Analisis ketahanan struktur pier dan pier head P80 dan P79 terhadap gempa pada pembangunan on/off ramp barat JLNT Kampung Melayu-Tanah Abang

(1)

ANALISIS KETAHANAN STRUKTUR

PIER

DAN

PIER

HEAD

P80 DAN P79 TERHADAP GEMPA PADA

PEMBANGUNAN

ON/OFF RAMP

BARAT JLNT KAMPUNG

MELAYU-TANAH ABANG

QORI MUHAMMAD ROMDHON

DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL DAN LINGKUNGAN

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR


(2)

(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Ketahanan Struktur Pier dan Pier Head P80 dan P79 Terhadap Gempa pada Pembangunan

On/Off Ramp Barat Jlnt Kampung Melayu-Tanah Abang adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Juni 2013

Qori Muhammad Romdhon


(4)

(5)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2013

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah, dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB.

Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB.


(6)

(7)

ABSTRAK

QORI MUHAMMAD ROMDHON. Analisis Ketahanan Struktur Pier Dan Pier Head P80 Dan P79 Terhadap Gempa Pada Pembangunan On/Off Ramp Barat Jlnt Kampung Melayu-Tanah Abang. Dibimbing oleh Dr. Ir. Erizal, M.Agr. dan Muhammad Fauzan, ST, MT.

Jembatan adalah bangunan pelengkap jalan yang berfungsi melewatkan lalu lintas yang terputus pada kedua ujung jalan akibat adanya hambatan berupa sungai, saluran, kanal, selat, lembah, jalan dan jalan kereta api yang melintang. Tujuan dari penelitian ini yang pertama adalah melakukan analisis struktur dari On/Off Ramp Barat Jalan Layang Non Tol Kampung Melayu – Tanah Abang terhadap gempa dengan cara mengetahui nilai gaya-gaya dalam maksimum pada kombinasi beban ultimit. Standar beban ultimit yang digunakan berdasarkan RSNI T02-2005 dan RSNI 03-1726-2010, serta Peta Zonasi Gempa Indonesia 2010. Kedua yaitu membandingkan nilai gaya-gaya dalam maksimum pada kombinasi dengan gaya-gaya dalam nominal, khususnya beban gempa. Analisis struktur menggunakan program CSI Bridge 15 yang berdasarkan dimensi struktur, mutu beton, dan mutu baja yang terpasang di lapangan. Layout jembatan memiliki perbedaan, baik dalam potongan memanjang maupun melintang. Mutu beton yang digunakan untuk pier adalah K-350, untuk pierhead menggunakan mutu beton K-450, sedangkan untuk PCU girder menggunakan mutu beton K-600. Analisis dari CSI Bridge 15 menghasilkan nilai momen ultimit untuk pierhead P80 sebesar 86218.354 kNm, dan untuk P79 sebesar 87527.531 kNm. Momen ultimit digunakan untuk menghitung jumlah tulangan lentur. Tulangan lentur pada pierhead P80 adalah 88D32 dan untuk P79 88D32. Nilai ini sesuai dengan tulangan eksisting. Kata kunci :jembatan, gempa, pier, mutu beton, CSI Bridge 15, baja tulangan

ABSTRACT

QORI MUHAMMAD ROMDHON. The Resistance Structure Analysis Of The Pier And Pierhead P80-P79 Against Earthquake at On/Off Ramp Barat Jlnt Kampung Melayu-Tanah Abang. Guided by Dr. Ir. Erizal, M.Agr. and Muhammad Fauzan, ST, MT.

The bridge is building a functioning passing traffic on the two ends of the broken because of the barriers in the river, channel, canals, a strait, the valley, road and rail road. The purpose of this study, the first is to conduct an analysis of the structure of project “On/Off Ramp Barat Jalan Layang Non Tol Kampung Melayu – Tanah Abang” to earthquake by knowing the value of the maximum forces on the maximum load combination. Standard load ultimit used based on RSNI and RSNI T02-2005 03-1726-2010, and Indonesia Earthquake Zonation Map 2010. The second compares the value in the maximum forces in combination with the nominal styles, particularly earthquake load. The secondary Data were analyzed using the software structure of CSI Bridge 15 based on the dimensions of the structure, the quality of the concrete, and the quality of steel mounted in the field. The quality of the concrete used for the pier is K-350, to use concrete quality pierhead K-450, while PCU girder using concrete quality K-600. Analysis of Bridge 15 CSI generate value for pierhead P80 ultimit moment of 86218.354 kNm, and for P79 is 87527.531 kNm. Ultimit moments are used to calculate the amount of reinforcement bending. Reinforcement bending on the pierhead P80 is 88D32 and 88D32 for P79. This value does match the existing reinforcement.


(8)

(9)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknik

Pada

Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan

ANALISIS KETAHANAN STRUKTUR

PIER

DAN

PIER

HEAD

P80 DAN P79 TERHADAP GEMPA PADA

PEMBANGUNAN

ON/OFF RAMP

BARAT JLNT KAMPUNG

MELAYU-TANAH ABANG

QORI MUHAMMAD ROMDHON

DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL DAN LINGKUNGAN

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR


(10)

(11)

Judul Skripsi : Analisis Ketahanan Struktur Pier dan Pier Head P80 dan P79 Terhadap Gempa pada Pembangunan On/Off Ramp Barat Jlnt Kampung Melayu-Tanah Abang

Nama : Qori Muhammad Romdhon NIM : F44090039

Disetujui oleh :

Dr.Ir. Erizal, M.Agr. Pembimbing I

Muhammad Fauzan, ST., MT. Pembimbing II

Diketahui oleh

Dr. Yudi Chadirin, S.TP., M.Agr Plh. Ketua Departemen


(12)

(13)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah subhanahu wa ta’ala

karena atas segala karunia-Nya karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Maret 2013 ini ialah analisis struktur jembatan sesuai dengan Standar Nasional Indonesia (SNI), dengan judul Analisis Struktur Pier Dan Pier Head P80 Dan P79 Terhadap Gempa Pada Pembangunan On/Off Ramp Barat Jalan Layang Non Tol Kampung Melayu-Tanah Abang.

.Penulis ucapkan terima kasih kepada Bapak Dr. Ir. Erizal, M.Agr. dan Bapak Muhammad Fauzan, ST., MT. selaku pembimbing, Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah, ibu, teman-teman seperjuangan (SIL46) serta seluruh keluarga atas segala doa dan kasih sayangnya.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Juni 2013


(14)

(15)

(16)

DAFTAR ISI

PRAKATA i

DAFTAR ISI ii

DAFTAR GAMBAR iii

DAFTAR TABEL iv

DAFTAR LAMPIRAN iv

DAFTAR NOTASI iv

I. PENDAHULUAN 1

1.1 Latar Belakang 1

1.2 Tujuan Penelitian 2

1.3 Manfaat Penelitian 2

1.4 Ruang Lingkup Penelitian 2

II. TINJAUAN PUSTAKA 3

2.1 Jembatan 3

2.1.1 Struktur Jembatan 4

2.2 Standar Pembebanan 4

3.2.1 Beban Mati 5

3.2.2 Beban Mati Tambahan 6

3.2.3 Beban lalu lintas 6

3.2.4 Beban Parapet 8

3.2.5 Gaya Rem 8

3.2.6 Pengaruh Gempa 9

3.2.7 Beban Angin 9

3.2.8 Pengaruh Temperatur/Suhu 10

2.3 Desain Struktur 10

2.3.1 Perencanaan Balok terhadap Lentur 10

2.3.2 Perencanaan Balok terhadap Geser 12

2.3.3 Perencanaan Balok terhadap Puntir 12

2.3.4 Kolom 14

III. METODOLOGI 15

3.1 Waktu dan Tempat 15

3.2 Alat dan Bahan 16

3.3 Batasan Masalah 17

3.4 Tahapan Penelitian 17

3.5 Tahapan Pemodelan 17

3.5.1 Layout Jembatan 17

3.5.2 Model Deck Jembatan 17

3.5.3 Input Bearing 18

3.5.4 Input Pembebanan 18

3.5.5 Input Respon Spektrum 18

3.5.6 Output Gaya Dalam 18

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 19

4.1 Pemodelan 19

4.2 Kombinasi Pembebanan 20

4.2.1 Beban Mati Tambahan 20


(17)

iii

4.2.3 Gaya Rem 21

4.3 Respon Spektrum 22

4.4 Gaya Dalam 22

4.5 Tulangan Lentur Balok (pierhead) 23

4.5.1 Pierhead P80 23

4.5.2 Pierhead P79 24

4.6 Tulangan Geser Pierhead 26

4.6.1 Pierhead P80 26

4.6.2 Pierhead P79 27

4.7 Tulangan Puntir Pierhead 27

4.7.1 Pierhead P80 28

4.7.2 Pierhead P79 29

4.7 Tulangan Kolom / Pier 29

4.7.1 Pier P80 30

4.7.2 Pier P79 31

4.8 Tulangan Konsol Pierhead 33

4.8.1 Pier P80 33

4.8.2 Pier P79 34

V. SIMPULAN DAN SARAN 35

5.1 Simpulan 35

5.2 Saran 35

DAFTAR PUSTAKA 36

RIWAYAT HIDUP 45

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Pohon yang tumbang digunakan sebagai jembatan pada masa lampau 3

Gambar 2. Slab batu alam sebagai jembatan 4

Gambar 3. Distribusi beban “D” yang bekerja pada jembatan 7 Gambar 4. Ketentuan beban “T” yang dikerjakan pada jembatan jalan raya 8 Gambar 5. Regangan dan tegangan pada penampang beton bertulang 11

Gambar 6. Definisi Aoh 13

Gambar 7. Diagram tegangan regangan pada penampang kolom akibat beban eksentrisitas dengan tulangan pada dua sisi 14

Gambar 8. Peta / Denah Lokasi Proyek 16

Gambar 9. Diagram Alir Penelitian 19

Gambar 10.Hasil pemodelan jembatan pada CSI Bridge 15 20

Gambar 11.Peta zonasi gempa wilayah Jakarta 2010 22

Gambar 12.Respon spektrum wilayah Jakarta tahun 2010 22 Gambar 13.Diagram interaksi pier P80 pada program PCACOL (Mx) 32 Gambar 14.Diagram interaksi pier P80 pada program PCACOL (My) 32 Gambar 15.Diagram interaksi pier P79 pada program PCACOL (Mx) 33 Gambar 16.Diagram interaksi pier P79 pada program PCACOL (My) 33


(18)

iv

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Berat sendiri bahan bangunan 5

Tabel 2. Faktor beban untuk beban sendiri 6

Tabel 3. Faktor beban untuk beban mati tambahan (utilitas) 6

Tabel 4. Jumlah Lajur Lalu Lintas 7

Tabel 5. Faktor beban akibat beban lajur “D” 7

Tabel 6. Faktor Beban akibat beban “T” 8

Tabel 7. Faktor beban akibat gaya rem 9

Tabel 8. Faktor beban akibat pengaruh temperatur / suhu 10

Tabel 9. Standar Dimensi Tulangan 15

Tabel 10. Kombinasi Pembebanan 20

Tabel 11. Gaya dalam akibat beban terfaktor 23

Tabel 12. Gaya dalam akibat beban tidak terfaktor 23

Tabel 13. Hasil perhitungan tulangan lentur 26

Tabel 14. Hasil perhitungan tulangan geser 27

Tabel 15. Hasil perhitungan tulangan puntir 29

Tabel 16. Hasil perhitungan struktur kolom/pier 32

Tabel 17. Gaya dalam pada tumpuan 33

Tabel 18. Hasil perhitungan tulangan konsol pierhead 35

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Peta Zonasi Gempa Indonesia 2010 percepatan 1 detik dengan

probabilitas terlampaui 2% 37

Lampiran 2. Peta Zonasi Gempa Indonesia 2010 percepatan 0.2 detik dengan

probabilitas terlampaui 2% 38

Lampiran 3. Dimensi dan pembesian pierhead P80 39 Lampiran 4. Dimensi dan pembesian pierhead P80 40

Lampiran 5. Dimensi dan pembesian pier P80 41

Lampiran 6. Dimensi dan pembesian pier P79 42

Lampiran 7. Potongan melintang pierhead P80 43

Lampiran 8. Potongan melintang pierhead P79 44

DAFTAR NOTASI

A = luas penampang (m2)

Ab = luas koefisien bagian samping jembatan (m2)

Ao = luas bruto yang dibatasi oleh lintasan aliran geser (mm2) Acp = luas penampang keseluruan (mm2)

Act = luas bagian penampang yang dibatasi tulangan sengkang, dihitung dari posisi pusat tulangan (mm2)

Ag = luas penampang bruto (mm2)

Al = luas total minimum tulangan puntir longitudinal (mm2) Asw = luas tulangan yang membentuk sengkang tertutup (mm2)


(19)

v

As = luas tulangan pada struktur jembatan (mm2) Ast = luas tulangan (mm2)

Av = luas tulangan geser pada jarak s atau luas tulangan geser yang letaknya tegak lurus terhadap tulangan lentur (mm2)

a = jarak tulangan (mm)

b = lebar muka tekan komponen struktur (mm)

bw = lebar bagian muka web (mm) bf = lebar bagian muka fleng (mm)

C = koefisien geser dasar untuk daerah, waktu, dan kondisi setempat yang sesuai

CW = koefisien seret (1.2)

d = jarak dari serat tekan terluar ke titik berat tulangan tarik non prategang (mm)

Ec = modulus elastisitas beton (MPa) e = eksentrisitas beban

fc’ = kuat tekan beton yang disyaratkan (MPa) fy = tegangan leleh baja (MPa)

fyf = tegangan leleh tulangan puntir (MPa) fyv = tegangan leleh sengkang puntir (MPa) g = percepatan gravitasi (m/s2)

h = tinggi penampang (mm)

I = faktor kepentingan

k = faktor panjang efektif, diambil nilai sama dengan 1.0

Kh = koefisien beban gempa horisontal

Kp = kekakuan gabungan gaya horisontal yang diperlukan untuk menimbulkan satu satuan lendutan pada bagian atas pilar (kN)

L = panjang bentang jembatan (m)

Mn = momen nominal (kNm) Mu = momen ultimit (kNm)

M1b = momen ujung terfaktor kecil di dalam elemen tekan (kNm) M2b = momen ujung terfaktor besar di dalam elemen tekan (kNm) Pcp = keliling luas penampang keseluruhan (mm)

p = nilai BGT dari pembebanan lajur “D”

ph = keliling dari pusat garis tulangan sengkang puntir terluar (mm) q = nilai BTR dari pembebanan lajur “D”

r = radius girasi, diambil 0.3 kali dimensi total dalam arah stabilitas yang ditinjau untuk struktur tekan persegi, dan 0.25 kali diameter untuk komponen struktur tekan yang berbentuk lingkaran.

S = bentang tulangan torsi (mm)

S = faktor tipe bangunan

s = jarak antar tulangan geser atau puntir dalam arah sejajar dengan tulangan longitudinal (mm)

Sa = koefisien dasar gempa

SDS = desain parameter akselerasi respon spektral gempa pada periode pendek SD1 = desain parameter akselerasi respon spektral gempa pada periode 1 detik SMS = akselerasi respon spektral puncak pada periode pendek

SM1 = akselerasi respon spektral puncak pada periode 1 detik Ss = percepatan batuan dasar periode pendek


(20)

vi S1 = percepatan batuan dasar periode 1 detik

T = kuat puntir perlu (kNm)

T = waktu getaran dalam detik untuk free body pilar dengan derajat kebebasan tunggal pada jembatan bentang sederhana

Tb = gaya rem (kN)

Tc = kuat puntir nominal yang disebabkan oleh beton (kNm) T*EQ = gaya geser dasar total dalam arah yang ditinjau (kN) TEW = gaya nominal angin (kN)

Tn = kuat puntir nominal (kNm)

Ts = kuat puntir nominal yang disebabkan oleh tulangan (kNm) Vc = kuat geser nominal yang disebabkan oleh beton (kN) Vn = kuat geser nominal (kN)

Vs = kuat geser nominal yang disebabkan oleh tulangan (kN) VW = kecepatan angin rencana (m/s)

W = berat struktur (kN)

Wc = berat komponen persatuan volume (kN/m3) wc = berat jenis beton (kN/m3)

WT = berat total nominal bangunan yang mempengaruhi percepatan gempa, diambil sebagai beban mati ditambah beban tambahan (kN)

WTP = berat total nominal bangunan atas termasuk beban mati tambahan ditambah setengah berat dari pilar (bila perlu dipertimbangkan) (kN)

y1 = jarak dari sumbu pusat penampang utuh ke serat tarik terluar (mm) ϴ = 45o untuk komponen struktur non prategang

Φ = faktor reduksi kekuatan, 0.8 untuk kekuatan lentur struktur non prategang dan 0.7 untuk kuat geser dan puntir pada struktur non prategang


(21)

(22)

(23)

1

I.

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Zaman globalisasi seperti saat ini transportasi dan perekonomian merupakan dua hal yang sangat menentukan kemajuan dari suatu daerah bahkan negara, oleh karena itu kedua hal ini tidak dapat dipisahkan, khususnya Indonesia yang merupakan negara berkembang yang sedang meningkatkan perekonomiannya. Kedua hal ini saling berkaitan satu sama lain. Perekonomian akan meningkat dan berjalan lancar jika didukung dengan sarana transportasi yang baik, nyaman dan aman. Terhambatnya kegiatan transportasi seperti kemacetan tentu saja akan menghambat kegiatan perekonomian, maka dari itu sarana transportasi sebaiknya mendapatkan perlakuan yang lebih.

Transportasi yang ada di Indonesia terbagi menjadi tiga, yaitu transportasi darat, laut dan udara. Transportasi darat adalah tipe transportasi yang akan ditinjau pada penelitian nanti. Transportasi darat atau ground trasnport adalah salah satu jenis transportasi yang banyak digunakan baik oleh pelaku usaha, individu maupun pemerintahan untuk mmenunjang kegiatannya. Di pulau Jawa, terutama Jakarta, lajur darat merupakan lajur yang sangat didominasi oleh para pelaku usaha, individu maupun pemerintahan, sehingga kepadatan dan kemacetan menjadi pemandangan yang lazim di Ibukota negara Indonesia ini. Kemacetan akan berdampak pada terhambatnya perekonomian di Indonesia, khususnya di Jakarta.

Jakarta merupakan salah satu kota di Indonesia yang memiliki kepadatan penduduknya tinggi. Selain itu kendaraan yang menggunakan sarana transportasi darat yaitu jalan raya jumlahnya sangat besar. Luas jalan raya di Jakarta tidak dapat menampung jumlah kendaraan yang ada.

Jalan layang atau fly over adalah salah satu cara untuk mengurangi tingkat kemacetan di Jakarta. Jalan layang juga dipilih karena pembangunan jalan layang ini tidak perlu area baru, sehingga tidak perlu adanya pembebasan lahan untuk jalan raya. Jalan layang non tol Kampung Melayu - Tanah Abang merupakan solusi untuk mengurangi kemacetan yang terjadi di daerah Kampung Melayu hingga Tanah Abang. Jalan layang ini akan menjadi sangat vital fungsinya untuk menangani masalah kemacetan di daerah Kampung Melayu sampai Tanah Abang, karena lajur ini berdiri di atas lajur padat yaitu Casablanca dan Jalan Sudirman, sehingga bagi pengendara dari arah Kampung Melayu menuju Tanah Abang tidak perlu melewati jalan Casablanca, begitu pula sebaliknya.

Pembebanan pada jalan layang non tol ini mengacu pada “Standar Pembebanan Untuk Jembatan” dalam RSNI T-02-2005 dengan tambahan peraturan mengenai beban gempa yang terdapat “Standar Perencanaan Ketahanan Gempa Untuk Struktur Bangunan Gedung dan Non Gedung” RSNI 03-1726-2010 serta Peta Zonasi Gempa Indonesia 2010.

Beban gempa merupakan beban yang sangat berbahaya bagi suatu struktur, baik gedung maupun jembatan atau jalan layang, karena beban gempa adalah beban yang memiliki periode, sehingga dapat menyebabkan struktur bergoyang secara berulang-ulang baik teratur maupun tidak teratur. Jika hal ini terjadi secara terus-menerus, maka struktur tersebut akan mengalami keruntuhan tergantung beban gempa yang dialami oleh struktur tersebut.


(24)

2

Peta Zonasi Gempa Indonesia 2010 ini telah diresmikan oleh Kementrian Pekerjaan Umum, dimana di dalamnya telah dimasukkan sesar-sesar aktif di daratan yang tidak dimasukkan ke dalam Peta Zonasi Gempa Indonesia sebelumnya Peta Zonasi Gempa Indonesia 2002. Peta baru ini juga telah mengacu pada International Building Code 2006 serta analisis sumber gempa tiga dimensi dengan periode ulang 475 tahun dan 2475 tahun untuk peak ground acceleration

(PGA), respons spektral percepatan pada batuan dasar periode pendek 0.2 detik dan periode panjang 1 detik

1.2 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah melakukan analisis ketahanan struktur dari

On/Off Ramp Barat Jalan Layang Non Tol Kampung Melayu – Tanah Abang terhadap gempa dengan cara :

1. Mengetahui nilai gaya-gaya dalam maksimum pada kombinasi beban ultimit berdasarkan “Standar Pembebanan Untuk Jembatan” RSNI T02-2005 dan “Standar Perencanaan Ketahanan Gempa Untuk Struktur Bangunan Gedung dan Non Gedung” RSNI 03-1726-2010 serta Peta Zonasi Gempa Indonesia 2010.

2. Mengetahui dimensi dan banyaknya tulangan lentur, geser, dan puntir yang dibutuhkan pada struktur pierhead P80 dan 79, dan pier P80 dan 79.

3. Membandingkan tulangan eksisting dengan hasil perhitungan ketahanan tehadap gempa.

1.3 Manfaat Penelitian

Penelitian ini sangat bermanfaat bagi mahasiswa sebagai sarana untuk mengaplikasikan ilmu-ilmu Teknik Sipil dan Lingkungan yang diperoleh selama mengikuti perkulian dan hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai masukan untuk pihak-pihak yang terkait dalam pelaksanaan pembangunan On/off Ramp Barat Jalan Layang Non Tol Kampung Melayu – Tanah Abang, atau dapat juga menjadi pertimbangan untuk penelitian-penelitian berikutnya.

1.4 Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup dari penelitian ini meliputi struktur bawah yaitu pier dan pier head dP80 dan P79 pada proyek pembangunan On/Off Ramp BaratJalan Layang Non Tol Kampung Melayu - Tanah Abang, serta gempa dinamis (spektrum respons) dengan probabilitas terlampaui 2% dalam 50 tahun (periode ulang 2475 tahun).


(25)

3

II.

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Jembatan

Jembatan mempunyai arti penting bagi setiap orang. Akan tetapi tingkat kepentingannya tidak sama bagi tiap orang, sehingga akan menjadi suatu bahan studi yang menarik (Bambang 2000). Pengertian jembatan secara umum adalah suatu konstruksi yang berfungsi untuk menghubungkan dua bagian jalan yang terputus oleh adanya rintangan-rintangan seperti lembah yang dalam, alur sungai, danau, saluran irigasi, jalan kereta api, jalan raya yang melintang tidak sebidang, dan lain sebagainya. Jembatan juga dapat diartikan sebagai bangunan pelengkap jalan yang berfungsi melewatkan lalu lintas yang terputus pada kedua ujung jalan akibat adanya hambatan berupa sungai, saluran, kanal, selat, lembah serta jalan dan jalan kereta api yang menyilang (Tata Cara Perencanaan Jembatan Penyeberangan Untuk Pejalan Kaki di Perkotaan 1995).

Sejarah jembatan dapat dikatakan sejalan dengan waktu sejarah peradaban manusia. Akan tetapi keberhasilan di bidang teknik jembatan bukan berarti suatu hal yang mudah untuk menjadi seperti sekarang ini. Jembatan, sebagaimana bidang keteknikan lainnya khususnya teknik struktur (structure engineering), diawali dengan proses “cut and try”, atau banyak orang mengatakan proses “try and fail” (Bambang 2000).

Sebagai awalnya digunakan metode empiris. Sebelumnya para perencana membuat beberapa perkiraan-perkiraan intelegensi tentang kekuatan bahan dalam membangun jembatan yang sesuai. Bebeapa abad lampau sebelum manusia mengategorikan lima tipe jembatan, yaitu balok (beam), kantilever (cantilever), pelengkung (arch), kabel gantung (suspension) dan rangka (truss). Empat tipe pertama jembatan diilhami dari kehidupan sebelum Masehi (Bambang 2000).

Contoh dari jembatan balok sederhana (simple beam bridge) adalah dari batang pohon yang tumbang melintang di atas sungai (Gambar 1). Perkembangan selanjutnya digunakan slab-slab batu alam sebagai bahan untuk struktur jembatan (Gambar 2).

Sumber : Bambang 2000.


(26)

4

2.1.1 Struktur Jembatan

Secara umum struktur jembatan terdiri dari bagian-bagian yang saling berkaitan satu sama lain, sehingga tidak dapat dipisahkan dan bekerja secara berkesinambungan satu sama lain.

a. Struktur Atas (Superstructures)

Struktur atas atau bangunan atas dari jembatan adalah bagian struktur dari jembatan yang langsung memikul gaya-gaya dari beban lalu lintas serta meneruskan gaya-gaya tersebut ke struktur bawah melalui struktur perletakan. b. Struktur Perletakan

Struktur perletakan adalah bagian dari struktur jembatan yang berfungsi meneruskan beban dari gaya-gaya yang berasal dari struktur atas ke struktur bawah.

c. Struktur Bawah (Substructures)

Struktur bawah atau bangunan bawah dari jembatan adalah bagian dari struktur jembatan yang berfungsi untuk memikul gaya-gaya yang berasal dari bangunan atas serta melimpahkan gaya-gaya tersebut ke pondasi yang kemudian diteruskan ke tanah.

d. Pilar (Pier)

Pilar atau pier adalah bangunan bawah yang berfungsi memikul gaya-gaya yang bekerja pada ujung0ujung bentang tengah atau ujung-ujung bentang tena dan bentang tepi bangunan atas.

e. Kepala Jembatan (Pier Head)

Kepala jembata atau pier head adalah bangunan bawah yang berfungsi memikul gaya-gaya yang bekerja pada ujung-ujung bentang tepi bangunan atas.

Gambar 2. Slab batu alam sebagai jembatan

2.2 Standar Pembebanan

Beban adalah suatu sistem beban-beban yang harus digunakan dalam perencanaan teknik elemen struktur, sehingga jembatan dapat berfungsi dan memenuhi ketentuan kekuatan, keamanan dan kemantapan sealam masa pelayan yang direncanakan. Standar pembebanan yang digunakan adalah “Standar Pembebanan Untuk Jembatan” RSNI T-02-2005. Standar ini dipersiapkan oleh Panitia Teknik Standarisasi Bidang Konstruksi dan Bangunan melalui Gugus


(27)

5

Kerja Bidang Prasarana Transportasi Balai Jembatan dan Bangunan Pelengkap Jalan pada Sub Panitia Teknik Standarisasi Badan Litbang Departemen Pekerjaan Umum (eks. Departemen Pemukiman dan Prasarana Wilayah).

Standar ini merupakan revisi dari SNI 03-1725-1989 yang membahas masalah beban dan aksi-aksi lainnya yang akan digunakan dalam merencakan pembebaban pada jembatan jalan raya, termasuk jembatah penyebrangan dan bangunan-bangunan sekunder lainnya. Beban yang terjadi pada struktur jembatan dapat dikategorikan sebagai berikut :

3.2.1 Beban Mati

Beban mati adalah beban yang berasal dari berat sendiri jembatan atau material struktur jembatan yang digunakan, termasuk segala komponen tambahan yang dianggap merupakan satu kesatuan tetap dengannya. Untuk menentukan berat dari setiap material, maka harus digunakan nilai berat isi untuk bahan-bahan bangunan yang digunakan tersebut sesuai dengan ketentuan. Berat sendiri dari bahan bangunan atau material menurut PPIUG tahun 1983 dapat dilihat pada Tabel 1.

Dalam “Standar Pembebanan Untuk Jembatan” RSNI T-02-2005, beban mati atau berat sendiri harus dikalikan dengan faktor beban-beban sendiri yang tercantum pada Tabel 2.

Tabel 1. Berat sendiri bahan bangunan

BAHAN BANGUNAN Berat (kg/m3)

Baja 7850

Batu Alam 2600

Batu belah, batu bulat, batu gunung (berat tumpuk)

1500

Batu karang (berat tumpuk) 700

Batu pecah 1450

Besi tuang 7250

Beton (1) 2200

Beton bertulang (2) 2400

Kayu (kelas I) (3) 1000

Kerikil, koral (kering udara sampai lembab, tanpa diayak)

1650

Pasangan batu merah 1700

Pasangan batu belah, batu belat, batu gung 2200

Pasagan batu cetak 2200

Pasangan batu karang 1450

Pasir (kering udara sampai lembab) 1600

Pasir kerikil, koral (kering udara sampai lembab) 1850

Tanah lempung dan lanau (basah) 2000

Tanah lempung dan lanau (kering udara sampai lembab)

1700

Pasir (jenuh air) 1800

Tanah hitam (tumbel) 11400


(28)

6

Tabel 2. Faktor beban untuk beban sendiri Jangka

Waktu

Faktor Beban

SMS (Layan) UMS (Ultimit)

Biasa Terkurangi

Tetap

Baja, aluminium Beton pracetak Beton dicor ditempat Kayu 1.0 1.0 1.0 1.0 1.1 1.2 1.3 1.4 0.9 0.85 0.75 0.7 Sumber : RSNI T-02-2005

3.2.2 Beban Mati Tambahan

Beban mati tambahan adalah berat keseluruhan bahan yang digunakan untuk pembuatan jembatan yang merupakan elemen non struktural dan besarnya dapat berubah selama umur jembatan. Semua jembatan harus direncanakan dapa memikul berat tambahan berupa aspal beton yang tebalnya 50 mm untuk pelapisan atau perbaikann lapisan aspal di kemudian hari. Lapisan ini harus ditambahkan pada lapisan permukaan yang lama yang tercantum pada gambar. Pelapisan yang diizinkan merupakan beban nominal yang dikaitkan dengan faktor beban untuk mendapatkan beban rencana. Tabel 3 di bawah ini merupakan daftar faktor beban untuk beban mati tambahan.

Tabel 3. Faktor beban untuk beban mati tambahan (utilitas) Jangka

Waktu

Faktor Beban SMS (Layan)

UMA (Ultimit)

Biasa Terkurangi Tetap Keadaan umum

Keadaan khusus 1.0* 1.0 2.0 1.4 0.7 0.8 Catatan : *faktor beban daya layan 1,3 digunakan untuk berat utilitas

Sumber : RSNI T-02-2005 3.2.3 Beban lalu lintas

Beban lalu lintas adalah beban yang diakibatkan oleh beban lajur yang selanjutnya disebut “D” dan beban kendaraan terutama truk atau beban “T”. Beban lalu luntas yang ditimbulkan oleh beban “D” merupakan beban merata pada seluruh lebar lajur kendaraan, sedangkan beban lalu lintas yang ditimbulkan oleh beban truk “T” yang bersifat beban terpusat.

Beban “T” adalah beban satu kendaraan yang memiliki tiga as roda yang ditempatkan di beberapa titik dalam lajur lalu lintas rencana. Setiap as memiliki dua bidang kontak pembebanan yang dimaksud sebagai simulasi pengaruh kendaraan berat. Beban kendaraan diperkirakan dengan beban truk karena beban truk lebih besar dibandingkan dengan beban kendaraan lainnya seperti beban kendaraan minibus, sedan, sepeda motor dan lainnya.

a. Beban “D”

Beban “D” mempunyai lebar minimum 2.75 meter dan lebar maksimum 3.75 meter untuk setiap lajur lalu lintas. Lebar lajur maksimum ini digunakan untuk menentukan beban “D” per lajur. Jumlah lajur lalu lintas untuk lantai kendaraan dengan lebar 5.50 meter atau lebih ditentukan menurut Tabel 4 di bawah ini.

Beban lajur digunakan sebagai acuan untuk perhitungan kekuatan gelagar-gelagar. Beban lajur “D” adalah susunan beban pada setiap lajur lalu lintas yang


(29)

7

terdri dari beban merata atau beban “q” ton per meter panjang per lajur, dan beban garis “P” ton per lajur lalu lintas yang direncanakan. Beban garis “P” diletakkan tegak lurus terhadap arah laju lalu lintas. Distribusi untuk beban “D” dapat dilihat pada Gambar 3.

Tabel 4. Jumlah Lajur Lalu Lintas

Lebar lantai kendaraan Jumlah Lajur Lalu Lintas 5.50 m sampai dengan 8.25 m

Lebih dari 8.25 m sampai dengan 11.25 m Lebih dari 11.25 m sampai dengan 15.00 m Lebih dari 15.00 m sampai dengan 18.75 m Lebih dari 18.75 m sampai dengan 32.50 m

2 3 4 5 6 Sumber : Bambang, 2007

Sumber : RSNI T-02-2005

Gambar 3. Distribusi beban “D” yang bekerja pada jembatan Besarnya beban “q” ditentukan dengan persamaan sebagai berikut :

= 9 kPa ; untuk L ≤ 30 m ... (1)

q = 9 × 0.5 + kPa; untuk L ≥ 30 m ... (2) dimana L adalah panjang bentang jembatan (m)

Distribusi beban “D” harus dikalikan dengan faktor beban akibat beban itu sendiri yang diatur dalam “Standar Pembebanan Untuk Jembatan” RSNI T-02-2005 seperti pada Tabel 5.

Distribusi beban “D” diperhitungkan untuk menghasilkan pengaruh terbesar dalam perhitungan momen dan geser maksimum arah longitudinal pada gelagar jembatan akibat pengaruh beban “D” pada seluruh balok jembatan (tidak termasuk beban kerb/parapet, trotoar dan sandaran).

Tabel 5. Faktor beban akibat beban lajur “D”

Jangka Waktu Faktor Beban

STD (Layan) UTD (Ultimit)

Transien 1.0 1.8


(30)

8

b. Beban “T”

Beban “T” adalah beban yang ditimbulkan oleh kendaraan terutama truk yang mempunyai beban roda ganda (dual wheel load) sebesar 50 ton dan panjang berkisar antara 4 sampai dengan 9 meter, dengan ukuran-ukuran serta kedudukan seperti tertera pada Gambar 4 di bawah ini.

Gambar 4. Ketentuan beban “T” yang dikerjakan pada jembatan jalan raya

Sama seperti beban-beban yang lainnya, beban truk juga harus dikalikan dengan faktor yang telah ditentukan dalam RSNI T-02-2005 seperti yang tertera pada Tabel 6.

Tabel 6. Faktor Beban akibat beban “T”

Jangka Waktu Faktor Beban

STT (Layan) UTT (Ultimit)

Transien 1.0 1.8

Sumber : RSNI T-02-2005 3.2.4 Beban Parapet

Parapet adalah pagar jembatan atau pembatas jalan yang terbuat dari beton. Konstruksi parapet harus diperhitungkan terhadap beban yang bekerja pada jembatan. Beban parapet ini setara dengan beban beton bertulang, karena parapet yang digunakan terbuat dari campuran beton bertulang. Sehingga berat jenis dari parapet 2400 kg/m3. Beban parapet ini disimulasikan sebagai beban merata pada setiap sisi lajur lalu lintas sepanjang bentang jembatan.

3.2.5 Gaya Rem

Gaya rem adalah gaya yang bekerja di arah memanjang jembatan yang harus ditinjau untuk kedua rah lajur lalu lintas. Pengaruh ini diperhitungkan senilai dengan gaya rem sebesar 5% dari beban lajur “D” yang dianggap ada pada semua lajur lalu lintas tanpa dikalikan dengan faktor beban dinamis dan dalam satu juruan. Gaya rem tersebut disimulasikan bekerja horisontal dalam arah sumbu jembatan dengan titik tangkap setinggi 1.8 m dia atas dasar penampang roda kendaraan.

Gaya rem ini tidak dapat digunakan tanpa memperhitungkan pengaruh beban lalu lintas sumbu vertikal, karena dalam hal ini beban lalu lintas pada sumbu vertikal akan mengurangi pengaruh dari gaya rem, maka faktor beban


(31)

9

ultimit terkurangi sebesar 40% boleh digunakan untuk pengaruh beban lalu lintas pada sumbu vertikal.

Tabel 7. Faktor beban akibat gaya rem

Jangka Waktu Faktor Beban

STB (Layan) UTB (Ultimit)

Transien 1.0 1.8

Sumber : RSNI T-02-2005 3.2.6 Pengaruh Gempa

Jembatan-jembatan yang akan dibangun pada daerah-daerah yang diperkirakan terjadi pengaruh-pengaruh dari gempa bumi sesuai dengan “Standar Perencanaan Ketahanan Gempa Untuk Struktur Bangunan Gedung dan Non Gedung” RSNI 03-1726-2010 serta Peta Zonasi Gempa Indonesia 2010. Pengaruh-pengaruh gempa bumi pada jembatan dihitung senilai dengan pengaruh suatu gaya horisontal pada konstruksi yang ditinjau dan gaya-gaya lain yang berpengaruh seperti gaya gesek pada perletakan, tekanan hidro-dinamik akibat gempa.

Beban rencana gempa minimum diperoleh dengan persamaan berikut : ∗ = ( kN) ... ( 3) dimana,

= ( kN/ m) ... ( 4)

Daerah gempa fleksibilitas tanah di bawah permukaan dan waktu getaran adalah penentu untuk koefisien geser dasar C. Peta Zonasi Gempa Indonesia 2010 digunakan sebagai acuan untuk menentukan pembagian daerah gempa. Selain waktu getaran dari dasar getaran jebatan yang digunakan untuk menghitung geser dasar juga harus ditinjau dan diperhitungkan dari analisa seluruh elemen bangunan yang memberikan kekakuan dan fleksibilitas dari sistem pondasi yang digunakan.

Waktu getar untuk bangunan yang memiliki satu derajat kebebasan yang sederhana dapat dihitung dengan persamaan berikut :

= 2 ( detik) ... ( 5)

Untuk setiap arah baik memanjang maupun melintang untuk setiap jembatan memiliki waktu getar yang berbeda-beda, sehingga beban rencana ekuivalen harus dihitung untuk masing-masing arah tersebut.

3.2.7 Beban Angin

Pengaruh lainnya yang harus diperhitungkan adalah pengaruh dari beban angin. Pengaruh beban angin adalah sebesar 150 kg/m2 pada jembatan ditinjau berdasarkan bekerjanya beban angin horisontal terbagi rata pada bidang vertikal jembatan, dalam arah tegak lurus sumbu memanjang jembatan (Bambang 2000).

Pengaruh angin juga dianggap bekerja secara merata pada seluruh bangunan atas. Apabila suatu kendaraan sedang berada di atas jembatan, beban garis merata tambahan arah horisontal harus diterapkan pada permukaan lantai seperti yang diberikan dengan persamaan :


(32)

10

= 0.0012 ( ) ( kN) ... ( 6)

dimana :

Cw = 1,2

3.2.8 Pengaruh Temperatur/Suhu

Peninjauan beban juga dilakukan terhadap timbulnya tegangan-tegangan struktural karena adanya perubahan bentuk akibat perbedaan suhu antara bagian-bagian jembatan, baik yang menggunakan bahan yang sama maupun dengan bahan yang berbeda (Bambang 2000).

Pada ummumnya pengaruh peredaan suhu tersebut dapat dihitung dengan mengambil perbedaan suhu :

a. Bangunan baja :

- Perbedaan suhu maksimum – minimum = 30 oC

- Perbedaan suhu antara bagian-bagian jembatan = 15 oC b. Bangunan beton ;

- Perbedaan suhu maksimum – minimum = 15 oC

- Perbedaan suhu antara bagian-bagian jembatan < 10 oC, tergantung dimensi penampang.

Tabel 8. Faktor beban akibat pengaruh temperatur / suhu

Jangka Waktu Faktor Beban

SET (Layan) UET (Ultimit)

Biasa Terkurangi

Transien 1.0 1.2 0.8

Sumber : RSNI T-02-2005 2.3 Desain Struktur

Perhitungan analisis tulangan beton bertulang mengacu kepada RSNI T-12-2004 dan RSNI 03-3847-2002. Perhitungan analisis ini dilakukan berdasarkan nilai-nilai momen maksimum, gaya geser maksimum dan torsi maksimum hasil analisis program CSI Bridge 15. Seluruh nilai yang ada disesuaikan dengan faktor-faktor dan perhitungannya sesuai dengan standar yang ada di Indonesia.

2.3.1 Perencanaan Balok terhadap Lentur

Balok didefinisikan sebagai salah satu dari elemen struktur portal yang arahnya horizontal. Portal merupakan kerangka utama dari struktur bangunan, khususnya bangunan gedung. Balok lentur dapat diartikan sebagai struktur balok yang diberi beban lentur dan mengakibatkan balok tersebut menerima momen lentur, sehingga akan terjadi deformasi atau regangan lentur dalam balok itu sendiri. Kekuatan lentur balok beton bertulang harus direncanakan dengan menggunakan cara ultimit. Perencanaan tulangan akibat lentur didasari persamaan di bawah ini :

≤ ∅ ... (7) Momen nominal Mn didapatkan momen akibat tulangan lentur rencana.


(33)

11

a. Asumsi Perencanaan

Perhitungan kekuatan dari suatu penampang yang menerima beban lentur harus memperhitungkan keseimbangan dari tegangan dan kompatibilitas regangan, serta konsisten dengan anggapan :

- Bidang rata yang tegak lurus sumbu tetap rata setelah mengalami lentur; - Beton tidak diperhitungkan dalam memikul tegangan tarik;

- Distribusi tegangan tekan ditentukan dari hubungan tegangan-regangan beton;

- Regangan batas beton yang tertekan diambil sebesar 0.003.

Hubungan distribusi tegangan tekan beton dan regangan dapat dianggap dipenuhi oleh distribusi tegangan beton persegi ekivalen yang diasumsikan bahwa tegangan beton besarnya :

0.85 x fc’ ... ( 8)

Sumber : RSNI T-12-2004

Gambar 5. Regangan dan tegangan pada penampang beton bertulang

Faktor β1 harus diambil sebesar :

= 0.85 ; Untukfc’≤ 30 MPa ... ( 9)

= 0.85−0.008( −30) ; Untukfc’> 30 MPa ... ( 10)

nilai β1 pada persamaan 6 tidak boleh diambil kurang dari 0.65. b. Syarat Tulangan Minimum

Pada struktur jembatan yang ditinjau memiliki jenis balok T. Balok T dengan bagian sayap tertarik, As mintidak boleh kurang dari nilai terkecil diantara :

= ... (11)

dan

= ... (12)

c. Syarat Tulangan Maksimum

Komponen struktur lentur atau komponen struktur yang dibebani kombinasi lentur dan aksial tekan dimana kuat tekan rencana ρPn kurang dari nilai yang terkecil antara 0.1 fc’Ag dan ρPb. Rasio tulangan ρ tidak boleh lebih dari 0.75 dari rasio ρb yang menghasilkan kondisi regangan batas berimbang untuk penampang. Komponen struktur beton dengan tulangan tekan, nilai ρb tidak perlu direduksi dengan faktor 0.75.


(34)

12

Jarak tulangan rencana harus cukup memadai untuk penempatan penggetar dan memungkin ukuran terbesar dari agregat kasar dapat bergerak saat digetarkan. Jarak bersih minimum antara tulangan sejajar, serikat tulangan dan sejenisnya tidak boleh kurag dari :

1) 1.5 kali ukuran nominal maksimum agregat; 2) 1.5 kali diameter tulangan; atau

3) 40 mm.

2.3.2 Perencanaan Balok terhadap Geser

Perencanaan penampang akibat gaya geser harus didasarkan pada : ≤ ∅ ... (13) dimana Vu adalah gaya geser terfaktor pada penampang yang ditinjau, dan Vn adalah kuat geser nominal yang dihitung dari :

= + ... (14)

Vc adalah kuat geser nominal yang disumbangkan oleh beton, dan Vs adalah kuat geser nominal yang disumbangkan oleh tulangan geser.

Kuat geser Vc untuk komponen struktur yang hanya dibebani oleh geser dan lentur (non-prategang) dalah dihitung dengan persamaan :

= ... (15)

Syarat dari tulangan geser diantaranya :

1) Apabila 0.5ϕVc < VuϕVc, maka harus dipasang tulangan minimum sesuai persamaan 15.

2) Tulangan geser minimum ini dapat diabaikan jika kekuatan geser terfaktor Vu ≤ 0.5ϕVc, atau bila VuϕVc dan tinggi total balok tidak melampaui nilai terbesar dari 250 mm, 2.5hf atau setengah dari lebar bagian badan.

3) Apabila Vu > ϕVc, maka tulangan geser harus dipasang sesuai dengan perencanaan tulangan geser.

Tulangan geser yang diperlukan untuk menahan gaya geser, maka batas spasi maksimum smax dan luas tulangan geser Av dapat dihitung dengan persamaan di bawah ini :

= ... (16) dimana :

smax = ; atau 600 mm (ambil nilai paling kecil) bila ≤ smax = ; atau 300 mm (ambil nilai paling kecil) bila > nilai dari Vsdalam segala hal tidak boleh lebih dari .

Luas minimum dari tulangan geser (Av)yang diperlukan dapat dihitung dari,

( ) = ... (17)

2.3.3 Perencanaan Balok terhadap Puntir

Torsi dapat diartikan sebagai momen yang bekerja pad sumbu longitudinal balok. Torsi dapat terjadi akibat adanya beban eksentrik yang bekerja pada balok


(35)

13

tersebut. Pengaruh torsi pada suatu penampang dapat menimbulkan tegangan geser yang berlebihan dan akan menyebabkan keretakan pada penampang apabila tidak diberi tulangan secara khusus. Tulangan puntir diperlukan apabila :

≤ ∅ = ∅ ... (18)

dimana nilai kuat puntir nominal Tn bisa didapat dari penjumlahan dari nilai puntir nominal yang disumbangkan oleh beton Tc dan puntir tulangan Ts.

Tulangan puntir tidak diperlukan apabila :

∅ < 0.25 ... (19) atau

∅ + ∅ ≤1 ... (20)

Berdasarkan SNI 03-2847-2002 nilai kuat nominal puntir Tn juga dapat dihitung dengan persamaan (20) :

= cot ... (21)

= ... (22)

= 0.85 ... (23) Keterangan :

ϴ = 45o untuk komponen struktur non prategang.

Nilai Aoh adalah luas penampang balok yang dibatasi sampai batas terluar tulangan, seperti yang terlihat pada Gambar 6.

Sumber : SNI 03-2847-2002 Gambar 6. Definisi Aoh

Nilai luas total minimum tulangan puntir longitudinal dapat dihitung menggunakan persamaan di bawah ini :


(36)

14

= cos ... (24)

Keliling pusat garis tulangan puntir ph dapat dihitung dengan persamaan :

= 2( −( 2 ) ) + 2(ℎ −( 2 ) ) ... (25)

Jumlah tulangan puntir yang diperlukan dalam suatu struktur beton bertulang dapat dihitung menggunakan persamaan :

= ... (26)

2.3.4 Kolom

Kolom adalah komponen struktur bangunan yang fungsi utamanya sebagai penyangga beban aksial desak vertikal. Kolom beton bertulang mempunyai tulangan baja longitudinal yang paralel dengan arah kerja beban dan disusun menurut pola dari bentuk kolom itu sendiri. Tulangan baja pada kolom lazimnya diikat dengan tulanngan melintang yang ditempatkan sesuai interval tertentu dan tulangan ini disebut dengan tulangan sengkang. Tulangan sengkang ini berfungsi untuk mengurangi bahaya pecah (splitting) beton yang dapat mempengaruhi daktilitas kolom tersebut, selain itu untuk mengatur bentuk dan jarak antar tulangan utama, sehingga tulangan utama tidak bergeser pada saat pengecoran.

Kolom yang diberi gaya eksentrisitas pada tingkat beban ultimit pada umumnya tulangan tekannya akan mencapai tegangan leleh, kecuali jika beban tersebut kecil dan menggunakan baja mutu tinggi atau dimensi kolom diperkecil. Sehingga diasumsikan bahwa baja tulangan tekan sudah leleh, kemudian regangannya diperiksa dan harus memenuhi syarat dari 0.85 fc’. Diagram tegangan regangan pada penampang kolom dapat dilihat pada Gambar 7.

Sumber : Bambang, 2010

Gambar 7. Diagram tegangan regangan pada penampang kolom akibat beban eksentrisitas dengan tulangan pada dua sisi


(37)

15

Kolom terbagi menjadi dua, yaitu kolom pendek dan kolom langsing. Kolom pendek adalah kolom yang memiliki kelangsingan kecil, sedangkan kolom langsing adalah kolom yang memiliki kelangsingan besar. Tingkat kelangsingan suatu kolom didapatkan menggunakan persamaan di bawah ini :

... (27)

Menurut ketentuan SNI 03-2847-2002 suatu kolom dapat diabaikan efek kelangsingannya apabila rasio kelangsingan memenuhi persamaan (28).

< 34−12 ... (28)

Analisis tulangan pada kolom dilakukan dengan menggunakan bantuan

software PCACOL dengan menginputkan nomor tulangan sesuai dengan Tabel 9. Keluaran yang dihasilkan dari PCACOL berupa diagram interaksi dan hubungan dengan tingkat kemananan tulangan kolom terhadap momen dan beban aksial terbesar yang terjadi.

Sebelum diinputkan ke PCACOL, tulangan memanjang kolom harus memenuhi syarat-syarat berikut :

1) Luas tulangan kolom yang digunakan tidak kurang dari 1% Ag dan juga tidak lebih dari 8% Ag.

2) Kelompok tulangan arah memanjang yang sejajar bekerja sebagai satu kesatuan, sehingga harus mempunyai tidak lebih dari 4 tulangan dalam setiap kelompok dan harus disatukan.

Tabel 9. Standar Dimensi Tulangan

Nomor Bar Dimensi nominal

Diameter (in) Luas Penampang (sq.in) Perimeter (in) 3 4 5 6 7 8 9 11 0.375 0.500 0.625 0.750 0.875 1.000 1.128 1.410 0.11 0.20 0.31 0.44 0.60 0.79 1.00 1.56 1.178 1.571 1.963 2.356 2.749 3.142 3.544 4.430 Sumber : ACI 318-71

III.

METODOLOGI

3.1 Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilakukan di lokasi pembangunan Proyek On/Off Ramp Barat Jalan Layang Non Tol Kampung Melayu – Tanah Abang (Jalan K.H. Mas Mansyur) Tahap I yang dimulai dari ruas Jalan Casablanca dan berakhir di Jalan K.H. Mas Mansyur seperti terlihat pada Gambar 8. Jalan layang ini dibangun untuk memudahkan akses kendaraan dari daerah Casablanca menuju ke daerah karet dan sebaliknya dan diharapkan dapat mengurangi kemacetan.


(38)

16

Sumber : Dokumen Proyek Gambar 8. Peta / Denah Lokasi Proyek

Paket on/off ramp barat merupakan salah satu paket dari kegiatan Pembangunan jalan layang non tol Kampung Melayu – Tanah Abang dengan penyedia jasa konstruksi / kontraktor PT. Nindya Karya (Persero), sehingga dengan adanya pembangunan proyek jalan layang non tol Kampung Melayu – Tanah Abang diharapkan dapat mengatasi antrian panjang kendaraan yang menuju wilayah-wilayah di Jakarta Pusat yang merupakan salah satu kawasan pusat perkantoran.

3.2 Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah seperangkat komputer dengan spesifikasi sebagai berikut :

1) Processor Pentium (R) Dual-Core CPU T4200 @ 2.00 GHz (2 CPUs), ~2.0GHz,

2) Memory 2.00 GB,

3) Hard disk berkapasitas 250 GB,

4) VGA Mobile Intel(R) 4 Series Express Chipset Family,

5) Mouse dan keyboard untuk input data, 6) Sistem operasi Windows 7 (32-bit),

7) Software pendukung diantaranya, CSI Bridge 15, dan Microsoft Office 2007.

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah data teknis berupa data sekunder yang mengenai struktur Proyek On/Off Ramp Barat Jalan Layang Non Tol Kampung Melayu – Tanah Abang, diantaranya :

1) Layout Site Plan,

2) Layout Pier dan Pier Head P80 dan P79, 3) Layout PCU girder.

Selain data teknis, digunakan pula peraturan-peraturan pemerintah yang berkaitan dengan penelitian ini. Adapun peraturan-peraturan tersebut, diantaranya: 1) Tata Cara Perhitungan Struktur Beton Untuk Bangunan Gedung 2002

(SNI 03-2847-2002),

2) Perencanaan Struktur Beton Untuk Jembatan 2004 (SNI T-12-2004), 3) Standar Pembebanan Untuk Jembatan 2005 (RSNI T-02-2005),


(39)

17

4) Standar Perencanaan Ketahanan Gempa Untuk Struktur Bangunan Gedung dan Non Gedung 2010 (RSNI 03-1726-2010),

5) Peta Zonasi Gempa Indonesia 2010.

3.3 Batasan Masalah

Batasan masalah dalam ruang lingkup penelitian ini diantaranya :

1) Struktur jembatan yang ditinjau adalah Pier (P80 dan P79) pada proyek On/off Ramp Barat Jalan Layang Non Tol Kampung Melayu – Tanah Abang Tahap I,

2) Dimensi struktur mengacu kepada dimensi yang sudah ada. 3) Analisis struktur secara tiga dimensi pada progra CSI Bridge 15,

4) Kombinasi beban ultimit yang digunakan meliputi: (a) Berat sendiri; (b) Beban mati tambahan; (c) Beban lajur “D”; (d) Beban truk “T”; (e) Gaya rem; (f) Beban angin; (g) Beban temperatur; (h) Beban gempa, 5) Analisis struktur terhadap kombinasi beban ultimit gempa

menggunakan analisis gempa dinamis,

6) Analisis luas tulangan baja yang digunakan sebagai acuan banyaknya tulangan yang akan digunakan, baik tulangan tarik maupun tulangan geser.

3.4 Tahapan Penelitian

Tahapan penelitian ini dapat digambaran dengan diagram yang terdapat pada Gambar 10.

3.5 Tahapan Pemodelan 3.5.1 Layout Jembatan

Panjang jembatan layang yang akan ditinjau pada proyek On/Off Ramp

Barat Jalan Layang Non Tol Kampung Melayu – Tanah Abang hanya dari

Abutment, pier P80, pier P79, dan pier P78 yaitu untuk span dari abutment ke pier

P80 memiliki jarak 38.6 m, span dari pier P80-pier P79 memiliki panjang yang sama seperti span dari pier P79-pier P78 yaitu sepanjang 40 m. Sehingga panjang jembatan yang diteliti berjarak 118.6 m. Lebar semua span sama yaitu 18 m.

Layout jembatan dapat diinput dalam program CSI Bridge 15 dalam pilihan

Bridge Wizard. Selain layout jembatan, material yang digunakan untuk struktur jembatan pun harus dimasukkan ke dalam program CSI Bridge 15 yang diinput ke dalam pilihan Bridge Wizard→ Material.

Material yang digunakan yaitu :

1) Beton K-600 untuk PCU girder dengan kuat beton fc’ sebesar 49.8 MPa, 2) Beton K-450 untuk pierhead dengan kuat beton fc’ sebesar 37.35 MPa, 3) Beton K-350 untuk pier dengan kuat beton fc’ sebesar 29.05 MPa, 4) Baja tulangan U-39 dengan nilai tegangan leleh fy sebesar 400 MPa.

3.5.2 Model Deck Jembatan

Pemodelan untuk deck jembatan menggunakan jenis PCU girder sebagai girder pada slab jembatan. Pemodelan untuk PCU girder dapat dipilih dalam program CSI Bridge 15 yang terdapat dalam menu Bridge Wizard Deck section. Masukkan semua dimensi dan material jembatan dalam pemodelan ini.


(40)

18

3.5.3 Input Bearing

Jenis perletakan PCU girder pada jembatan dapat didefinisikan ke dalam program CSI Bridge 15 dengan memilih menu Bridge WizardBearing.

3.5.4 Input Pembebanan

Input pembebanan meliputi kombinasi pembebanan yang digunakan dalam merancang suatu bangunan dimana dalam penelitian ini adalah untuk merancang jembatan. Kombinasi pembebanan diinput ke dalam program CSI Bridge 15 berdasarkan pada Standar Pembebanan Untuk Jembatan Tahun 2005 (RSNI T-05-2005). Dalam CSI Bridge 15 kombinasi pembebanan dapat diinput dengan memilih menu Design/ratingLoad combinationAdd new combo → input

nilai Load case dan scale factorOk.

3.5.5 Input Respon Spektrum

Input respon spektrum ditentukan dengan melihat Peta Zonasi Gempa Tahun 2010. Berdasarkan Peta Zonasi Gempa Tahun 2010 untuk wilayah Jakarta memiliki niilai S1 = 0.3 g dan Ss = 0.7 g. Wilayah Jakarta dipilih karena lokasi pembangunan dari proyek ini berda di Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta. Dalam menginput respon spektrum pada program CSI Bridge 15 dipilih menu LoadsFunction-response spektrum → pilih ASSHTO 2006 → Add new Function

masukkan nilai S1 dan Ss sesuai dengan nilai yang dimiliki Jakarta.

3.5.6 Output Gaya Dalam

Output dari gaya dalam dapat dilihat dengan memunculkan gaya-gaya dalam yang bekerja akibat kombinasi beban dalam program CSI Bridge 15 dengan memilih AnalysisRun Analysis→ (Home display) Show Bridge Superstructure Forces/stresses maka akan tampil semua gaya dalam yang bekerja.


(41)

19

Gambar 9. Diagram Alir Penelitian

IV.

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Pemodelan

Pomodelan jembatan dilakukan pada perangkat lunak CSI Bridge 15 untuk mendapatkan hasil analisis struktur berupa gaya dalam. Pemodelan dilakukan dengan langkah-langkah yang terdapat pada metodologi dan menghasilkan pemodelan sesuai dengan Gambar 10. Struktur jembatan yang diteliti memiliki tiga bentang dengan panjang bentang yang berbeda-beda. Bentang satu memiliki panjang 38.6 m, bentang dua dan tiga masing-masing memiliki panjang 40 m. Struktur atas jembatan yang terdiri dari slab yang ditopang oleh PCU Girder

Mulai

Data sekunder dan Peraturan SNI

Pemodelan Jembatan

Input Pembebanan Input respon spektrum

Input data ke CSI Bridge 15

Gaya dalam

Desain tulangan Ya

Tidak

Aman

Selesai

Perubahan jumlah tulangan Mu ≤ ФMn Vu ≤ ФVn Tu ≤ ФTn


(42)

20

sebanyak enam buah, empat buah diantaranya berlaku sebagai intergal girder dan sisanya berlaku sebagai exterior girder. Jembatan yang ditinjau memiliki kemiringan (slope) 4%.

Gambar 10.Hasil pemodelan jembatan pada CSI Bridge 15

4.2 Kombinasi Pembebanan

Jenis-jenis kombinasi yang diinputkan pada program CSI Bridge 15 sesuai dengan peraturan RSNI T-02-2005 seperti yang telihat pada Tabel 10.

Selain kombinasi, nilai dari beban-beban juga diinputkan sesuai dengan peraturan “Pembebanan untuk Jembatan” (RSNI T-02-2005). Contoh perhitungan untuk pembebanan diantaranya :

4.2.1 Beban Mati Tambahan

Beban mati tambahan adalah nilai beban akibat dari struktur jembatan yang sifatnya non-struktural, seperti lapisan aspal, parapet, kelengkapan lalu lintas (tiang listrik) dan genangan air.

Diketahui :

Wc parapet/kreb = 2400 kg/m3 = 24 kN/m3 Wc aspal = 2200 kg/m3 = 22 kN/m3 Wc air = 9800 kg/m3 = 9.8 kN/m3

Perhitungan untuk beban yang diinputkan pada program CSI Bridge 15

menggunakan persamaan = Wc A yang dapat dijabarkan sebagai berikut : 1) Beban parapet = 24 kN/m3 x 0.832 m2 = 19.966 kN/m

2) Beban aspal = 22 kN/m3 x (0.1 x 18) m2 = 39.6 kN/m 3) Beban air = 9.8 kN/m3 x (0.05 x 18) m2 = 8.82 kN/m Beban mati tambahan yang diinputkan ada dua, yaitu :

1) Jenis beban merata (area) = beban aspal + beban air = 48.42 kN/m 2) Jenis beban garis = beban parapet/kreb = 19.966 kN/m

Tabel 10. Kombinasi Pembebanan

Nama Kombinasi

KOMB1 KOMB1A KOMB1B KOMB1C KOMB2 KOMB3 KOMB3A

1.3 MS + 2 MA + 1.8 TD + 1.8 TB

1.3 MS + 2 MA + 1.8 TD + 1.8 TB + 1.2 ET 1.3 MS + 2 MA + 1.8 TT + 1.8 TB + 1.2 EW 1.3 MS + 2 MA + 1.8 TT + 1.8 TB + 1.2 ET 1.3 MS + 2 MA + 1.8 TB

1.3 MS + 2 MA + 1.8 TD 1.3 MS + 2 MA + 1.8 TT


(43)

21 KOMB4 KOMB4A KOMB4B KOMB4C KOMB5.1 KOMB5.2 KOMB5.3 KOMB5.4 KOMB5.5 KOMB5.6 KOMB5.7 KOMB5.8 KOMB5A.1 KOMB5A.2 KOMB5A.3 KOMB5A.4 KOMB5A.5 KOMB5A.6 KOMB5A.7 KOMB5A.8 KOMB6 KOMB6A

1.3 MS + 2 MA + 1.2 EW + 1.8 TD 1.3 MS + 2 MA + 1.8 TT + 1.2 EW 1.3 MS + 2 MA + 1.8 TB + 1.2 EW 1.3 MS + 2 MA + 1.2 EW + 1.2 ET

1.3 MS + 2 MA + 1.8 TD + 1 EQX + 0.3 EQY 1.3 MS + 2 MA + 1.8 TD + 1 EQX - 0.3 EQY 1.3 MS + 2 MA + 1.8 TD - 1 EQX + 0.3 EQY 1.3 MS + 2 MA + 1.8 TD - 1 EQX - 0.3 EQY 1.3 MS + 2 MA + 1.8 TD - 0.3 EQX - 1 EQY 1.3 MS + 2 MA + 1.8 TD + 0.3 EQX + 1 EQY 1.3 MS + 2 MA + 1.8 TD + 0.3 EQX - 1 EQY 1.3 MS + 2 MA + 1.8 TD – 0.3 EQX + 1 EQY 1.3 MS + 2 MA + 1.8 TT + 1 EQX + 0.3 EQY 1.3 MS + 2 MA + 1.8 TT + 1 EQX - 0.3 EQY 1.3 MS + 2 MA + 1.8 TT - 1 EQX + 0.3 EQY 1.3 MS + 2 MA + 1.8 TT - 1 EQX - 0.3 EQY 1.3 MS + 2 MA + 1.8 TT + 0.3 EQX + 1 EQY 1.3 MS + 2 MA + 1.8 TT + 0.3 EQX - 1 EQY 1.3 MS + 2 MA + 1.8 TT - 0.3 EQX + 1 EQY 1.3 MS + 2 MA + 1.8 TT - 0.3 EQX - 1 EQY 1.3 MS + 2 MA + 1.2 ET

1.3 MS + 2 MA + 1.2 EW

Keterangan :

MS = Beban sendiri TT = Beban truk ET = Beban suhu

MA = Beban mati tambahan TB = Gaya rem EQ = Beban gempa

TD = Beban lajur EW = Beban angin

4.2.2 Beban Lajur “D”

Nilai dari beban lajur “D” dihitung menggunakan persamaan (2) karena bentang jembatan memiliki nilai yang lebih dari 30 m.

q= 9× 0.5+ 15

. kPa= 8 kPa ; untuk bentang satu

q= 9× 0.5+ 15 kPa= 7.875 kPa ; untuk bentang dua dan tiga

Sesuai dengan peraturan RSNI T-02-2005, nilai BGT dan BTR pada arah melintang memiliki dua nilai yaitu :

= 8 /

= 0.5 × 8 ⁄ = 4 kN/m 4.2.3 Gaya Rem

Sesuai dengan peraturan RSNI T-02-2005 nilai gaya rem diambil 5% dari beban lajur “D” dan dianggap bekerja sumbu horizontal jembatan. Bentang jembatan yang lebih dari 30 m, nilai q = 9 kPa/m dan p = 49 kN, sehingga besarnya gaya rem adalah :

= 0.05 × ( ) +

= 0.05 × ( 9 × 38.6) + 49 = 19.82 kN/ m ; bentang satu


(44)

22

4.3 Respon Spektrum

Nilai respons spektrum diinputkan ke dalam CSI Bridge sesuai dengan Peta Zonasi Gempa Indonesia 2010. Nilai yang didapatkan dari peta zonasi ini adalah nilai respon spektra 0.2 detik dengan probabilitas 2% (Ss). Kemudian selain itu diambil nilai respon spektra 1.0 detik dengan probabilitas 2% (S1).

Lokasi dari jembatan yang diteliti berada di wilayah Jakarta. Berdasarkan Gambar 11, didapat nilai Ss untuk wilayah Jakarta sebesar 0.7 g, sedangkan nilai S1 = 0.3 g.

Berdasarkan hasil analisis CSI Bridge 15, diagram spektur gempa 2010 untuk wilayah Jakarta dapat dilihat pada Gambar 12.

Gambar 11.Peta zonasi gempa wilayah Jakarta 2010

Gambar 12.Respon spektrum wilayah Jakarta tahun 2010

4.4 Gaya Dalam

Pemodelan jembatan yang dilakukan program lunak CSI Brigde 15

bertujuan untuk mengetahui gaya-gaya dalam akibat beban terfaktor maupun gaya dalam akibat beban-beban tidak terfaktor. Nilai gaya dalam hasil dari analisis program ini selanjutnya akan digunakan sebagai dasar perhitungan tulangan perlu, baik tulangan lentur, geser maupun puntir atau torsi.

0 0,1 0,2 0,3 0,4 0,5 0,6 0,7 0,8 0,9 1

0 2 4 6 8 10 12

S


(45)

23

Gaya dalam hasil analisis program CSI Bridge 15 disajikan pada Tabel 11 yang nilainya berupa momen (M), tegangan geser (V), torsi (T), dan beban aksial (P) yang bekerja pada pemodelan jembatan akibat beban terfaktor. Tabel 12 menyajikan gaya dalam yang terjadi pada pemodelan jembatan akibat beban tidak terfaktor.

Tabel 11. Gaya dalam akibat beban terfaktor

Struktur

(Pierhead)

P (kN) M2 (kN.m) M3 (kN.m) V2 (kN) V3 (kN) T (kN.m) P80 37073.662 14948.587 86218.354 60555.243 3447.409 4514.35 P79 38889.320 14259.082 87527.531 63517.556 3022.729 6493.730

Tabel 12. Gaya dalam akibat beban tidak terfaktor

Struktur (Pier)

P (kN) Mx (kN.m) My (kN.m) P80 118682.431 8117.988 20501.572 P79 123034.859 14068.343 26128.841

4.5 Tulangan Lentur Balok (pierhead)

Perhitungan luas tulangan untuk balok (pierhead) didasarkan dari nilai momen ultimit hasil analisi program CSI Bridge 15. Tulangan lentur digunakan untuk pierhead sebagai syarat keamanan struktur dalam menahan gaya lentur atau tarik. Struktur pierhead dikatakan aman dan mampu menahan gaya tarik apabila memenuhi persamaan (7).

4.5.1 Pierhead P80

Hasil analisis struktur dari program CSI Brigde 15, didapatkan nilai momen ultimit Mu = 86218.354 kNm = 86218354 Nm. Selain momen ultimit Mu, dimensi penampang pierhead P80 diperlukan untuk perhitungan tulangan lentur, diantaranya :

bw = 2000 mm b = 4000 mm

hf = 1550 mm d = 2700 mm ϕ = 0.8

fy = 400 MPa fc’ = 37.35 MPa

As = 70737.92 mm2 (88D32)

Luas tulangan minimum dihitung dengan menggunakan persamaan (11) dan (12).

= √ .

× × 2000 × 2700 = 41252.386 mm

2

dan;

= √ .

× × 4000 × 2700 = 41252.386 mm

2

Daerah tekan yang diterima pierhead eksisting menggunakan rumus berikut :

=

∅ =

. ×


(46)

24

nilai a lebih kecil dari pada nilai hf, sehingga luas tulangan untuk pierhead dihitung berdasarkan kriteria balok T persegi.

Kontrol luas tulangan perlu :

=

∅ =

86218354×

. × × = 3.696 MPa

= . 1− 1−

. =

. × .

1− 1− × .

. × .

= 0.01

= . = . = 0.004

ρperlu >ρminρ= ρperlu = 0.01

∴ = = 0.01 × 2000 × 2700 = 54062.189 mm2

> > → = 70737.92 mm2 ... OK

Digunakan baja tulangan D32, dengan luas tulangan Ast :

= = × 3.14 × 32 = 803.84 mm2

Banyaknya tulangan baja D32 yang dibutuhkan :

= = .

. = 88 buah = 0.5 ×

= 0.5 × 70737.92 = 35368.96 mm2

= 600 −1 = 600 . ×

. −1 = 5143.804 > fy .... OK

Kontrol nilai momen nominal Mn :

∅ = 0.8 − + −

∅ = 0.8 2700− . ( 70737.92 × 400) + ( 35368.96 × 400)

∅ = 87893846 Nm = 87893.846 kNm > 86218.354 kNm ≤ ∅ ... OK

Dari perhitungan di atas, didapatkan jumlah tulangan lentur pada eksisting sudah memenuhi ketahanan struktur terhadap gempa yaitu dengan menggunakan tulangan baja diameter 32 mm sebanyak 88 buah (88D32).

4.5.2 Pierhead P79

Sama halnya perhitungan tulang lentur pierhead P80, pierhead P79 ini menggunakan momen ultimit Mu dari hasil analisis struktur dari program CSI Brigde 15. Nilai momen ultimit Mu untuk P79 = 87527.531 kNm = 87527.531 Nm. Selain momen ultimit Mu, dimensi penampang pierhead P79 diperlukan untuk perhitungan tulangan lentur sama dengan dimensi yang dimiliki pierhead

P80. Luas tulangan minimum dihitung dengan menggunakan persamaan (11) dan (12).


(47)

25

= √ .

× × 2000 × 2822 = 43,116.383 mm

2

dan;

= √ .

× × 4000 × 2822 = 43,116.383 mm

2

Daerah tekan yang diterima pierhead eksisting menggunakan rumus berikut :

=

∅ =

. ×

. × . × = 222.814 mm

nilai a lebih kecil dari pada nilai hf, sehingga luas tulangan untuk pierhead dihitung berdasarkan kriteria balok T persegi.

Kontrol luas tulangan perlu :

=

∅ =

87527531×

. × × = 3.752 MPa

= . 1 − 1 −

. =

. × .

1− 1− × .

. × .

= 0.01

= . = . = 0.004

ρperlu >ρminρ= ρperlu = 0.01

∴ = = 0.01 × 2000 × 2700 = 54062.189 mm2

> > → = 70737.92 mm2 ... OK

Digunakan baja tulangan D32, dengan luas tulangan Ast :

= = × 3.14 × 32 = 803.84 mm2

Banyaknya tulangan baja D32 yang dibutuhkan :

= = .

. = 88 buah = 0.5 ×

= 0.5 × 70737.92 = 35368.96 mm2

= 600 −1 = 600 . ×

. −1 = 5143.804 > fy .... OK

Kontrol nilai momen nominal Mn :

∅ = 0.8 − + −

∅ = 0.8 2700− . ( 70737.92 × 400) + ( 35368.96 × 400)

∅ = 87893846 Nm = 87893.846 kNm > 87527.531 kNm ≤ ∅ ... OK


(48)

26

Dari perhitungan di atas, didapatkan jumlah tulangan lentur pada eksisting sudah memenuhi ketahanan struktur terhadap gempa yaitu dengan menggunakan tulangan baja diameter 32 mm sebanyak 88 buah (88D32).

Tabel 13. Hasil perhitungan tulangan lentur

Struktur

(pierhead)

D (mm)

Jumlah (buah)

As

(mm2)

Mu

(kNm)

ФMn

(kNm) ФMn> Mu P80 P79 32 32 88 88 70737.92 70737.92 86218.354 87527.531 87893.846 87893.846 Ya Ya

4.6 Tulangan Geser Pierhead

Perhitungan untuk tulangan geser pada pierhead berdasarkan SNI 2847-2002. Nilai gaya geser yang didapat dari hasil analisis program CSI Bridge 15

digunakan untuk mengetahui perlu atau tidaknya tulangan puntir. 4.6.1 Pierhead P80

Gaya geser ultimit Vu hasil analisis CSI Bridge 15 untuk pierhead P80 sebesar 60555.243 kN. Perhitungan tulang geser selanjutnya dihitung dengan cara sebagai berikut :

= ∅ =

.

. = 86507.49 kN

= = √ . × 2000 × 2700 = 5500318.173 N = 5500.318 kN

∅ = 0.7 × 5500.318 = 3850.223 < 60555.243 kN

Nilai gaya geser nominal Vu lebih besar dari ∅Vc sehingga diperlukan tulangan geser. Tulangan geser menggunakan baja tulangan diameter 19 mm (Av = 2 x 283.385 = 566.77 mm2).

= = × . × = 340.062 mm

= = . × ×

( . . ) = 7556.264 mm

Luas begel yang diperlukan ditentukan dengan perhitungan sebagai berikut :

= = √ . × × .

× = 14431.201 mm

2

dan ;

= = × .

× = 12593.773 mm

2

DipilihnilaiAvu yang besar = 14431.201 mm2

= = × × . × × .

. = 296.764 mm

Dari hasil perhitungan di atas, dapat disimpulkan bahwa tulangan geser diperlukan untuk struktur pierhead P80. Tulangan geser yang digunakan pada eksisting berdiameter 19 mm dengan jarak antar sengkang 200 mm (D19-200).


(49)

27

Tulangan geser yang digunakan pada eksisting sudah memenuhi persyaratan ketahanan terhadap gempa.

4.6.2 Pierhead P79

Gaya geser ultimit Vu hasil analisis CSI Bridge 15 untuk pierhead P79 sebesar 63517.556 kN. Perhitungan tulang geser selanjutnya dihitung dengan cara sebagai berikut :

= ∅ =

.

. = 90739.366 kN

= = √ . × 2000 × 2700 = 500318.173 N = 5500.318 kN

∅ = 0.7 × 5500.318 = 3850.223 < 63517.556 kN

Nilai gaya geser nominal Vu lebih besar dari ∅Vc sehingga diperlukan tulangan geser. Tulangan geser menggunakan baja tulangan diameter 19 mm (Av = 2 x 283.385 = 566.77 mm2).

= = × . × = 340.062 mm

= = . × ×

( . . ) = 7181.117 mm

Luas begel yang diperlukan ditentukan dengan perhitungan sebagai berikut :

= = √ . × × .

× = 13714.733 mm

2

dan ;

= = × .

× = 11968.528 mm

2

DipilihnilaiAvu yang besar = 13714.733 mm2

= = × × . × × .

. = 296.764 mm

Dari hasil perhitungan di atas, dapat disimpulkan bahwa tulangan geser diperlukan untuk struktur pierhead P80. Tulangan geser yang digunakan pada eksisting berdiameter 19 mm dengan jarak antar sengkang 200 mm (D19-200). Tulangan geser yang digunakan pada eksisting sudah memenuhi persyaratan ketahanan terhadap gempa.

Tabel 14. Hasil perhitungan tulangan geser

Struktur

(pierhead)

D (mm)

s (mm)

Keterangan Eksisting Perhitungan

P80 P79 19 19 200 200 296.764 296.764 OK OK

4.7 Tulangan Puntir Pierhead

Tulangan torsi yang diperlukan untuk struktur pierhead dihitung berdasarkan peraturan SNI 2847-2002 dan RSNI T-12-2004. Nilai torsi ultimit Tu yang didapatkan dari CSI Bridge 15 digunakan dalam perhitungan tulangan puntir.


(50)

28

4.7.1 Pierhead P80

Tulangan puntir pada struktur pierhead P80 harus memenuhi syarat persamaan (18). Perhitungan tulangan puntir diantaranya :

Tu = 4514.35 kNm

= ( 1550 × 4000) + ( 2000 × 1400) = 9000000 mm2 = 2( 1550 + 4000) + 2( 2000 + 1400) = 17900 mm2

cek nilai :

< ∅ = 0.7√ . × = 1613.222 kNm

4514.35 kNm > 1613.222 kNm (perlu tulangan puntir)

Dari hasil perhitungan di atas, didapatkan nilai torsi ultimit lebih besar dari pada nilai torsi nominal, sehingga diperlukan tulangan puntir. Perhitungan tulangan puntir digunakan rumus :

= cot

dan

= cot

dimana :

=

∅ = . = 6449071429 Nmm

= 0.85[( 1350 × 3800) + ( 1300 × 1800) ] = 6349500 mm2 = 3800 + 1800 + 2( 1350 + 900 + 1300) = 12700 mm2

sehingga,

6449071429 = × × × cot 45

= 0.986

jadi,

= 0.986 × 12700 × cot 45

= 20773.629 mm2

Tulangan yang dipilih baja tulangan ulir diameter 25 mm (Ast = 490.625 mm2) . Jumlah tulangan yang digunakan dihitung dengan rumus :

= = . = 42.341≈44 buah (tulangan yang terpasang harus genap).

Berdasarkan perhitungan di atas, dapat disimpulkan bahwa pada struktur

pierhead P80 harus menggunakan tulangan puntir sebanyak 44 buah dengan diameter tulangan 25 mm (44D25). Tulangan puntir yang digunakan pada


(51)

29

eksisting sebanyak 90 buah dengan diameter baja 25 mm (90D25), sehingga struktur ini pierhead P80 dapat disimpulkan aman terhadap beban gempa.

4.7.2 Pierhead P79

Dimensi dari struktur pierhead P79 tidak memiliki perbedaan dengan

pierhead P80, sehingga semua nilai yang dibutuhkan untuk perhitungan tulangan puntir sama seperti pierhead P80. Satu-satunya nilai yang berbeda yaitu nilai gaya puntir ultimit Tu = 6493.730. Perhitungan tulangan sebagai berikut :

=

∅ = . = 9276757143 Nmm

9276757143 = × × × cot 45

= 1.418

jadi,

= 1.418 × 12700 × cot 45

= 29873.51 mm2

Tulangan yang dipilih baja tulangan ulir diameter 25 mm (Ast = 490.625 mm2) . Jumlah tulangan yang digunakan dihitung dengan rumus :

= = . = 60.88≈62 buah (tulangan yang terpasang harus genap).

Berdasarkan perhitungan di atas, dapat disimpulkan bahwa pada struktur

pierhead P80 harus menggunakan tulangan puntir sebanyak 62 buah dengan diameter tulagan 25 mm (62D25). Tulangan puntir yang digunakan pada eksisting sebanyak 90 buah dengan diameter baja 25 mm (90D25), sehingga struktur ini

pierhead P79 dapat disimpulkan aman terhadap beban gempa. Tabel 15. Hasil perhitungan tulangan puntir

Struktur

(pierhead)

Diameter (mm)

Jumlah (buah)

Keterangan Eksisting Perhitungan

P80 P79 25 25 90 90 44 62 OK OK

4.7 Tulangan Kolom / Pier

Kolom ditinjau berdasarkan angka kelangsingan. Angka kelangsingan dapat dihitung dengan persamaan :

< 34−12

dimana,

= = × × ( )

× = 1010.363

sehingga nilai angka kelangsingan pier P80 :

×

. < 34−12 .

.


(52)

30

dan untuk pier P79 :

×

. < 34−12 . .

2.227 < 27.539 (angka kelangsingan dapat diabaikan)

Hasil perhitungan di atas menunjukkan bahwa angka kelangsingan untuk pier P80 dan P79 dapat diabaikan.

4.7.1 Pier P80

Analisis tulangan kolom / pier diperhitungkan sesuai dengan peraturan RSNI T-12-2004 yang dijabarkan di bawah ini :

Ukuran kolom = 3500 x 5000 mm

Agr = 17500000 mm2

fy = 400 MPa

d’ = 50 mm

Ф = 0.7

Pu = 118682431 N

Mn = 20501572000 Nmm

Menentukan nilai pada sumbu horizontal pada grafik : ∅

= . ×

× = 0.335 N mm⁄ = 0.049 ksi

Menentukan nilai pada sumbu vertikal pada grafik : ∅

= . ×

( × ) = 4.747 N mm = 0.688⁄ ksi

Setelah diplotkan ke dalam grafik perencanaan, didapat hasil nilai ρ = 0.005. Luas tulangan yang diperlukan (As) :

= = 0.005 × 17500000 = 87500 mm2

= 1% = 0.01 × 17500000 = 175000 mm2

Luas tulangan perlu As lebih besar dari luas tulangan minimum As min, sehingga diambil nilai luas tulangan minimum. Tulangan yang digunakan tulangan baja diameter 32 mm (Ast = 803.84 mm2), maka banyaknya tulangan yang diperlukan :

= =

. = 217.705≈218 buah

Dari hasil perhitungan di atas, dapat disimpulkan bawah jumlah tulangan yang diperlukan untuk pier P80 sebanyak 218 buah dengan diameter tulangan 32 mm (218D32).

Dimensi dan jumlah tulangan kemudian dikontrol menggunakan PCACOL. Hasil analisis PCACOL menunjukkan kombinasi beban P dan M pada sumbu x masih berada di area tekan, seperti terlihat pada Gambar 13. Sama seperti pada sumbu x, kombinasi beban P dan momen M pada sumbu y juga masih berada di area tekan, seperti terlihat pada Gambar 14. Jumlah tulangan yang terpasang pada eksisting adalah 324 dengan diameter 32 mm (324D32), sehingga struktur pier


(53)

31

4.7.2 Pier P79

Analisis tulangan kolom / pier diperhitungkan sama seperti perhitungan untuk pier P80, yaitu sesuai dengan peraturan RSNI T-12-2004 yang dijabarkan di bawah ini :

Ukuran kolom = 3500 x 4500 mm

Agr = 15750000 mm2

fy = 400 MPa

d’ = 50 mm

Ф = 0.7

Pu = 123034859 N

Mn = 26128842000 Nmm

Menentukan nilai pada sumbu horizontal pada grafik : ∅ = . ×

× = 0.332 N mm⁄ = 0.048 ksi

Menentukan nilai pada sumbu vertikal pada grafik : ∅

= . × = 7.812 N mm = 1.133⁄ ksi

Setelah diplotkan ke dalam grafik perencanaan, didapat hasil nilai ρ = 0.004. Luas tulangan yang diperlukan (As) :

= = 0.004 × 15750000 = 63000 mm2

= 1% = 0.01 × 15750000 = 157500 mm2

Luas tulangan perlu As lebih besar dari luas tulangan minimum As min, sehingga diambil nilai luas tulangan minimum. Tulangan yang digunakan tulangan baja diameter 32 mm (Ast = 803.84 mm2), maka banyaknya tulangan yang diperlukan :

= =

. = 195.935≈ 196 buah

Dari hasil perhitungan di atas, dapat disimpulkan bawah jumlah tulangan yang diperlukan untuk pier P80 sebanyak 196 buah dengan diameter tulangan 32 mm (196D32).

Sama halnya seperti pier P80, dimensi dan jumlah tulangan pada pier P79 dikontrol menggunakan PCACOL. Hasil analisis PCACOL menunjukkan kombinasi beban P dan momen M pada sumbu x masih berada di area tekan, seperti terlihat pada Gambar 15. Sama seperti pada sumbu x, kombinasi beban P dan momen M pada sumbu y juga masih berada di area tekan, seperti terlihat pada Gambar 16. Jumlah tulangan yang terpasang pada eksisting adalah 304 dengan diameter 32 mm (304D32), sehingga struktur pier P79 tahan terhadap peta zonasi gempa Indonesia 2010.


(54)

32

Gambar 13.Diagram interaksi pier P80 pada program PCACOL (Mx)

Gambar 14.Diagram interaksi pier P80 pada program PCACOL (My)

Tabel 16. Hasil perhitungan struktur kolom/pier Struktur

(pier)

Diameter (mm)

Jumlah (buah)

Keterangan Eksisting Perhitungan

P80 P79

32 32

324 304

218 169

OK OK

268619 Mx (kNm)

P (kN) 348521

-63086

P (kN) 348521

-63086

186705 My (kNm)


(55)

33

Gambar 15.Diagram interaksi pier P79 pada program PCACOL (Mx)

Gambar 16.Diagram interaksi pier P79 pada program PCACOL (My)

4.8 Tulangan Konsol Pierhead

Perhitungan tulangan konsol untuk pierhead mengacu pada peraturan SNI 03-2847-2002 tentang Tata Cara Perhitungan Struktur Beton Untuk Bangunan Gedung 2002. Tabel 17. menunjukkan nilai gaya-gaya yang bekerja pada

pierhead yang digunakan sebagai dasar perhitungan tulangan konsol. Tabel 17. Gaya dalam pada tumpuan

Struktur (pierhead)

Vu (kN)

Nac (kN)

P80 3432.922 2029.417

P79 3605.367 1691.181

4.8.1 Pier P80

Dimensi struktur untuk bagian konsol pierhead P80 adalah :

b = 1000 mm

h = 1550 mm

268619 Mx (kNm)

P (kN) 313626

-56719

P (kN) 313626

-56719

168177 My (kNm)


(56)

34

d = 1450 mm

a = 570 mm

Momen (Af) pada konsol akibat beban Vu dan Nac pada join dihitung menggunakan rumus :

= ( ) + (ℎ − )

= ( 3432.922 × 570) + 2029.417( 1550−1450) = 2159707.24 kNmm = 2159707240 Nm

=

∅ = . × × = 1.369 MPa

= . 1− 1−

.

= . × . 1− 1− × .

. × . = 0.0035

= = 0.0035 × 1000 × 1450 = 5075 buah

Digunakan tulangan baja diamater 22 mm (As = 379.94 mm2). Jumlah tulangan (n) yang diperlukan dihitung dengan rumus :

= =

. = 13.357≈14 buah

Tulangan konsol untuk pierhead P80 yang dihasilkan dari perhitungan sebanyak 14 buah dengan diameter baja tulangan 22 mm (14D22). Nilai ini sesuai dengan tulangan konsol yang terpasang pada eksisting.

4.8.2 Pier P79

Dimensi struktur untuk bagian konsol pierhead P79 adalah :

b = 1000 mm

h = 1550 mm

d = 1450 mm

a = 570 mm

Momen (Af) pada konsol akibat beban Vu dan Nac pada join dihitung menggunakan rumus :

= ( ) + (ℎ − )

= ( 3605.367 × 570) + 1691.181( 1550−1450) = 2224177.29 kNmm = 2224177290 Nm

=

∅ = . × × = 1.41 MPa

= . 1− 1−

.

= . × . 1− 1− × .

. × . = 0.0036


(57)

35

Digunakan tulangan baja diamater 22 mm (As = 379.94 mm2). Jumlah tulangan (n) yang diperlukan dihitung dengan rumus :

= =

. = 13.739≈14 buah

Tulangan konsol untuk pierhead P79 yang dihasilkan dari perhitungan sebanyak 14 buah dengan diameter baja tulangan 22 mm (14D22). Nilai ini sesuai dengan tulangan konsol yang terpasang pada eksisting.

Tabel 18. Hasil perhitungan tulangan konsol pierhead Struktur

(pierhead)

Diameter (mm)

Jumlah (buah)

Keterangan Eksisting Perhitungan

P80 P79 22 22 14 14 14 14 OK OK

V. SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Simpulan

Berdasarkan hasil pemodelan dan perhitungan pada struktur pier dan

pierhead P80 dan P79 pada pembangunan on/of Ramp Barat Jalan Layang Non Tol Kampung Melayu - Tanah Abang, dapat disimpulkan :

1. Nilai gaya-gaya dalam maksimum akibat beban dan kombinasi ultimit berdasarkan “Standar Pembebanan Untuk Jembatan” RSNI T02-2005 dan “Standar Perencanaan Ketahanan Gempa Untuk Struktur Bangunan Gedung dan Non Gedung” RSNI 03-1726-2010 serta Peta Zonasi Gempa Indonesia 2010 telah diketahui.

2. Dimensi tulangan lentur yang digunakan untuk pierhead P80 adalah 88D32, sedangkan untuk pierhead P79 adalah 88D32. Dimensi tulangan geser untuk pierhead P80 adalah D16-200, sedangkan untuk

pierhead P79 adalah D16-200. Dimensi tulangan puntir untuk pierhead

P80 adalah 44D25, sedangkan untuk pierhead P79 adalah 62D25. Berdasarkan perhitungan tulangan yang digunakan untuk kolom atau

pier P80 adalah 218D32 dan untuk pier P79 adalah 196D32. Dimensi tulangan konsol yang digunakan untuk pierhead P80 adalah 14D22, sedangkan untuk pierhead P79 adalah 14D22.

3. Dimensi tulangan yang terpasang pada eksisting secara umum sudah sesuai dengan ketahanan struktur terhadap gempa.

5.2 Saran

Saran yang dapat disampaikan pada penelitian ini adalah :

1. Evaluasi dan analisis perhitungan PCU girder dan gaya prategang dapat dilakukan lebih lanjut.

2. Evaluasi dan analisis perhitungan untuk pondasi dapat dilakukan untuk penelitian selanjutnya.


(58)

36

DAFTAR PUSTAKA

Badan Standarisasi Nasional. 2002. Tata Cara Perhitungan Struktur Beton Untuk Bangunan Gedung (SNI 03-2847-2002). Jakarta : Badan Standarisai Nasional.

Badan Standarisasi Nasional. 2004. Perencanaan Struktur Beton Untuk Jembatan (RSNI T-12-2004). Jakarta : Badan Standarisai Nasional.

Badan Standarisasi Nasional. 2005. Standar Pembebanan Untuk Jembatan (RSNI T-02-2005). Jakarta: Badan Standarisasi Nasional.

Badan Standarisasi Nasional. 2010. Standar Perencanaan Ketahanan Gempa Untuk Struktur Bangunan Gedung dan Non Gedung (RSNI 03-1726-2010). Jakarta: Badan Standarisasi Nasional.

Litbang Pekerjaan Umum. 2010. Peta Zonasi Gempa Indonesia 2010. Jakarta : Kementrian Pekerjaan Umum.

Supriyadi Dr. Ir. Bambang CES. DEA. dan Muntohar ST. AS. 2000. Jembatan. Yogyakarta : UGM Press

Yayasan LPMB. 1983. Peraturan Pembebanan Indonesia Untuk Gedung (PPIUG 1983). Bandung : Yayasan LPMB


(59)

37


(60)

38


(61)

39 Lampiran 3. Dimensi dan pembesian pierhead P80


(1)

(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

Qori Muhammad Romdhon lahir di Tasikmalaya, 14 April 1991 ananda dari ayah Wasid Setiawan AR dan ibu Yoyoh Nurasiah, sebagai anak kedua dari tiga bersaudara. Penulis menamatkan pendidikan SD pada tahun 2003 dari SD Negeri 1 Pasar Baru Kota Tangerang, kemudian tamat SMP pada tahun 2006 dari SMP Negeri 2 Tangerang, serta tamat SMA pada tahun 2009 dari SMA Negeri 4 Tangerang, dan pada tahun yang sama pula diterima di Institut Pertanian Bogor pada Program Studi Teknik Sipil dan Lingkungan, Fakultas Teknologi Pertanian.

Selama mengikuti masa perkuliahan, penulis aktif dalam berbagai kegiatan, termasuk kegiatan kemahasiswaan, yaitu menjadi wakil sekertaris di Himpunan Mahasiswa Teknik Sipil (HIMATESIL). Selain kegiatann kemahasiswaan, penulis juga pernah menjadi asisten praktikum Ilmu Ukur Tanah, Ilmu Ukur Wilayah, Gambar Teknik dan Analisis Struktur di Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan. Penulis telah mengikuti kegiatan praktek lapangan di PT. Nindya Karya (persero), Tbk. pada bulan Juni sampai dengan bulan Agustus tahun 2012. Dengan judul laporan “Tinjauan Pelaksanaan Pembangunan Struktur Pier Head P79 Pada Proyek On/Off Ramp Barat Jalan Layang Non Tol Kampung Melayu–Tanah Abang (Jalan K.H. Mas Mansyur) Tahap I”. Minat yang penulis miliki adalah dalam bidang rekayasa struktur dan infrastruktur, kemudian karena itu pula penulis memilih untuk mengambil topik mengenai analisis struktur khususnya analisis struktur pada jembatan.