xliii
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Gambaran Umum Klinik Telkom Medan
Klinik Telkom Medan dikelola oleh Yayasan Kesehatan Telkom sebagai tempat untuk para pegawai maupun pensiunan pegawai Telkom untuk memeriksakan
kesehatannya. Pasien yang datang ke Klinik Telkom merupakan pasien internal Telkom yang biaya pengobatannya ditanggung oleh Telkom, sehingga pasien lebih
loyal untuk berobat ke Klinik Telkom. Klinik Telkom Medan tidak memiliki ruang rawat inap sehingga apabila pasien membutuhkan perawatan yang lebih intensif
mendapatkan surat rujukan ke beberapa rumah sakit yang telah bekerja sama dengan Yayasan Kesehatan Telkom. Klinik Telkom Medan juga memberikan pelayanan
kefarmasian dimana memiliki apotek yang bernama Apotek Telemedika Farma - 9 yang juga masih terletak di kawasan Klinik Telkom Medan dengan rata-rata jumlah
resep yang masuk setiap bulan adalah 2000 lembar resep. Klinik Telkom sudah menggunakan sistem online sehingga dapat memudahkan
dokter untuk mengetahui obat yang masih tersedia di apotek. Walaupun demikian, terkadang petugas apotek melakukan keterlambatan untuk menginput data obat yang
masih tersedia. Di bawah ini merupakan data tenaga kesehatan di Klinik Telkom Medan, dapat dilihat pada Tabel 4.1.
30
Universitas Sumatera Utara
xliv
Tabel 4.1 Tenaga kesehatan di Klinik Telkom Medan
4.2 Indikator Mutu Pelayanan Farmasi
a. Rata-rata waktu penyiapan obat Berdasarkan 322 resep yang diamati, peneliti membagi dalam dua kelompok
yaitu kelompok obat jadi dan kelompok obat racikan. Menurut Kepmenkes No.129 tahun 2008 tentang Standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit, dijelaskan bahwa
standar minimal waktu penyiapan obat jadi adalah ≤ 30 menit dan standar minimal
waktu penyiapan obat racikan adalah ≤ 60 menit. Kelompok obat jadi terdiri dari
296 resep yang memiliki rata-rata waktu penyiapan obat adalah 257 detik 4,28 menit dengan interval waktu 55 - 599 detik. Sementara kelompok obat racikan
terdiri dari 26 resep yang memiliki rata-rata waktu penyiapan obat adalah 898 detik 14,97 menit dengan interval waktu 606 - 2211 detik.
Waktu yang dibutuhkan untuk penyiapan obat tergantung pada jenis obat yang diminta dalam resep. Pada umumnya, waktu penyiapan obat jadi sediaan tunggal
lebih cepat daripada waktu penyiapan obat racikan serbukcampuran, dapat dilihat pada Gambar 4.1 dan Gambar 4.2.
Tenaga Kesehatan Jumlah
Dokter Umum 5
Dokter Spesialis 1
Dokter Gigi 2
Apoteker 1
Tenaga Teknis Kefarmasian 2
Perawat 3
31
Universitas Sumatera Utara
xlv
Waktu penyiapan obat detik Gambar 4.1
Diagram waktu penyiapan obat jadi detik vs jumlah resep
Waktu penyiapan obat detik Gambar 4.2
Diagram waktu penyiapan obat racikan detik vs jumlah resep
Diagram waktu penyiapan obat dibedakan karena perbedaan waktu yang cukup jauh. Perbedaan tersebut terjadi karena penyiapan untuk resep obat racikan
serbukcampuran membutuhkan waktu yang cukup lama dari pada penyiapan untuk resep obat jadi sediaan tunggal.
23 94
71 63
35 10
0-100 101-200
201-300 301-400
401-500 501-600
17
3 1
1 2
1 1
J u
m lah
R esep
Ju m
la h R
es e
p
32
Universitas Sumatera Utara
xlvi
Hal ini dikarenakan petugas membutuhkan waktu untuk mencari dan meracik obat sedangkan jumlah resep yang harus dilayani cukup banyak sehingga petugas
cukup kesulitan terutama untuk melayani resep obat racikan serbukcampuran dan membuat pasien menunggu lebih lama dari pada resep obat jadi.
b. Rata-rata waktu penyerahan obat Rata-rata waktu penyerahan obat adalah 20 detik dengan interval waktu 4 - 78
detik. Sebanyak 215 resep 66,77 mempunyai waktu penyerahan di bawah rata- rata, dapat dilihat di Gambar 4.3.
Waktu penyerahan obat detik Gambar 4.3
Diagram waktu penyerahan obat detik vs resep
Rata-rata waktu penyerahan obat di Klinik Telkom Medan lebih lama dibandingkan dengan penelitian yang dilakukan oleh Anggraeni 2012, yakni 7 detik
dengan interval waktu 2 - 80 detik.
215
87
17 3
0-20 21-40
41-60 61-80
Ju m
la h R
es e
p
33
Universitas Sumatera Utara
xlvii
Rata-rata waktu penyerahan obat yang diperoleh peneliti lebih lama dari penelitian Anggraeni 2012, dikarenakan pasien diberikan informasi yang cukup
lengkap tentang obat yang diberikan dan adanya komunikasi antara pasien dan petugas mengenai obat yang diberikan sehingga membutuhkan waktu yang lebih
banyak. Ketika menyerahkan obat, perlu disertakan juga informasi mengenai obat dan penggunaannya, bahaya terputusnya atau tidak teraturnya penggunaan obat, cara
penyimpanan obat, juga tentang kemungkinan interaksi dengan obat lain atau makanan, terutama obat bebas yang digunakan pasien. Perlu diingatkan obat yang
mempengaruhi kemampuan mengendarai kendaraan, pejalan kaki dalam jalan ramai, koordinasi berfikir, dan orang yang menjalankan mesin. Pasien diingatkan untuk
menyimpan obat jauh dari jangkauan anak-anak Anief, 2007. c. Persentase jumlah obat yang diserahkan sesuai resep
Berdasarkan 322 resep yang diamati, persentase jumlah obat yang diserahkan sesuai resep adalah 98,76. Persentase ini lebih tinggi dibandingkan penelitian yang
dilakukan Anggraeni 2012, yakni 94,44. Penyerahan jumlah obat yang tidak lengkap disebabkan keterlambatan petugas
apotek untuk memeriksa stok obat yang tersisa di apotek, tetapi dalam hal ini petugas memberikan solusi kepada pasien yaitu dengan mengantarkan kekurangan obat
tersebut ke rumah atau kantor pasien setelah stok obat sudah masuk sehingga pasien tidak perlu khawatir dan tidak perlu untuk kembali ke klinik.
Sementara untuk obat yang diperlukan segera tetapi stoknya kurang di apotek, biasanya petugas akan memberikan beberapa jumlah obat yang masih tersisa dahulu
kepada pasien untuk segera digunakan, kemudian sisanya akan segera dicarikan ke apotek lain sehingga pasien tidak perlu lama menunggu sampai stok obat masuk.
34
Universitas Sumatera Utara
xlviii
Tetapi selama peneliti melakukan penelitian di Klinik Telkom Medan, kekurangan jumlah obat di apotek tidak untuk obat yang dibutuhkan segera, melainkan obat
antipiretik dan obat flu. d. Persentase jumlah item obat yang diserahkan sesuai resep
Berdasarkan 322 resep yang diamati, persentase jumlah item obat yang diserahkan sesuai resep adalah 98,14. Persentase ini lebih rendah dibandingkan
penelitian Anggraeni 2012, yakni 98,89. Lebih rendahnya persentase jumlah item obat yang diperoleh peneliti daripada penelitian yang dilakukan Anggraeni karena
keterlambatan petugas apotek untuk menginput data obat yang masih tersedia di apotek ke komputer, sehingga dokter yang menuliskan resep tidak mengetahui
ketidaktersediaan obat di apotek. Walaupun demikian petugas memberikan solusi kepada pasien dengan mengantarkan obat yang tidak tersedia ke rumah atau kantor
pasien setelah stok obat masuk ke apotek. e.
Persentase penggantian item obat Berdasarkan 322 resep yang diamati, persentase penggantian item obat
sebanyak 0,62. Penggantian obat yang terjadi misalnya INH 400 diganti dengan INH 100 tetapi jumlahnya ditingkatkan menjadi empat kali lipat. Dibandingkan
dengan penelitian Anggareni 2012, persentase penggantian item obat adalah 1,94. Ini menunjukkan bahwa persentase penggantian item obat di Klinik Telkom Medan
lebih rendah. Hal ini terjadi karena stok obat yang tidak tersedia di apotek dan ada
pergantian beberapa Daftar Obat Telkom yang mungkin tidak diketahui oleh dokter sehingga dokter masih meresepkan sesuai Daftar Obat Telkom yang lama.
35
Universitas Sumatera Utara
xlix
f. Persentase etiket yang lengkap
Pengukuran persentase etiket dilakukan dengan mengamati kelengkapan etiket dari ditulisnya nomor urut resep, tanggal, nama pasien, aturan pakai, serta cara
pakaiperingatan lain dengan nilai setiap item 1 dan nilai maksimal 5. Nilai 1 diperoleh apabila hanya mencantumkan aturan pakai pada etiket. Nilai 2 diperoleh
apabila mencantumkan aturan pakai dan nama pasien. Nilai 3 diperoleh apabila mencantumkan aturan pakai, nama pasien, dan cara pakaiperingatan lain. Nilai 4
diperoleh apabila mencantumkan aturan pakai, nama pasien, cara pakaiperingatan lain, dan tanggal. Nilai 5 diperoleh apabila mencantumkan aturan pakai, nama
pasien, cara pakaiperingatan lain, tanggal, dan nomor urut resep. Berdasarkan 322 resep yang diamati, persentase etiket bernilai 1 adalah 0,62
dengan jumlah sampel 2 resep, bernilai 2 dan 3 adalah 0, bernilai 4 adalah 31,68 dengan jumlah sampel 102 resep, bernilai 5 adalah 67,70 dengan jumlah sampel
adalah 218 resep. Klinik Telkom Medan menuliskan etiket dengan cukup lengkap dan jelas,
dimana dituliskan nomor resep, tanggal peresepan, nama pasien, carawaktu pakai obat, serta kegunaan obat yang diresepkan sehingga dapat mengurangi kemungkinan
salahnya penggunaan obat oleh pasien. Untuk obat tablet, kaplet, ataupun kapsul dimasukkan kedalam plastik bening yang telah tertera etiket obat. Untuk obat racikan
serbuk dimasukkan kedalam kertas perkamen kemudian dimasukkan kedalam plastik bening yang telah tertera etiket obat. Untuk obat cair seperti sirup, suspensi,
atau emulsi ditempelkan etiket kertas berwarna putih pada kemasan. Untuk obat salap atau obat kumur ditempelkan etiket berwarna biru pada kemasan.
36
Universitas Sumatera Utara
l
Ketidaklengkapan etiket pada obat yang diberikan kepada pasien dapat berakibat tertukarnya obat dan pasien tidak mengetahui obat apa yang diminumnya.
Seharusnya penyerahan obat kepada pasien disertai dengan etiket yang diletakkan pada wadahpengemas yang tertera:
- nama pasien sebagai pengganti bila dikehendaki dengan nomor,
- aturan pakai, dan
- paraf yang membuat asisten apoteker atau apoteker.
Obat yang melalui mulut masuk perut disebut sebagai obat dalam, memakai etiket kertas berwarna putih dan bagi obat luar yaitu untuk kulit, mata, hidung, telinga,
dubur, vagina, injeksi, obat kumur yang tidak ditelan digunakan etiket kertas berwarna biru Anief, 2007.
g. Persentase hasil konseling
Pengukuran persentase hasil konseling dilakukan dengan memberikan tiga pertanyaan kepada pasien, dimana masing-masing pertanyaan diberikan nilai 1.
Pertanyaan-pertanyaan yang diberikan kepada pasien sehubungan dengan aturan pakai, cara pakai, dan peringatan mengenai obat yang diterima pasien.
Berdasarkan 322 resep yang diamati, persentase hasil konseling bernilai 1 adalah 0, bernilai 2 adalah 56,83 dengan jumlah sampel 183 pasien, dan bernilai
3 adalah 43,17 dengan jumlah sampel adalah 139 pasien. Hasil tersebut menunjukkan bahwa sebagian besar pasien dapat menjawab pertanyaan yang
diberikan. Hal ini disebabkan karena seringnya pasien menerima obat dengan jenis yang sama dan sebelumnya sudah dijelaskan oleh dokter yang memberikan resep,
serta petugas di apotek juga kembali memberikan informasi obat kepada pasien baik secara lisan maupun tulisan di etiket obat.
37
Universitas Sumatera Utara
li
4.3 Tingkat Kepuasan Pasien 4.3.1 Karakteristik Responden Penelitian