR DAN IMPOR(STUDI PADA KANTOR PENGAWASAN DAN PELAYANAN DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI TIPE MADYA PABEAN BELAWAN)” Penulisan Skripsi ini membahas tentang fasilitas kemudahan proses kepabeanan untuk memperlancar arus barang ekspor dan impor. Kemudian pengawasan dan koordinasi Bea Cukai dengan instansi pemerintah lainnya yang terkait untuk menunjang kelancaran lalu lintas ekspor impor, serta kendala atau hambatan yang dihadapi Bea Cukai dalam pengawasan dan pelayanan yang terkait dengan kelancaran lalu lintas barang ekspor dan impor di Pelabuhan Belawan.

Skripsi ini juga merupakan salah satu syarat bagi setiap mahasiswa untuk memenuhi persyaratan untuk mencapai gelar Sarjana Hukum di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu dengan segala kerendahan hati penulis mohon kerendahan pembaca agar sudi kiranya memberikan tegur sapa dan kritik membangun bagi penyempurnaan karya ilmiah ini.

Pada kesempatan ini, penulis juga menyadari bahwa dalam menyelesaikan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan dan arahan dari berbagai pihak untuk itu


(6)

dengan segala hormat penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih yang tulus kepada :

1. Prof. Dr. Runtung Sitepu, S.H., M.H., selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

2. Prof. Dr. Budiman Ginting, S.H., M.Hum., selaku Wakil Dekan I, Bapak Syafruddin Hasibuan, S.H., M.H., DFM, selaku Wakil Dekan II, dan Bapak Dr. O.K Saidin, S.H., M.Hum., selaku Wakil Dekan III Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

3. Dr. H. Hasim Purba, S.H., M.Hum., selaku Ketua Departemen Hukum Keperdataan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara dan sekaligus selaku Dosen Pembimbing I yang telah membimbing dan memotivasi penulis untuk melakukan yang terbaik dalam penulisan skripsi ini.

4. Ibu Rabiatul Syahriah, S.H., M.Hum., selaku Sekretaris Departemen Hukum Keperdataan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

5. Ibu Sinta Uli, SH, M.Hum selaku Ketua Program Kekhususan Hukum Perdata Dagang dan Dosen Pembimbing II yang telah meluangkan waktunya untuk memberikan bimbingan dan arahan kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.

6. Seluruh Dosen, Staf Pengajar dan Pegawai Administrasi Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, yang telah mencurahkan ilmunya dan membantu penulis selama masa perkuliahan.

7. Bapak Adhar Is selaku Kepala Penyuluhan Layanan dan Informasi, Bang Aulia Arif selaku Pegawai Pelaksana yang membimbing penulis dalam melakukan riset pada KPPBC Tipe Madya Pabean Belawan. Bang Sefty


(7)

dan Bang Prianto yang setia memberikan ilmu dan motivasi dalam menyusun skripsi ini kepada penulis.

8. Kedua orang tua penulis yang sangat penulis cintai dan kasihi, yaitu Ayahanda Junaidy Noor, S.H., M.M., sebagai salah satu inspirasi bagi penulis yang juga mengabdi pada instansi Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dan Ibunda Nurul Wahidah, yang luar biasa mendukung dalam bentuk doa dan perhatian, serta adinda penulis, yakni Shahnaz Yolandina dan Tsabita Yulia yang menjadi sumber semangat bagi penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.

9. Sahabat-sahabat terbaik penulis, Rayna Ditriano, Dwi Prasetiawan, dr. Akita Rukmana, Faisal Afif Lubis, Dhimas Adiputra, Prilanya Rizkika, Siti Jamilah S.Psi, Sadid Fauqani, Ibrhaim Noer, Iqbal Rasyid, dan Abdul Hafiz, Rinda Shafira, Rizy Khairuni yang selalu mendukung dalam doa, menjadi inspirasi sertaselalu memberi dukungan baik dalam doa maupun perkataan.

10. Kepada Sahabat-sahabat terbaik seperjuangan dalam perkuliahan, Aulia Rizky Ginting, Hadyan Yunhas Purba S.H, Pudja Eka Prayudha, Dedek Rahmadsyah, Enni Mulianingsih S.Ked, Rizky Syahbana Harahap, Albert Fernando Sibuea, Yusuf Tamami, Faisal Dalimunthe, Virsa, Bobby Putra Nasution, Ahmad Husein Pan Harahap S.H., Syafitri Ditami S.H, Haris Ketaren S.H, dan teman-teman stambuk 2011 lainnya yang tidak mungkin penulis sebutkan satu persatu yang selalu memberi dukungan dan doanya.


(8)

Akhirnya dengan segala kerendahan hati dan harapan penulis, semoga skripsi ini dapat memberikan sumbangan pemikiran yang bermanfaat bagi perkembangan ilmu hukum.

Medan, Juni 2015

Junanda Wahid 110200040


(9)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR... ii

DAFTAR ISI ... vi

BAB I : PENDAHULUAN... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Perumusan masalah...11

C. Tujuan Penulisan ...12

D. Manfaat Penulisan ... 12

E. Metode Penelitian ... 13

F. Keaslian Penulisan...16

G. Sistematika Penulisan ... 18

BAB II : TINJAUAN UMUM TENTANG KEPABEANAN... 20

A. Pengertian, Peranan dan Tujuan Hukum Pabean ... 20

B. Hukum Pabean sebagai Bagian dari Hukum Fiskal dan Aturan Hukum yang terkait dengan Hukum Pabean... 29

C. Kelembagaan Bea Cukai, Tanggung Jawab dan Prinsip-Prinsip Pelaksanaan Kepabeanan dan Cukai... 51

BAB III : MEKANISME KEPABEANAN SERTA PERANAN DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI DALAM ARUS LALU LINTAS BARANG EKSPOR DAN IMPOR... 62

A. Tugas dan Wewenang Direktorat Jenderal Bea dan Cukai... 62

B. Pengertian dan Pengaturan Barang Ekspor dan Impor... 73

C. Faktor-Faktor Penghambat Kelancaran Lalu-lintas Barang Ekspor dan Impor... 90

BAB IV : TINJAUAN YURIDIS TENTANG PERANAN DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI DALAM KELANCARAN LALU LINTAS BARANG EKSPOR DAN IMPOR DI PELABUHAN BELAWAN... 97

A. Fasilitas Kemudahan Proses Kepabeanan Untuk Mengoptimalkan Kelancaran Arus Barang Ekspor dan Impor... 97 B. Pengawasan dan Koordinasi Bea Cukai dengan Instansi


(10)

Kelancaran Lalu Lintas Ekspor Impor Di Pelabuhan

Belawan... 112 C. Kendala atau Hambatan yang dihadapi Bea Cukai

dalam Pengawasan Dan Pelayanan yang terkait dengan Kelancaran Lalu Lintas Barang Ekspor dan Impor Di

Pelabuhan Belawan... 125

BAB V : PENUTUP

A. Kesimpulan... 129 B. Saran... 131

DAFTAR PUSTAKA... 134

LAMPIRAN

A.

Surat Riset dari Fakultas Hukum

B.

Surat Riset dari Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea

Dan Cukai Tipe Madya Pabean Belawan

C.

Hasil Wawancara dangan Pejabat terkait di Kantor

Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai Tipe Madya

Pabean Belawan

D.

Bagan Proses Penyelesaian Pabean Ekspor dan Pabean

Impor


(11)

ABSTRAK Junanda Wahid* Dr. H. Hasim Purba SH.Hum**

Sinta Uli SH, M.Hum***

Kata Kunci : Kepabeanan, Ekspor Impor

Penulisan skripsi ini dilatar belakangi pengamatan penulis terhadap peranan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) sebagai institusi pemerintah terdepan yang berada di pintu masuk negara yang memiliki fungsi untuk mengawasi dan melayani prosedur pemasukan barang impor dan pengeluaran barang ekspor dalam perdagangan internasional. Seperti yang tertera pada pasal 1 angka 10 Undang-undang No. 17 Tahun 2006 Tentang Kepabeanan yang menyebutkan bahwa Direktorat Jenderal Bea dan Cukai adalah unsur pelaksana tugas pokok dan fungsi di bidang kepabeanan. Adapun pertimbangan penulis memilih judul “Tinjauan Yuridis Peranan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Terhadap Kelancaran Lalu Lintas Barang Ekspor dan Impor” memberikan gambaran mengenai peranan DJBC terhadap lancarnya arus barang ekspor dan impor, mengingat kelancaran tersebut sangat dituntut oleh para penanam modal dan pelaku usaha. Adapun perumusan masalah yang diangkat yakni fasilitas kemudahan proses kepabeanan, pengawasan dan koordinasi DJBC dengan instansi pemerintah lainnya yang terkait, serta kendala atau hambatan yang dihadapi petugasDJBC di lapangan.

Metode yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah metode penelitian yuridis normatif dan yuridis empiris, yaitu penelitian dengan cara meneliti bahan pustaka yaitu berupa peraturan perundang-undangan, teori hukum dari buku-buku, ditambah dengan artikel-artikel yang didapatkan dari media cetak dan elektronik. Penelitian di lapangan juga dilakukan untuk mendukung data yang ada dengan melakukan wawancara di Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai Tipe Madya Pabean Belawan.

Hasil penelitian skrpisi ini menunjukan terdapat berbagai fasilitas kemudahan berupa kemudahan sistem dan prosedural dalam mekanisme kepabeanan. Koordinasi DJBC dengan instansi pemerintah lainnya yang terkait untuk menunjang kelancaran ekspor dan impor di Pelabuhan Belawan yakni koordinasi yang terkait dengan pengawasan dan pelayanan barang ekspor dan impor, diantaranya koordinasi dengan Syahbandar selaku Administrator Pelabuhan, PT. Pelindo I selaku Pengelola Pelabuhan Belawan, serta Badan Karantina. Bea Cukai menemui berbagai kendala baik internal maupun ektsternal dalam menjalankan tugas mengawasi dan melayani kegiatan ekspor dan impor.

*

Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

**

Dosen Pembimbing I

***


(12)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia yang memiliki belasan ribu pulau besar dan kecil yang berada diantara Samudera Hindia dan Samudera Pasifik. Wilayah laut Indonesia merupakan penghubung antar negara-negara di berbagai benua di dunia, penghubung antara benua Eropa dengan Asia sebelah Timur, penghubung benua Afrika sebelah barat dan Asia sebelah timur, penghubung antara Asia Barat dan Asia Timur, penghubung antara benua Australia dengan Asia Tenggara dan lain sebagainya. Indonesia juga memiliki banyak selat diantara pulau-pulau besarnya yang mana selat-selat tersebut menjadi jalur pelayaran strategis yang menghubungkan antar negara bahkan benua yang berbeda

Selat Malaka yang merupakan salah satu jalur pelayaran tersibuk di dunia yang dilayari lebih 50 ribu kapal yang mengangkut hampir seperlima komoditas di dunia.1

1

Claudya Tio Elleossa. Selat Malaka Di mata Malaysia, Singapura,dan Indonesia.

http://buahpikir-claudya-fisip09.web.unair.ac.id/artikel_detail-42235-part%20of%20Asia-Selat%20Malaka%20maka%20Malaysia,%20Singapura,%20dan%20Indonesia.html. Diakses pada 1 Juni 2015.

Selat Malaka terletak diantara tiga wilayah negara yakni Pulau Sumatera di Indonesia, Semenanjung Malaya di Malaysia dan Wilayah Negara Singapura. Oleh karena itu Indonesia merupakan negara yang memiliki posisi strategis. Wilayah laut yang strategis tersebut berdampak pada terbentuknya bandar-bandar pelabuhan yang ramai disinggahi berbagai kapal baik kapal niaga maupun kapal penumpang yang berasal dari luar negeri semenjak zaman dahulu hingga sekarang.


(13)

Selain letak geografis Indonesia yang luas dan amat strategis, Indonesia juga merupakan negara berpenduduk salah satu yang terbesar di dunia sehingga menjadikan Indonesia negara yang utama dalam tujuan perdagangan oleh bangsa-bangsa lain di dunia, penduduk yang besar juga merupakan potensi bangsa-bangsa Indonesia mengoptimalkan produktivitas untuk menciptakan produk-produk dalam negeri demi memenuhi kebutuhan nasional dan juga untuk dipasarkan ke luar negeri dalam perdagangan dengan bangsa lain di dunia.

Pada dewasa ini, tidak ada lagi negara di dunia yang dapat melaksakan politik autarki atau politik menutup diri, sehingga atas pertimbangan ekonomis dan faktor perkembangan teknologi di bidang produksi, transportasi, komunikasi dan informasi, setiap negara dalam rangka memenuhi kebutuhan ekonomi nasionalnya perlu melakukan perdagangan luar negeri yang terdiri atas ekspor dan impor.2

Adanya perdagangan antar bangsa-bangsa di dunia merupakan suatu keniscayaan yang tidak dapat dielakkan. Hal ini telah terjadi sejak dahulu kala di berbagai belahan dunia. Suatu negara yang kelebihan bahan pangan menjualnya ke negara yang membutuhkan. Ada pula negara yang kekurangan bahan pakaian membelinya dari negara yang mampu memproduksi secara massal.3

Sejarah peradaban manusia menunjukkan bahwa kebutuhan dan keinginan manusia tidak terbatas, namun di sisi yang lain sumber daya yang lain sumber daya yang digunakan untuk memenuhi hal tersebut cenderung terbatas. Dengan demikian dapat dikatakan tidak ada satupun negara di dunia ini yang mampu mencukupi kebutuhan negaranya tanpa bertransaksi dengan negara yang lain.

Secara ringkas terdapat beberapa alasan terjadinya perdagangan internasional yakni; keterbatasan sumber daya, adanya pergeseran selera dari masyarakat pada negara tertentu, adanya kemajuan teknologi serta perbedaan keunggulan antara negara satu dengan lainnya.

4

2

Adrian Sutedi, Aspek Hukum Kepabeanan, Sinar Graika, Jakarta, 2012, hal.3

3

Tim Penyusunan Modul Pusdiklat Bea dan Cukai., Agung Bidlaksono. Modul Perdagangan Internasional, Pelayaran dan Kepelabuhanan, Kementerian Keuangan Republik Indonesia Badan Pendidikan Dan Pelatihan Keuangan Pusdiklat Bea Dan Cukai, Jakarta, 2014, hal. 3.

4


(14)

Pada hakikatnya setiap negara memiliki karakteristik yang berbeda, baik dari segi sumber daya alam, iklim, geografi, struktur ekonomi dan struktur sosial. Perbedaan itu menyebabkan perbedaan komoditas yang dihasilkan, komposisi biaya produksi suatu barang yang diperlukan dan kualitas serta kuantitas barang tersebut. Dengan itu untuk pemenuhan barang dan jasanya terbentuklah perdagangan internasional atau perdagangan luar negeri.

Perjanjian jual beli yang dimuat dalam sales contract merupakan salah satu bentuk perjanjian yang diatur dalam KUH Perdata, maka perjanjian jual beli tunduk pada hukum perjanjian pada umumnya yang diatur dalam Pasal 1313 KUH Perdata tentang batasan perjanjian yang menyatakan “Suatu perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih yang mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih.”

Ketentuan mutlak yang harus ditaati dalam suatu perjanjian terdapat dalam Pasal 1320 KUHPerdata tentang syarat-syarat sahnya perjanjian yaitu :

1. Adanya kesepakatan diantara mereka yang mengikatkan dirinya; 2. Adanya kecakapan untuk membuat suatu perjanjian;

3. Terdapat suatu objek atau hal tertentu; dan 4. Hal tersebut berdasarkan suatu sebab yang halal

Menurut Sadono Sukirno, manfaat Perdagangan Internasional adalah sebagai berikut:

1. Menjalin persahabatan antar negara;

2. Memperoleh barang yang tidak dapat diproduksi di negeri sendiri; 3. Memperoleh keuntungan dari spesialisasi;

4. Memperluas pasar dan menambah keuntungan; dan 5. Transfer teknologi modern.5

5

Hamdy Hadi, Ekonomi Internasional: Teori dan Kebijakan Perdagangan Internasional, Ghalia Indonesia, Jakarta, 2000, hal.17.


(15)

Perdagangan Internasional semata-mata tak hanya bermanfaat dalam ekonomi. Namun memiliki fungsi sosial, misalnya saat harga bahan pangan dunia tinggi dan mengalami kelangkaan di berbagai negara di Dunia maka negara-negara penghasil beras berupaya untuk dapat mengekspornya. Selain memperoleh keuntungan, ekspor disini juga berfungsi sosial. Indonesia pernah menyumbangkan beras pada negara-negara Afrika yang mengalami krisis pangan karena kondisi kekeringan negara-negara tersebut.

Tersedianya bahan baku tertentu di suatu tempat, sedangkan di tempat lain tidak tersedia memungkinkan mereka mempunyai suatu “keunggulan alami” yang tidak dimiliki oleh negara lain, sedangkan bahan tersebut dibutuhkan oleh seluruh kehidupan ekonomi. Oleh karena selalu dibandingkan dengan negara lain, maka keunggulan ini dinamakan dengan “keunggulan komparatif”.6

Keunggulan komparatif (comperative advantage) adalah keunggulan yang dimiliki suatu negara bila dapat memproduksi suatu komoditas lebih murah dan lebih baik yang disebabkan kombinasi faktor produksi yang ideal sehingga produktivitasnya lebih tinggi. Komoditas yang memiliki keunggulan komperatif akan lebih laku dan dibutuhkan di pasaran Internasional.7

Keunggulan komparatif yang dimiliki Indonesia sangat banyak diantaranya ialah; Tembakau Deli yang tumbuh di wilayah pesisir timur Propinsi Sumatera Utara yakni Langkat, Binjai, Deli Serdang, Medan, Serdang Bedagai Contohnya ialah keunggulan negara Indonesia dibidang perikanan dibanding negara Singapura karena kondisi alam wilayah Republik Indonesia yang merupakan negara kepulauan yang memiliki luas geografi wilayah laut yang amat besar dibanding wilayah Singapura yang sangat mini dengan memiliki wilayah laut dan jumlah nelayan yang sangatsedikit pula menyebabkan sebagian besar produk ikan dan makanan laut (Seafood Product) baik produk segar maupun produk olahan yang di pasarkan di negara Singapura di impor dari Indonesia.

6

Marolop Tandjung, Aspek dan Prosedur Ekspor Impor, Salemba Empat, Jakarta, 2011, hal.2.

7

Gunawan Widjaja dan Ahmad Yani, Seri Hukum Bisnis : Transaksi Bisnis Internasional, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2003, hal.2.


(16)

dan Tebing Tinggi. Tembakau Deli sangat mahsyur namanya sebagai pembukus cerutu yang dipasarkan di Benua Eropa bahkan di Alaska, Amerika Serikat.8

Selain Tembakau Deli, Indonesia memiliki keunggulan komparatif pada komuditas getah perca yang digunakan sebagai bahan baku pembuatan bola golf dan juga unggul dalam komuditas Teh yang banyak tumbuh di Simalungun, Propinsi Sumatera Utara dan di Pengalengan, Jawa Barat, teh produksi Pengalengan, Jawa Barat ini bila diekspor untuk kebutuhan Istana di Inggris akan dilengkapi dengan logo khusus.9

Kebijakan perdagangan merupakan bagian integral dari pembangunan nasional dilakukan dengan memperhatikan gejala dan perkembangan yang terjadi di negara lain yang sejak pertengahan tahun 1980-an telah melakukan proses pembangunan yang menguntungkan dan ekspor sebagai penggeraknya. Dalam hal ini keberhasilan perdagangan luar negeri semakin menentukan proses pembangunan nasional.10

Perdagangan internasional melalui impor dan ekspor semakin lama menjadi semakin pesat perkembangannya seiring dengan bertambahnya penduduk dunia dan semakin bermacam ragamnya kebutuhan manusia. Meski demikian, tidak ada satu negara pun di dunia ini yang memberikan akses yang sebebas-bebasnya untuk pemasukan barang dari negara lain, bahkan di negara-negara yang sudah menganut sistem pasar bebas sekalipun.

Majunya sistem perdagangan dunia pada dewasa ini membuat semua kegiatan harus dilakukan secara cepat dan tepat demi terwujudnya kesejahteraan yang merata diseluruh Indonesia. Pemerintah sebagai penyelenggara negara memiliki kekuasaan serta peranan penting demi kelancaran arus lalulintas perdagangan internasional baik ekspor maupun impor di pintu-pintu masuk negara baik di pelabuhan internasional, bandar udara internasional maupun di pintu perbatasan dengan negara lain.

11

Bahkan hambatan ini disetujui di dalam ketentuan hukum internasional, misalnya organisasi badan dunia World Trade Organization atau yang disingkat dengan WTO memberikan hak kepada suatu negara untuk melakukan hambatan tarif terhadap barang impor yang mengandung dumping atau subsidi. Tugas untuk melaksanakan hambatan terhadap pemasukan barang impor dari negara lain selalu dibebankan pada instansi pabean di masing-masing negara.12

8

Marlop Tandjung, Op.Cit., hal.2.

9

Ibid.

10

Syahmin AK, Hukum Dagang Internasional, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2011, hal.11.

11

Adrian Sutedi, Aspek Hukum Kepabeanan, Jakarta, Sinar Grafika, 2012.hal. prakata V.

12


(17)

Hambatan tersebut tidak dimaksudkan untuk mempersulit mekanisme barang masuk atau keluar dari suatu negara, yang dimaksudkan adalah dengan adanya hambatan tersebut maka tidak semua barang yang datang dari luar negeri ataupun yang datang dari dalam negeri dapat keluar masuk dan beredar dengan bebas begitu saja.

Customs atau istilah untuk instansi Bea dan Cukai dalam Internasional merupakan Instansi Kepabeanan di mana pun di dunia ini adalah suatu organisasi yang keberadaannya amat penting bagi suatu negara, demikian pula instansi tersebut juga mempunyai peranan yang amat besar dalam proses perdagangan internasional, antara lain: pelayanan proses kepabeanan serta pengawasan kegiatan ekspor dan impor di Pelabuhan Laut, pengawasan dan pelayanan di Pintu Penyeberangan pada Perbatasan Negara dan Bandar Udara Internasional yang terdapat di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Di Indonesia, kelancaran arus lalu lintas barang ekspor dan impor sangat diperlukan oleh pelaku usaha demi menjaga pasokan barang di dalam negeri serta demi mengoptimalkan peredaran komoditas produk ekspor Indonesia di mancanegara demi eksistensi bangsa dan negara.Sebagai daerah kegiatan ekonomi maka sektor Bea dan Cukai merupakan suatu instansi dari pemerintah yang sangat menunjang dalam kelancaran arus lalu lintas ekspor dan impor barang disemua lini pintu gerbang negara Indonesia.

Perhatian pemerintah atas kelancaran arus ekspor dan impor diwujudkan oleh pemberian fasilitas-fasilitas kemudahan prosedur kepabeanan dan cukai oleh pemerintah dalam hal ini menyangkut kewenangan pengawasan dan pelayanan daripada instansi Direktorat Jenderal Bea dan Cukai sebagai instansi vertikal


(18)

dibawah naungan Kementerian Keuangan serta Kementerian dan instansi pemerintah lainnya yang berkaitan dengan regulasi ekspor dan impor.

Adapun tujuan pemerintah dalam mengadakan pengawasan adalah untuk menambah pendapatan atau devisa negara; sebagai alat untuk melindungi produk-produk dalam negeri dan sebagai alat pengawasan agar tidak semua barang dapat keluar masuk dengan bebas di pasaran Indonesia atau daerah pabean.13

Pelabuhan merupakan pintu gerbang keluar masuk barang ke dan dari wilayah suatu negara. Pelabuhan memfasilitasi perdagangan internasional sehingga dengan terciptanya kelancaran arus barang dapat mendukung industri dalam negeri. Pelabuhan merupakan titik masuk barang dari luar negeri dan tidak boleh menjadi hambatan perdagangan karena akan berakibat stagnasi arus barang impor/ekspor. Hambatan tersebut apabila tidak dapat ditanggulangi dengan segera dapat mengakibatkan kenaikan tingkat inflasi akibat kelangkaan barang.

Kegiatan memasukan maupun mengeluarkan barang dari dan ke dalam wilayah Indonesia yang paling banyak volumenya dilakukan di Pelabuhan, dibandingkan kegiatan ekspor impor pada Bandar Udara dan Pos Lintas Batas Negara.

14

Keluar masuknya barang melalui suatu pelabuhan harus dilengkapi dengan dokumen yang sah melalui prosedur ataupun mekanisme Hukum Kepabeanan dan Cukai yang berlaku. Bea Cukai sebagai instansi pemerintah yang bertugas dan berwenang serta bertanggungjawab dibidang pengawasan dan pelayanan ekspor dan impor di wilayah Republik Indonesia haruslah melakukan kerjasama dengan instansi lain yang memangku kepentingan di pelabuhan untuk bersinergi mewujudkan kelancaran arus lalu lintas barang dengan maksud untuk mencegah penumpukan barang di pelabuhan demi kepentingan masyarakat dengan tak

13

Ibid.

14

http://www.bppk.depkeu.go.id/webbc/images/stories/file/2011/artikel/Prospek%20KPP T%20dalam%20memperlancar%20Arus%20Barang%20Impor_Ekspor.pdf. Diakases Pada 12 Desember 2014.


(19)

mengendurkan pengawasan untuk mencegah penyelundupan barang dan tindakan lain yang dapat merugikan negara.

Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) diberi tugas melalui Undang-undang serta peraturan pelaksananya untuk melakukan pengawasan terhadap barang-barang larangan dan/atau pembatasan impor dan ekspor. Kegiatan Impor atau Ekspor dipungut bea sebagai salah satu kewajiban pajak yang menjadi sumber penerimaan negara karena DJBC sebagai institusi negara dibawah Kementerian Keuangan yang bertugas menjaga keuangan negara.

Peranan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) sebagai aparatur negara yang berada di gerbang pintu masuk negara dan juga sebagai instansi penegak hukum pabean dirumuskan dalam Fungsi Implementasi DJBC yaitu:

Revenue Collector, Trade Facilitator, Industrial Assistance, dan Community Protector.

Trade Facilitator adalah memberi fasilitas perdagangan antara lain peningkatan kelancaran arus barang dan perdagangan, sehingga dapat menekan ekonomi biaya tinggi yang pada akhirnya akan menciptakan iklim perdagangan yang kondusif. Industrial Assintance adalah memberi dukungan kepada industri dalam negeri sehingga memiliki keunggulan kompetitif dalam pasar internasional. Revenue Collector adalah mengoptimalkan penerimaan negara melalui penerimaan bea masuk, bea keluar dan cukai. Community Protector adalah melindungi masyarakat dari masuknya barang-barang yang dilarang atau dibatasi yang dapat menggangu kesehatan dan keamanan serta moralitas.15

Produk perundang-undangan dibidang kepabeanan yang lahir disetelah kemerdekaan adalah Undang-undang No. 10 Tahun 1995 Tentang Kepabeanan yang mulai diberlakukan secara penuh pada tanggal 1 Maret 1997. Karena adanya tuntutan dan masukan dari masyarakat maka sebelas tahun kemudian

15

http://elearning.upnjatim.ac.id/courses/HKK6004/document/Gambaran_umum_kepabea nan_dan_cukai.pdf?cidReq=HKK6004 hlm.1 Diakses pada 2 Februari 2015.


(20)

undang ini kemudian diubah dengan Undang-undang No. 17 Tahun 2006 tentang Perubahan Atas Undang-undang No. 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan.

Penerapan pelayanan kepabeanan yang didukung Teknologi Informasi menunjukkan kesungguhan DJBC untuk benar-benar serius dalam melakukan reposisi peran dan fungsinya dalam meningkatkan kualitas pelayanan, khususnya kepada para pengguna jasa kepabeanan. Dengan penerapan pemberitahuan pabean melalui media elektronik, DJBC dapat memberikan pelayanan tanpa kertas (paperless), tanpa antrian (queless), dan tanpa biaya tinggi (costless), sehingga kualitas pelayanan dapat dipercepat dan ditingkatkan. Disamping itu penerapan pemberitahuan melalui media elektronik dapat sangat membantu tersedianya data dan informasi secara baik dan tepat waktu baik untuk kebutuhan keputusan operasional di kantor-kantor pelayanan Bea dan Cukai bersangkutan maupun untuk kebutuhan kebijaksanaan teknis di tingkat Direktorat Jenderal ataupun untuk kebutuhan kebijaksanaan makro di tingkat Menteri bahkan untuk kebutuhan kebijaksanaan Nasional.16

Kelancaran arus barang dan pengamanan penerimaan negara, sebagaimana yang dituntut oleh para penanam modal, bahwa kelancaran arus administrasi dan barang merupakan suatu hal yang sangat penting di dalam dunia industri.17

Dari gambaran di atas, nampak bahwa salah satu pos penerimaan dalam negeri yang berasal dari perpajakan khususnya pajak perdagangan internasional yaitu bea masuk yang pelaksanaan pengumpulannya ditugaskan kepada Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, yaitu berupa penerimaan yang berasal dari pembayaran bea masuk oleh para importir sehubungan dengan kegiatan memasukkan barang-barang ke dalam daerah pabean.

Oleh sebab itu dalam kegiatan perdagangan ini, pihak Bea dan Cukai sebagai pengawas yang bertugas dalam mengawasi keluar-masuknya arus barang, serta sebagai lembaga yang mengamankan penerimaan negara demi lancarnya arus administrasi dan barang sudah barang tentu berperan penting dalam pengangkutan barang khusus nya di pelabuhan.

16

http://www.bpbatam.go.id/ini/strategicBusiness/airport_office.jsp. Diakses pada 17 Februari 2015.

17


(21)

Salah satu faktor yang ikut menentukan penerimaan bea masuk di Indonesia adalah pengenaan pajak terhadap produk-produk impor. Peranan pajak terhadap perekonomian sangat penting karena berdasarkan pasal 1 Undang– Undang Nomor 28 Tahun 2007 bahwa Pajak dipungut penguasa berdasarkan norma-norma hukum untuk menutup biaya produksi barang-barang dan jasa kolektif untuk mencapai kesejahteraan umum.

Salah satu potensi pajak yang ditetapkan oleh Pemerintah adalah pajak yang dibebankan kepada barang–barang impor yang masuk ke Indonesia, yang selanjutnya disebut dengan Pajak Dalam Rangka Impor (PDRI) selain Pengenaan Tarif Bea Masuk atas barang impor tersebut. Pajak dan Bea Masuk selain untuk mengoptimalkan pendapatan negara juga bertujuan untuk meningkatkan daya saing industri dalam negeri dan mendorong investasi.

Kepabeanan mempunyai posisi yang sangat strategis dalam pembangunan perekonomian di Indonesia. Ada tiga hal yang mendasari tugas dan peran kepabeanan yakni yang pertama, kedisiplinan dalam melaksanakan tugas pengawasan dan pelayanan terhadap masyarakat. Kedua, adanya dasar hukum yang kuat untuk melaksanakan otoritas dan dalam mengambil tindakan yang diperlukan dalam menumbuhkan kepercayaan masyarakat terhadap instansi ini. Ketiga, mengantisipasi perubahan sesuai dengan tuntutan dunia perdagangan internasional.18

Pesatnya perkembangan industri dan perdagangan menimbulkan tuntutan masyarakat agar Bea Cukai sebagai aparat pemerintah memberikan kepastian hukum dalam dunia usaha yang mana memiliki fungsi fasilitator perdagangan yang dapat membuat suatu hukum kepabeanan yang dapat mengantisipasi perkembangan dalam masyarakat dalam rangka memberikan pelayanan dan pengawasan yang lebih cepat, lebih baik dan lebih murah.19

Penulis sebagai seorang mahasiswa hukum perdata dagang tertarik untuk membahas aspek-aspek hukum kepabeanan sebagai salah satu ketentuan hukum

18

http://elearning.upnjatim.ac.id/courses/HKK6004/document/Gambaran_umum_kepabea nan_dan_cukai. hlm.1. Diakses pada 2 Februari 2015.

19

Penjelasan Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2006 Tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan.


(22)

yang mengaturmekanisme perdagangan ekspor dan impor di Indonesia serta meninjau peranan instansi Direktorat Jenderal Bea Cukai sebagai instansi pemerintah yang memiliki peranan terhadap lancarnya arus barang ekspor dan impor di pelabuhan Belawan, mengingat kelancaran tersebut sangat dituntut oleh para penanam modal dan pelaku usaha.

Kelancaran arus administrasi barang merupakan suatu hal yang sangat penting di dalam dunia industri dan perdagangan untuk menunjang persaingan ekonomi bangsa Indonesia dengan internasional terutama dalam menghadapi persaingan ekonomi global dewasa ini. Peranan institusi Kepabeanan dan Cukai Indonesia dalam menangani arus barang sangat vital keberadaannya terutama untuk menghadapi beberapa dampak dari konsekuensi perdagangan bebas di masa depan, demikian berdasarkan uraian-uraian diatas, penulis mengangkat judul: “TINJAUAN YURIDIS TENTANG PERANAN DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI DALAM KELANCARAN LALU LINTAS BARANG EKSPOR DAN IMPOR (Studi Pada Kantor Pelayanan Bea Dan Cukai Tipe Madya Pabean Belawan)”.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah disebutkan di atas, ada beberapa rumusan masalah dapat dijadikan pembahasan pada penulisan skripsi ini adalah:

1. Apa sajakah Fasilitas Kemudahan Proses Kepabeanan untuk Mengoptimalkan Kelancaran Arus lalu lintas barang Ekspor dan impor?


(23)

2. Bagaimanakah Pengawasan dan Koordinasi Bea Cukai Dengan Instansi Pemerintah lainnya yang terkait untuk menunjang kelancaran lalu lintas barang Ekspor Impor di Pelabuhan Belawan?

3. Apakah yang menjadi Kendala atau Hambatan yang dihadapi Bea Cukai Dalam Pengawasan dan Pelayanan yang terkait dengan

kelancaran Lalu Lintas Barang Ekspor Impor di Pelabuhan Belawan?

C. Tujuan Penulisan

Ada beberapa tujuan yang ingin dicapai penulis skripsi ini antara lain sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui apa saja fasilitas kemudahan yang diberikan pemerintah dalam hal ini Direkorat Jenderal Bea dan Cukai untuk mengoptimalkan kelancaran arus lalu lintas barang ekspor dan impor 2. Untuk mengetahui instansi apa saja yang ada di pelabuhan dan

bagaimana koordinasi antara Bea Cukai dengan instansi pemerintah yang lainnya yang terkait langsung dengan ekspor dan impor barang. 3. Untuk mengetahui koordinasi antara instansi Direktorat Jenderal Bea

dan Cukaidengan instansi lainnya yang ada di Pelabuhan Belawan.

D. Manfaat Penulisan

Adapun manfaat yang hendak diberikan dari skripsi ini :

1. Bagi penulis, untuk menambah pengetahuan dalam bentuk penelitian hukum dan menambah wawasan mengenai beberapa hal yang berkaitan dengan Aspek-aspek Hukum Pabean yakni: Tinjauan UmumKepabeanan, Mekanisme Kepabeanan serta Peranan Instansi


(24)

Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dalam mewujudkan dan mengoptimalkan kelancaran ekspor dan impor di Pelabuhan Belawan. 2. Bagi Pemerintah Republik Indonesia, dalam hal ini Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) dibawah Kementerian Keuangan untuk menjadi masukan dan sumbangan pemikiran penulis sebagai salah satu bahan pertimbangan bagi instansi Bea dan Cukai tersebut dalam menjalankan peraturan dan segala kebijakan yang lebih baik dalampengawasan dan pelayanan di bidang kepabeanan.

3. Bagi peneliti lain, untuk menjadi sumber informasi dan referensi pengetahuan di bidang Ilmu Hukum yang dapat kiranya bermanfaat bagi rekan-rekan mahasiswa sebagai penambah wawasan dan ilmu pengetahuan dan juga dapat dijadikan sebagai refrensi bagi masyarakat luas pada perpustakaan di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

E. Metode Penelitian

1. Jenis Penelitian

Penelitian pada dasarnya merupakan suatu upaya pencarian dan bukannya sekedar mengamati dengan teliti terhadap suatu objek yang mudah terpegang, ditangan. Tujuan penelitian adalah untuk memperoleh pengetahuan yang dapat menjawab berbagai pertanyaan-pertanyaan atau dapat memecahkan suatu permasalahan.20

Pada dasarnya sesuatu yang dicari itu tidak lain adalah pengetahuan atau lebih tepatnya pengetahuan yang benar, dimana

20


(25)

pengetahuan yang benar ini nantinya dapat dipakai untuk menjawab pertanyaan atau ketidaktahuan tertentu.

Untuk mendapatkan karya ilmiah yang baik, maka karya ilmiah tersebut harus didukung dengan bukti, fakta dan data yang akurat.

Dalam melakukan penulisan skripsi ini, penulis menggunakan metode penelitian yuridis normatifdan yuridis empiris. Berdasarkan objek penelitian yang merupakan hukum positif, yaitu mengkaji kaidah-kaidah hukum yang mengatur tentang pengaturan kelancaran arus barang dalam hal ini proses izin ekspor-impor di Pelabuhan Belawan sebagai sebuah penelitian ilmiah, maka rangkaian kegiatan penelitian mulai dari pengumpulan data sampai pada analisis data dilakukan dengan memperhatikan kaidah-kaidah penelitian ilmiah, sebagai berikut:

2. Teknik Pengumpulan Data

Penelitian Kepustakaan, yaitu dengan melakukan bacaan-bacaan teoritis ilmiah yang digunakan sebagai bahan analisis terhadap masalah yang dibahas. Data-data tersebut diperoleh dari buku-buku referensi, diskusi, majalah, internet dan dokumen-dokumen peraturan perundang-undangan.

Penelitian Lapangan, yaitu suatu cara untuk memperoleh data dengan cara melakukan penelitian langsung kelapangan untuk memperoleh data yang konkrit dan faktual yang digunakan untuk mendukung teori yang ada, untuk itu penulis melakukan wawancara dengan Pejabat Direktorat Jenderal Bea dan Cukai di Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai Madya Pabean Belawan.


(26)

3. Sumber Data

a. Data Primer yaitu data yang didapatkan dari penelitian lapangan.

b. Data Sekunder :

1.1Bahan Hukum Primer yaitu bahan hukum berupa Undang-undang Kepabeanan (Undang-Undang-undang Nomor 17 Tahun 2006 atas perubahan Undang-undang Nomor 10 Tahun 1995) serta perturan pelaksananya, Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD), Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2007 Tentang Perubahan Ketiga Atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 Tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan dan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 Tentang Pelayaran.

1.2Bahan Hukum Sekunder yaitu bahan hukum berupa hasil penelitian, laporan-laporan, artikel, majalah, dan situs internet yang dapat memberikan penjelasan terhadap bahan hukum primer.

1.3Bahan Hukum Tertier,

Bahan hukum tertier yaitu bahan-bahan hukum yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan primer dan skunder. Untuk seperti kamus, ensiklopedia, dan lain-lain.


(27)

Sesuai dengan karakteristik perumusan masalah yang ditujukan untuk menganalisis kaidah-kaidah hukum tentang pengaturan Kepabeanan yang berkaitan dengaan peranan DJBC terhadap kelancaran arus lalu-lintas barang ekspor-impor di Pelabuhan Belawan, maka jenis penelitian ini tergolong pada penelitian yuridis normatif dan yuridis empiris. Metode penelitian hukum normatif adalah penelitian yang mengacu kepada norma-norma hukum yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan dan putusan pengadilan.

Ronald Dworkin menyebut metode penelitian tersebut juga sebagai penelitian doktrinal (doctrinal research), yaitu suatu penelitian yang menganalisis baik hukum sebagai law as it written in the book, maupun hukum sebagai law as it is decided by the judge through judicial process.21

Penelitian hukum normatif adalah penelitian yang tak hanya mengolah data sekunder saja. Juga ditambah dengan melakukan Field Research atau penelitian di lapangan untuk mendukung informasi untuk mendukung teori yang ada. Penelitian Lapangan, yaitu suatu cara untuk memperoleh data dengan cara yang konkrit dan aktual, untuk itu penulis melakukan wawancara dengan Pejabat terkait di lingkungan Direktorat Bea dan Cukai.

Kemudian penulis melakukan analisis data yang mana data yang telah diperoleh kemudian dianalisa secara kualitatif yaitu semaksimal mungkin memakai bahan-bahan yang ada berdasarkan sumber-sumber hukum yang ada dan kemudian menarik kesimpulan dari bahan tersebut.

21

Bismar Nasution, Metode Penelitian Hukum Normatif dan Perbandingan Hukum, disampaikan pada dialog Interaktif Tentang penelitian Hukum dan Hasil Penulisan Hukum pada Majalah Akreditasi, Fakultas Hukum USU, Tanggal 18 Februari 2003, hal. 2.


(28)

F. Keaslian Penulisan

Karya tulis dengan judul “TINJAUAN YURIDIS TENTANG PERANAN DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI DALAM KELANCARAN LALU LINTAS BARANG EKSPOR DAN IMPOR ( STUDI PADA KANTOR PELAYANAN BEA DAN CUKAI MADYA PABEAN BELAWAN ) ” adalah asli buah pikir serta usaha dari penulis tanpa adanya penjiplakan ataupun penipuan yang dapat merugikan pihak tertentu. Untuk itu saya bertanggung jawab atas penulisan skripsi ini.

Karya skripsi ini dimulai dengan mengumpulkan bahan-bahan yang berkaitan dengan hukum kepabeanan. Ide atau gagasan penulis diwujudkan kedalam skripsi yang merupakan karya ilmiah untuk meraih gelar Sarjana Hukum.

Penulis telah melakukan penelusuran di Perpustakaan Unversitas Sumatera Utara dan Perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. Penulis juga mendapatkan kepastian dari petugas perpustakaan bahwa tidak ada judul dan isi yang sama dengan skripsi lainnya.

G. Sistematika Penulisan

Secara sistematis penulis membagi skripsi ini menjadi beberapa bab, dan tiap babnya terbagi menjadi beberapa sub bab, antara lain sebagai berikut :

BAB I : PENDAHULUAN

Pada bab ini menguraikan tentang latar belakang, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian,


(29)

metode peneliatian, sistematika penulisan dan keaslian penulisan.

BAB II : TINJAUAN UMUM TENTANG KEPABEANAN DAN

CUKAI

Bab ini menguraikan tentang pengertian hukum pabean dan tujuan hukum pabean, kelembagaan Bea Cukai, hukum pabean sebagai bagian dari hukum fiskal serta aturan dan aspek hukum yang terkait dengan hukum pabean.

BAB III: MEKANISME KEPABEANAN DALAM

KELANCARAN LALU LINTAS BARANG EKSPOR DAN IMPOR SERTA PERANAN DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI

Bab ini menguraikan tentang pengertian ekspor dan impor dan bagaimana mekanisme ekspor-impor, tanggung jawab direktorat jenderal bea cukai, faktor kelancaran dan penghambat lalu lintas barang ekspor dan impor.

BAB IV: TINJAUAN YURIDIS TENTANG PERANAN

DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI DALAM KELANCARAN LALU LINTAS BARANG EKSPOR-IMPOR (STUDI PADA KANTOR PELAYANAN BEA DAN CUKAI TIPE MADYA PABEAN BELAWAN)

Bab ini menguraikan tentang fasilitas kemudahan mekanisme ekspor impor yang diberikan Direktorat


(30)

Jenderal Bea dan Cukai untuk mengoptimalkan kelancaran arus barang di pelabuhan, pengawasan dan koordinasi lembaga untuk menunjang kelancaran lalu lintas ekspor impor barang di Pelabuhan Belawan, yang membahas mengenai koordinasi antara Bea Cukai dengan lembaga atau instansi pemerintahan yang lain yang terkait di Pelabuhan Belawan serta berbagai kendala atau hambatan yang dihadapi Bea dan Cukai dalam pengawasan dan pelayanan terkait dengan kelancaran lalu lintas barang ekspor dan impor.

BAB V: KESIMPULAN DAN SARAN

Bab terakhir menguraikan tentang kesimpulan dan juga saran atas penulisan skripsi sebagai intisari penulisan yang penulis berharap bermanfaat tidak hanya bagi penulis seorang namun bermanfaat pula bagi kemaslahatan masyarakat.


(31)

BAB II

TINJAUAN UMUM TENTANG KEPABEANAN

A.Pengertian, Peranan dan Tujuan Hukum Pabean

Mengingat dengan perkembangan aktivitas ekonomi dunia khususnya perdagangan barang, maka diperlukan adanya aturan-aturan hukum dibidang kepabeanan dan cukai yang dapat menangani perkembangan perdagangan internasional khususnya pada ekspor dan impor sesuai dengan kemajuan dunia di era global dengan tetap mengutamakan kepentingan nasional maka disusunlah ketentuan Undang-undang Kepabeanan yang mana isinya sesuai dengan perjanjian pokok mengenai perdagangan dan tarif perdagangan internasional.

Republik Indonesia sebagai negara hukum menghendaki terwujudnya sistem hukum nasional yang mantap dan mengabdi kepada kepentingan nasional, bersumber pada Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945. Akan tetapi, sejak kemerdekaan hingga tahun 1994 Undang-undang kepabeanan nasional belum dapat dibentuk sehingga Indische Tarief Wet (Undang-undang Tarif Indonesia) Staatsblad Tahun 1873 Nomor 35, Rechten Ordonnantie (Ordonansi Bea)

Staatsblad Tahun 1882 Nomor 240, dan Tarief Ordonnantie (Ordonansi Tarif)

Staatsblad Tahun 1910 Nomor 628 masih diberlakukan berdasarkan Pasal II Aturan Peralihan Undang-undang Dasar 1945. Meskipun terhadap ketiga peraturan perundang-undangan tersebut telah dilakukan perubahan dan penambahan untuk menjawab tuntutan pembangunan nasional, karena perubahan tersebut bersifat partial dan tidak mendasar serta berbeda falsafah yang melatarbelakangi, perubahan dan penambahan tersebut belum dapat memenuhi tuntutan dimaksud sehingga perlu dilakukan pembaruan.22

Kalau kita perhatikan ada beberapa alasan yang menjadi titik berat pertimbangan sehingga tidak diberlakukannya lagi peraturan perundang-undangan pabean produk kolonial Belanda. Karena peratuan kolonial dirasa tidak sesuai dengan perkembangan zaman kini yang tak sesuai dengan alam kemerdekaan dan globalisasi karena belum mengakomodir peraturan mengenai bea masuk anti dumping, bea masuk imbalan, pengendalian ekspor-impor atas barang hasil pelanggaran Hak atas Kekayaan Intelektual (HaKI), Audit, Penyidikan dan lain sebagainya. Di samping itu, ada beberapa ketentuan kepabeanan nasional yang tidak diadopsi lagi dalam Undang-undang Kepabeanan Kolonial Belanda antara

22

Republik Indonesia, Undang‐Undang No.10 Tahun 1995 Tentang Kepabeanan, Penjelasan, Umum, Alinea I.


(32)

lain kewenangan Bea Cukai dalam mengontrol barang antar pulau dan dipersempitnya pengertian penyelundupan serta tidak lagi membedakan terminologi kewajiban dan persyaratan.

Dalam mewujudkan peraturan perundang-undangan yang berlandaskan Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945, yang didalamnya terkandung asas keadilan, menjunjung tinggi hak setiap anggota masyarakat, dan menempatkan Kewajiban Pabean sebagai kewajiban kenegaraan yang mencerminkan peran serta anggota masyarakat dalam menghimpun dana melalui pembayaran Bea Masuk, maka peraturan perundang-undangan kepabeanan ini sebagai bagian dari hukum fiskal harus dapat menjamin perlindungan kepentingan masyarakat, kelancaran arus barang, orang, dan dokumen, penerimaan Bea Masuk yang optimal, dan dapat menciptakan iklim usaha yang dapat lebih mendorong laju pembangunan nasional.

Sebagai negara hukum, Indonesia selalu menghendaki wujud nyata dari sistem hukum nasional yang mengabdi pada kepentingan nasional dan yang bersumberkan pada Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 1 ayat (3) UUD 1945, yang bunyinya “Indonesia adalah negara hukum”. Memberikan pemahaman yakni:

1. Berlakunya asas legalitas atau konstitusional atau asas supremasi hukum; 2. Menjamin dan melindungi Hak dan Kewajiban Asasi Manusia;

3. Adanya peradilan dan atau kekuasaan kehakiman yang merdeka yang mampu menjamin tegaknya hukum yang berkeadilan yang apabila terjadi suatu perkara sengketa atau pelanggaran hukum dalam masyarakat.23 Bertitik tolak dari pemikiran sebagai negara hukum itulah dan keinginan pemerintah yang menghendaki terwujudnya sistem hukum nasional yang mantap dan mengabdi kepada kepentingan nasional, bersumber pada Pancasila dan UUD 1945, maka sesuai perkembangan hukum nasional dibentuklah Undang-Undang No 17 Tahun 2006 Tentang Kepabeanan. Tujuan dibentuknya Undang-Undang No 17 tahun 2006 tentang Kepabeanan, diharapkan mampu untuk lebih menjamin kepastian hukum, keadilan, transparansi dan akuntabilitas pelayanan publik.

23

Ferry Saputra, http://ferryjr.blogspot.com/2012/04/share-peranan-bea-dan-cukai-dalam.html diakses pada 13 Februari 2015.


(33)

Selain itu, dengan diberlakukannya undang-undang ini mampu untuk mendukung upaya peningkatan dan pengembangan perekonomian nasional yang berkaitan dengan perdagangan global, mendukung kelancaran arus barang dan meningkatkan efektivitas pengawasan atas lalu lintas barang yang masuk atau keluar daerah pabean Indonesia dan lalu lintas barang tertentu dalam daerah pabean Indonesia, serta untuk mengoptimalkan pencegahan dan penindakan penyelundupan. Di Indonesia, peredaran barang palsu dan hasil bajakan sudah pada tahap yang serius dan mengkhawatirkan.

Bea dan Cukai sebagai garda terdepan dalam mencegah terjadinya penyelundupan barang yang masuk dan keluar Indonesia mempunyai tugas yang vital. Oleh karena itu, bea dan cukai mempunyai landasan hukum yang jelas agar dapat melaksanakan tugasnya yaitu Undang-Undang Kepabeanan Nomor 17 Tahun 2006.24

Tujuan dibentuknya Undang-Undang No 17 tahun 2006 tentang Kepabeanan, diharapkan mampu untuk lebih menjamin kepastian hukum, keadilan, transparansi dan akuntabilitas pelayanan publik. Selain itu, dengan diberlakukannya undang-undang ini mampu untuk mendukung upaya peningkatan dan pengembangan perekonomian nasional yang berkaitan dengan perdagangan global, mendukung kelancaran arus barang dan meningkatkan efektivitas pengawasan atas lalu lintas barang yang masuk atau keluar daerah pabean Indonesia dan lalu lintas barang tertentu dalam daerah pabean Indonesia, serta untuk mengoptimalkan pencegahan dan penindakan penyelundupan.25

24

Ibid.

25


(34)

Pemerintah, khususnya Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) bertugas mengamankan kebijaksanaan pemerintah berkaitan dengan lalulintas barang yang masuk dan keluar daerah pabean dan pemungutan bea masuk dan cukai serta pungutan negara lainnya berdasarkan peraturan perundangan yang berlaku. Berkaitan dengan tugas dimaksud, Kepabeanan secara aktif berperan sebagai garda terdepan dalam menanggulangi kemungkinan terjadinya tindak pidana penyelundupan, sekaligus melindungi industri dalam negeri dari persaingan masuknya barang-barang impor sejenis secara ilegal.

Hukum Pabean merupakan peraturan yang mengatur segala urusan-urusan Kepabeanan, landasan hukum pabean ialah UU No.17 Tahun 2006 atas perubahan UU No.10 Tahun 1995 Tentang Kepabeanan.

Kepabeanan adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan pengawasan atas lalu lintas barang yang masuk atau keluar daerah pabean serta pemungutan bea masuk dan bea keluar, definisi kepabeanan ini tertera pada Pasal 1 UU No.17 tahun 2006 atas perubahan UU No.10 Tahun 1995. Berdasarkan definisi ini kegiatan utama dari aparat pabean adalah pengawasan atas barang masuk (impor) dan barang keluar (ekspor). Pada prinsipnya obyek pengawasan aparat pabean adalah atas barang impor dan ekspor. Barang impor dan ekspor harus diawasi karena diluar manfaat didalamnya terdapat potensi yang dapat mengganggu kondisi berbangsa dan bernegara, baik dari aspek pertahanan keamanan (hankamnas), perekonomian, lingkungan hidup, dan aspek-aspek lainnya.26

26

Mohammad Jafar (Widyaswara Pusdiklat Bea dan Cukai), Modul Pengantar Kepabeanan, Kementerian Keuangan Republik Indonesia Badan Pendidikan Dan Pelatihan Keuangan Pusdiklat Bea dan Cukai Jakarta, hal. 4‐5.

Pabean adalah kegiatan yang menyangkut pemungutan bea masuk dan pajak dalam rangka impor. Ada juga bea keluar untuk ekspor, khususnya untuk barang/komoditi tertentu. Oleh sebab itu kegiatan memasukan ataupun mengeluarkan barang atau produk dari dan ke luar wilayah Indonesia tidak dapat dilakukan secara sembarangan, melainkan harus sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.


(35)

Kegiatan melakukan pemungutan dan pengawasan lalu-lintas barang ekspor-impor dan segala tindakannya harus didasarkan pada hukum. Di dalam negara yang berdasarkan hukum, setiap tindakan penguasa negara harus berdasarkan hukum. Oleh sebab itu tindakan penguasa negara untuk memungut pajak harus dilakukan berdasarkan hukum positif. Hal ini tercantum pada Pasal 23 A Undang-undang Dasar 1945 yang berbunyi: “Pajak dan pungutan lain yang bersifat memaksa untuk keperluan negara diatur dengan Undang-undang”. Pasal 23A UUD 1945 tersebut selain memberikan dasar hukum bagi pemungutan bea oleh pemerintah sebagai penyelenggara negara terhadap rakyatnya sekligus juga mengandung dasar falsafah pemungutan bea tersebut.27

Hukum dan semua ketentuan di bidang kepabeanan dilandasi falsafah Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945, yang di dalamnya tertuang ketentuan yang menjunjung tinggi hak warga negara dan menempatkan kewajiban pembayaran bea sebagai kewajiban kenegaraan. Dengan demikian, tujuan hukum kepabeanan tidak berbeda dengan tujuan hukum pada umumnya, yakn untuk mewujudkan keadilan, kemanfaatan dan kepastian hukum.28

Untuk menjamin kepentingan nasional dari perdagangan luar negeri maka pelaksanaan pergerakan fisik barang dalam rangka kegiatan perdagangan impor dan ekspor itu harus dikendalikan pemerintah melalui suatu sistem yang dikenal sebagai fungsi kepabeanan. Dengan fungsi kepabeanan dimaksudkan, segala urusan kegiatan dan tindakan yang harus dilakukan dalam rangka pelaksaan tugas pengawasan arus lalu lintas barang yang masuk dan keluar daerah pabean dan tugas pemungutan keuangan negara yang berkaitan dengan pengeluaran barang tersebut.29

Meskipun secara konsepsional fungsi kepabeanan dimaksudkan untuk menjamin kepentingan nasional dari perdagangan internasional, tetapi dalam pelaksanaannya fungsi kepabeanan masih sering dipandang oleh sementara pengamat ekonomi dan pelaku usaha menghambat kelancaran arus barang, tidak efektif dan efisien, dan menimbulkan ekonomi biaya tinggi sehingga untuk menghilangkan barier dan birokrasi yang dinilai tidak ekonomis itu muncul Dalam sistem kepabeanan Indonesia, fungsi kepabeanan diatur dalam UU Kepabeanan Indonesia sebagaimana dinyatakan dalam ketentuan pokok Pasal 2 ayat (1) UU Kepabeanan yang menentukan bahwa barang yang dimasukkan ke dalam daerah pabean terutang bea masuk dan berdasarkan proposisi ketentuan pokok tersebut, status yuridis barang sejak saat pemasukan ke dalam daerah pabean sampai dengan dipenuhinya kewajiban kepabeanan menjadi objek pengawasan pejabat bea dan cukai.

27

Eddhy Sutarto. “Rekonstruksi Sistem Hukum Pabean Indonesia”. Erlangga, hal 40.

28

Ibid, hal 36.

29


(36)

secara berulang pandangan tentang perlunya diberlakukan sistem pemeriksaan prapengapalan barang oleh surveyor di luar negeri sebagai bagian dari pelaksanaan fungsi kepabeanan sebagaimana pernah diberlakukan pada tahun 1985 sampai dengan tahun 1997 berdasarkan Instruksi Presiden Nomor 4 Tahun 1985 tentang kebijaksanaan Kelancaran Arus Barang untuk Menunjang Kegiatan Ekonomi.30

a. Trade Facilitator adalah memberi fasilitas perdagangan (antara lain peningkatankelancaran arus barang dan perdagangan) sehingga dapat menekan ekonomi biayatinggi yang pada akhirnya akan menciptakan iklim perdagangan yang kondusif.

Barier yang dipandang negatif tersebut sebenarnya berperan dalam menjaga kepentingan nasional karena dengan barier atau batasan-batasan daripada regulasi kepabeanan, pemerintah dapat mengontrol dan memungut kegiatan perdagangan internasional yang berkaitan dengan ekspor impor.

Selain Undang-undang Kepabeanan, aturan-aturan pelaksana kepabeanan meliputi Peraturan Pemerintah, Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang, Peraturan Presiden, Peraturan Menteri Keuangan sebagai Menteri daripada Kementerian yang menaungi lembaga kepabeanan yakni Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, juga aturan pelaksana kepabeanan diatur oleh instansi terkait yaitu oleh peraturan yang dikeluarkan oleh menteri daripada kementerian lain ataupun pimpinan lembaga lain setingkat kementerian yang telah memberitahukan kepada Menteri Keuangan, contohnya peraturan-peraturan Menteri Perdagangan, Menteri Pertanian, Menteri Perikanan dan Kelautan, Kepala Kepolisian Republik Indonesia dan Panglima Tentara Nasional Indonesia yang berkaitan dengan Kepabeanan.

Peranan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) sebagai aparatur negara yang berada di gerbang masuk perbatasan negara dan juga sebagai instansi penegak hukum pabean dirumuskan dalam Fungsi Implementasi DJBC yaitu :

30


(37)

b. Industrial Assintanceadalahmemberi dukungan kepada industri dalam negerisehingga memiliki keunggulan kompetitif dalam pasar internasional.

c. Revenue Collectoradalah mengoptimalkan penerimaan negara melalui penerimaan bea masuk dan cukai yang mana fungsi yang dimaksud ialah pelaksanaan pemungutan bea oleh aparatpabean atas barang impor yaitu bea masuk dan bea atas barang ekspor yaitu bea keluar. Kedua fungsi ini sangat penting di Indonesia mengingat negara masih sangat membutuhkan penerimaan negara dari berbagai sektor terutama dari sektor non migas. Kontribusi aparat pabean dalam mengoptimalkan fungsi penerimaan berperan besar dalam upaya negara mencapai cita-cita bangsa.

d. Community Protector adalah melindungi masyarakat dari masuknya barang-barang yang dilarang atau dibatasi yang dapat menggangu kesehatan dan keamanan serta moralitas.31

Salah satu peranan Bea Cukai yang termasuk kedalam Community Protector adalah melaksanakan tugas titipan dari instansi-instansi lain yang berkepentingan dengan lalu lintas barang yang melampaui batas-batas negara. Tugas titipan dari instansi terkait ini sering dikenal dengan Larangan Pembatasan atau disingkat Lartas.

Lartas dimaksud diatur secara khusus dalam Bab X pasal 53 UU No.10 Tahun 1995 Tentang Kepabeanan . Dijelaskan dalam pasal tersebut bahwa semua barang yang dilarang atau dibatasi yang tidak memenuhi syarat untuk diimpor atau diekspor, jika telah diberitahukan dengan pemberitahuan pabean, atas permintaan importir atau eksportir bisa dibatalkan ekspornya, atau diekspor kembali (re-ekspor), atau dimusnahkan di bawah pengawasan pejabat bea dan cukai. Kecuali terhadap barang dimaksud ditetapkan lain berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Barang yang dilarang atau dibatasi untuk diimpor atau diekspor yang tidak diberitahukan atau diberitahukan secara tidak benar dinyatakan sebagai barang yang dikuasai negara, kecuali terhadap barang

31

http://elearning.upnjatim.ac.id/courses/HKK6004/document/Gambaran_umum_kepabea nan_dan_cukai. Diakses pada Tanggal 2 Februari 2015.


(38)

dimaksud ditetapkan lain berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Tujuan utama dari pengelolaan peraturan dan larangan guna perlindungan, pertahanan, keamanan dan ketertiban masyarakat adalah menjamin terlaksananya keamanan di dalam masyarakat. Setiap kegiatan ekspor dan impor komoditi yang berkaitan dengan pertahanan, keamanan dan ketertiban masyarkat, dimanapun pasti akan menimbulkan dampak. Dampak yang ditimbulkan dapat positif maupun negatif.

Senjata api, amunisi dan mesiu dalam arti positif merupakan alat untuk membela diri, mempertahankan kedaulatan negara, penegakkan hukum, tetapi dalam arti negatif penggunaan senjata api, amunisi dan mesiu secara ilegal, akan mengganggu ketertiban umum, meningkatkan tindak kriminalitas dan merupakan ancaman terhadap Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Bahan-bahan berbahaya memang sangat berbahaya sekali baik pada kesehatan maupun pada lingkungan hidup, oleh karena itu pemasukan bahan-bahan berbahaya ke Indonesia harus diawasi. Tata niaga bahan-bahan berbahaya ini sudah diatur oleh Kementerian Perindusitrian dan Perdagangan (Kemenperindag), sedangkan Bea dan Cukai hanya mengawasi dengan tetap menjaga kelancaran arus barang, jasa, ataupun kelancaran dokumen.

Sama seperti senjata api, amunisi dan mesiu, bahan-bahan kimia yang berbahaya benar-benar sangat berbahaya jika tidak diawasi penggunaannya. Penggunaan barang-barang berbahaya yang tidak sesuai dengan kegunaannya sangat riskan sekali terhadap efek yang ditimbulkannya, apalagi jika digunakan hanya dengan tujuan untuk mendapatkan keuntungan bagi suatu perusahaan


(39)

semata-mata tanpa memperdulikan kesehatan masyarakat dan kelestarian lingkungan pada umumnya.

Selain senjata api dan sejenisnya, bahan-bahan kima yang berbahaya, barang-barang lain yang terkena larangan dan pembatasan ialah petasan (happy crackers) film, kaset video, barang cetak (buku, brosur, pamflet dan poster yang dapat membahayakan ideologi pancasila dan melanggar kesusilaan), narkotika dan psikotropika, obat-obatan, alat kesehatan, baju bekas, makanan dan minuman beralkohol, plumas, bahan tambang, flora dan fauna, kayu dan rotan yang belum diolah dan bahkan juga pembawaan keluar ataupun masuk daerah pabean.

Barang ekspor yang statusnya Larangan atau Pembatasan (LARTAS) ditetapkan oleh Instansi Teknis Terkait, yakni kementerian atau lembaga pemerintah non kementerian yang berada tingkat pusat, yang menetapkan peraturan LARTAS atas impor atau ekspor dan menyampaikan peraturan tersebut kepada Menteri Keuangan.

Instansi Terkait yang menetapkan peraturan LARTAS atas impor atau ekspor dan telah menyampaikan peraturan tersebut kepada Menteri Keuangan, sampai periode Agustus 2013 adalah sebagai berikut :

a. Kementerian Perdagangan;

b. Badan Karantina Ikan, Pengendalian Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan, Kementrian Perikanan dan Kelautan;

c. Badan Karantina Pertanian (Karantina Hewan dan Tumbuhan); d. BPOM (Badan Pengawas Obat dan Makanan);

e. Kementerian Kesehatan;

f. DJBC (Direktorat Jenderal Bea dan Cukai); g. BAPETEN (Badan Pengawas Tenaga Nuklir); h. Bank Indonesia;

i. Kementerian Kehutanan;

j. Direktorat Jenderal Pos dan Telekomunikasi; k. Kementerian Pertanian;

l. Kementerian Perindustrian; m. POLRI;

n. Kementerian Lingkungan Hidup; o. Kementerian ESDM;


(40)

q. Kementerian Budaya dan Pariwisata; r. Kementerian Kelautan dan Perikanan; s. Mabes TNI;

t. Direktorat Jenderal Perhubungan Udara-Kementerian Perhubungan32

Ketentuan tentang LARTAS berlaku untuk semua jenis importasi, termasuk itu impor umum, impor barang kiriman melalui PJT (Pos) dan juga melalui terminal kedatangan penumpang.

Dari uraian terhadap misi kepabeanan yang hendak dicapai melalui peranan dan tujuan hukum pabean terhadap perdagangan luar negeri yang dikemukakan diatas maka dapat diketahui bahwa hukum pabean dibentuk dalam rangka memenuhi kepentingan publik yang meliputi tidak hanya terbatas pada kepentingan ekonomi semata-mata tetapi juga mencakup aspek kepentingan kehidupan bangsa yang terdiri dari IPOLEKSOSBUDHANKAM (Ideologi, Politik, Ekonomi, Sosial, Budaya, Pertahanan dan Keamanan).

B.Hukum Pabean sebagai Bagian dari Hukum Fiskal dan Aturan Hukum yang Terkait Dengan Hukum Pabean

Pabean yang dalam bahasa Inggrisnya Customs atau Duane dalam bahasa Belanda memiliki definisi yang dapat kita temukan dan hafal baik dalam kamus bahasa Indonesia ataupun Undang-Undang kepabeanan seperti yang telah dikemukakan pada pengertian diatas. Untuk dapat memahami kata pabean maka diperlukan pemahaman terhadap kegiatan ekspor dan impor.

Filosofi pemungutan bea masuk adalah untuk melindungi industri dalam negeri dari limpahan produk luar negeri yang diimpor, dalam bahasa perdagangan

32

http://bctemas.beacukai.go.id/faq/tentang-lartas-kategori-danperijinannya/. Diakses Pada Tanggal 29 April 2015.


(41)

sering disebut tariff barier yaitu besaran dalam persen yang ditentukan oleh negara untuk dipungut oleh DJBC pada setiap produk atau barang impor. Sedang untuk ekspor pemerintah memungut beberapa komoditas ekspor namun ada kalanya pemerintah tidak memungut bea pada komoditas tertentu demi mendukung eksistensi industri dalam negeri dan khusus untuk ekspor pemerintah akan memberikan insentif berupa pengembalian restitusi pajak terhadap barang yang diekspor.

Hukum positif di bidang kepabeanan telah dtuangkan ke dalam produk perundang-undangan berupa undang-undang kepabeanan. Hukum Pabean juga merupakan bagian daripada hukum fiskal karena tugasnya yang berkaitan langsung dengan pengelolaan keuangan negara, karena tugas dan fungsi DJBC yang sebagaimana dikemukakan diatas bahwa penerimaan terbesar negara adalah dari sektor pajak dan termasuk didalamnya adalah bea masuk dan cukai yang dikelola oleh DJBC.

Di dalam penjelasan UndangUndang No.10 Tahun 1995 Tentang Kepabeanan disebutkan dalammewujudkan peraturan perundang-undangan yang berlandaskan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, yang di dalamnya terkandung asas keadilan, menjunjung tinggi hak setiap anggota masyarakat, dan menempatkan Kewajiban Pabean sebagai kewajiban kenegaraan yang mencerminkan peran serta anggota masyarakat dalam menghimpun dana melalui pembayaran Bea Masuk, maka peraturan perundang-undangan kepabeanan ini sebagai bagian dari hukum fiskal harus dapat menjamin perlindungan kepentingan masyarakat, kelancaran arus barang, orang, dan dokumen, penerimaan Bea Masuk yang optimal, dan dapat menciptakan iklim usaha yang dapat lebih mendorong laju pembangunan nasional. Dalam rangka mencapai tujuan dimaksud, aparatur kepabeanan dituntut untuk memberikan pelayanan yang semakin baik, efektif, dan efisien, sesuai dengan lingkup tugas dan fungsinya.33

Undang-undang kepabeanan sebagai bagian hukum fiskal. Orientasi pengaturan undang-undang kepabeanan tersebut, disamping mengatur norma-norma yang berkaitan dengan pemungutan bea masuk dan bea keluar juga berkaitan dengan pengawasan lalu-lintas barang yang dimasukkan dan dikeluarkan dari daerah pabean sehingga di samping mengatur hal-hal yang

33


(42)

berkaitan dengan fiskal, sekaligus mengatur hal-hal diluar fiskal. Untuk kepentingan keterpaduan, dua orientasi tersebut, diatur dalam sebuah sistem yang disebut sistem hukum di bidang kepabeanan.34

Ketentuan hukum dibidang kepabeanan meliputi himpunan norma yang dituangkan dalam undang-undang yang mengatur pengawasan lalu-lintas barang ekspor dan impor dan pungutan bea. Oleh karena itu, dalam pelaksanaannya sangat terkait dengan ketentuan hukum lain diluar ketentuan hukum di bidang kepabeanan antara lain hukum keuangan negara, hukum perpajakan, hukum perdagangan internasional, perjanjian internasional, serta rekomendasi-rekomendasi dari organisasi-organisasi internasional.35

Hukum keuangan negara merupakan sekumpulan norma yang berkaitan dengan penyelenggaraan pemerintahan negara yang hendak mewujudkan tujuan bernegara sebagaimana yang dicantumkan pada Pembukaan Undang-undang Dasar 1945, sehingga menimbulkan hak dan kewajiban yang dapat dinilai dengan uang.

Berikut ini adalah aturan-aturan hukum yang terkait dengan Hukum Pabean :

1. Hukum Keuangan Negara

36

Hukum keuangan negara positif dalam bentuk undang-undang secara prinsip berisi norma-norma yang berkaitan dengan keuangan negara yang meliputi semua hak dan kewajiban negara yang dapat dinilai dengan uang, termasuk kebijakan dan kegiatan dalam bidang fiskal, moneter pengelolaan kekayaan negara yang dipisahkan, serta segala sesuatu baik

Pemerintahan Republik Indonesia berdasarkan hukum serta sebagai negara yang berkedaulatan rakyat dan pemerintahan berdasarkan konstitusi sehingga pengelolaan keuangan negara harus berpedoman dengan aturan pokok yang telah ditetapkan dalam UUD 1945, yang artinya segala sesuatu yang berkaitan dengan pengelolaan keuangan negara harus juga berdasarkan hukum yang berlaku.

34

Eddhy Sutarto, Op.Cit, hal 1.

35

Ibid, hal 13. 36


(43)

berupa uang maupun barang yang dapat dijadikan milik negara yang berkaitan dengan pelaksanaan hak dan kewajiban tersebut.

Hukum pabean ataupun hukum pajak lainnya menjadi terkait dengan hukum keuangan, karena di dalam hukum keuangan tercantum prinsip yang berisi norma-norma pengelolaan keuangan negara yang di dalamnya juga berisi pengelolaan fiskal. Secara eksplisit tercantum dalam butir-butir pasal Undang-Undang Keuangan Negara yaitu UU No. 17 Tahun 2002 yang diantaranya ialah:

a. Pada Pasal 2 huruf a disebutkan, keuangan negara meliputi “hak negara untuk memungut pajak...”

b. Pada Pasal 6 ayat 1 disebutkan, Presiden selaku Kepala Pemerintahan memegang kekuasaan pengelolaan keuangan negara sebagai bagian dari kekuasaan pemerintahan.

c. Pada Pasal 6 ayat 2 disebutkan, kekuasaan tersebut dikuasakan kepada Menteri Keuangan selaku pengelola fiskal dan Wakil Pemerintah dalam kepemilikan kekayaan negara yang dipisahkan. d. Pada Pasal 8 huruf e disebutkan, dalam rangka pelaksanaan

kekuasaan atas pengelolaan fiskal, Menteri Keuangan mempunyai tugas “melaksanakan pemungutan pendapatan negara yang telah ditetapkan dengan Undang-undang”.

e. Pada Pasal 11 ayat 3 disebutkan, pendapatan negara terdiri atas penerimaan pajak, penerimaan bukan pajak dan hibah. Dalam pungutan perpajakan termasuk pungutan bea masuk dan cukai (Pasal 11 ayat 3).


(44)

Dengan demikian, pungutan bea baik itu bea masuk dan bea keluar serta cukai dan pungutan pajak lainnya sangat terkait dengan norma-norma yang diatur dalam hukum positif keuangan negara.

2. Hukum Perdagangan Internasional

Dalam tulisan Rafiqul Islam pada buku International Trade Law, Hukum Perdagangan Internasional dan Keuangan didefinisikan sebagai suatu kesimpulan aturan, prinsip, norma dan praktik yang menciptakan suatu pengaturan (reglatory regime) untuk transaksi-transaksi perdagangan internasional dan sistem pembayarannya, yang memiliki dampak terhadap prilaku komersial lembaga-lembaga perdagangan.

Sebagai negara berkembang Indonesia memerlukan kepastian hukum yang lebih besar dibanding negara-negara maju guna menjamin perdagangan internasional yang terbuka dan adil.

Dalam menghadapi era globalisasi yang tengah berjalan di segala sektor dewasa ini, Indonesia telah meratifikasi beberapa perjanjian penting yang di antaranya menjadi peserta organisasi internasional seperti WTO, APEC, AFTA dan lain-lain.37

Sebagai negara yang berdaulat, termasuk berdaulat di bidang hukum, negara memiliki beberapa prinsip yang mandiri. Bertitik tolak dari kondisi tersebut, negara nasional pada prinsipnya memiliki sistem hukum yang mandiri, meski tidak dipungkiri dalam kemandirian tersebut sudah tercantum standar hukum yang bersifat internasional yang dianut negara-negara dan bangsa yang beradab.38

Konsekuensi penting dari keanggotaan suatu organisasi dunia seperti WTO yang diratifikasi Indonesia melalui UU No.7 Tahun 1994 pada tanggal 2 November 1994 mewajibkan Indonesia berhati-hati dalam memberlakukan peraturan ekonomi.39

Perkembangan dunia yang ditandai dengan pesatnya kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi serta informasi telah meningkatkan intensitas hubungan dan interdependensi antarnegara. Sejalan dengan peningkatan hubungan tersebut, makin meningkat pula kerja sama internasional yang dituangkan dalam beragam bentuk perjanjian

37

Syahmin AK., Op.cit, hal.13.

38

Eddhi Sutarto, Op.Cit hal 17.

39


(45)

internasional serta harmonisasi hukum tersebut adalah mencari keseragaman atau titik temu prinsip-prinsip fundamental dari berbagai sistem hukum.40

Dalam rangka memberikan pelayanan dan pengawasan pabean yang efisien dan efektif dengan tetap melaksanakan kepatuhan ketentuan perundang-undangan, organisasi pabean merekomendasikan dilaksakannya harmonisasi dan penyederhanaan prosedur dan praktik pabean. Harmonisasi dan penyerderhanaan prosedur dan praktik pabean tidak hanya meningkatkan efisiensi dan efektivitas administrasi pabean, namun juga membantu transparansi praktik-praktik kepabeanan, yang memberikan kelancaran arus barang dan penumpang.41

Pada perdagangan yang menyangkut impor, dikenal dua jenis katup yakni katup tarif atau tariff barrier dan katup nontarif atau Non-tariff barrier. Untuk katup nontarif dituangkan dalam ketentuan kebijaksanaan tata niaga impor. Kebijaksanaan pengendalian mutu dan

Perkembangan hukum dan ekonomi dunia juga mempengaruhi perkembangan hukum internasional yang bergerak ke arah penghapusan pembatasan-pembatasan kuantitatif atas ekspor dan impor, kecuali terdapat alasan-alasan yang dapat dipertanggungjawabkan atau alasan-alasan khusus. Selain itu, pasal 24 GATT (General Tariffs and Trade) juga mencantumkan klausul yang menyatakan bahwa semua negara harus menghindari tindakan yang merugikan kepentingan negara berkembang. Selain itu, juga pada perjanjian-perjanjian yang menyangkut perdagangan internasional juga dikenal dengan adanya prinsip yang diakui bahwa dalam hal-hal yang secara material tidak menyangkut pajak, atau masalah-masalah neraca pembayaran, formalitas bea dan cukai harus disederhanakan, dan pembatasan-pembatasan administrasi atau hambatan perdagangan atas barang harus diperkecil.

40

Eddhi Sutarto., Op.cit, hal.17.

41


(46)

kebijaksanaan yang berkaitan dengan kepentingan non-perdagangan, misalnya: moral bangsa, kebudayaan serta keamanan nasional.

Kebijaksanaan umum di bidang ekspor mengatur ketentuan barang yang diatur, barang ekspor yang diawasi dan barang ekspor yang dilarang. Sasaran kebijaksanaan umum di bidang ekspor ini adalah untuk meningkatkan volume dan nilai ekspor nonmigas dan bertambah luasnya pasar tujuan ekspor.

Ketentuan-ketentuan pada Organisasi Perdagangan Dunia/World Trade Organization (WTO) memuat rambu-rambu yang wajib dipatuhi oleh setiap negara peserta WTO dalam merumuskan kebijakan perdagangan internasional sehingga dalam kapasitasnya sebagai negara peserta/anggota, dalam pelaksanaan kebijaksanaan di bidang impor dan ekspor tetap mengacu pada ketentuan tersebut. Namun demikian, meskipun terdapat rambu-rambu tersebut, WTO juga masih memberikan peluang-peluang yang sifatnya terbatas, yang masih dapat dimanfaatkan oleh setiap negara untuk kepentingan nasional masing-masing.42

2. Pajak tidak langsung adalah pajak yang bebannya dapat dilimpahkan kepada orang lain dan hanya dikenakan pada hal 3. Ketentuan Umum Perpajakan

Menurut Mohammad Zain, pajak adalah peralihan kekayaan dari pihak rakyat kepada kas negara untuk membiayai pengeluaran rutin dan surplusnya digunakan untuk public saving yang merupakan sumber utama dalam pembiayaan public investmen.

Ditinjau dari jenisnya pajak dapat digolongkan menjadi tiga golongan, yaitu menurut sifat, menurut sasaran/objek dan menurut lembaga pemungut. Berikut adalah uraian pajak dari jenisnya:

a. Menurut sifat.

Jenis pajak berdasarkan pembagian ini dibedakan atas dua, yaitu:

1. Pajak langsung adalah pajak yang bebannya harus dipikul sendiri oleh wajib pajak.

42


(47)

tertentu atau peristiwa-peristiwa tertentu saja, misal pajak pertambahan nilai.

b. Menurut sasaran/objek.Jenis pajak berdasar pembagian ini dibedakan atas dua, yaitu:

1. Pajak subjektif adalah pajak yang dikenakan dengan memperhatikan keadaan pribadi wajib pajak apakah dapat dikenakan pajak atau tidak, misal pajak penghasilan.

2. Pajak objektif adalah pajak yang dikenakan dengan melihat objek pajak untuk mengetahui subjeknya yang mempunyai hubungan hukum dengan objek yang telah diketahui, misal pajak pertambahan nilai.

c. Menurut lembaga pemungut. Jenis pajak berdasar pembagian ini dibedakan atas dua, yaitu:

1. Pajak pusat adalah pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat dalam hal ini dikelola oleh Dirjen Pajak (pajak penghasilan, pajak bumi dan bangunan, pajak penjualan atas barang mewah) dan Dirjen Bea dan Cukai, (misal bea masuk, bea keluar dan cukai). 2. Pajak daerah adalah jenis pajak yang dipungut oleh pemerintah

daerah dalam hal ini Dispenda, misal pajak daerah dan retribusi yang dipungut oleh Pemerintah Provinsi (Pemprov) ataupun yang dipungut Pemerintah Kabupaten/Kota.43

Direktorat Jenderal Pajak melaksanakan pemungutan pajak berdasar hukum pajak formal yang diatur dalam UU No.6 tahun 1983 tentang ketentuan-ketentuan umum perpajakan dan tatacara perpajakan, sebagaiaman telah mengalami tiga kali perubahan, yaitu dengan UU No.9 tahun 1994, UU No.16 tahun 2000 dan UU No.28 tahun 2007. Hubungan antara pajak negara yang dipungut oleh Direktorat Jenderal Pajak dan kewajiban bea masuk/bea keluar dan cukai yang dipungut oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai saling berkaitan erat. Pemahaman ini dapat kita lihat pada: Pertama, istilah kewajiban, dalam pajak kewajiban dikenakan terhadap individu, sedangkan pabean dan cukai dikenakan terhadap

43

http://elearning.upnjatim.ac.id/courses/HKK6004/document/Gambaran_umum_kepabea nan_dan_cukai. hlm.1 Diakses pada 2 Februari 2015.


(1)

dan impor agar perusahaannya semakin berbenah diri untuk bermitra dan mendapatkan fasilitas kemudahan prosedural dalam proses kepabeanan tersebut.

2. Koordinasi yang selama ini terjalin antara Bea dan Cukai dengan berbagai instansi lain yang berkaitan dengan kegiatan Ekspor dan Impor di pelabuhan harus lebih diigiatkan lagi terutama koordinasi dengan pihak Badan Karantina, Syahbandar dan PT. Pelindo I karena pada dua instansi tersebut Bea dan Cukai berhubungan langsung dalam tugas dan wewenangnya atas pengawasan dan pelayanan terhadap barang yang datang dan barang yang keluar dari kawasan pabean Pelabuhan Belawan. Kerjasama dengan pihak keamanan Pelabuhan juga harus tetap ditingkatkan lagi kualitasnya dengan mengadakan rapat-rapat koordinasi dan patroli bersama dan saling membantu dan mendukung kinerja satu sama lain untuk mewujudkan efisiensi kegiatan di Pelabuhan yang berhubungan dengan kelancaran arus barang dengan tujuan menegakkan kewibawaan negara dan kesejahteraan masyarakat.

3. Direktorat Jenderal Bea dan Cukai harus menempatkan posisi sebagai suatu organisasi pemegang andil di pintu masuk negara yang menuntut sikap profesional dalam diri setiap pegawainya. Lancar tidaknya perdagangan atau lalu-lintas barang salah satunya dipengaruhi pada keahlian yang dimiliki oleh setiap pegawai Bea dan Cukai, bila Sumber Daya Manusia serta fasilitas sarana dan prasarana di Pelabuhan turut terpenuhi maka efisiensi akan terwujud dalam


(2)

kegiatan di pelabuhan, terutama berkenaan dengan kelancaran arus barang ekspor dan impor.Ketidakefektifan pengawasan dan pelayanan pabean dapat menyebabkan ketidaklancaran proses ekspor-impor itu sendiri yang berdampak pada tingginya biaya operasional eksportir atau importir dan mengakibatkan terhambatnya arus lalu-lintas barang baik ekspor maupun impor yang dapat membahayakan ekonomi nasional, seperti kerugian pelaku usaha, ketidakmampuan dalam daya saing produk Indonesia di pasar luar negeri sampai dengan kelangkaan barang yang menyebabkan harga melambung tinggi yang bermuara pada inflasi di dalam negeri.

DAFTAR PUSTAKA

A. Buku-Buku

AK, Syahmin., 2006. Hukum Dagang Internasional,Rajawali Press, Palembang;

Dimyati, Ahmad (Widyaswara Pusdiklat Bea Cukai), 2014. Modul Teknis Kepabeanan, Kementerian Keuangan Republik Indonesia Badan Pendidikan dan Pelatihan Keuangan Pusdiklat Bea dan Cukai, Jakarta; Hadi, Hamdy., 2000. Ekonomi Internasional: Teori dan Kebijakan

Perdagangan Internasional, Ghalia Indonesia, Jakarta;

Jafar, Mohamad (Widyaswara Pusdiklat Bea Cukai)., 2014. Modul Pengantar Kepabeanan, Kementerian Keuangan Republik Indonesia Badan Pendidikan Dan Pelatihan Keuangan Pusdiklat Bea dan Cukai, Jakarta;

Bidlaksono, Agung, Tim Penyusunan Modul Pusdiklat Bea dan Cukai, 2014. Modul Perdagangan Internasional, Pelayaran dan Kepelabuhanan, Kementerian Keuangan Republik Indonesia Badan Pendidikan Dan Pelatihan Keuangan Pusdiklat Bea Dan Cukai, Jakarta;


(3)

Tim Penyusun Direktorat Informasi Kepabeanan dan Cukai., 2014. Sistem Aplikasi Kepabeanan Dan Cukai, Kementerian Keuangan Republik Indonesia Badan Pendidikan Dan Pelatihan Keuangan Pusdiklat Bea Dan Cukai, Jakarta;

Purwito, Ali., 2008. Kepabeanan dan Cukai (Pajak Lalu Lintas Barang), BadanPenerbit Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Jakarta;

Purwito, Ali., 2007. Reformasi Kepabeanan, Graha Ilmu, Yogyakarta;

Sutarto, Eddhi., 2009. Rekonstruksi Sistem Hukum Pabean Indonesia, Penerbit Erlangga, Jakarta;

Sutedi, Adrian., 2012. Aspek Hukum Kepabeanan, Sinar Grafika, Jakarta; Tandjung, Marolop., 2010. Aspek dan Presedur Ekspor-Impor, Salemba

Empat, Jakarta;

Prayitno, Hadi., Budi Santosa. 1996. Ekonomi Pembangunan, Ghalia Indonesia, Jakarta

Hadi, Hamdy. 2000. Ekonomi Internasional: Teori dan Kebijakan Perdagangan Internasional, Ghalia Indonesia, Jakarta;

Widjaja, Gunawan., Ahmad Yani, 2003, Seri Hukum Bisnis : Transaksi Bisnis Internasional, Raja Grafindo Persada, Jakarta;

Sunggono, Bambang., 2013, Metode Penelitian Hukum, Rajawali pers, Jakarta;

Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, 1990, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta;

Nasution, Bismar., 2003, Metode Penelitian Hukum Normatif dan Perbandingan Hukum, Majalah Akreditasi, Fakultas Hukum USU, Medan.

B. Internet dan Sumber Lainnya

http://www.bpbatam.go.id/ini/strategicBusiness/airport_office.jsp.Diakses pada 17 Februari 2015.

http://www.bppk.depkeu.go.id/webbc/images/stories/file/2011/artikel/Pros pek%20KPPT%20dalam%20memperlancar%20Arus%20Barang%20I mpor_Ekspor.pdf.Diakases Pada 12 Desember 2014.


(4)

http://bctemas.beacukai.go.id/faq/tentang-lartas-kategori-danperijinannya/. Diakses Pada Tanggal 29 April 2015.

http://ferryjr.blogspot.com/2012/04/share-peranan-bea-dan-cukai-dalam.html.diakses pada 13 Februari 2015.

http://abdoelrahm.blogspot.com/2014/04/hubungan-pengawasan-dengan-peran-dan.html

http://www.metrosiantar.com/2013/07/06/66453/melihat-perkembangan-pelabuhan-belawan/.

http://www.bppk.kemenkeu.go.id/publikasi/artikel/148-artikel-bea-dan- cukai/20143-mengenal-fasilitas-pabean-dan-bea-masuk-fasilitas-prosedural-kepabeanan. Diakses pada tanggal 15 April 2015.

http://www.bppk.depkeu.go.id/webbc/images/stories/file/2011/artikel/FAS ILITAS%20KEPABEANAN_SUATU%20UPAYA%20PEMBERIA N%20KEMUDAHAN%20DAN%20INSENTIF%20FISKAL%20BA GI%20INDUSTRI%20DAN%20PERDAGANGAN.pdf. Diakses Pada Tanggal 15 April 2015.

http://elearning.upnjatim.ac.id/courses/HKK6004/document/Gambaran_u mum_kepabeanan_dan_cukai.pdf?cidReq=HKK6004.Diakses pada 2 Februari 2015.

http://id.wikipedia.org/wiki/Pelabuhan_Belawan

http://hairunisamanda.blogspot.com/2010/12/tugas-kepabeanan-insw.html.Diakses pada 7 maret 2015.

http://www.majalahdermaga.co.id/post/35/rekomendasi__perbaikan_pelay anan_publik_di_pelabuhan_laut_utama__terkait_upaya__percepatan_ dwelling_time. diakses pada 15 Maret 2015.

Majalah Warta Bea Cukai Edisi Bulan Januari 2005.

Arisya Zuhra Namira, Maria Benadicta, Dio Azalia Lukita, Naila Alisanty Munaf, Maulana Nofrimurti, “General Agreement on Tariffs and Trade (GATT)”, http://ibm-binus7p.blogspot.com/2013/06/general-agreement-on-tariffs-and-trade.html diakses pada 20 Februari 2015. http://bict.inaport1.co.id/index.php?mn=news&id=109. Diakses pada


(5)

http://catatankecik.blogspot.com/2012/07/tempat-penimbunan-berikat-tpb.html. Diakses pada tanggal 29 Maret 2015.

C. Peraturan Perundang-Undangan dan Peraturan Pelaksana Lainnya

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata);

Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD);

UU Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2006 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 Tentang Kepabeanan;

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2007 Tentang Perubahan Ketiga Atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 Tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan;

Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2009 Tentang Pembiayaan Ekspor Indonesia;

Undang‐Undang Nomor 24 Tahun 2000 Tentang Perjanjian Internasional; Undang-undang No. 7 Tahun 1994 Tentang Pengesahan Agreement

Estabilishing The World Trade Organization (Persetujuan Pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia);

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Tempat Penimbunan Berikat;

Peraturan Pemerintah No.35 Tahun 2005 Tentang Pungutan Ekspor atas Barang Ekspor Tertentu

Keputusan Presiden No. 54 Tahun 2002 jo. Keppres No. 24 Tahun 2005 Tentang Tim Koordinasi Peningkatan Kelancaran Arus Barang Ekspor dan Impor

Instruksi Presiden Nomor 4 Tahun 1985 Tentang kebijaksanaan Kelancaran Arus Barang untuk Menunjang Kegiatan Ekonomi

Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2008 Tentang Penggunaan Sistem Elektronik Dalam Kerangka Indonesia National Single Window;

Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 129/KMK.01/2012 Tentang Integerasi Perangkat Teknologi Informasi dan Komunikasi di Lingkungan Kementerian Keuangan;


(6)

Peraturan Presiden Nomor 10 Tahun 2008 Tentang Penggunaan Sistem Elektronik Dalam Kerangka Indonesia National Single Window; Peraturan Menteri Keuangan Nomor: 144/PMK.04/2007 Tentang

Pengeluaran Barang Impor Untuk Dipakai;

Peraturan Menteri Keuangan No. 188/pmk.04/2010 Tentang Impor Barang Yang Dibawa Penumpang, Awak Sarana Pengangkut, Pelintas Batas dan Barang Kiriman;

Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2007 Tentang Perubahan Atas Peraturan Presiden Nomor 95 Tahun 2006 Tentang Organiasi dan Tata Kerja Instansi Vertikal di Lingkungan Departemen Keuangan;

Peraturan Menteri Keuangan Nomor PMK-39/PMK.04/2006 tanggal 19 Mei 2006 Tentang Tatalaksana Pemberitahuan Kedatangan Sarana Pengangkut, Manifes Kedatangan Sarana Pengangkut dan Keberangkatan Sarana Pengangkut;

Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 254/PMK.04/2011 Tentang Pembebasan Bea Masuk atas Impor Barang dan Bahan untuk Diolah, Dirakit, atau Dipasang pada Barang Lain dengan Tujuan untuk Diekspor;

Surat Keputusan Menteri Perhubungan KM.14 Tahun 2002.

Peraturan Direktur Jenderal P-42/bc/2008 Tentang Petunjuk Pelaksanaan Pengeluaran Barang Impor untuk dipakai terkait penjaluran merah kuning hijau;

Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai P-11/bc/2005 Tentang Jalur Prioritas;


Dokumen yang terkait

Analisis Sistem Penerimaan Kas Atas Bea Masuk Barang Impor pada Kantor Pelayanan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Tipe A

6 84 129

Audit Kepatuhan Atas Nilai Pabean Barang Impor Pada Kantor Wilayah I Direktorat Jenderal Bea Dan Cukai

1 31 128

PERANAN PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI DALAM MENANGGULANGI TINDAK PIDANA PENYELUNDUPAN (STUDI DI KANTOR PENGAWASAN DAN PELAYANAN BEA DAN CUKAI TIPE MADYA PABEAN B BANDAR LAMPUNG )

4 22 59

SENJATA API DINAS DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI

0 0 15

DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI

0 0 6

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KEPABEANAN - Tinjauan Yuridis Tentang Peranan Direktorat Jenderal Bea Dan Cukai Terhadap Kelancaran Lalu Lintas Barang Ekspor Dan Impor (Studi Pada Kantor Pengawasan Dan Pelayanan Direktorat Jenderal Bea Cukai Tipe Madya Pabea

0 1 42

BAB I PENDAHULUAN - Tinjauan Yuridis Tentang Peranan Direktorat Jenderal Bea Dan Cukai Terhadap Kelancaran Lalu Lintas Barang Ekspor Dan Impor (Studi Pada Kantor Pengawasan Dan Pelayanan Direktorat Jenderal Bea Cukai Tipe Madya Pabean Belawan)

0 3 19

Tinjauan Yuridis Tentang Peranan Direktorat Jenderal Bea Dan Cukai Terhadap Kelancaran Lalu Lintas Barang Ekspor Dan Impor (Studi Pada Kantor Pengawasan Dan Pelayanan Direktorat Jenderal Bea Cukai Tipe Madya Pabean Belawan)

0 1 10

DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI

0 0 11

TINJAUAN YURIDIS TERHADAP TINDAK PIDANA PENYELUNDUPAN BARANG IMPOR (STUDI KASUS DI KANTOR WILAYAH DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI JAWA TENGAH DAN DIY)

0 2 13