Proses Pencetakan Beton Beban terbagi rata

11 6. Karena kabel prategang menggunakan mutu baja tinggi, sehingga kapasitas penampangnya jauh lebih besar daripada tulangan biasa dengan luas tulangan yang sama

II.2 Proses Pencetakan Beton

Salah satu butir pekerjaan pada proyek yaitu pencetakan beton. Beradasarkan tempat pencetakannya, balok girder dibedakan atas dua jenis: 1. Cast in Place Pada metode ini beton dicetak langsung di lapangan. Metode ini membutuhkan waktu pelaksanaan konstruksi yang lebih lama, sebab beton yang dicetak harus ditunggu sampai umur rencana kemudian dapat mengerjakan kostruksi diatasnya. Namun metode ini sangat efisien untuk proyek dengan akses transportasi yang sulit. Gambar 2.3 Pencetakan Beton di lapangan Universitas Sumatera Utara 12 2. Precast Precast merupakan metode pencetakan beton yang dilakukan di pabrik. Pada metode ini, beton telah dikerjakan terlebih dahulu di pabrik meskipun pekerjaan di lapangan belum sampai pada tahap teresebut. Beton yang telah dicetak di pabrik akan dikirim ke lokasi proyek dengan menggunakan flat bed jika umur rencana sudah memenuhi. Metode ini sangat baik diterapkan di lapangan sehingga dapat mengefisienkan waktu pelaksanaan konstruksi. Metode ini juga cocok untuk proyek dengan lahan yang sempit, dimana tidak tersedianya lahan untuk pencetakan balok di lapangan. Kekurangan dari metode ini tidak bisa dipakai jika akses menuju proyek tidak memadai. Hal ini akan menghambat pengiriman beton dari pabrik menuju proyek. Gambar 2.4 Pencetakan Balok di Pabrik [Wika Beton] Pada proyek pembangunan jalan bebas hambatan Medan-Kualanamu ini menggunakan kedua metode tersebut. Untuk bagian footing, kolom, diafragma, dan Universitas Sumatera Utara 13 pier head menggunakan metoda cast in place. Sedangkan untuk bagian bore pile dan balok girder menggunakan metode precast.

II.3 Proses Penarikan Kabel Stressing

Ada dua metode yang digunakan dalam pemberian tegangan kabel pada beton, yaitu Pre-Tension pratarik dan Post-Tension pascatarik.

II.3.1 Pratarik

Metode ini biasanya dilakukan di pabrik. Pada metode ini kabel ditarik terlebih dahulu, kemudian beton dicor pada cetakan bersamaan dengan kabel tersebut. Jika kekuatan beton sudah mencapai kekuatan rencana, maka kabel di potong. Pada saat baja mengalami kontraksi, maka beton akan tertekan. Metode ini tidak menggunakan duct, yaitu saluran kabel di dalam beton. Metode ini hanya bisa dilakukan untuk tendon yang lurus saja, dan tidak memungkinkan untuk tendon berbentuk kurva karena pengerjaan yang sulit. a. Kabel di tarik dan diangkur b. Beton dicor bersamaan dengan kabel dan dibiarkan mengeras Universitas Sumatera Utara 14 c. Kabel dipotong dan beton akan mengalami gaya tekan Gambar 2.5 Metode Penarikan Kabel Pratarik

II.3.2 Pascatarik

Proses penarikan kabel metode ini biasanya dilakukan di lapangan. Penarikan dilakukan setelah beton mengeras. Dengan metode ini memungkinka n membentuk kabel menjadi kurva karena sebelum beton dicor, terlebih dahulu disediakan duct saluran kabel. Dengan adanya duct ini kita dapat membentuk alur kabel nantinya setelah beton mengeras. a. Kabel Dimasukkan ke Dalam Duct Setelah Beton Mengeras b. Kabel Ditarik d. Kabel Diangkur dan Di-grouting Gambar 2.6 Metode Penarikan Kabel Pasca Tarik Universitas Sumatera Utara 15

II.4 Jenis Balok Girder

Berdasarkan bentuk tampang, girder beton jembatan secara umum dibedakan atas 3 jenis yaitu PCI girder, PCU girder, dan box girder.

II.4.1 PCI Girder

PCI girder Precast-Prestress Concrete I Girder yaitu balok girder yang memiliki tampang bentuk huruf I. PCI girder ini terdiri atas beberapa buah balok dalam satu bentang jembatan. Contoh struktur yang menggunakan PCI girder yaitu pada Proyek Pembangunan Jalan Bebas-Hambatan Medan Kualanamu ini. Gambar 2.7 Bentuk tampang balok girder PCI Girder

II.4.2 PCU Girder

PCU Precast-Prestress Concrete U Girder adalah balok girder yang memiliki bentuk tampang huruf U. Sama halnya seperti I girder, dalam satu bentang jembatan terdiri atas beberapa balok girder balok segmental. Salah satu contoh penggunaan PCU girder ini adalah pada jembatan fly-over Amplas Medan. Jenis yang terakhir adalah box girder. Universitas Sumatera Utara 16 Gambar 2.8 Bentuk tampang balok girder PCU Girder [Wika Beton]

II.4.3 Box Girder

Box girder adalah jenis girder yang memiliki bentuk tampang box persegi. Contoh penggunaan box girder adalah pada jembatan fly-over Simpang Pos Medan. Bentuk tampang tersebut dapat dilihat pada gambar berikut: Gambar 2.9 Bentuk tampang balok girder Box Girder [https:dukenmarga. wordpress.comcategorysipil]

II.5 Peraturan Pembebanan

Sebelum melakukan perhitungan analisa struktur, hal yang terlebih dahulu dilakukan yaitu menganalisa beban-beban yang akan bekerja. Peraturan pembebanan yang tersedia sangatlah banyak, sehingga terkadang menyulitka n Universitas Sumatera Utara 17 perencana untuk menentukan peraturan mana yang harus ia pakai. Peraturan- peraturan tersebut diantaranya AASHTO, PPPJJR 1987, BMS 1992, dan RSNI 2005. Pada tugas akhir ini saya menggunakan peraturan RSNI 2005 sebagai acuan dalam menganalisa beban-beban rencana. Beban-beban rencana dapat dikategorikan sebagai berikut: 1. Beban mati 2. Beban hidup 3. Beban kejut

II.5.1 Beban mati

Menurut RSNI 2005, beban mati adalah semua beban tetap yang berasal dari berat sendiri jembatan atau bagian jembatan yang ditinjau, termasuk segala unsur tambahan yang dianggap merupakan satu kesatuan tetap dengannya. Tabel 2.1 Berat Isi Untuk Beban Mati kNm 3 No. Bahan Berat Satuan Isi kNm 3 Kerapatan Massa kgm 3 1 Campuran aluminium 26,7 2720 2 Lapisan permukaan beraspal 22,0 2240 3 Besi tuang 71,0 7200 4 Timbunan tanah dipadatkan 17,2 1760 5 Kerikil dipadatkan 18,8-22,7 1920-2320 6 Aspal beton 22,0 2240 7 Beton ringan 12,25-19,6 1250-2000 8 Beton 22,0-25,0 2240-2560 9 Beton prategang 25,0-26,0 2560-2640 10 Beton bertulang 23,5-25,5 2400-2600 Universitas Sumatera Utara 18 11 Timbal 111 11400 12 Lempung lepas 12,5 1280 13 Batu pasangan 23,5 2400 14 Neoprin 11,3 1150 15 Pasir kering 15,7-17,2 1600-1760 16 Pasir basah 18,0-18,8 1840-1920 17 Lumpur lunak 17,2 1760 18 Baja 77,0 7850 19 Kayu ringan 7,8 800 20 Kayu keras 11,0 1120 21 Air murni 9,8 1000 22 Air garam 10,0 1025 23 Besi tempa 75,5 7680 Sumber: RSNI Standar Pembebanan untuk Jembatan 2005 Beban mati dikelompokkan menjadi dua bagian yaitu beban mati primer dan beban mati sekunder. Beban mati primer adalah beban yang berupa berat sendiri dari pelat dan sistem lainnya yang dipikul langsung oleh masing- masing gelagar jembatan. Sedangkan beban mati sekunder adalah beban-beban yang berupa berat kerb, trotoar, tiang sandaran, dan lain-lain yang dipasang setelah pelat dicor.

II.5.2 Beban hidup

Beban hidup yang harus ditinjau dalam perencanaan beban jembatan terdiri atas dua yaitu beban truk “T” dan beban lajur “D”. Secara umum, yang menjadi penentu dalam perhitungan jembatan dengan bentang sedang sampai panjang adalah beban “D”, sedangkan beban “T” digunakan untuk bentang pendek. Universitas Sumatera Utara 19

II.5.2.1 Lajur lalu lintas rencana

Lajur lalu lintas rencana harus memiliki lebar 2,75 m. Jumlah maksimum lajur lalu lintas untuk berbagai lebar jembatan dapat dilihat pada tabel berikut Tabel 2.2 Jumlah Lajur Lalu Lintas Rencana Tipe Jembatan 1 Lebar Jalur Kendaraan m 2 Jumlah Lajur Lalu Lintas Rencana n 1 Satu lajur 4,0 - 5,0 1 Dua arah, tanpa median 5,5 – 8,25 11,3 – 15,0 2 3 4 Banyak arah 8,25 – 11,25 11,3 – 15,0 15,1 – 18,75 18,8 – 22,5 3 4 5 6 CATATAN 1 Untuk jembatan tipe lain, jumlah lajur lalu lintas rencana harus ditentukan oleh instansi yang berwenang. CATATAN 2 Lebar jalur kendaraan adalah jarak minimum antara kerb atau rintangan untuk satu arah atau jarak antara kerbrintanganmedian untuk banyak arah. CATATAN 3 Lebar minimum yang aman untuk dua-lajur adalah 6,0 m. Lebar jembatan antara 5,0 m sampai 6,0 m harus dihindari oleh karena hal ini akan memberikan kesan kepada pengemud i seolah-olah memungkinkan untuk menyiap. Sumber: RSNI Standar Pembebanan untuk Jembatan 2005

II.5.2.2 Beban truk “T”

Beban truk “T” adalah satu kendaraan berat dengan 3 as yang ditempatkan pada beberapa posisi dalam lajur lalu lintas rencana RSNI 2005. Dalam perencanaan hanya diterapkan satu truk tiap lajur rencana. Jarak antara dua as truk tersebut dapat diubah-ubah 4 sampai 9 meter agar diperoleh pembebanan Universitas Sumatera Utara 20 maksimum pada arah memanjang jembatan. Besar pembebanan dapat dilihat pada gambar berikut: Gambar 2.10 Pembebanan truk “T” 500 kN [RSNI T-02-2005] Faktor penyebaran beban truk “T” pada arah melintang gelagar jembatan disajikan dalam table berikut: Tabel 2.3 Faktor Distribusi Untuk Pembebanan Truk “T” Jenis bangunan atas Jembatan jalur tunggal Jembatan jalur majemuk Pelat lantai beton di atas: - balok baja I atau balok beton pratekan - balok beton bertulang T - balok kayu S4,2 bila S3,0 m lihat catatan 1 S4,0 bila S1,8 m lihat catatan 1 S4,8 bila S3,7 m lihat catatan 1 S3,4 bila S4,3 m lihat catatan 1 S3,6 bila S3,0 m lihat catatan 1 S4,2 bila S4,9 m lihat catatan 1 Lantai papan kayu S2,4 S2,2 Lantai baja gelombang tebal 50 mm atau lebih S3,3 S2,7 Kisi-kisi baja Universitas Sumatera Utara 21 - kurang dari tebal 100 mm - tebal 100 mm atau lebih S2,6 S3,6 bila S3,6 m lihat catatan 1 S2,4 S3,0 bila S3,2 m lihat catatan 1 CATATAN 1 Dalam hal ini, beban pada tiap balok memanjang adalah reaksi beban roda dengan menganggap lantai antara gelagar ssebagai balok sederhana CATATAN 2 Geser balok dihitung untuk beban roda dengan reaksi 2S yang disebabkan oleh Sfactor ≥ 0,5 CATATAN 3 S adalah jarak rata-rata antara balok memanjang Sumber: RSNI Standar Pembebanan untuk Jembatan 2005 Kriteria pengambilan bentang efektif S adalah sebagai berikut: a. Untuk pelat lantai yang bersatu dengan balok atau dinding tanpa peninggian, S = bentang bersih b. Untuk [elat lantai yang didukung pada gelagar dari bahan berbeda atau tidak dicor menjadi kesatuan, S = bentang bersih+setengah lebar dudukan tumpuan. Faktor beban dinamis FBD merupakan hasil pengaruh antara beban kendaraan yang bergerak dengan jembatan. Untuk pembebanan truk ditetapkan sebesar 30. Harga ini dikhususkan untuk bangunan yang berada di atas permukaan tanah.

II.5.2.3 Beban lajur “D”

Beban lajur D merupakan beban yang bekerja pada seluruh lebar jalur kendaraan dan menimbulkan pengaruh pada jembatan yang ekivalen dengan suatu iring- iringan kendaraan yang sebenarnya. Besarnya beban lajur bergantung pada besarnya lebar jalur kendaraan rencana. Beban lajur D terdiri atas 2 jenis yaitu beban terbagi rata, dan beban garis.

a. Beban terbagi rata

Beban ini dilambangkan q kPa dengan intensitas beban bergantung pada panjang bentang total yang dibebani. Besarnya beban yaitu sebagai berikut: Universitas Sumatera Utara 22 L ≤ 30 m ; q = 9,0 kPa L 30 m ; q dapat dilihat pada grafik dibawah Dengan: q adalah intensitas beban terbagi rata dalam arah memanjang jembatan kPa L adalah panjang total jembatan yang dibebani meter Gambar 2.11 Beban “D”: beban terbagi rata vs panjang bentang yang dibebani [RSNI T-02-2005]

b. Beban garis