Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN
kebohongan, yakni nilai UN itu bukan murni hasil siswa, melainkan sudah ada campur tangan berbagai pihak, termasuk oknum guru yang terpaksa curang
karena tekanan atasan Tim Redaksi, 2011. Kejadian serupa juga terjadi di SDN Gadel 2, Surabaya. Guru berharap supaya hasil ujian anak didiknya
memuaskan dengan memplot anak didiknya yang lumayan pintar untuk memberikan contekan pada anak-anak lainnya. Bahkan warga juga
menyatakan bahwa mencontek sudah terjadi di mana-mana dan wajar dilakukan siswa agar bisa lulus, Evilanti
, 2012 Di sisi lain, guru yang tidak mau dianggap gagal karena tidak bisa mencerdas-
kan siswa atau sekolah yang tidak mau disebut sebagai sekolah tidak bermutu akan melakukan manipulasi nilai seiring dengan tuntutan belajar tuntas, harus
naik, dan lulus 100 sebagai ukuran mutu keberhasilan. Penentuan standar ketuntasan belajar yang terlampau tinggi juga memicu terjadinya manipulasi
nilai. Manipulasi nilai yang diharapkan dapat meningkatkan martabat guru dan sekolah, hanya akan mematikan kecerdasan dan motivasi siswa. Siswa yang
dapat nilai baik, padahal dia tahu bahwa dia tidak berhak memperoleh nilai itu, cenderung akan meremehkan guru. Begitu juga dengan siswa yang benar-
benar cerdas, akan mati semangat belajarnya karena merasa jerih payahnya selama ini tidak dihargai. Akan lebih celaka lagi ketika anak-anak yang
mendapat nilai fantastis di raport, tidak lolos tes masuk SMA atau SNMPTN. Angka-angka itu tidak berguna lagi, dan kepercayaan masyarakat terhadap
sekolah pun luntur, Darwono, 2010
Kecurangan seperti di atas juga terkadang dipicu oleh ketidak percaya dirian siswa dalam menyelesaikan soal secara mandiri. Hal ini disebabkan oleh
rendahnya kemampuan siswa, terutama dalam mata pelajaran matematika. Oleh karena itu, sangat diperlukan upaya-upaya untuk meningkatkan
kemampuan matematika siswa sehingga kecurangan-kecurangan tersebut dapat dihindari
dengan tetap mengedepankan keberhasilan siswa dalam memahami pelajaran dengan baik ataupun melanjutkan ke jenjang pendidikan
yang lebih tinggi. Salah satu caranya adalah dengan mewujudkan pendidikan yang sesuai dengan Undang-Undang Dasar Republik Indonesia UUD RI
Nomor 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional Bab 1 Pasal 1 1, yang mendefinisikan pendidikan sebagai:
pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk
memiliki kekuatan
spiritual keagamaan,
pengendalian diri,
kepribadian,kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan
Kurikulum, proses pembelajaran, dan penilaian merupakan tiga dimensi yang sangat penting untuk mewujudkan tercapainya tujuan sistem pendidikan di
Indonesia. Ketiga dimensi tersebut saling berkaitan antara satu dengan yang lainnya Sumarna Surapranata dan Muhammad Hatta, 2004:1. Keberhasilan
pembelajaran juga dipengaruhi oleh beberapa faktor, selain faktor guru yang profesional, juga dari peserta didik atau siswa itu sendiri. Siswa sering di-
hadapkan pada masalah yang harus dipecahkan, khususnya menyelesaikan soal-soal. Siswa dihadapkan untuk menyelesaikan soal dan mencari pe-
mecahannya dengan teliti, teratur dan tepat. Adakalanya dalam menyelesaikan soal digunakan rumus-rumus tertentu, sehingga sebagian siswa menganggap
soal tersebut dapat diselesaikan secara mudah dengan menghafal rumus, terutama dalam mata pelajaran matematika.
Matematika sebagai salah satu ilmu dasar mempunyai peranan yang sangat penting dalam kehidupan sehari-hari untuk mendukung kemajuan ilmu
pengetahuan dan teknologi. Oleh karena itu, matematika merupakan salah satu mata pelajaran pokok di sekolah yang diajarkan pada setiap jenjang pen-
didikan mulai dari sekolah dasar, sekolah lanjutan, sampai dengan perguruan tinggi. Matematika perlu dipelajari oleh siswa karena melalui matematika
siswa dapat menumbuhkembangkan kemampuan menganalisa dan menarik kesimpulan, serta memiliki sikap dan kebiasaan berpikir logis, kritis, dan
sistematis, bekerja cermat, tekun, dan bertanggung jawab, Suherman, 1992:134
Bagi sebagian siswa, pelajaran matematika dianggap sebagai salah satu mata pelajaran yang menakutkan. Hal ini karena pada pelajaran matematika siswa
kerap mendapatkan nilai di bawah ketentuan minimal yang berlaku, baik itu untuk ulangan harian, kenaikan kelas ataupun penentuan kelulusan. Bahkan
pelajaran yang kerap menjadi batu sandungan kelulusan adalah pelajaran matematika. Hal ini terlihat dari data kelulusan siswa SMP di Indonesia tahun
2011, yaitu sebanyak 2.391 siswa tidak lulus karena matematika, 1.780 siswa tidak lulus mata pelajaran Bahasa Indonesia, dan sebanyak 152 siswa tidak
lulus dalam mata pelajaran Bahasa Inggris, Putranto ,
2011. Hal tersebut di atas menunjukkan bahwa banyak siswa yang melakukan ke-
salahan dalam menyelesaikan soal-soal matematika. Penyebab kesalahan siswa dalam menyelesaikan soal sangatlah beragam. Untuk mengetahui
penyebab kesalahan siswa dalam menyelesaikan soal, dapat diketahui dari kesalahan yang dilakukannya Nahel, 2012.
Geometri merupakan bagian dari matematika yang objeknya bersifat abstrak. Kemampuan visualisasi siswa sangat dibutuhkan dalam mempelajari geometri
Bariyah, 2010.
Geometri dianggap penting untuk dipelajari siswa karena dalam geometri dibahas objek-objek yang berhubungan dengan bidang dan
ruang. Belajar geometri berfungsi untuk melatih siswa dalam berfikir logis, bekerja secara sistematis serta dapat meningkatkan kreativitas dan
kemampuan berinovasi Mulyani, 2008 . Garis singgung lingkaran merupa- kan salah satu pokok bahasan geometri yang dipelajari pada tingkat SMP.
Berdasarkan uraian di atas, perlu dilakukan penelitian dengan judul Kesalahan Siswa dalam Menyelesaikan Soal Garis
Singgung Lingkaran . Penelitian ini dilakukan di SMP Negeri 10 Bandar Lampung, dengan standar ketuntasan minimal siswa yang harus dicapai adalah
70. Berdasarkan data nilai matematika siswa kelas VIII SMP Negeri 10 Bandar Lampung tahun ajaran 20102011, diperoleh data sebanyak 68,40
siswa kelas VIII tidak mampu mencapai nilai ketuntasan minimal pada pokok bahasan garis singgung lingkaran. Ini artinya banyak siswa yang belum
mampu mencapai nilai minimal dan melakukan kesalahan dalam menyelesaikan soal-soal pada pokok bahasan garis singgung lingkaran. Di sisi
lain, guru mata pelajaran matematika di sekolah tersebut belum pernah melakukan identifikasi kesalahan siswa dalam menyelesaikan soal, sehingga
guru tidak mengetahui letak kesalahan-kesalahan siswa secara spesifik, yang nantinya dapat menjadi salah satu acuan perbaikan dalam pembelajaran.