Ciri-ciri Kecemasan Matematika Teori Mengenai Kecemasan Matematika

b. Persepsi yang berkembang di tengah masyarakat bahwa matematika itu sulit terkooptasi sebagian pikiran anak c. Pelajaran matematika yang monoton, guru cenderung represif membuat anak tertekan. Anak cenderung menutup diri kurang dapat mengolaborasi dan mengekspresikan dirinya dalam pembelajaran d. Tuntutan untuk mendapatkan nilai yang baik dalam pelajaran matematika oleh orang tua dan guru. Hal ini menyebabkan anak hanya berorientasi pada hasil dan nilai saja bukan proses pembelajaran itu sendiri. Sehingga ketika anak mendapat nilai jelek dia akan merasa tertekan dan menganggap dirinya bodoh. Sementara menurut Siroj dalam Yulianti 2010:30 kecemasan matematika dapat ditimbulkan oleh guru itu sendiri akibat dari praktik-praktik pembelajaran yang tidak sesuai. Hal ini sejalan dengan pernyataan Danhere dalam Anditya 2016 lemahnya kemampuan guru dalam menyampaikan materi diantaranya karena guru kurang memahami gaya belajar siswa, sehingga materi terasa sulit untuk dipahami siswa hingga menyebabkan kecemasan matematika.

4. Ciri-ciri Kecemasan Matematika

Kecemasan matematika yang dialami siswa dapat diketahui dari gejala pengiring kecemasan, menurut Dacey dalam Wicaksono 2013 kecemasan dapat ditinjau melalui tiga komponen, yaitu: a. Komponen psikologis, berupa kegelisahan, gugup, tegang, cemas, rasa tidak aman, takut, dan cepat terkejut b. Komponen fisiologis, berupa jantung berdebar, keringat dingin pada telapak tangan, tekanan darah meninggi mudah emosi, respon kulit terhadap galvanis sentuhan dari luar berkurang, gerakan peristaltik gerakan berulang tanpa disadari bertambah, gejala gastrointertinal pencernaan , gejala respiratori pernapasan,dan gejala urogenital perkemihan dan kelamin. c. Komponen sosial, komponen sosial, sebuah perilaku yang ditunjukkan oleh individu di lingkungannya. Perilaku itu dapat berupa tingkah laku sikap dan gangguan tidur. Secara lebih rinci, Siroj dalam Yulianti 2010:26 berdasarkan Philips, Martin, Mayer, serta Aren dan Smith mengemukakan bahwa kecemasan siswa terhadap matematika tersebut dapat diidentifikasi dari gejala-gejala: a. Sangat berhati-hati, Siswa yang tempak terlalu berhati-hati biasanya mengerjakan tugas dengan lambat dan sangat rapi, ia tampak takut untuk mengambil resiko serta kesulitan bahkan tidak mampu memecahkan masalah matematika yang agak rumit dan membutuhkan kreativitas dalam menjawab. b. Ketergantungan, Siswa yang tampak selalu berpegang teguh dan selalu menanyakan apakah jawaban yang ia kerjakan benar, merupakan ciri dari siswa yang ketergantungan. Mereka lebih mementingkan jawaban benar daripada proses mendapatkan jawaban benar. c. Menghindari tanggapan dari lingkungan, siswa yang tampak melamun pada waktu belajar matematika, mungkin ia cemas terhadap pekerjaan matematikanya. Cara ini ia gunakan untuk menahan perasaan yang kurang yakin terhadap pekerjaan matematikanya. d. Kemunduran mengenai proses pemecahan yang kompleks, siswa dengan kecemasan matematika, mungkin dapat mengingat fakta-fakta dasar dengan baik, tetapi mengalami kesulitan dalam pemecahan masalah matematika. Ia tampak kesulitan untuk melihat alternatif penyelesaian atau mengembangkan suatu rencana pemecahan masalah untuk menyelesaikan soal. e. Terlalu takut salah atau gagal, siswa dengan kecemasan matematika umumnya berasal dari keluarga yang mengharapkan agar mereka memiliki prestasi yang tinggi dalam sekolah, khususnya dalam pelajaran matematika. Sehingga dalam beberapa kasus, anak- anak menyamakan kasih sayang yang diberikan orang tua dengan keberhasilan mereka disekolah. Oleh karena itu guru harus meyakinkan siswa bahwa mereka mampu mengerjakan soal-soal matematika dan tidak perlu takut melakukan kesalahan. f. Penolakan oleh keluarga, orangtua mungkin terlalu menekan anak0anak untuk berhasil, seringkali dikritik dan tidak pernah dipuji. Oleh karena itu, guru diharapkan untuk tidak membandingkan kemampuan setiap siswa karena dapat menimbulkan pertentangan dalam diri anak. g. Sikap permusuhan, siswa yang menunjukkan kecemasan matematika mungkin menampakkan kemarahan, sebagai contoh siswa yang tidak mampu menyelesaiakan soal matematika dengan cepat mungkin akan menimbulkan gejolak kemarahannya. h. Harapan yang melebihi kemampuan, kecemasan matematika dapat disebabkan oleh kesenjangan antara harapan dan kemampuan yang sesungguhnya, siswa mungkin memiliki harapan berprestasi dalam pembelajaran matematika namun kemampuannya masih jauh dari apa yang diharapkan. i. Gejala-gejala secara fisik, siswa sekolah dasar yang mengalamai kecemasan matematika ditandai dengan gejala-gejala secara fisik. Seperti menarik-narik rambut, merasa pusing, sakit perut, berkeringat dingin, dan sering menarik nafas panjang ketik mengikuti pembelajaran matematika j. Tingkah laku kompulsif, tingkah laku kompulsif merupakan tingkah laku yaang tidak berhubungan dengan tugas dan mungkin langsung berupa tindakan seseorang yang bersifat negatif. Misalnya siswa membuat coretan-coretan yang tidak ada kaitannya dengan tugas atau soal yang dikerjakan. k. Tingkah laku menghindari, murid-murid yang cenderung menghindari pelajaran matematika, ujian, dan tidak mengerjakan PR matematika merupakan indikator bahwa mereka mengalami kecemasan matematika. l. Kurang menghargai diri sendiri, pernyataan-pernyataan seperti “saya tidak bisa mengerjakan soal- soal matematika” atau “saya tidak akan pernah mendapatkan skor bagus dalam pelajaran matematika” menunjukkan kurangnya penghargaan terhadap diri sendiri. Pernyataan-pernyataan negatif seperti ini mengindikasikan kecemasan matematika.

5. Dampak Kecemasan Matematika