SMA kelompok tengah yang notabenenya memiliki tingkat kemampuan siswa yang lebih baik dibanding siswa SMA kelompok bawah berdasarkan peringkat
UN 20132014.
4.2.2 Solusi Mengatasi Miskonsepsi
4.2.2.1 Miskonsepsi Struktur dan Fungsi
Berdasarkan hasil penelitian dan analisis data, tuntutan KD 3.4 KTSP Kemdiknas, 2006 dan KD 3.10 kurikulum 2013 Kemdikbud, 2013 yang
memuat konsep struktur dan fungsi belum terpenuhi dengan baik. Hal ini terbukti dengan proses pembelajaran di kelas yang masih didominasi dengan studi
literatur. Tuntutan kurikulum juga belum dapat dipenuhi siswa, terbukti dengan tingginya persentase miskonsepsi siswa SMA kelompok atas, tengah, dan bawah
pada konsep fungsi sistem saraf dan fungsi sistem hormon. Persentase miskonsepsi kedua konsep tersebut lebih dari 50 pada setiap kelompok.
Temuan miskonsepsi struktur dan fungsi pada penelitian ini didukung oleh temuan Damaiyanti et al. 2015 yaitu 82 siswa kelas XI IPA SMA Adabiah 1
Padang mengalami miskonsepsi pada konsep struktur dan fungsi hipotalamus serta struktur dan fungsi retina mata. Temuan ini juga didukung oleh Rurua
2012 yaitu 72 siswa SMA Negeri 2 Poso Kota Selatan mengalami miskonsepsi pada konsep fungsi akson dan 43 siswa mengalami miskonsepsi
pada konsep fungsi neuron sensorik. Miskonsepsi lain juga ditemukan oleh Chaniarosi 2014 yaitu miskonsepsi yang dialami siswa pada konsep struktur dan
fungsi organ pencernaan dan pernapasan manusia.
Guru dapat meminimalisasi atau menghindarkan siswa dari miskonsepsi struktur dan fungsi antara lain dengan kegiatan pengamatan menggunakan alat
peraga misalnya torso atau gambar yang representatif sehingga siswa dapat memahami struktur dengan baik dan jelas Susilawati et al., 2014. Sumber-
sumber gambar yang menjadi acuan siswa untuk mempelajari struktur dan fungsi sistem saraf gambar neuron, otak, dan sumsum tulang belakang dan sistem
indera harus jelas dan secara konseptual benar sehingga menghindarkan siswa dari miskonsepsi Nusantari, 2013. Siswa harus banyak mengulang pelajaran secara
mandiri agar ingatan tentang materi tersebut bertahan di memori jangka panjang. Pembelajaran yang bermakna membantu siswa mempertahankan konsep yang
dipelajari dalam memori jangka panjang. 4.2.2.2
Miskonsepsi Mekanisme Kerja Berdasarkan hasil penelitian dan analisis data, tuntutan KD 3.4 KTSP
Kemdiknas, 2006 dan KD 3.10 kurikulum 2013 Kemdikbud, 2013 yang memuat konsep mekanisme kerja belum terpenuhi dengan baik. Hal ini terbukti
dengan proses pembelajaran di kelas yang masih didominasi dengan studi literatur, sedangkan pengamatan, percobaan, maupun simulasi sangat jarang
bahkan tidak dilakukan selama pembelajaran materi sistem regulasi. Tuntutan kurikulum juga belum dapat dipenuhi siswa, terutama siswa SMA kelompok
tengah. Hal ini terbukti dengan tingginya persentase miskonsepsi siswa SMA kelompok tengah lebih dari 50 pada konsep mekanisme kerja sistem hormon
dan homeostasis.
Temuan miskonsepsi prosesmekanisme pada penelitian ini sejalan dengan penelitian Rurua 2012 yang menemukan 62 siswa mengalami miskonsepsi
pada konsep cara kerja saraf simpatik. Yuliana et al. 2013 menemukan miskonsepsi mekanisme pada materi sistem respirasi manusia. Penelitian sejenis
juga dilakukan oleh Murni 2013 dan menemukan miskonsepsi pada konsep mekanisme sintesis protein.
Solusi yang dapat dilakukan oleh guru untuk mencegah dan mengatasi terjadinya miskonsepsi terkait mekanisme atau proses yang terjadi di dalam tubuh
manusia adalah memulai pembelajaran dengan halfenomena konkret yang dialami sehari-hari oleh siswa baru beranjak ke pengetahuan teoritisnya Petrina,
2007. Guru dapat memperjelas gambaran mekanisme yang terjadi di dalam tubuh dengan menampilkan gambar animasivideo yang sesuai Adisendjaja et al., 2007;
Chandrasegaran et al., 2007. Jacobsen et al. 2009 memaparkan bahwa pembelajaran dengan mengoptimalkan penggunaan teknologi informasi dan
komunikasi dapat menciptakan suasana pembelajaran yang lebih bervariasi dengan tetap memusatkan pembelajaran pada siswa. Kegiatan simulasi dan
praktikum dapat diterapkan untuk menghadirkan pembelajaran yang bermakna bagi siswa sehingga konsep yang dipelajari dapat tertanam kuat dan bertahan lama
di memori siswa. 4.2.2.3
Miskonsepsi Aplikasi Berdasarkan hasil penelitian dan analisis data, tuntutan KD 3.4 KTSP
Kemdiknas, 2006, KD 3.10, dan KD 3.11 kurikulum 2013 Kemdikbud, 2013 yang memuat konsep aplikasi belum terpenuhi dengan baik. Hal ini terbukti
dengan proses pembelajaran di kelas yang tidak menyertakan materi tentang psikotropika maupun zat adiktif lainnya. Kurangnya kesempatan siswa dalam
mengembangkan pemikiran aplikasi konsep menyebabkan tuntutan kurikulum belum dapat dipenuhi siswa. Hal ini terbukti dengan persentase miskonsepsi siswa
SMA kelompok tengah lebih dari 50 pada konsep aplikasi sistem saraf, aplikasi sistem indera, dan aplikasi sistem koordinasi. Persentase di atas 50 juga dialami
siswa SMA kelompok atas dan bawah pada konsep aplikasi pada sistem indera. Temuan miskonsepsi aplikasi pada penelitian ini sejalan dengan penelitian
Murni 2013 yang menemukan miskonsepsi pada mahasiswa pendidikan biologi semester 5 terkait subkonsep pengendalian ekspresi gen. Chaniarosi 2014 juga
menemukan miskonsepsi pada guru biologi terkait konsep aplikasi pada sistem reproduksi manusia, yaitu fertilisasi, gestasi, persalinan, dan laktasi.
Penanganan miskonsepsi terkait aplikasi dapat guru lakukan, antara lain dengan cara menggunakan soal evaluasi berbentuk esai sehingga siswa dapat
mengungkapkan hal yang diketahuinya terkait jawaban soal tersebut secara bebas Suparno, 2013, terutama pada soal-soal aplikasi. Berdasarkan jawaban siswa,
guru dapat mengetahui siswa sudah memahami konsep dengan tepat atau mengalami miskonsepsi terkait konsep atau materi tersebut. Strategi lain yang
dapat guru lakukan yaitu dengan mengajukan pertanyaan terus-menerus dan bertingkat kepada siswa selama pembelajaran berlangsung. Pertanyaan tingkat
tinggi dan pertanyaan terbuka dapat melatih kemampuan berpikir siswa sekaligus melibatkan peran aktif siswa dalam pembelajaran Jacobsen et al., 2009.
Pertanyaan terus-menerus yang diajukan kepada siswa secara bergantian dapat
menggali pemahaman konsep siswa secara lebih mendalam karena pertanyaan yang diajukan memiliki tingkatan yang bertahap, mulai dari konsep umum ke
khusus, maupun konsep sederhana ke komplek. Cara ini secara klasikal dapat membantu siswa mengubah konsepnya yang masih keliru jika semua siswa aktif
terlibat Suparno, 2013. Alokasi waktu perlu guru perhatikan karena cakupan materi sistem koordinasi sangat banyak dan siswa membutuhkan waktu lebih
untuk penguasaan materi. Siswa dapat mengulang materi di luar jam pelajaran, namun terkait materi aplikasi yang melibatkan penalaran siswa membutuhkan
bimbingan guru untuk memastikan alur berpikir dan pemahamannya sesuai dengan teori yang benar sehingga tidak mengalami miskonsepsi.
63
BAB 5 PENUTUP
5.1 Simpulan
Berdasarkan hasil analisis miskonsepsi materi sistem regulasi pada siswa kelas XI SMA Kota Semarang yang telah dilaksanakan, maka disimpulkan
sebagai berikut. 1
Siswa kelas XI SMA Kota Semarang mengalami miskonsepsi materi sistem regulasi dengan kategori sedang.
2 Rata-rata siswa SMA kelompok atas, tengah, dan bawah mengalami
miskonsepsi yang tinggi pada konsep fungsi sistem saraf, aplikasi sistem indera, dan fungsi sistem hormon.
5.2 Saran
Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh, peneliti dapat mengemukakan saran sebagai berikut.
1 Sumber belajar siswa diharapkan memuat konsep-konsep yang tepat sehingga
siswa terhindar dari miskonsepsi. 2
Sebaiknya dilakukan penelitian lebih lanjut tentang miskonsepsi siswa pada materi biologi yang lain dan cara mengatasinya.