ANALISA PRESTRESS POST TENSION PADA PREC (1)

ANALISA PRESTRESS (POST-TENSION) PADA PRECAST CONCRETE U GIRDER

“Studi Kasus Pada Jembatan Flyover Amplas” TUGAS AKHIR

Cut Retno Masnul

Pembimbing

Prof. Dr.-Ing. Johannes Tarigan NIP.130 905 362

BIDANG STUDI STRUKTUR DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK USU 2009

ABSTRAK

Pekerjaan struktural pembuatan jembatan Flyover Amplas merupakan pekerjaan Flyover kedua dikota Medan dan pekerjaan struktur pertama yang menggunakan balok U sebagai beam atau girder. Girder jembatan Flyover Amplas merupakan balok beton precast segmental yang kemudian disatukan untuk menjadi girder dengan system prategang. Karena terjadi revisi pada mutu beton pelat jembatan (dari K-300 menjadi K-350), maka perlu dilakukan analisa ulang perhitungan prestress PC U girder FO Amplas. Keterbatasan lahan dan berbagai alasan teknis lainnya juga menjadi kendala pekerjaan PC U girder pada proyek ini sehingga harus dilakukan analisa perbandingan metode kerja stressing dan erection girder yang paling paling efektif dan efisien. Metode kerja stressing post-tension dan erection dengan portal hoist dipilih untuk dilaksanakan dalam pekerjaan proyek FO Amplas. Dari hasil analisa terhadap PCU girder menunjukkan bahwa girder bentuk U dengan mutu plat yang telah direvisi pada proyek pembangunan Flyover Amplas mampu menerima beban rencana sebesar 1748.28 t/m . Selain itu metode kerja stressing kabel prategang dan erection girder telah disesuaikan dan yang paling efektif dan efisien dengan kondisi actual dilapangan.

Kata kunci : Beton prategang, PC U girder, stressing PCU girder, erection PCU girder.

DAFTAR TABEL

1. Tabel 2.1 Nilai α& β 15

2. Tabel 2.2 Kawat-kawat untuk beton prategang

3. Tabel 2.3

Strand standart tujuh kawat untuk beton prategang

4. Tabel 2.4 Spesifikasi kabel strand

5. Tabel 2.5 Relaksasi dasar R 1000 untuk Australian steel (AS 3600-1988) 27

6. Tabel 2.6 Relaksasi jangka panjang R~ (%)

7. Tabel 2.7 Faktor reduksi kekuatan (ACI 318-83)

8. Tabel 2.8 Nilai µ dengan variasi jenis ducts

9. Tabel 2.9 Nilai β dengan variasi ukuran ducts p

10. Tabel 2.10 Nilai Ksh untuk komponen struktur pasca tarik

11. Tabel 2.11 Nilai C

12. Tabel 2.12 Nilai Kre dan J

13. Tabel 2.13 Tegangan izin untuk batang lentur (Peraturan ACI)

14. Tabel 3.1 Hasil analisa tampang Section I (sebelum & sesudah revisi)

15. Tabel 3.2 Hasil analisa tampang Section II (sebelum & sesudah revisi) 63

16. Tabel 3.3a

Hasil analisa tampang Section III (sebelum revisi)

17. Tabel 3.3b

Hasil analisa tampang Section III (setelah revisi)

18. Tabel 3.4a

Hasil analisa tampang Section IV (sebelum revisi)

19. Tabel 3.4b

Hasil analisa tampang Section IV (setelah revisi)

20. Tabel 3.5a Hasil analisa tampang komposit Section I (sebelum revisi)

21. Tabel 3.5b Hasil analisa tampang komposit Section I (setelah revisi)

22. Tabel 3.6a Hasil analisa tampang komposit Section II (sebelum revisi)

23. Tabel 3.6b Hasil analisa tampang komposit Section II (setelah revisi)

24. Tabel 3.7a Hasil analisa tampang komposit Section III (sebelum revisi) 56

25. Tabel 3.7b Hasil analisa tampang komposit Section III (setelah revisi)

26. Tabel 3.8a Hasil analisa tampang komposit Section IV (sebelum revisi) 67

27. Tabel 3.8b Hasil analisa tampang komposit Section IV (setelah revisi)

28. Tabel 3.9a Kesimpulan analisa tampang Section I (sebelum revisi)

29. Tabel 3.9b Kesimpulan analisa tampang Section I (setelah revisi)

30. Tabel 3.10a Kesimpulan analisa tampang Section II (sebelum revisi)

31. Tabel 3.10b Kesimpulan analisa tampang Section II (setelah revisi)

32. Tabel 3.11a Kesimpulan analisa tampang Section III (sebelum revisi)

33. Tabel 3.11b Kesimpulan analisa tampang Section III (setelah revisi)

34. Tabel 3.12a Kesimpulan analisa tampang Section IV (sebelum revisi)

35. Tabel 3.9b Kesimpulan analisa tampang Section IV (setelah revisi)

36. Tabel 3.13a Hasil perhitungan kabel (sebelum revisi)

37. Tabel 3.13b Hasil perhitungan kabel (setelah revisi)

38. Tabel 3.14 Angker multi strand DSI 124

39. Tabel 3.15 Dead end anchor DSI 125

40. Tabel 3.16 Dongkrak hidraulik DSI 127

DAFTAR GAMBAR

1. Gambar 1.1 Balok U Girder

2. Gambar 2.1 Potongan melintang balok U girder ditengah bentang

3. Gambar2.2 Penentuan koordinat titik duct tendon

4. Gambar 2.3 Instalasi duct

5. Gambar 2.4 Girder siap untuk dicor

6. Gambar 2.5 Girder yang telah dicor dan akan dipindahkan

7. Gambar 2.6 Penurunan PCU girder dari truk container

8. Gambar 2.7 Penegangan post-tension

9. Gambar 2.8 Kurva tegangan-regangan tipikal untuk beton

10. Gambar2.9 Kurva tegangan-regangan berbagai variasi kekuatan tekan beton

11. Gambar 2.10 Modulus tangent dan modulus sekan pada beton

12. Gambar 2.11 Kurva regangan-waktu

13. Gambar 2.12 Kurva susut-waktu

14. Gambar 2.13 Strand prategang 7 kawat (a). standart dan (b). yang

15. Gambar 2.14 PC Strand ASTM A416/A416M-1998

16. Gambar 2.15 Koefisien relaksasi k1 (AS 3600-1988)

17. Gambar 2.16 Variasi gaya prategang terhadap draw-in pada angkur

18. Gambar 2.17 Duct pembungkus tendon

19. Gambar 2.18 Angkur pada girder

20. Gambar 2.19 Hydraulic Pump PE 550 (1 Phase)

21. Gambar 2.20 Hydraulic Jack TCH

22. Gambar 2.21 Hydraulic Jack SA 507 / ZPE-7/A (7S)

23. Gambar 3.17 Diagram alur kerja stressing

24. Gambar 3.24 Diagram alur metode erection PCU Girder dengan Portal

Hoist

25. Gambar 3.1 Lay Out Tendon girder L=31.9 m. Proyek pembangunan

Flyover Amplas

26. Gambar 3.2 Potongan melintang lay out tendon, Proyek Pembangunan

Flyover Amplas

27. Gambar 3.3 Skets bentang girder

28. Gambar 3.4 Skets cross section PCU girder ditengah bentang

29. Gambar 3.5 Sket cross section girder U

30. Gambar 3.6 Section I

31. Gambar 3.7 Section II

32. Gambar 3.8 Section III

33. Gambar 3.9 Section IV

34. Gambar 3.10 Cross section balok komposit

35. Gambar 3.11 Profil kabel

36. Gambar 3.12 Pekerjaan persiapan pra stressing

37. Gambar 3.13 Metode stressing

38. Gambar 3.14 Proses gouting PC U girder

39. Gambar 3.15 Pemotongan kabel strand 100

40. Gambar 3.16 Model portal hoist 101

41. Gambar 3.17 Pengangkatan balok PCU girder 102

42. Gambar 3.18 Proses penggeseran balok PCU girder ketempatnya 103

43. Gambar3.19 Perletakan portal hoise crane sesuai kondisi aktual 104

44. Gambar 3.20 Pengaturan lalu jalur lintas kendaraan 105

45. Gambar 3.21a Pengangkatan U girder tahap I 106

46. Gambar 3.21b Pengangkatan U girder tahap I 107

47. Gambar 3.22a Pengangkatan U girder tahap II 108

48. Gambar 3.22b Pengangkatan U girder tahap II 109

49. Gambar 3.22c Pengangkatan U girder tahap II 110

50. Gambar 3.23 Pemindahan portal hoise ke bentang lain 111

51. Gambar 3.24 Proses erection U girder tampak samping 111

52. Gambar 3.25 Kondisi lokasi kerja proyek Flyover Amplas 112

53. Gambar 3.26 PC Voided slab 115

54. Gambar 3.27 Concrete box girder 117

55. Gambar 3.28 PC I Girder 119

56. Gambar 3.29 Bahan pelapis duct DSI 123

57. Gambar 3.30 Angker multi strand DSI 123

58. Gambar 3.31 Dead end anchor (angker mati) DSI 124

59. Gambar 3.32 Alat pendorong kabel strand DSI 126

60. Gambar 3.33 Proses penarikan baja strand DSI 126

61. Gambar 3.34 Dongkrak hidraulik DSI 127

62. Gambar 3.35 Buttonheads BBR 129

63. Gambar 3.36 Angker hidup VSL 130

64. Gambar 3.37 Dead end (angker mati) VSL 130

65. Gambar 3.38 Dongkrak hidraulik VSL 132

66. Gambar 3.39 Metode erection dengan portal hoise 135

67. Gambar 3.40 Mobile Crane 136

68. Gambar 3.41 Metode erection dengan mobile crane 136

69. Gambar 3.42 Contoh metode erection dengan Launcher Truss 137

70. Gambar 3.43 Letak titik pengangkatan bebrbagai metode erection 138

71. Gambar 3.44 Skets erection PCU girder metode portal hoise 139

72. Gambar 3.45 Skets erection PCU girder metode mobile crane 139

73. Gambar 3.46 Skets erection PCU girder metode luncher truss 140

74. Gambar 3.47a Pengaturan lalu jalur lintas kendaraan saat erection tahap 1 143

75. Gambar 3.47b Pengaturan lalu jalur lintas kendaraan saat erection tahap 1 144

76. Gambar 3.48 Ruang poral hoise 145

77. Gambar 3.49 Ruang mobile crane 146

DAFTAR NOTASI

e = eksentrisitas Ec = Elastisitas beton

Es = Elastisitas baja strand f`c

= Kuat tekan beton saat masa pelayanan f`ci

= Kuat tekan beton saat awal penegangan kabel f` td = kekuatan tarik langsung f` tf = modulus keruntuhan (kekuatan tarik flexural)

Fr = Modulus repture Io

= Inersia penampang Ix

= Inersia arah x Po

= Gaya jacking force Pi

= Initial prestress force R

= Faktor reduksi dari benda uji kubus ke silinder w

= Berat jenis beton Yb

= Jarak dari pusat titik berat ke bawah balok Ya

= Jarak dari pusat titik berat ke atas balok σ bk

= Tegangan tekan beton ε t = Regangan total ε e = Regangan elastis ε c = Regangan rangkak ε sh = Regangan susut

φ = Faktor reduksi kekuatan σ top

= Tegangan pada bagian atas balok σ bottom

= Tegangan pada bagian bawah balok µ

= Koefisien gesekan α

= Pengubah dari sudut kabel dari gaya ke jarak x β

= Deviasi angular wobble terhadap variasi selongsong tendon ∆ A = Besar nilai draw in yang ditentukan

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan segala rahmat dan hidayah-Nya kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan Tugas Akhir ini yang berjudul ANALISA PRESTRESS (POST-TENSION) PADA PRECAST CONCRETE U GIRDER “Studi Kasus Pada Jembatan Flyover Amplas”

Sehubungan dengan selesainya Tugas Akhir ini, maka penulis menyampaikan terima kasih sebesar-besarnya kepada:

1. Dosen pembimbing penulis, Prof.Dr.-Ing. Johannes Tarigan.

2. Dosen penguji penulis, Ir. Mawardi S.

3. Dosen penguji penulis, Ir. M. Aswin, MT.

4. Dosen penguji penulis, Nursyamsi, ST, MT.

5. Mentor lapangan, Santoso WA, ST.

6. Mentor lapangan, Husein, ST, MT.

7. Teman terdekat saya, Halid Zulkarnain Hrp, ST.

8. Seluruh rekan yang telah ikut membantu saya baik secara moril maupun materil selama proses penulisan Tugas Akhir saya ini.

Penulis menyadari bahwa penulisan atau penyusunan Tugas Akhir ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang sifatnya membangun sehingga dapat menyempurnakan penulisan selanjutnya. Semoga Tugas Akhir ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Amin.

Medan, Februari 2009

Cut Retno Masnul

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Proyek Pembangunan Fly Over Amplas Kotamadya Medan ini adalah salah satu paket dari Satuan Kerja Non Vertikal Tertentu Pembangunan Jalan Dan

Jembatan Metropolitan Medan yang dilakukan oleh Direktorat Jenderal Bina Marga Departemen Pekerjaan Umum. Proyek ini direncanakan mulai beroperasi pada Juli 2007 hingga Desember 2008. Posisi Fly Over Amplas (selanjutnya disebut FO Amplas) tepat berada di simpang empat jalan Sisingamangaraja dan jalan Pertahanan, dimana terminal amplas berada di jalan pertahanan yang sebagian besar jalur keluar masuk kendaraannya melewati simpangan tersebut. Tidak adanya jalan alternatif lain menyebabkan terjadinya penumpukan arus kendaraan di lokasi tersebut yang menyebabkan kemacetan. Jalan Sisingamangaraja merupakan salah satu pintu gerbang kendaraan memasuki Kota Medan dari arah Tanjung Morawa, dimana jalur ini nantinya direncanakan menampung volume kendaraan tersebut.

Konstruksi Fly Over Amplas didesain untuk dapat menanggung beban yang besar berupa:

1. Beban mati (dead load)

2. Beban mati tambahan (additional dead load)

3. Beban hidup (live load) Bangunan struktural Fly Over Amplas secara garis besar terdiri dari bore pile, footing, kolom, pier head, girder, dan slab lantai yang kesemuaan-nya berupa beton bertulang. Dalam konstruksi-nya digunakan beton bertulang biasa cetak di tempat (cast in place) dan khusus girder digunakan beton prategang pabrikan (precast). alasan penggunaan girder beton prategang adalah girder jembatan merupakan structural yang langsung menerima beban lalu-lintas setalah slab yang kemudian menyalurkan beban tersebut ke kolom dan diteruskan ke pondasi.

FO Amplas menggunakan Precast Concrete U (PCU) sebagai girder-nya yang terdiri dari balok beton (concrete) segmental pre-cast, yang menggunakan sistem FO Amplas menggunakan Precast Concrete U (PCU) sebagai girder-nya yang terdiri dari balok beton (concrete) segmental pre-cast, yang menggunakan sistem

Gambar 1.1 Balok U Girder

Lingkup pekerjaan pada FO Amplas hingga saat ini telah mencapai pekerjaan super struktur yaitu erection PCU Girder. Pekerjaan Erection PCU Girder merupakan pekerjaan untuk menempatkan balok-balok U Girder ke Pier Head. Namun sebelum dilakukannya erection girder, pekerjaan penting yang harus dilakukan pada girder adalah proses stressing. Stressing girder adalah proses penarikan kabel tendon yang ada didalam girder untuk menjadikan girder sebagai beton prategang. Pemberian tegangan pada kabel tendon (stressing) dapat dilakukan dengan dua sistem, pre- tensioning dan post-tensioning.

Pre-tensioning adalah prinsip cara penegangan dengan tendon ditegangkan dengan alat pembantu sebelum tendon dicor atau sebelum beton mengeras dan gaya Pre-tensioning adalah prinsip cara penegangan dengan tendon ditegangkan dengan alat pembantu sebelum tendon dicor atau sebelum beton mengeras dan gaya

Penggunaan sistem post-tensioning dipilih karena pertimbangan:

1. Keterbatasan lahan di proyek FO Amplas untuk menjadi lokasi pencetakan girder.

2. Dibutuhkan bentuk tendon yang melengkung. Pengerjaan stressing dengan cara pre-tension akan sulit untuk membentuk tendon yang melengkung.

3. Dengan panjang bentang girder 37,9 m, penggunaaan sistem pre-tension akan mahal dalam hal begisting.

4. Kemudahan pelaksanaan. Girder pre-cast pada proyek ini dibuat oleh PT. Wijaya Karya Beton (Witon) dengan jarak antara proyek dan pabrik ± 30 km. Dengan jarak ini pabrik akan mengirimkan gider dengan menggunakan container. Panjang container disesuaikan dengan panjang girder, dan itulah penyebab girder dicetak sebagai beton segmental yang akan disambung menjadi kesatuan

Metode kerja stressing girder post-tensioning mengutamakan baja dalam posisi seperti profil yang telah ditentukan, lalu dicor dalam beton (grouting), lekatan dihindarkan dengan menyelubungi baja dengan membuat saluran/pipa untuk instalasi kabel. Post-tensioning terdiri atas dua cara, sistem single dan double. Sistem single adalah sistem stressing kabel strand dengan hanya menarik salah satu ujung kabel strand saja. Sedang sistem double adalah sistem penarikan kabel strand dengan mearik kedua ujung kabel.

Spesifikasi alat dan bahan telah memenuhi kebutuhan stressing girder pada proyek FO Amplas. Pemilihan spesifikasi tersebut telah sesuai dengan hasil perhitungan dan analisa yang telah dilakukan oleh VSL Engineering Corp. Ltd. Namun hasil analisa tersebut perlu dianalisa kembali kebenarannya sebagai bahan pembelajaran. beranjak dari kondisi ini, penulis tertarik mengangkat judul “Analisa Prestress Precast Concrete U Girder Studi Kasus Pada Jembatan Flyover Amlpas”

1.2. Tujuan dan Manfaat

Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk menganalisa prestress PCU girder pada proyek pembangunan FO Amplas, baik analisa perhitungan maupun metode pelaksanaan stressing, juga analisa metode pelaksanaan erection PCU girder.

Manfaat tulisan ini diharapkan dapat menjadi bahan referensi pembelajaran tentang beton prategang pada girder U.

1.3. Pembatasan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut:

1. Penganalisaan hitungan pra stressing PCU Girder cara penegangan post- tension dari data VSL pada Proyek Pembangunan FO Amplas – Medan. Pada Tugas Akhir ini dilakukan perhitungan ulang sesuai perhitungan dari VSL dengan menggunakan mutu beton slab K-350.

2. Metode perhitungan VSL menggunakan batasan teori SNI T-12 2004, Bridge Management System, AASHTO 1992, dan ACI

3. Penganalisaan metode pelaksanaan pekerjaan stressing PCU Girder, pada Tugas Akhir ini dikhususkan pada metode pelaksanaan sistem VSL.

4. Penganalisaan metode kerja ereksi PCU girder dengan menggunakan portal hoist.

1.4. Metodologi Pembahasan

Metode penyusunan laporan yang dilakukan adalah:

1. Dengan mengambil data-data yang diperoleh dari lapangan (data dari PT. Wijaya Karya. Tbk)

2. Pengolahan data PCU girder kedalam bentuk analisis perhitungan menggunakan metode teori SNI T-12 2004, Bridge Management System, AASHTO 1992, dan ACI

3. Analisis metode kerja stressing girder metode VSL metode kerja erection girder metode portal hoist (WIKA) dengan dibantu oleh beberapa sumber lain sebagai pendukung yang terdapat dalam literature.

BAB II LANDASAN TEORI

2.1. Umum

Girder jembatan Flyover Amplas berupa PCU Girder Prategang dengan panjang bentang adalah 31.1m dan 37.9 m yang dibagi dalam 4 (empat) sampai 7

(tujuh) segmen, sehingga sebelum proses pemberian tegangan (selanjutnya disebut stressing) segmental concrete terlebih dahulu disatukan/dilem dan lalu dilakukan stressing.

Flyover Amplas merupakan bangunan jembatan yang perencanaannya diatur dalam standart perencanaan jembatan SNI jembatan. Dalam perencanaannya menurut SNI T-12-2004 umur rencana jembatan pada umumnya disyaratkan 50 tahun. Namun untuk jembatan penting dan/atau berbentang panjang, atau yang bersifat khusus, disyaratkan umur rencana 100 tahun.

Perencanaan harus berdasarkan pada suatu prosedur yang memberikan jaminan keamanan pada tingkat yang wajar, berupa kemungkinan yang dapat diterima untuk mencapai suatu keadaan batas selama umur rencana jembatan.

Perencanaan kekuatan balok, pelat, kolom beton bertulang sebagai komponen struktur jembatan yang diperhitungkan terhadap lentur, geser, lentur dan aksial, geser dan puntir, harus didasarkan pada cara Perencanaan berdasarkan Beban dan Kekuatan Terfaktor (PBKT). Untuk perencanaan komponen struktur jembatan yang mengutamakan suatu pembatasan tegangan kerja, seperti untuk perencanaan terhadap lentur dari komponen struktur beton prategang penuh, atau komponen struktur lain sesuai kebutuhan perilaku deformasinya, atau sebagai cara perhitungan alternatif, dapat digunakan cara Perencanaan berdasarkan Batas Layan (PBL).

Di samping itu, perencanaan harus memperhatikan faktor integriti komponen-komponen struktur maupun keseluruhan jembatan, dengan mempertimbangkan faktor-faktor berikut: - Kontinuitas dan redundansi.

- Semua komponen struktur jembatan harus mempunyai ketahanan yang terjamin terhadap kerusakan dan instabilitas sesuai umur jembatan yang direncanakan.

- Aspek perlindungan eksternal terhadap kemungkinan adanya beban yang tidak direncanakan atau beban berlebih. Jembatan Flyover Amplas termasuk dalam golongan jembatan dengan gelagar tipe box segmental pracetak. Gelagar jembatan terbuat dari bahan beton dengan mutu 600kg/cm^2 yang dikompositkan terhadap lantai beton bertulang dengan mutu 300 kg/cm^2. Bentuk gelagar adalah U beam dengan bentang variatif.

Gambar 2.1. Potongan melintang balok U girder ditengah bentang Balok girder dengan bentang lebar menuntut perencanaan teknologi tinggi. Penggunaan beton bertulang biasa akan menjadikan perencanaan sangat boros dan tidak ekonomis, dimensi balok girder akan sangat besar. Penggunaan beton prategang dengan balok precast dianggap mampu memenuhi syarat setelah dilakukan perhitungan terlebih dahulu.

Ada dua metode dan cara pelaksanaan stressing, yaitu metode satu arah (non balas) dan dua arah (balas) dan cara pre tension dan post-tension. Pada Proyek FO Amplas digunakan metode perhitungan dan pelaksanaan VSL dengan alat standart VSL yang telah di-patenkan. VSL merupakan singkatan dari Voorspan System Loesinger yang diciptakan oleh Loesinger pada tahun 1917 di Bern, Swiss dan dipatenkan pada tahun 1954.

Girder beton prategang haruslah menggunakan bahan bermutu tunggi agar mampu menerima gaya prategang dan gaya eksternal yang besar yang akan berkerja pada girder. Pada girder FO Amplas tahapan pekerjaan yang harus diselesaikan hingga mencapai pekerjaan pengangkatan girder (erection) adalah sebagai berikut:

1. Perhitungan prategang girder

2. Pelaksanaan stressing girder dan grouting

3. Erection girder Untuk tahapan pekerjaan (1) dan (2) dilaksanakan dengan metode VSL, sedangkan pada tahapan (3) menggunkanan portal hoise yang metodenya dikembangkan sendiri oleh PT. Wijaya Karya, Tbk.

2.2. Precast Concrete U Girder

Pada proyek pembangunan jembatan Flyover Amplas digunakan girder dengan bentuk U. Bentuk ini setelah melalui tahap perencanaan dianggap mampu menerima beban struktur dan dianggap lebih ekonomis.

Balok girder yang merupakan beton precast dibuat oleh PT. Wijaya karya beton. Beton dicetak dengan mengikuti spesifikasi beton pracetak sesuai spesifikasi umum proyek. PT. Wijaya Karya Beton mendapat perhitungan dasar yang dibuat oleh PT.VSL untuk pembuatan balok girder. Berikut merupakan langkah-langkah prosedur fabrikasi precast concrete U girder:

Tahapan Pekerjaan Fabrikasi :

1. Pemasangan tulangan memanjang dan melintang girder.

2. Menentukan ordinat tendon prestress sesuai gambar kerja. Ordinat diukur dari bottom rebar girder ke as tendon (Y1) atau bagian bawah tendon (Y2). Titik ordinat tersebut ditandai (marking) dengan menggunakan cat , spidol atau sejenisnya.

Gambar2.2. Penentuan koordinat titik duct tendon

3. Memasang Support bar dengan cara mengikat support bar ke tulangan geser/sengkang berdasarkan posisi yang telah di marking.

4. Menyambung duct sesuai dengan Tipe dan panjang tendon yang direncanakan dengan menggunakan coupler duct dan masking tape / clotch tape.

5. Memasukkan duct kedalam tulangan balok, kemudian duct diikat ke suport bar dengan menggunakan kawat ikat.

6. Memasukkan duct kedalam tulangan girder, kemudian duct diikat ke support bar dengan menggunakan kawat ikat.

Gambar 2.3. Instalasi duct

7. Memasang Casting pada posisi angkur hidup, sebelumnya casting dipasang terlebih dahulu pada box casting yang terbuat dari multiplek.

8. Memasang bursting steel pada posisi angkur hidup dan angkur mati. Bursting steel merupakan tambahan penulangan yang berfungsi sebagai penahan gaya radial untuk mencegah terjadinya retak / pecah pada saat stressing.

9. Menyambung duct ke casting dengan menggunakan masking tape/ clotch tape. Masking tape berfungsi untuk mencegah masuknya air semen kedalam duct.

10. Memasang PE grout untuk lubang inlet/outlet saat grouting.

11. Inspeksi bersama kontraktor dan konsultan untuk memeriksa ordinat tendon prestress dan kelengkapan aksesorisnya.

Gambar 2.4. Girder siap untuk dicor

12. Pemasangan formwork girder

13. Pengecoran.

Gambar 2.5. Girder yang telah dicor dan akan dipindahkan Balok girder yang telah cukup umur kemudian dibawa menuju lokasi penggunaan girder yaitu dilokasi proyek. Girder dipindahkan dengan menggunakan Gambar 2.5. Girder yang telah dicor dan akan dipindahkan Balok girder yang telah cukup umur kemudian dibawa menuju lokasi penggunaan girder yaitu dilokasi proyek. Girder dipindahkan dengan menggunakan

Gambar 2.6. Penurunan PCU girder dari truk container Balok girder yang berbentuk U memiliki keistimewaan yang terletak pada susunan tendonnya yang berpasang-pasangan. Susunan ini mengharuskan penarikan kabel strand pada girder harus menggunakan dua dongkrak sekaligus.

2.3. Perhitungan Prategang Girder

Pada langkah perhitungan besar gaya dongkrak (jacking force) ada beberapa hal yang harus dipertimbangkan. Adapun hal-hal tersebut adalah:

2.3.1. Disain Material (1). Beton

Beton yang digunakan untuk konstruksi beton prategang memiliki komposisi standart yaitu semen, air, agregat dan jika perlu ditambahkan admixture. Besar perbandingan antar ketiga bahan tersebut tergantung mutu beton yang akan dicapai. Beton untuk beton prategang biasanya merupakan beton bermutu tinggi. Menurut

ACI, beton yang boleh mengalami prategang adalah beton yang telah berumur 28 hari dengan kuat tekan beton telah mencapai 30 sampai 40 MPA. Dalam segala hal, beton dengan kuat tekan (benda uji silinder) yang kurang dari 20 MPa tidak dibenarkan untuk digunakan dalam pekerjaan struktur beton untuk jembatan, kecuali untuk pembetonan yang tidak dituntut persyaratan kekuatan. Dalam hal komponen struktur beton prategang, sehubungan dengan pengaruh gaya prategang pada tegangan dan regangan beton, baik dalam jangka waktu pendek maupun jangka panjang, maka kuat tekan beton disyaratkan untuk tidak lebih rendah dari 30 MPa.

Besaran mekanis beton yang telah mengeras dapat dibedakan dalam dua kategori, besaran sesaat atau jangka pendek dan besaran jangka panjang. Besaran jangka pendek yaitu kuat tekan, tarik, geser, dan kuat yang diukur dengan modulus elastisitas. Sedang besaran jangka panjang yaitu rangkak dan susut beton.

a. Kuat tekan

Kuat tekan beton tergantung dari jenis campuran, besaran agregat, waktu dan kualitas perawatan. Beton dengan kekuatan tinggi jelas jauh lebih menguntungkan. Kuat tekan beton f`c didasarkan pada pengujian benda uji slinder standart 6in. x 12in. yang diolah pada kondisi laboratorium standart dan diuji pada laju pembebanan tertentu selama 28 hari. Spesifikasi standart yang digunakan di Indonesia adalah dari SNI.

Penggunaan bentuk benda uji beton untuk pengetesan kuat tekan memiliki perbedaan. Benda uji berupa kubus dengan rusuk 150 mm digunakan di Eropa, dan selinder dengan diameter 150 mm tinggi 300mm digunakan di Amerika dan

Australia. Kuat tekan yang diperoleh dari benda uji kubus akan lebih besar dari benda uji selinder, dan rasio antara keduanya (R) diberikan pada persamaan berikut (Bridge Management System):

 σ bk  R = 0 . 76 + 0 . 2 * log 

dengan : σ = Tegangan pada benda uji kubus bk

c = 150 Maka besarnya f`c

f`c = R * σ cu (2.2) Nilai f`c desain tidak sama dengan kuat tekan silinder rata-rata, namun kuat

tekan silinder yang dipandang minimum

Gambar 2.7 . Penegangan post-tension [Gilbert,1990] Ketentuan beton untuk post-tension terlihat pada (Gambar 2.7). Sebagian besar komponen struktur beton prategang dibebani oleh tegangan yang tinggi. Jika kita tinjau beton prategang diatas dua perletakan (seperti pada gambar) maka terlihat Gambar 2.7 . Penegangan post-tension [Gilbert,1990] Ketentuan beton untuk post-tension terlihat pada (Gambar 2.7). Sebagian besar komponen struktur beton prategang dibebani oleh tegangan yang tinggi. Jika kita tinjau beton prategang diatas dua perletakan (seperti pada gambar) maka terlihat

Untuk menentukan kekuatan beton pada t waktu pada umur beton 28 hari dengan menggunakan persamaan t

f ` c ( 28 ) (2.3) α+ β t

dengan: f`c(t) = kekuatan beton umur t hari f`c(28) = kekuatan beton usia 28 hari Dan nilai α & pada tabel berikut β

Kondisi

Normal Portland cement Beton moist cured

Beton steam cured

High early cement Beton moist cured

Beton steam cured

Tabel 2.1 . Nilai α& β [Gilbert,1990]

b. Kuat tarik

Kuat tarik beton relative sangat kecil. Pendekatan yang baik untuk kuat tarik beton fct adalah 0.10f`c<fct<0.20f`c. Kuat tarik lebih sulit diukur daripada kuat tekan karena adanya masalah pada penhepitan pada mesin tarik.

Untuk komponen struktur yang mengalami lentur, nilai modulus reptur fr (bukan kuat belah tarik f`t) digunakan dalam desain. Modulus reptur diukur dengan cara menguji balok beton polos berpenampang bujursangkar 6 in. hingga gagal dengan bentang 18 in. dan dibebani dititik-titik sepertiga bentang (ASTM C-78). Besarnya modulus reptur lebih besar disbanding kuat tarik belah beton. Dari Pedoman Beton 1988, Chapter 3 besar modulus reptur adalah:

Fr = 0.6 * fc` (2.4) Kekuatan tarik langsung (direct tensile strength) pada beton menurut peraturan

ACI 318-83 adalah f` df = 0.4 f` c (2.5)

Dengan : f` td = kekuatan tarik langsung

Dan dapat menjadi nol jika terjadi retak pada beton. Modulus keruntuhan (modulus of rupture) beton lebih tinggi dari kekuatan tarik beton yang menurut peraturan ACI 318-83 (pada berat beton normal) adalah:

f` tf = 0.62 f` c (2.6) dengan :

f` tf = modulus keruntuhan (kekuatan tarik flexural)

c. Kuat geser

Kuat geser lebih sulit ditentukan dengan cara eksperimental dibandingkan dengan pengujian-pengujian lainnya dikarenakan sulitnya untuk mengisolasi tegangan geser dari tegangan lainnya. Hal ini mengakibatkan perbedaan hasil besarnya kuat geser beton yang dilaporkan diberbagai studi literature, mulai dari 20% hingga 85% dari kuat tekan pada kasus-kasus dimana geser langsung terjadi bersamaan dengan tekan. Kontrol desain structural jarang didasarkan pada kuat geser karena besarnya kuat geser itu sendiri dibatasi secara kontiniu pada nilai yang lebih kecil untuk mencegah beton mengalami tarik diagonal.

Untuk keperluan analisa, Gambar 2.8 dan Gambar 2.9 merupakan grafik tegangan-regangan beton berbagai variasi kuat tekan beton. Dari grafik dapat disimpulkan:

1. Semakin rendah kekuatan beton, semakin tinggi regangan gagalnya

2. Panjang bagian yang semula linier akan bertambah untuk kuat tekan beton yang semakin besar.

3. Ada reduksi yang sangat nyata pada daktalitas untuk kekuatan yang meningkat.

Gambar 2.8. Kurva tegangan-regangan tipikal untuk beton [Nawy,2001]

Gambar2.9. Kurva tegangan-regangan berbagai variasi kekuatan tekan beton

[Nawy,2001]

d. Modulus elastisitas beton (Ec)

Kurva tegangan-regangan pada Gambar 2.10 berbentuk linier pada tahapan pembebanan awal, maka modulus elastis young hanya dapat diterapkan pada tangent kurva dititik asal. Kemiringan awal dari tangent dikurva didefenisikan sebagai modulus tangent awal. Kemiringan garis lurus yang menghubungkan titik asal dengan tegangan tertentu (sekitar 0.4 f`c) merupakan modulus elastis sekan beton, yang nilainya merupakan nilai modulus elastisitas yang digunakan dalam disain. Memenuhi asumsi praktis bahwa regangan yang terjadi selama pembebanan pada Kurva tegangan-regangan pada Gambar 2.10 berbentuk linier pada tahapan pembebanan awal, maka modulus elastis young hanya dapat diterapkan pada tangent kurva dititik asal. Kemiringan awal dari tangent dikurva didefenisikan sebagai modulus tangent awal. Kemiringan garis lurus yang menghubungkan titik asal dengan tegangan tertentu (sekitar 0.4 f`c) merupakan modulus elastis sekan beton, yang nilainya merupakan nilai modulus elastisitas yang digunakan dalam disain. Memenuhi asumsi praktis bahwa regangan yang terjadi selama pembebanan pada

Gambar 2.10. Modulus tangent dan modulus sekan pada beton [Nawy,2001]

Modulus elastisitas beton, Ec , nilainya tergantung pada mutu beton, yang terutama dipengaruhi oleh material dan proporsi campuran beton. Namun untuk analisis perencanaan struktur beton yang menggunakan beton normal dengan kuat tekan yang tidak melampaui 60 MPa, atau beton ringan dengan berat jenis yang tidak kurang dari 2000 kg/m3 dan kuat tekan

Yang tidak melampaui 40 MPa, nilai Ec bisa diambil sebagai: Ec 1.5 =w *0.043 * σ bk

(2.7) Dalam kenyataan nilainya dapat bervariasi ± 20%. wc menyatakan berat jenis beton dalam satuan kg/m3, fc’ menyatakan kuat tekan beton dalam satuan MPa, dan

Ec dinyatakan dalam satuan MPa. Untuk beton normal dengan massa jenis sekitar 2400 kg/m3, Ec boleh diambil sebesar 4700 √fc’, dinyatakan dalam MPa .

e. Rangkak

Rangkak atau aliran material lateral adalah peningkatan regangan terhadap waktu akibat beban yang terus menerus berkerja. Deformasi awal akibat beban adalah regangan elastis, sementara regangan tambahan akibat beban yang sama yang terus berkerja adalah regangan rangkak.. Asumsi ini karena deformasi awal yang tercatat hanya berupa sedikit efek yang bergantung pada waktu. Pada Gambar. terlihat bahwa laju rangkak berkurang seiring bertambah waktu. Rangkak tidak dapat diamati secara langsung, namun dapat ditentukan dengan mengurangkan regangan elastis dengan regangan susut dari deformasi total. Meskipun rangkak dan susut merupakan fenomena yang tidak independent, dapat diasumsikan bahwa superposisi tegangan berlaku, sehingga

Regangan total ( ε t ) = Regangan elastis ( ε e ) + rangkak ( ε + susut c ) ( ε sh ) (2.8)

Gambar 2.11. Kurva regangan-waktu [Nawy,2001]

Rangkak sangat berkaitan dengan susut, dan sebagai aturan umum bahwa beton yang menahan susut juga cenderung sedikit mengalami rangkak, karena keduanya berkaitan dengan pasta semen yang terhidrasi. Dengan demikian rangkak Rangkak sangat berkaitan dengan susut, dan sebagai aturan umum bahwa beton yang menahan susut juga cenderung sedikit mengalami rangkak, karena keduanya berkaitan dengan pasta semen yang terhidrasi. Dengan demikian rangkak

Rangkak mengakibatkan meningkatnya defleksi balok dan slab, dan mengakibatkan hilangnya gaya prategang. Untuk jangka waktu yang lebih lama lagi rangkak dapat mengakibatkan meningkatnya tegangan pada beton yang mengakibatkan kegagalan pada beton.

f. Susut

Pada dasrnya ada dua jenis susut, susut plastis dan susut pengeringan. Susut plastis terjadi selama beberapa jam pertama sesudah pengecoran beton segar dicetakan. Permukaan yang diekspose seperti plat lantai akan lebih dipengeruhi oleh udara kering karena besarnya permukaan udara kontak.. Susut pengeringan terjadi sesudah beton mongering dan sebagian besar proses hidrasi kimiawi dipasta semen telah terjadi.

Susut pengeringan adalah berkurangnya volume elemen apabila terjadi kehilangan kandungan air akibat penguapan . Penyusutan merupakan fenomena yang sedikit berbeda dengan rangkak. Jika pada rangkak beton dapat kembali seperti semula jika beban dilepas, susut pada beton tidak akan membuat beton kembali ke volume awal jika beton tersebut direndam. Pada Gambar 2.12 dapat terlihat laju susut terhadap waktu. Dapat terlihat beton dengan umur yang lebih tua mengalami susut yang lebih kecil karena beton dengan usia lebih tua akan lebih tahan terhadap tegangan dan ini berarti beton mengalami lebih sedikit susut.

Gambar 2.12. Kurva susut-waktu [Nawy,2001]

Faktor-faktor yang mempengaruhi susut pengeringan: - Agregat. Agregat beraksi menahan susut pada semen. Jadi beton dengan kandungan agregat lebih banyak akan lebih tahan terhadap susut - Rasio air/semen. Semakin tinggi rasio air/semen, semakin besar pula efek susut. - Ukuran elemen beton. Semakin besar elemen beton, maka semakin kecil susutnya - Kondisi kelembaban disekitar. Pada daerah dengan kelembaban yang tinggi laju susut akan lebih kecil - Banyaknya penulangan. Beton bertulang akan lebih sedikit mengalami susut disbanding dengan beton polos. - Bahan additive. Penambahan bahan yang bersifat untuk mempercepat pengerasan beton akan mengakibatkan beton banyak mengalami susut. - Jenis semen. Semen jenis cepat kering akan mengakibatkan beton banyak mengalami susut. - Karbonansi. Susut karbonansi diakibatkan oleh reaksi antara karbondioksida (CO2) yang ada di atmosfer dan yang ada di pasta semen. Banyaknya susut gabungan bergantung pada urutan proses karbonasi dan pengeringan. Jika keduanya terjadi secara simultan, maka susut yang terjadi akan lebih sedikit.

(2). Baja

a. Baja prategang

Baja pada konstruksi beton prategang merupakan penyebab terjadinya pemendekan pada beton dikarenakan pengaruh rangkak dan susut. Kehilangan gaya prategang pada baja sesaat setelah penegangan pada baja akibat gesekan disepanjang tendon atau saat pengangkuran ujung (draw-in) akan mempengaruhi gaya prategang pada beton dengan angka yang cukup signifikan.

Untuk tujuan ke-efektif-an desain, total kehilangan gaya prategang harus relatif kecil dibandingkan gaya prategang yang berkerja. Kondisi ini dipengaruhi oleh jenis baja prategang yang digunakan dalam konstruksi. Pada proyek FO Amplas baja yang digunakan adalah baja strand sebagai tulangan prategang dan baja tulangan biasa sebagai tulangan geser.

Baja yang digunakan sebagai tulangan prategang merupakan jenis uncoated stress relieve seven wire strand low relaxation. Baja strand merupakan jenis yang paling banyak digunakan untuk penegangan post-tension. Strand yang digunakan pada proyek ini sesuai spesifikasi ASTM A416. Baja strand difabrikasi dengan memuntir beberapa kawat secara bersamaan. Seven wire strand terdiri dari 7 (tujuh) untaian kawat, dengan posisi kawat 1 (satu) untai ditengah dan 6 (enam) sisanya mengelilingi satu kawat pusat. Strand low relaxation digunakan untuk mencapai konstruksi yang efisien.

Gambar 2.13. Strand prategang 7 kawat (a). standart dan (b). yang dipadatkan

Kawat-kawat stress-relived adalah kawat tunggal yang ditarik dingin yang sesuai dengan standart ASTM A421; strss-relived strand mengikuti standart ASTM

A 416. Strand terbuat dari tuju buah kawat dengan memuntir enam diantaranya pada pitch sebesar 12 sampai 16 kali diameter disekeliling kawat lurus yang sedikit lebih besar. Pelepasan tegangan dilakukan setelah kawat-kawat dijalin menjadi strand. Besar geometris kawat dan strand sebagaimana disyaratkan ASTM masing-masing tercantum dalam Tabel 2.2 dan Tabel 2.3

Tabel 2.2. Kawat-kawat untuk beton prategang [Nawy,2001]

Tabel 2.3. Strand standart tujuh kawat untuk beton prategang [Nawy,2001]

Pada proyek ini digunakan baja strand dengan spesifikasi PC strand ASTM A416 / A416M – 1998 Grd 270 Low Relaxation, merek : Kingdom

Tabel 2.4. Spesifikasi kabel strand [Booklet Proyek FOA]

Gambar 2.14. PC Strand ASTM A416/A416M-1998

b. Relaksasi baja

Jika baja prategang ditarik hingga mencapai perpanjangan yang constant dan dijaga tetap pada selang waktu tertentu maka akan terlihat gaya prategang pada baja tersebut akan berkurang secara perlahan, besarnya kehilangan tergantung waktu dan suhu. Kehilangan gaya prategang seperti ini disebut dengan relaksasi baja (R).

Menurut besar nilai relaksasinya, baja prategang terbagi dua jenis yaitu baja prategang relaksasi normal dan baja prategang relaksasi rendah. Untuk pemakaian jangka panjang, baja prategang relaksasi rendah lebih sering dipergunakan karena lebih menguntungkan. Percobaan untuk mengetahui besarnya nilai relaksasi baja dilakukan dalam waktu 1000 jam pada tegangan konstan pada suhu 20 derajat Celcius. Tegangan awal bervariasi antara 60-80% dari tegangan tarik ultimate dan

dengan σ pi = 0 . 7 f p . Maka hasil percobaan dinyatakan sebagai R 1000. Untuk baja Australia nilai R 1000 diberikan pada tabel berikut:

Type of Steel R 1000 (%) Low Relaxation R 1000 (%) Normal Relaxation

Stress –relieved wire 2.0 6.5 Stress-relieved strand 2.5 7.0 Alloy steel bars 2.5 7.0

Tabel 2.5. Relaksasi dasar R 1000 untuk Australian steel (AS 3600-1988) [Gilbert,1990] Maka besarnya relaksasi baja (%) setelah waktu t dapat dihitung dengan menggunakan persamaan berikut

1 k 2 R 1000 [ log ( 5 . 38 t ) ] (2.9)

0 . R 176 = k

dengan: k1 = tergantung tegangan awal pada tendon (Gambar 2.15) k2 = tergantung temperature rata-rata, dapat digunakan T/20 nilainya tidk lebih dari

Gambar 2.15. Koefisien relaksasi k1 (AS 3600-1988) [Gilbert,1990] Relaksasi jangka panjang pada baja prategang diajukan oleh CEB-FIP (1987) adalah pada (Tabel 2.6)

σ pi /f p 0.6 0.7 0.8

Normal relaxation steel 6 12 25 Low relaxation steel 3 6 10

Tabel 2.6. Relaksasi jangka panjang R~ (%) [Gilbert,1990]

2.3.2. Analisa Penampang (1). Tampang U balok girder (Precast)

Tampang U balok girder terdiri dari 2 bangun sederhana trapezium dan persegi panjang. Sehingga dalam penentuan rumus untuk analisa tampang dapat digunakan rumus-rumus yang sederhana.

a. Luas

Luas bangun dapat dihitung dengan menggunakan rumus luas trapezium: Luas (Area) = ½ (sisi atas + sisi bawah) x tinggi

b. Jarak titik berat

Jarak titik berat yang dihitung dari arah Y dari bagian bawah tampang menurut bentuk trapezium dapat dihitung dengan menggunakan persamaan:

Jarak titik berat arah Y (Yb) = (2.11)

c. Inersia Ix

Inersia bangun arah x, Ix untuk bangun seperti tampang haruslah dijumlahkan dengan inersia tambahan. Inersia awal dapat dihitung sesuai persamaan inersia untuk bangun trapezium, lalu dijumlahkan dengan inersia tambahannya.

( a + 4 ab + Inersia (Io) = b )

36 ( a + b )

Inersia arah x (Ix) = Io + (Luas * d^2) (2.13)

d. Modulus section (W)

Besarnya modulus tampang dapat dihitung dengan membagikan Inersia arah x (Ix) dengan jarak titik berat keseluruhan, atau secara matematis dapat dituliskan:

Wa = Ix / Ya (2.14) Wb = Ix /Yb

(2). Tampang Komposit

Untuk nilai-nilai pada analisa tampang komposit besarnya dapat dihitung dengan menjumlahkan komponen precast dengan slab-nya.

2.3.3. Desain Pembebanan

Beban-beban yang berkerja pada desain struktur girder pada proyek Flyover Amplas adalah: - Beban mati tetap - Beban mati tambahan - Beban hidup

a. Beban mati tetap dan beban mati tambahan (Dead load)

Yang termasuk dalam beban mati adalah berat sendiri beton girder, slab lantai, aspal dan diaphragma. Besarnya beban tergantung pada berat jenis komponen- komponen tersebut.

b. Beban hidup (Live load)

Yang termasuk dalam beban hidup (live load) adalah beban dinamik izin (DLA), Knife edge load (KEL), distribution load,dan live load. Dari Bridge Management System (BMS) Volume 1, Chapter 2.3.2- Traffic Loads ditentukan: - Dinamik Load Allowance (DLA)

(2.16) Untuk bentang <= 50 m, besar DLA

Untuk 50 < bentang < 90 m, besar DLA = 1+(0.0025*bentang+0.175) Untuk bentang >= 90 m, besar DLA

- Knife Edge Load (KEL) (2.17) Dari peraturan ini ditetapkan nilainya 4.40 ton/m` - Distribution Factor (DF)

(2.18) Dari peraturan ini ditetapkan nilainya 1.00 - Distribution load

(2.19) Untuk bentang <= 30 m, q = 0.8 t/m^2 Untuk bentang > 30 m, q = 0.8 * (0.5 + 15/bentang) t/m^2

- Live load Distribution load q` = DF * DF * q * s

(2.20) Line load p` = DF * DLA * KEL * s

(2.21) dengan s = lebar slab komposit

c. Perhitungan momen ditengah bentang

Momen ditengah bentang dihitung sesuai dengan persamaan untuk mengetahi momen tengah bentang pada balok diatas dua perletakan. M = l/L * q * l/2

(2.22) Dengan: M = momen mid span (2.22) Dengan: M = momen mid span

d. Perhitungan momen ultimate

Berdasarkan peraturan ridge Management System (BMS) Volume 1- page 2.6, besarnya momen ultimate total dapat dihitung dengan persamaan (2.23): Ultimate total = 1.2*beam + 1.3*slab + 2*asphalt + 1.2*diaphragm + 2*live load

Perhitungan menurut ACI 318-83 (1983), pendesainan beban menggunakan kekuatan batas. Perencanaan kekuatan pada potongan melintang yang menjadi hasil dari kekuatan batas (kekuatan ultimate R u ), dan factor reduksi kekuatan ( φ ). Faktor

reduksi kekuatan merupakan factor keamanan sebagai variable pengontrol kekuatan bahan, posisi baja, dimensi beton, kesalahan pada prosedur perencanaan maupun ke- daktail-an bahan tersebut.

φ Ru ≥ R*

Dengan: Ru = Beban ultimate R* = Beban terfaktor rencana Jenis Aksi

( φ) (a) Flexure (dengan atau tanpa tegangan aksial) dan tegangan aksial

0.9 (b) Kompresi aksial dan kompresi aksial dengan flexure - Tulangan spiral

0.75 - Tulangan biasa

Untuk kompresi aksial kecil, ( φ ) dapat membesar secara linier dari nilai (b), dan untuk kompresi aksial mendekati 0 pdigunakan (a)

(c) Geser dan torsi

0.85 (d) Bearing pada beton

Tabel 2.7. Faktor reduksi kekuatan φ (ACI 318-83) [Gilbert,1990]

2.3.4. Tegangan-Tegangan Izin Maksimum di Beton

Menurut AASHTO 1992, Chapter 9.15.2.1-Design, besarnya tegangan-tegangan izin maksimum di beton adalah mengikuti: - Tegangan beton sebelum kehilangan rangkak dan susut

Tekan - Komponen struktur pratarik

(2.24) - Komponen struktur pasca tarik = 0.55 f`ci

= 0.6 f`ci

(2.25) Tarik - Daerah tarik yang semula tertekan ………tidak ada tegangan sementara

- Daerah tanpa penulangan lekatan = 0 . 8 * f` ci (2.26) - Tegangan beton pada kondisi beban kerja

Tekan

(2.27) Tarik pada daerah yang semula tertekan

= 0.40 f`c

- Komponen struktur dengan penulangan lekatan = 1 . 59 * f` c (2.28) - Komponen struktur tanpa penulangan lekatan = 0

- Tegangan tekan beton saat transfer Besarnya f`ci dapat ditentukan dengan persamaan: f`ci = 80%*f`c

2.3.5. Sistem Prategang

Sistem prategang yang digunakan pada girder FO Amplas adalah sistem perimbangan beban (balancing). Konsep ini terutama menggunakan prategang sebagai usaha untuk membuat seimbang gaya-gaya pada sebuah gelagar. Pada keseluruhan desain struktur beton prategang, pengaruh beton prategang dipandang sebagai keseimbangan berat sendiri sehingga balok girder yang mengalami lenturan tidak akan mengalami tegangan lentur pada kondisi terbebani.

Girder didesain dengan sistem prategang penuh yang berarti komponen struktur didesain pada beban kerja tidak terjadi tegangan tarik. Namun dalam pelaksanaannya tergantung besar beban yang akan berkerja.

2.3.6. Sistem Penegangan Tendon

Sistem penegangan tendon pada proyek FO Amplas ini adalah sistem post- tension (pasca tarik) mekanik dengan bantuan dongkrak. Sistem pasca tarik adalah suatu sistem prategang kabel tendon dimana kabel ditarik setelah beton mengeras. Jadi sistem prategang hampir selalu dikerjakan pada beton yang telah mengeras, dan tendon-tendon diangkurkan pada beton tersebut segera setelah gaya prategang dilakukan.

Pada sistem post-tension mekanis, dongrak digunakan untuk mearik baja strand dengan reaksi yang berkerja melawan beton yang telah mengeras. Penggunaan dongkrak hidrolik bertujuan untuk kemudahan pengoperasian alat dan dengan kapasitas alat yang besar. Pada proyek FO Amplas sistem ini diberikan pada girder beton precast segmental.

Pada sistem post-tension di proyek ini, untuk mengalihkan gaya prategang ke beton diperlukan bantuan alat mekanis yaitu angkur ujung (struktur dengan pengangkuran ujung). Komponen stuktur post-tension menyelubungi tendon-nya dengan cara peng-grouting-an selongsong. Grouting adalah proses peng-injeksi-an air semen dan pasir halus yang dilakukan setelah selesai proses stressing. Rekatan pada tendon sistem penegangan post-tension dicapai dengan pelaksanaan grouting.

2.3.7. Besar Gaya Prategang

a. Jacking force

Gaya prategang yang diberikan pada kabel strand merupakan gaya prategang initial (jacking force) yang besarnya belum dikurangi oleh besar kehilangan gaya prategang akibat kehilangan jangka pendek dan jangka panjang.

Dalam perhitungan, besarnya gaya prategang initial (jacking force) adalah Po = 72% Ultimate Tensile Strength

b. Saat awal ditengah bentang

Tegangan dibagian atas σ top = Pi/Acp – Pi.e/Wa + Mbs/Wa

Tegangan dibagian bawah σ bottom = Pi/Acp – Pi.e/Wb + Mbs/Wb

c. Saat servis ditengah bentang

Tegangan dibagian atas

σ top = Pe/Acp – (Pe.e-Mbp)/Wap + Mbp/Wac (2.33) Tegangan dibagian bawah σ bottom = Pe/Acp – (Pe.e-Mbp)/Wbp + Mbh/Wbc

(2.34) Dengan : Pi

= Initial prestress force Wa = Modulus section bagian atas balok precast Mbs = Momen akibat berat sendiri

e = eksentrisitas Wb = Modulus section bagian bawah balok precast Pe = Gaya pratengang efektif Wac = Modulus section bagian atas balok komposit Mbp = Momen akibat berat beton (Precast beam + slab + Diaph) Mbc = Modulus section bagian bawah balok komposit Wap = Modulus section bagian atas balok precast Wbp = Modulus section bagian bawah balok precast Mbp = Momen akibat beban tambahan (aspal + Live load)

2.3.8. Kehilangan Gaya Prategang

Kehilangan gaya prategang adalah hal yang pasti terjadi pada konstruksi beton prategang. Kehilangan yang terjadi terbagi dalam 2 (dua) tahapan yaitu saat gaya prategang diberikan pada beton (saat transfer) yang disebut dengan kehilangan Kehilangan gaya prategang adalah hal yang pasti terjadi pada konstruksi beton prategang. Kehilangan yang terjadi terbagi dalam 2 (dua) tahapan yaitu saat gaya prategang diberikan pada beton (saat transfer) yang disebut dengan kehilangan

Kehilangan seketika = Pj – Pi dengan Pi = kehilangan gaya prategang sesaat setelah transfer Kehilangan jangka panjang = Pj - Pe dengan Pe = Total kehilangan gaya prategang pada tendon Kehilangan gaya prategang seketika dikarenakan hal:

a. Pemendekan elastis pada beton sesaat setelah transfer

b. Gesekan pada selongsong tendon

c. Slip anchorage Sedang kehilangan jangka panjang dapat dikarenakan banyak hal, namun yang paling memberikan pengaruh besar adalah:

a. Pengaruh rangkak pada baja

b. Pengaruh susut pada baja

c. Relaksasi pada baja

(1). Kehilangan jangka pendek

a. Pemendekan elastis pada beton (ES)

Pada sistim penarikan post-tension dengan jumlah kabel banyak, pemendekan elastis pada beton terjadi pada saat proses tendon diangkur-kan. Pemendekan elastis dengan nilai maximum pada tendon yang pertama kali stressing, dan nilai minimum pada tendon yang terakhir kali stressing. Besarnya pemendekan elastis pada beton dapat dihitung dengan menggunakan persamaan dari ACI 318-95, Chapt.18.6 berikut

ES = (Kes*Es*fcir/Ec)*As (2.35) ES = (Kes*Es*fcir/Ec)*As (2.35)

Pada sistim penarikan post-tension, gesekan antara tendon dengan selongsongnya tentu tidak dapat dihindarkan. Gesekan yang terjadi akan mengurangi besar gaya prategang yang diterima tendon. Besar kehilangan gaya prategang akibat hal ini menurut AASHTO 1992, Chapt.9.16.1 dapat dihitung dengan menggunakan persamaan:

Px = Po * e (2.36) Dengan: Px = Gaya pada tendon ditiap titik x Po = Gaya pada tendon di ujung dongkrak (jacking force)

µ = Koefisien gesekan α = Pengubah dari sudut kabel dari gaya ke jarak x t

β = Deviasi angular wobble terhadap variasi selongsong tendon p

Adapun nilai µ dan β adalah: p

Jenis Selongsong Tendon (Ducts) µ

For strand in bright and zinc coated metal ducts

0.20 For greased and wrapped wire or strand

0.15 For strand in an unlined concrete ducts

Tabel 2.8. Nilai µ dengan variasi jenis ducts [Ned,1993]

Selongsong Tendon (Ducts)

≤ 50 mm 0 . 016 ≤ β p ≤ 0 . 024

> 50 and ≤ 90 mm

0 . 012 ≤ β p ≤ 0 . 016

> 90 and ≤ 140 mm

0 . 008 ≤ β p ≤ 0 . 012

For flat metal ducts

0 . 016 ≤ β p ≤ 0 . 024

For greased and wrapped bars

β p = 0 . 008 Tabel 2.9. Nilai β dengan variasi ukuran ducts [Ned,1993] p

c. Slip anchorage (A)

Slip atau draw-in pada tendon terjadi setelah proses stressing dilakukan dan tendon akan diangkur-kan ke beton. Besar-nya slip tergantung pada jenis angkur. Untuk jenis angkur wedge yang biasa digunakan pada baja strand, besar slip

() ∆ sekitar 6 mm. Nilai () ∆ juga dipengaruhi oleh jarak spasi pada angkur

Dokumen yang terkait

PENGARUH PEMBERIAN SEDUHAN BIJI PEPAYA (Carica Papaya L) TERHADAP PENURUNAN BERAT BADAN PADA TIKUS PUTIH JANTAN (Rattus norvegicus strain wistar) YANG DIBERI DIET TINGGI LEMAK

23 199 21

KEPEKAAN ESCHERICHIA COLI UROPATOGENIK TERHADAP ANTIBIOTIK PADA PASIEN INFEKSI SALURAN KEMIH DI RSU Dr. SAIFUL ANWAR MALANG (PERIODE JANUARI-DESEMBER 2008)

2 106 1

FREKUENSI KEMUNCULAN TOKOH KARAKTER ANTAGONIS DAN PROTAGONIS PADA SINETRON (Analisis Isi Pada Sinetron Munajah Cinta di RCTI dan Sinetron Cinta Fitri di SCTV)

27 310 2

MANAJEMEN PEMROGRAMAN PADA STASIUN RADIO SWASTA (Studi Deskriptif Program Acara Garus di Radio VIS FM Banyuwangi)

29 282 2

ANALISIS PROSPEKTIF SEBAGAI ALAT PERENCANAAN LABA PADA PT MUSTIKA RATU Tbk

273 1263 22

PENERIMAAN ATLET SILAT TENTANG ADEGAN PENCAK SILAT INDONESIA PADA FILM THE RAID REDEMPTION (STUDI RESEPSI PADA IKATAN PENCAK SILAT INDONESIA MALANG)

43 322 21

KONSTRUKSI MEDIA TENTANG KETERLIBATAN POLITISI PARTAI DEMOKRAT ANAS URBANINGRUM PADA KASUS KORUPSI PROYEK PEMBANGUNAN KOMPLEK OLAHRAGA DI BUKIT HAMBALANG (Analisis Wacana Koran Harian Pagi Surya edisi 9-12, 16, 18 dan 23 Februari 2013 )

64 565 20

PEMAKNAAN BERITA PERKEMBANGAN KOMODITI BERJANGKA PADA PROGRAM ACARA KABAR PASAR DI TV ONE (Analisis Resepsi Pada Karyawan PT Victory International Futures Malang)

18 209 45

STRATEGI KOMUNIKASI POLITIK PARTAI POLITIK PADA PEMILIHAN KEPALA DAERAH TAHUN 2012 DI KOTA BATU (Studi Kasus Tim Pemenangan Pemilu Eddy Rumpoko-Punjul Santoso)

119 459 25

PENGARUH BIG FIVE PERSONALITY TERHADAP SIKAP TENTANG KORUPSI PADA MAHASISWA

11 131 124