Mutu Pelayanan Kefarmasian di Klinik Telkom Medan

(1)

i

MUTU PELAYANAN KEFARMASIAN

DI KLINIK TELKOM MEDAN

SKRIPSI

OLEH: DIAN UTAMI NIM 081501039

PROGRAM STUDI SARJANA FARMASI

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

MUTU PELAYANAN KEFARMASIAN

DI KLINIK TELKOM MEDAN

SKRIPSI

Diajukan untuk melengkapi salah satu syarat untuk memperoleh Gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas Farmasi

Universitas Sumatera Utara

OLEH: DIAN UTAMI NIM 081501039

PROGRAM STUDI SARJANA FARMASI

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(3)

iii

PENGESAHAN SKRIPSI

MUTU PELAYANAN KEFARMASIAN DI KLINIK TELKOM MEDAN

OLEH: DIAN UTAMI NIM 081501039

Dipertahankan di hadapan Panitia Penguji Skripsi Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara

Pada tanggal: 11 April 2014

Pembimbing I Panitia Penguji,

Drs. Wiryanto, M.S., Apt. Prof. Dr. Julia Reveny, M.Si., Apt. NIP 195110251980021001 NIP 195807101986012001

Pembimbing II Drs. Wiryanto, M.S., Apt. NIP 195110251980021001

Khairunnisa, S.Si., M.Pharm., Ph.D., Apt. Dra. Juanita Tanuwijaya, M.Si., Apt. NIP 197802152008122001 NIP 195111021977102001

Poppy Anjelisa Z. Hsb., S.Si., M.Si., Apt. NIP 197506102005012003

Medan, April 2014 Fakultas Farmasi

Universitas Sumatera Utara Dekan,

Prof. Dr. Sumadio Hadisahputra, Apt. NIP 195311281983031002


(4)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, hidayah dan ridha-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan perkuliahan dan penelitian hingga akhirnya menyelesaikan penyusunan skripsi yang berjudul “Mutu Pelayanan Kefarmasian di Klinik Telkom Medan”. Skripsi ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi di Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Prof. Dr. Sumadio Hadisahputra, Apt., selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara yang telah menyediakan fasilitas kepada penulis selama masa pendidikan. Penulis juga mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Bapak Drs. Wiryanto, M.S., Apt., dan Ibu Khairunnisa, S.Si., M.Pharm., Ph.D., Apt., selaku pembimbing yang telah memberi motivasi dan membimbing penulis dengan penuh kesabaran, tanggung jawab, tulus dan ikhlas selama penelitian hingga menyelesaikan penyusunan skripsi ini. Ucapan terimakasih juga penulis sampaikan kepada POH Manager Yakes Area Sumatera yang telah memberi izin dan fasilitas kepada penulis, juga seluruh pegawai di klinik Telkom Medan yang telah menerima dan membantu penulis selama melakukan penelitian. Selain itu, penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Ibu Prof. Dr. Julia Reveny, M.Si., Apt., selaku ketua penguji, Ibu Dra. Juanita Tanuwijaya, M.Si., Apt., dan Ibu Poppy Anjelisa Z. Hasibuan, S.Si., M.Si., Apt., selaku anggota penguji yang telah memberikan evaluasi dan saran kepada penulis dalam penyusunan skripsi ini.


(5)

v

Penulis mengucapkan terima kasih dan rasa sayang yang tak terhingga kepada Ayahanda H. Dirwan S.H., Sp.N dan Ibunda Hj. Asnida Bachtiar, Adinda Andi Reza Putra dan Nanda Yustiansyah yang selalu mendoakan, memberi dukungan, semangat, serta kasih sayang kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih banyak kepada para sahabat Seloesind dan teman-teman Farmasi Klinis dan Komunitas 2008 yang selalu memberi dukungan, semangat, dan saran kepada penulis.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam penulisan skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, dengan segala kerendahan hati, penulis menerima kritik dan saran demi kesempurnaan skripsi ini. Akhir kata penulis berharap semoga skripsi ini dapat menjadi kontribusi yang bermanfaat bagi ilmu pengetahuan khususnya di bidang farmasi.

Medan, April 2014 Penulis


(6)

MUTU PELAYANAN KEFARMASIAN DI KLINIK TELKOM MEDAN

ABSTRAK

Mutu pelayanan yang baik merupakan bagian penting yang harus diberikan para penyedia jasa pelayanan kesehatan termasuk klinik. Klinik dalam memberikan pelayanan kesehatan, wajib memberikan pelayanan yang aman, bermutu dengan mengutamakan kepentingan terbaik bagi pasien. Pasien yang merasa puas terhadap pelayanan yang diberikan akan mempunyai persepsi yang baik. Sebaliknya, pasien yang merasa tidak puas akan mempunyai persepsi yang buruk.

Penelitian dilakukan untuk mengetahui mutu pelayanan kefarmasian dan tingkat kepuasan pasien terhadap pelayanan kefarmasian di Klinik Telkom Medan. Penilaian mutu pelayanan kefarmasian dilakukan dengan mengamati secara random 322 resep yang masuk ke apotek. Mutu pelayanan kefarmasian diamati berdasarkan beberapa indikator, yaitu rata-rata waktu penyiapan dan penyerahan obat, persentase jumlah obat dan item obat yang diserahkan sesuai resep, persentase penggantian item obat, persentase etiket yang lengkap, dan persentase hasil konseling. Sementara itu, tingkat kepuasan pasien dilakukan dengan mengamati secara random 322 pasien yang datang ke apotek. Tingkat kepuasan pasien diamati dengan membagikan kuesioner yang telah disediakan peneliti dan selanjutnya diisi oleh pasien. Penilaian tingkat kepuasan dilakukan terhadap variabel kehandalan, ketanggapan, keyakinan, empati, dan bukti langsung.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa berdasarkan mutu pelayanan kefarmasian diperoleh rata-rata waktu penyiapan obat jadi 257 detik (55 - 599 detik) dan obat racikan 898 detik (606 – 2211 detik), rata-rata waktu penyerahan obat 20 detik (4 - 78 detik), persentase jumlah obat yang diserahkan sesuai resep 98,76%, persentase jumlah item obat yang diserahkan sesuai resep 98,14%, persentase penggantian item obat 0,62%, etiket yang ditulis secara lengkap sebanyak 218 resep (67,70%), dan pasien yang dapat menjawab pertanyaan yang diajukan peneliti sebanyak 183 pasien (56,83%). Sementara berdasarkan tingkat kepuasan pasien terhadap pelayanan kefarmasian, 268 pasien (83,20%) merasa sangat puas, 54 pasien (16,80%) merasa puas, dan tidak ada pasien yang merasa tidak puas. Dapat disimpulkan bahwa mutu pelayanan kefarmasian di Klinik Telkom belum sepenuhnya memenuhi ketentuan. Sementara berdasarkan tingkat kepuasan pasien terhadap pelayanan kefarmasian di Klinik Telkom Medan, sebagian besar pasien merasa sangat puas terhadap mutu pelayanan kefarmasian yang diberikan Klinik Telkom Medan.

Kata kunci : mutu pelayanan, tingkat kepuasan, pelayanan kefarmasian, Klinik Telkom Medan


(7)

vii

QUALITY OF PHARMACEUTICAL SERVICE IN TELKOM CLINIC MEDAN

ABSTRACT

Good quality service is an important part that should be given by health care service providers, including clinics. Clinic in providing health services, are required to provide safe care, quality by prioritizing the best interests of the patient. Patients who were satisfied with the services provided will have a good perception. Conversely, patients who are not satisfied will have a bad perception.

This study was conducted to determine the quality of pharmacy services and the level of patient satisfaction with pharmacy services at the Clinic of Telkom. Assessment of quality pharmaceutical services performed by observing the 322 random recipes that go to the pharmacy. Observed quality of pharmacy services based on several indicators, namely the average time of preparation and delivery of drugs, the percentage of drug and drug items submitted as prescribed, the percentage of drug replacement item, the percentage of complete etiquette, and the percentage of counseling results. Meanwhile, the level of patient satisfaction conducted with 322 randomly observing patients who come to the pharmacy. The level of patient satisfaction was observed by distributing a questionnaire that has been provided researchers and subsequently filled by the patient. Assessment conducted on the level of satisfaction variable reliability, responsiveness, assurance, empathy, and direct evidence.

The results showed that the quality of pharmaceutical services obtained by the average time of the preparation of drugs is 257 seconds (55 - 599 seconds) and personalized medicine is 898 seconds (606 - 2211 seconds), the average drug delivery time is 20 seconds (4 - 78 seconds), the percentage amount of drug delivered as prescribed is 98.76%, the percentage of the number of items prescribed drugs delivered is 98.14%, the percentage of drug replacement item is 0.62%, etiquette written in full as many as 218 prescriptions (67.70%), and patients who can answer the questions asked by the researcher as much as 183 patients (56.83%). While based on the level of patient satisfaction with pharmacy services, 268 patients (83.20%) were very satisfied, 54 patients (16.80%) were satisfied, and no patients who were dissatisfied. It can be concluded that the quality of pharmaceutical services at the Clinic Telkom has not fully complied with. While based on the level of patient satisfaction with pharmacy services at Clinic of Telkom, most patients feel very satisfied with the quality of pharmaceutical services provided by Clinic of Telkom.

Keywords: quality of care, satisfaction levels, pharmaceutical services, Telkom Clinic in Medan


(8)

DAFTAR ISI

Halaman

JUDUL ... i

LEMBAR PENGESAHAN ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

ABSTRAK ... vi

ABSTRACT ... vii

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR GAMBAR ... xii

DAFTAR LAMPIRAN ... ... xiii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... .... 1

1.2 Kerangka Pikir Penelitian ... 3

1.3 Perumusan Masalah ... 4

1.4 Hipotesis ... 5

1.5 Tujuan Penelitian ... 5

1.6 Manfaat Penelitian ... 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... ... 6

2.1 Mutu Pelayanan Kesehatan ... ... 6

2.2 Kepuasan Konsumen ... ... 9


(9)

ix

2.3.2 Pelayanan Resep ... 13

2.4 Klinik ... 16

2.4.1 Bangunan dan Ruang Klinik ... 16

2.4.2 Penyelenggaraan Klinik ... 17

2.5 Sejarah Klinik Telkom ... 18

BAB III METODE PENELITIAN ... 21

3.1 Jenis Penelitian ... 21

3.2 Sumber Data Penelitian ... 21

3.3 Waktu dan Tempat Penelitian ... 22

3.4 Teknik Pengambilan Data ... 22

3.5 Defenisi Operasional ... 23

3.6 Variabel Penelitian dan Cara Pengukuran Variabel ... 24

3.6.1 Variabel Penelitian ... 24

3.6.2 Cara Pengukuran Variabel ... 27

3.7 Analisis Data ... 28

3.8 Prosedur Penelitian ... 29

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 30

4.1 Gambaran Umum Klinik Telkom Medan ... 30

4.2 Indikator Mutu Pelayanan Farmasi ... 31

4.3 Tingkat Kepuasan Pasien ... 38

4.3.1 Karakteristik Responden Penelitian ... 38 4.3.2Distribusi Penilaian pada Variabel-variabel yang


(10)

Pelayanan Kefarmasien di Klinik Telkom berdasarkan

Jumlah Pasien ... 41

4.3.3Penilaian Tingkat Kepuasan Pasien ... 45

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 47

5.1 Kesimpulan ... 47

5.2 Saran ... 47

DAFTAR PUSTAKA ... 48


(11)

xi

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 4.1 Tenaga kesehatan di Klinik Telkom Medan ... 31

Tabel 4.2 Karakteristik responden berdasarkan usia ... 38

Tabel 4.3 Karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin ... 38

Tabel 4.4 Karakteristik responden berdasarkan pendidikan ... 39

Tabel 4.5 Karakteristik responden berdasarkan penghasilan ... 39

Tabel 4.6 Karakteristik responden berdasarkan pekerjaan ... 40

Tabel 4.7 Karakteristik responden berdasarkan berapa kali pasien datang ke apotek ... 41

Tabel 4.8 Karakteristik responden berdasarkan tujuan penebusan resep .. 41

Tabel 4.9 Data penilaian pada variabel-variabel yang mempengaruhi tingkat kepuasan pasien terhadap mutu pelayanan kefarmasian di Klinik Telkom berdasarkan jumlah pasien ... 42

Tabel 4.10 Data total skor pasien berdasarkan variabel-variabel yang mempengaruhi tingkat kepuasan pasien terhadap mutu pelayanan kefarmasian di Klinik Telkom Medan ... 45


(12)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1.1 Kerangka pikir penelitian ... 4 Gambar 4.1 Diagram waktu penyiapan obat jadi (detik) vs jumlah resep

... 32 Gambar 4.2 Diagram waktu penyiapan obat racikan (detik) vs jumlah

resep ... 32 Gambar 4.3 Diagram waktu penyerahan obat (detik) vs resep ... 33 Gambar 4.4 Diagram kepuasan pasien vs jumlah pasien ... 46


(13)

xiii

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1 Tabel Pengumpulan Data ... 51

Lampiran 2 Kuesioner penelitian ... 52

Lampiran 3 Data mutu pelayanan kefarmasian ... 56

Lampiran 4 Data kuesioner ... 73


(14)

MUTU PELAYANAN KEFARMASIAN DI KLINIK TELKOM MEDAN

ABSTRAK

Mutu pelayanan yang baik merupakan bagian penting yang harus diberikan para penyedia jasa pelayanan kesehatan termasuk klinik. Klinik dalam memberikan pelayanan kesehatan, wajib memberikan pelayanan yang aman, bermutu dengan mengutamakan kepentingan terbaik bagi pasien. Pasien yang merasa puas terhadap pelayanan yang diberikan akan mempunyai persepsi yang baik. Sebaliknya, pasien yang merasa tidak puas akan mempunyai persepsi yang buruk.

Penelitian dilakukan untuk mengetahui mutu pelayanan kefarmasian dan tingkat kepuasan pasien terhadap pelayanan kefarmasian di Klinik Telkom Medan. Penilaian mutu pelayanan kefarmasian dilakukan dengan mengamati secara random 322 resep yang masuk ke apotek. Mutu pelayanan kefarmasian diamati berdasarkan beberapa indikator, yaitu rata-rata waktu penyiapan dan penyerahan obat, persentase jumlah obat dan item obat yang diserahkan sesuai resep, persentase penggantian item obat, persentase etiket yang lengkap, dan persentase hasil konseling. Sementara itu, tingkat kepuasan pasien dilakukan dengan mengamati secara random 322 pasien yang datang ke apotek. Tingkat kepuasan pasien diamati dengan membagikan kuesioner yang telah disediakan peneliti dan selanjutnya diisi oleh pasien. Penilaian tingkat kepuasan dilakukan terhadap variabel kehandalan, ketanggapan, keyakinan, empati, dan bukti langsung.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa berdasarkan mutu pelayanan kefarmasian diperoleh rata-rata waktu penyiapan obat jadi 257 detik (55 - 599 detik) dan obat racikan 898 detik (606 – 2211 detik), rata-rata waktu penyerahan obat 20 detik (4 - 78 detik), persentase jumlah obat yang diserahkan sesuai resep 98,76%, persentase jumlah item obat yang diserahkan sesuai resep 98,14%, persentase penggantian item obat 0,62%, etiket yang ditulis secara lengkap sebanyak 218 resep (67,70%), dan pasien yang dapat menjawab pertanyaan yang diajukan peneliti sebanyak 183 pasien (56,83%). Sementara berdasarkan tingkat kepuasan pasien terhadap pelayanan kefarmasian, 268 pasien (83,20%) merasa sangat puas, 54 pasien (16,80%) merasa puas, dan tidak ada pasien yang merasa tidak puas. Dapat disimpulkan bahwa mutu pelayanan kefarmasian di Klinik Telkom belum sepenuhnya memenuhi ketentuan. Sementara berdasarkan tingkat kepuasan pasien terhadap pelayanan kefarmasian di Klinik Telkom Medan, sebagian besar pasien merasa sangat puas terhadap mutu pelayanan kefarmasian yang diberikan Klinik Telkom Medan.

Kata kunci : mutu pelayanan, tingkat kepuasan, pelayanan kefarmasian, Klinik Telkom Medan


(15)

vii

QUALITY OF PHARMACEUTICAL SERVICE IN TELKOM CLINIC MEDAN

ABSTRACT

Good quality service is an important part that should be given by health care service providers, including clinics. Clinic in providing health services, are required to provide safe care, quality by prioritizing the best interests of the patient. Patients who were satisfied with the services provided will have a good perception. Conversely, patients who are not satisfied will have a bad perception.

This study was conducted to determine the quality of pharmacy services and the level of patient satisfaction with pharmacy services at the Clinic of Telkom. Assessment of quality pharmaceutical services performed by observing the 322 random recipes that go to the pharmacy. Observed quality of pharmacy services based on several indicators, namely the average time of preparation and delivery of drugs, the percentage of drug and drug items submitted as prescribed, the percentage of drug replacement item, the percentage of complete etiquette, and the percentage of counseling results. Meanwhile, the level of patient satisfaction conducted with 322 randomly observing patients who come to the pharmacy. The level of patient satisfaction was observed by distributing a questionnaire that has been provided researchers and subsequently filled by the patient. Assessment conducted on the level of satisfaction variable reliability, responsiveness, assurance, empathy, and direct evidence.

The results showed that the quality of pharmaceutical services obtained by the average time of the preparation of drugs is 257 seconds (55 - 599 seconds) and personalized medicine is 898 seconds (606 - 2211 seconds), the average drug delivery time is 20 seconds (4 - 78 seconds), the percentage amount of drug delivered as prescribed is 98.76%, the percentage of the number of items prescribed drugs delivered is 98.14%, the percentage of drug replacement item is 0.62%, etiquette written in full as many as 218 prescriptions (67.70%), and patients who can answer the questions asked by the researcher as much as 183 patients (56.83%). While based on the level of patient satisfaction with pharmacy services, 268 patients (83.20%) were very satisfied, 54 patients (16.80%) were satisfied, and no patients who were dissatisfied. It can be concluded that the quality of pharmaceutical services at the Clinic Telkom has not fully complied with. While based on the level of patient satisfaction with pharmacy services at Clinic of Telkom, most patients feel very satisfied with the quality of pharmaceutical services provided by Clinic of Telkom.

Keywords: quality of care, satisfaction levels, pharmaceutical services, Telkom Clinic in Medan


(16)

BAB I PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Terciptanya masyarakat yang sehat tidak terlepas dari pentingnya menjaga kesehatan itu sendiri. Oleh karena itu sarana kesehatan yang akan mendukung terciptanya masyarakat yang sehat menjadi penting untuk diperhatikan baik oleh instansi kesehatan, pemerintah, maupun masyarakat luas pada umumnya. Sarana kesehatan pokok di Indonesia mencakup rumah sakit, klinik, puskesmas, serta apotek maupun toko obat (Yuningsih, 2008).

Klinik adalah fasilitas pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan yang menyediakan pelayanan medis dasar dan/atau spesialistik diselenggarakan oleh lebih dari satu jenis tenaga kesehatan dan dipimpin oleh seorang tenaga medis. Klinik sebagai salah satu bentuk fasilitas kesehatan dibutuhkan untuk terselenggaranya pelayanan kesehatan yang mudah diakses, terjangkau dan bermutu dalam rangka meningkatkan derajat kesehatan masyarakat. Dalam memberikan pelayanan, klinik berkewajiban memberikan pelayanan yang aman, bermutu dengan mengutamakan kepentingan terbaik pasien sesuai dengan standar profesi, standar pelayanan dan standar prosedur operasional (Permenkes RI, 2011).

Fasilitas pelayanan kesehatan juga telah dinikmati oleh jajaran di lingkungan Post en Telegraaf Dienst yang telah berdiri sejak tahun 1884. Apabila seorang karyawan dan keluarga sakit, mereka dapat berobat ke rumah sakit dan pengobatan tersebut mendapat penggantian/restitusi dari pemerintah, yang proses restitusinya


(17)

xv

melalui unit kerja/kantor masing-masing. Untuk semakin memudahkan pelayanan kesehatan dibentuklah beberapa klinik, salah satunya adalah Klinik Telkom Medan yang bertempat di Jalan Sena No. 10 Medan sebagai unit usaha pendukung. Unit Pengelola Kesehatan terpisah dari Telkom, sehingga untuk mengelola layanan kesehatan ini dibentuklah Yayasan Kesehatan Pegawai Telkom dengan Keputusan Direksi Telkom Nomor: KD.2/PS.160/SEK-30/98 tanggal 20 Januari 1998 tentang Pembentukan Yayasan Kesehatan Pegawai Telkom (Telkom, 2006).

Menurut pasal 24 Permenkes No. 28 tahun 2011 tentang Klinik, klinik menyelenggarakan pengelolaan dan pelayanan kefarmasian melalui ruang farmasi yang dilaksanakan oleh apoteker yang memiliki kompetensi dan kewenangan untuk itu. Apabila klinik berada di daerah yang tidak terdapat apoteker, pelayanan kefarmasian dapat dilaksanakan oleh tenaga teknis kefarmasian sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Ruang farmasi hanya dapat melayani resep dari tenaga medis yang bekerja di klinik yang bersangkutan (Permenkes RI, 2011).

Sebagai tindak lanjut terhadap pelayanan kefarmasian, perlu dilakukan monitoring dan evaluasi kegiatan secara berkala. Monitoring merupakan kegiatan pemantauan terhadap pelayanan kefarmasian dan evaluasi merupakan proses penilaian kinerja pelayanan kefarmasian itu sendiri. Monitoring dan evaluasi dilaksanakan dengan memantau seluruh kegiatan pelayanan kefarmasian mulai dari pelayanan resep sampai kepada pelayanan informasi obat kepada pasien sehingga diperoleh gambaran mutu pelayanan kefarmasian sebagai dasar perbaikan pelayanan kefarmasian.


(18)

Pasien yang merasa puas terhadap pelayanan yang diberikan akan mempunyai persepsi yang baik terhadap klinik. Sebaliknya, pasien yang merasa tidak puas akan mempunyai persepsi yang buruk terhadap klinik (Rini, dkk., 2009).

Penilaian mutu pelayanan kefarmasian dilakukan dengan mengadopsi teknik pengambilan data yang telah dilakukan oleh Anggraeni (2012), yaitu mengetahui lamanya waktu penyiapan dan penyerahan obat kepada pasien, kelengkapan jumlah dan item obat, ada atau tidaknya penggantian item obat, kelengkapan etiket obat, hasil konseling terhadap obat yang diterimanya. Sementara itu, penilaian tingkat kepuasan pasien diamati berdasarkan variabel-variabel kehandalan, ketanggapan, keyakinan, empati, dan bukti langsung yang diberikan apotek sebagai pelayanan kepada pasien (Bustami, 2011).

Berdasarkan uraian di atas, peneliti ingin mengetahui mutu dan tingkat kepuasan pasien terhadap pelayanan kefarmasian yang telah diberikan oleh Klinik Telkom Medan.

1.2Kerangka Pikir Penelitian

Untuk menentukan mutu dan tingkat kepuasan pasien dapat dibagi atas variabel terikat dan variabel bebas. Mutu pelayanan dan tingkat kepuasan pasien merupakan variabel terikat. Varabel bebas untuk mutu pelayanan adalah waktu penyiapan obat, waktu penyerahan obat, jumlah obat, jumlah item obat, penggantian item obat, etiket, dan hasil konseling, sementara variabel bebas untuk tingkat kepuasan adalah kehandalan, ketanggapan, keyakinan, empati, dan bukti langsung. Selengkapnya mengenai gambaran kerangka pikir penelitian ini ditunjukkan pada Gambar 1.1.


(19)

xvii

Gambar 1.1. Kerangka pikir penelitian

1.3Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dijelaskan di atas, maka perumusan masalah dalam penelitian ini adalah:

a. Bagaimana mutu pelayanan kefarmasian di Klinik Telkom Medan?

b. Bagaimana tingkat kepuasan pasien terhadap pelayanan di Klinik Telkom Medan?

Variabel Bebas

a. Mutu

Waktu penyiapan obat Waktu penyerahan obat Jumlah obat

Jumlah item obat Penggantian item obat Etiket

Hasil konseling

b. Kepuasan Kehandalan Ketanggapan Keyakinan Empati

Bukti langsung

Variabel Terikat

a. Mutu pelayanan

b. Tingkat kepuasan


(20)

1.4Hipotesis

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka hipotesa dalam penelitian ini adalah:

a. Mutu pelayanan kefarmasian di Klinik Telkom Medan belum sepenuhnya memenuhi ketentuan.

b. Tingkat kepuasan pasien terhadap pelayanan di Klinik Telkom Medan cukup memuaskan.

1.5Tujuan Penelitian

Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah:

a. Untuk mengetahui mutu pelayanan kefarmasian di Klinik Telkom Medan.

b. Untuk mengetahui tingkat kepuasan pasien terhadap pelayanan di Klinik Telkom Medan.

1.6Manfaat Penelitian

a. Penelitian ini sangat bermanfaat untuk menambah wawasan dan pengalaman peneliti di masa depan serta bahan untuk penerapan ilmu yang sudah didapat selama kuliah, khususnya mata kuliah pelayanan kefarmasian.

b. Penelitian ini sangat bermanfaat bagi manajemen pelayanan kefarmasian di Klinik Telkom Medan sebagai upaya peningkatan mutu pelayanan di klinik.

c. Penelitian ini dapat memberikan informasi kepada Klinik Telkom Medan mengenai tingkat kepuasan pasien terhadap pelayanan kefarmasian di Klinik Telkom Medan.


(21)

xix BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Mutu Pelayanan Kesehatan

Mutu pelayanan kesehatan adalah derajat dipenuhinya kebutuhan masyarakat atau perorangan terhadap asuhan kesehatan yang sesuai dengan standar profesi yang baik dengan pemanfaatan sumber daya secara wajar, efisien, efektif dalam keterbatasan kemampuan pemerintah dan masyarakat, serta diselenggarakan secara aman dan memuaskan pelanggan sesuai dengan norma dan etika yang baik (Azwar, 1994).

Berdasarkan batasan yang dikemukakan di atas, dapat disimpulkan bahwa mutu pelayanan kesehatan adalah kesesuaian pelayanan kesehatan dengan standar profesi dengan memanfaatkan sumber daya yang ada secara baik, sehingga semua kebutuhan pelanggan dan tujuan untuk mencapai derajat kesehatan yang optimal dapat tercapai (Bustami, 2011).

Mutu pelayanan kesehatan bagi seorang pasien tidak lepas dari rasa puas terhadap pelayanan yang diterimanya, dimana mutu yang baik dikaitkan dengan kesembuhan dari penyakit, peningkatan derajat kesehatan, kecepatan pelayanan, lingkungan perawatan yang menyenangkan, keramahan petugas, kemudahan prosedur, kelengkapan alat, obat-obatan dan biaya yang terjangkau (Perry dan Patricia, 1994).

Kualitas pelayanan yang diberikan oleh pasien walaupun merupakan nilai subjektif, tetapi tetap ada dasar objektif yang dilandasi oleh pengalaman masa lalu, pendidikan, situasi psikis waktu pelayanan, dan pengaruh lingkungan. Khususnya


(22)

mengenai penilaian performance pemberi jasa pelayanan kesehatan terdapat dua elemen yang perlu diperhatikan yaitu teknis medis dan hubungan interpersonal. Hal ini meliputi penjelasan dan pemberian informasi kepada pasien tentang penyakitnya serta memutuskan bersama pasien tindakan yang akan dilakukan atas dirinya. Hubungan interpersonal ini berhubungan dengan pemberian informasi, empati, kejujuran, ketulusan hati, kepekaan, dan kepercayaan dengan memperhatikan privacy pasien (Hardjana, 2003).

Robert dan Proverst (1990), menyatakan bahwa penilaian dimensi mutu pelayanan kesehatan dapat ditinjau dari penyelenggara pelayanan, penyandang dana dan pemakai jasa pelayanan kesehatan. Bagi penyelenggara pelayanan kesehatan, penilaian mutu lebih terkait dengan dimensi kesesuaian mutu pelayanan yang diselenggarakan dengan perkembangan ilmu dan teknologi mutakhir, dan atau otonomi profesi dalam menyelenggarakan pelayanan kesehatan sesuai dengan kebutuhan pasien. Bagi penyandang dana, penilaian mutu lebih terkait dengan dimensi efisiensi pemakaian sumber dana, kewajiban pembiayaan kesehatan, dan atau kemampuan pelayanan kesehatan, mengurangi kerugian penyandang dana pelayanan. Adapun mutu pelayanan bagi pasien, penilaian jasa pelayanan kesehatan lebih terkait pada ketanggapan petugas memenuhi kebutuhan pasien, kelancaran komunikasi petugas dengan pasien, empati dan keramahtamahan petugas dalam melayani pasien dalam kesembuhan penyakit yang diderita oleh pasien.

Mengatasi perbedaan dimensi nilai mutu pelayanan kesehatan, telah disepakati bahwa penilaian mutu pelayanan seyogiyanya berpedoman pada hakekat dasar diselenggarakannya pelayanan kesehatan yaitu memenuhi kebutuhan dan tuntutan pemakai jasa pelayanan.


(23)

xxi

Penentuan kualitas suatu jasa pelayanan sangatlah kompleks, Zeithaml (1996), mengemukakan lima dimensi dalam menentukan kualitas jasa, yaitu:

1. Reliability (kehandalan), yaitu kemampuan untuk memberikan pelayanan yang sesuai dengan janji yang ditawarkan.

2. Responsiveness (daya tanggap), yaitu respon atau kesigapan karyawan dalam membantu pelanggan dan memberikan pelayanan yang cepat dan tanggap, yang meliputi: kesigapan karyawan dalam melayani pelanggan, kecepatan karyawan dalam menangani transaksi dan penanganan keluhan pelanggan/pasien.

3. Assurance (jaminan), meliputi kemampuan karyawan atas pengetahuan terhadap produk/jasa secara tepat, kualitas keramahtamahan, perhatian dan kesopanan dalam memberikan pelayanan, keterampilan dalam memberikan informasi, kemampuan dalam memberikan keamanan di dalam memanfaatkan jasa yang ditawarkan dan kemampuan dalam menanamkan kepercayaan pelanggan terhadap perusahaan. Dimensi kepastian atau jaminan ini merupakan gabungan dari dimensi:

a. Kompetensi (Competence), artinya keterampilan dan pengetahuan yang dimiliki oleh para karyawan untuk melakukan pelayanan.

b. Kesopanan (Courtesy), yang meliputi keramahan, perhatian, dan sikap para karyawan.

c. Kredibilitas (Credibility), meliputi hal-hal yang berhubungan dengan kepercayaan kepada perusahaan, seperti reputasi, prestasi, dan sebagainya. 4. Emphaty (Empati), yaitu perhatian secara individual yang diberikan perusahaan

kepada pelanggan seperti kemudahan untuk menghubungi perusahaan,


(24)

kemampuan karyawan untuk berkomunikasi dengan pelanggan, dan usaha perusahaan untuk memahami keinginan dan kebutuhan pelanggannya. Dimensi empati ini merupakan penggabungan dari dimensi:

a. Akses (Acces), meliputi kemudahan untuk memanfaatkan jasa yang ditawarkan.

b. Komunikasi (Communication), merupakan kemanpuan melakukan komunikasi untuk menyampaikan informasi kepada pelanggan atau memperoleh masukan dari pelanggan.

c. Pemahaman kepada pelanggan (Understanding the Costumer), meliputi usaha perusahaan untuk mengetahui dan memahami kebutuhan dan keinginan pelanggan.

5. Tangibles (Bukti Langsung), meliputi penampilan fasilitas fisik seperti gedung dan ruangan front office, tersedianya tempat parkir, kebersihan, kerapihan dan kenyamanan ruangan, kelengkapan peralatan, komunikasi dan penampilan petugas.

2.2 Kepuasan Konsumen

Kepuasan adalah perasaan senang atau kecewa seseorang yang terjadi setelah membandingkan antara persepsi atau kesannya terhadap kinerja dan harapan-harapannya (Kothler, 1999).

Suatu pelayanan dinilai memuaskan bila pelayanan tersebut dapat memenuhi kebutuhan dan harapan konsumen. Pengukuran kepuasan konsumen merupakan elemen penting dalam menyediakan pelayanan yang lebih baik, lebih efisien, dan lebih efektif. Apabila konsumen merasa tidak puas terhadap suatu pelayanan yang


(25)

xxiii

disediakan, maka pelayanan tersebut dapat dipastikan tidak efektif dan tidak efisien. Hal ini terutama sangat penting bagi pelayanan publik. Tingkat kepuasan konsumen terhadap pelayanan merupakan faktor yang penting dalam mengembangkan suatu sistem penyediaan pelayanan yang tanggap terhadap kebutuhan konsumen, meminimalkan biaya dan waktu serta memaksimalkan dampak pelayanan terhadap populasi sasaran (Sari, 2008).

Kepuasan konsumen dapat mempengaruhi minat untuk kembali ke apotek yang sama. Hal ini akan merupakan promosi dari mulut ke mulut bagi calon konsumen lainnya yang diharapkan sangat positif bagi usaha apotek (Supranto, 2006).

Mempertahankan konsumen agar tetap loyal terhadap apotek adalah lebih sulit. Kepuasan konsumen adalah merupakan salah satu faktor utama yang menentukan tingkat kepuasan konsumen yaitu kualitas pelayanan pada konsumen. Kepuasan konsumen adalah merupakan faktor penentu kesetiaan terhadap apotek (Sari, 2008).

Menurut Tjiptono, dkk., (2001), kepuasan konsumen ditentukan oleh beberapa faktor:

- Sikap pendekatan petugas medis terhadap konsumen. - Prosedur yang tidak membingungkan konsumen.

- Waktu tunggu yang tidak terlalu lama yang dirasakan oleh konsumen. - Keramahan petugas kesehatan terhadap konsumen.

- Proses penyembuhan yang dirasakan konsumen.

Menurut Budiastuti (2002), kepuasan pasien terhadap jasa pelayanan yang diterima mengacu pada beberapa faktor antara lain:


(26)

a. Kualitas produk atau jasa

Pasien akan merasa puas bila hasil evaluasi mereka menunjukkan bahwa produk atau jasa yang digunakan berkualitas. Persepsi pasien terhadap kualitas produk atau jasa dipengaruhi oleh dua hal yaitu kenyataan kualitas produk atau jasa yang sesungguhnya dan komunikasi perusahaan.

b. Kualitas pelayanan

Kualitas pelayanan memegang peranan penting dalam industri jasa. Pelanggan dalam hal ini pasien akan merasa puas jika mereka memperoleh pelayanan yang baik atau sesuai dengan yang diharapkannya.

c. Faktor Emosional

Pasien yang merasa bangga dan yakin bahwa orang lain kagum terhadap pasien memilih rumah sakit yang sudah mempunyai pandangan “rumah sakit mahal”, cenderung memiliki tingkat kepuasan yang lebih tinggi.

d. Harga

Harga merupakan aspek penting, namun yang terpenting dalam penentuan kualitas guna mencapai kepuasan pasien. Meskipun demikian elemen ini mempengaruhi pasien dari segi biaya yang dikeluarkan, biasanya semakin mahal harga perawatan maka pasien mempunyai harapan yang lebih besar. Sedangkan rumah sakit yang berkualitas sama tetapi berharga murah, memberi nilai yang lebih tinggi pada pasien.

e. Biaya

Mendapatkan produk atau jasa, pasien tidak perlu mengeluarkan biaya tambahan atau tidak perlu membuang waktu untuk mendapatkan jasa pelayanan, cenderung puas terhadap jasa pelayanan.


(27)

xxv 2.3 Pelayanan Kefarmasian

Pelayanan kefarmasian pada saat ini telah bergeser orientasinya dari obat ke pasien yang mengacu kepada Pharmaceutical Care. Kegiatan pelayanan kefarmasian yang semula hanya berfokus pada pengelolaan obat sebagai komoditi menjadi pelayanan yang komprehensif yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas hidup dari pasien (Permenkes RI, 2004).

Pada penelitian Purwastuti, digolongkan pelayanan farmasi sebagai salah satu pelayanan penunjang medik terapeutik bersama-sama dengan kegiatan lain seperti ruang operasi, instalasi gawat darurat, dan rehabilitasi medik. Pada saat ini, pasien menghadapi beraneka ragam pilihan pelayanan kesehatan termasuk pelayanan farmasi. Mereka mempunyai posisi yang cukup kuat sehingga dalam memilih pelayanan tidak hanya mempertimbangkan aspek produk pelayanan saja, tetapi juga aspek proses dan jalinan relasinya (Purwastuti, 2005).

Sumber daya manusia untuk mengelola apotek adalah seorang apoteker yang profesional. Dalam pengelolaan apotek, apoteker harus:

- mampu menyediakan dan memberikan pelayanan yang baik, - mampu mengambil keputusan yang tepat,

- mampu berkomunikasi antar profesi,

- mampu menempatkan diri sebagai pimpinan dalam situasi multidisipliner, - mampu mengelola SDM secara efektif,

- selalu belajar sepanjang karier,

- membantu memberi pendidikan dan memberi peluang untuk meningkatkan pengetahuan (Permenkes RI, 2004).


(28)

2.3.1 Sediaan Farmasi dan Perbekalan Kesehatan

Pengelolaan persediaan farmasi dan perbekalan kesehatan lainnya meliputi perencanaan, pengadaan, penyimpanan, dan pelayanan. Pengeluaran obat memakai sistem FIFO (first in first out) dan FEFO (first expire first out).

1. Perencanaan

Dalam membuat perencanaan pengadaan sediaan farmasi perlu diperhatikan: a. Pola penyakit

b. Kemampuan masyarakat c. Budaya masyarakat 2. Pengadaan

Untuk menjamin kualitas pelayanan kefarmasian maka pengadaan sediaan farmasi harus melalui jalur resmi.

3. Penyimpanan

a. Obat/bahan obat harus disimpan dalam wadah asli pabrik. Dalam hal pengecualian atau darurat dimana ini dipindahkan pada wadah lain, maka harus dicegah terjadinya kontaminasi dan harus ditulis informasi yang jelas pada wadah baru, wadah sekurang-kurangnya memuat nama obat, nomor batch dan tanggal kadaluarsa.

b. Semua bahan obat harus disimpan pada kondisi yang sesuai, layak dan menjamin kestabilan bahan.

2.3.2 Pelayanan Resep I. Skrining Resep


(29)

xxvii 1. Persyaratan Administratif:

- Nama, SIP, dan alamat dokter - Tanggal penulisan resep

- Tanda tangan/paraf dokter penulis resep

- Nama, alamat, umur, jenis kelamin, dan berat badan pasien - Cara pemakaian yang jelas

- Informasi lainnya

d. Kesesuaian farmasetik: bentuk sediaan, dosis, potensi, stabilitas, inkompatibilitas, cara dan lama pemberian

e. Pertimbangan klinis: adanya alergi, efek samping, interaksi, kesesuaian (dosis, durasi, jumlah obat, dan lain-lain). Jika ada keraguan terhadap resep hendaknya dikonsultasikan kepada dokter penulis resep dengan memberikan pertimbangan dan alternatif seperlunya, bila perlu menggunakan persetujuan setelah pemberitahuan.

II. Penyiapan Obat 1. Peracikan

Merupakan kegiatan menyiapkan menimbang, mencampur, mengemas, dan memberikan etiket pada wadah. Dalam melaksanakan peracikan obat harus dibuat suatu prosedur tetap dengan memperhatikan dosis, jenis, dan jumlah obat serta penulisan etiket yang benar.

2. Etiket

Etiket harus jelas dan dapat dibaca.


(30)

3. Kemasan obat yang diserahkan

Obat hendaknya dikemas dengan rapi dalam kemasan yang cocok sehingga terjaga kualitasnya.

4. Penyerahan obat

Sebelum obat diserahkan pada pasien harus dilakukan pemeriksaan akhir terhadap kesesuaian antara obat dengan resep. Penyerahan obat dilakukan oleh apoteker disertai pemberian informasi obat dan konseling kepada pasien. 5. Informasi obat

Apoteker harus memberikan informasi yang benar, jelas dan mudah dimengerti, akurat, tidak bias, etis, bijaksana, dan terkini. Informasi obat pada pasien sekurang-kurangnya meliputi: cara pemakaian obat, cara penyimpanan obat, jangka waktu pengobatan, aktivitas serta makanan dan minuman yang harus dihindari selama terapi.

6. Konseling

Apoteker harus memberikan konseling mengenai sediaan farmasi, pengobatan, dan perbekalan kesehatan lainnya, sehingga dapat memperbaiki kualitas hidup pasien atau yang bersangkutan terhindar dari bahaya penyalahgunaan atau penggunaan obat yang salah. Untuk penderita penyakit TBC, asma, dan penyakit kronis lainnya, apoteker harus memberikan konseling secara berkelanjutan.

7. Monitoring penggunaan obat

Setelah penyerahan obat kepada pasien, apoteker harus melaksanakan pemantauan penggunaan obat, terutama untuk pasien tertentu seperti kardiovaskular, diabetes, TBC, asma, dan penyakit kronis lainnya.


(31)

xxix 2.4 Klinik

Klinik adalah fasilitas pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan yang menyediakan pelayanan medis dasar dan/atau spesialistik diselenggarakan oleh lebih dari satu jenis tenaga kesehatan dan dipimpin oleh seorang tenaga medis. Berdasarkan jenis pelayanannya, Permenkes RI (2011), membagi klinik menjadi:

a. Klinik Pratama merupakan klinik yang menyelenggarakan pelayanan medik dasar yang dipimpin oleh seorang dokter atau dokter gigi dengan jumlah tenaga medis minimal terdiri dari dua orang dokter dan/atau dokter gigi.

b. Klinik Utama merupakan klinik yang menyelenggarakan pelayanan medik spesialistik atau pelayanan medik dasar dan spesialistik yang dipimpin oleh seorang dokter spesialis atau dokter gigi spesialis yang memiliki kompetensi sesuai dengan jenis kliniknya dengan jumlah tenaga medis minimal terdiri dari satu orang dokter spesialis dari masing-masing spesialisasi sesuai dengan jenis pelayanan yang diberikan (Permenkes RI, 2011).

2.4.1 Bangunan dan Ruangan Klinik

Klinik diselenggarakan pada bangunan yang permanen dan tidak bergabung dengan tempat tinggal atau unit kerja lainnya. Bangunan klinik harus memperhatikan fungsi, keamanan, kenyamanan dan kemudahan dalam pemberian pelayanan serta perlindungan dan kesalamatan bagi semua orang termasuk penyandang cacat, anak-anak dan orang lanjut usia. Bangunan klinik paling sedikit terdiri atas:

a. Ruang pendaftaran/ruang tunggu b. Ruang konsultasi dokter

c. Ruang administrasi


(32)

d. Ruang tindakan e. Ruang farmasi f. Kamar mandi/wc

g. Ruang lainnya sesuai kebutuhan pelayanan. 2.4.2 Penyelenggaraan Klinik

Klinik yang menyelenggarakan pelayanan rawat inap hanya dapat memberikan pelayanan rawat inap maksimal selama 5 (lima) hari dan klinik harus menyediakan:

a. Ruang rawat inap yang memenuhi persyaratan

b. Tempat tidur pasien minimal 5 (lima) maksimal 10 (sepuluh)

c. Tenaga medis dan keperawatan yang sesuai jumlah dan kualifikasinya

d. Tenaga gizi, tenaga analis kesehatan, tenaga kefarmasian dan tenaga kesehatan dan/atau tenaga non kesehatan lain sesuai kebutuhan

e. Dapur gizi

f. Pelayanan laboratorium Klinik Pratama.

Klinik dapat menyelenggarakan pelayanan laboratorium klinik dimana perizinan laboratorium klinik terintegrasi dengan perizinan kliniknya. Klinik juga menyelenggarakan pengelolaan dan pelayanan kefarmasian melalui ruang farmasi yang dilaksanakan oleh apoteker yang memiliki kompetensi dan kewenangan untuk itu. Apabila klinik berada di daerah yang tidak terdapat apoteker, maka pelayanan kefarmasian dapat dilaksanakan oleh tenaga teknis kefarmasian. Ruang farmasi hanya dapat melayani resep dari tenaga medis yang bekerja di klinik yang bersangkutan (Menkes RI, 2011).


(33)

xxxi

Klinik berkewajiban memberikan pelayanan yang aman, bermutu dengan mengutamakan kepentingan terbaik pasien sesuai dengan standar profesi, standar pelayanan dan standar prosedur operasional (Permenkes RI, 2011).

2.5 Sejarah Klinik Telkom

Fasilitas kesehatan telah dinikmati oleh jajaran di lingkungan Post en Telegraaf Dienst yang telah berdiri sejak tahun 1884. Pada saat itu, sebagai pegawai negeri, maka apabila seorang karyawan dan keluarga sakit, mereka dapat berobat ke rumah sakit. Dan pengobatan tersebut mendapat penggantian/restitusi dari pemerintah, yang proses restitusinya melalui unit kerja/kantor masing-masing (Telkom, 2006).

Kondisi demikian terus berlangsung meski terjadi perubahan pada tahun 1906 menjadi Post Teelegraaf en Telefoon Dienst, dulu disebut PTT Dienst dan terus berlanjut ketika PTT Dienst ditetapkan sebagai perusahaan negara pada tahun 1931. Demikian halnya ketika pemerintah menerbitkan PERPU Nomor 240 tahun 1961 berubah menjadi PN Pos dan Telekomunikasi (PN POSTEL). Lapangan usaha PN POSTEL ternyata berkembang dengan pesat, berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 29 dan 30 tahun 1965, PN Pos dan Telekomunikasi dipecah menjadi PN Pos & Giro dan PN Telekomunikasi (Telkom, 2006).

Adanya pemisahan tersebut, maka dalam penanganan fasilitas kesehatan karyawan dan keluarga, PN Telekomunikasi lebih dapat berkonsentrasi untuk mengelola sendiri, agar para karyawan bila berobat dapat lebih efisien dalam waktu dan tenaga, sehingga dapat bertugas dengan optimal. Pengelolaan fasilitas kesehatan menjadi semakin berkembang, sejalan dengan diterbitkannya Surat Keputusan Menteri Perhubungan Republik Indonesia Nomor: SK.76/U/1969 tanggal 20


(34)

Desember 1969, di mana pengelolaan kesehatan di lingkungan PN Telekomunikasi dilaksanakan oleh Seksi Kesehatan, dengan tugas utamanya adalah pengurusan klinik, pengobatan oleh dokter kontraktor, rumah obat kontraktor dan penyelesaian tagihannya (Telkom, 2006).

Pada tahun 1983 status PN Telekomunikasi berubah menjadi Perusahaan Umum Telekomunikasi (PERUMTEL) dan melalui surat keputusan direksi PERUMTEL Nomor: SK.1046/KKP.081/PEG-33/85 tanggal 28 Juni 1985 tentang uraian tugas dan fungsi direktorat personalia dan tata usaha PERUMTEL yang merupakan penjabaran dari Keputusan MENPARPOSTEL Nomor: KM.29/OT/001/PPT-83 tanggal 24 Oktober 1983 tentang struktur organisasi dan tata kerja PERUMTEL. Berdasarkan surat keputusan tersebut, pengelolaan kesehatan dilaksanakan oleh Bagian Kesehatan Pegawai (KESTEL), yang merupakan unit kerja di bawah sub direktorat administrasi kepegawaian (Telkom, 2006).

Tugas bagian KESTEL ini lebih luas dari unit kesehatan sebelumnya, yaitu meliputi perencanaan, pengendalian dan pemeliharaan kesehatan karyawan, pensiunan dan keluarganya (kesehatan umum, gigi dan mulut, pengurusan peralatan kesehatan), penyelenggaraan poliklinik di kantor pusat, penyuluhan, promotif fisik dan higienis perusahaan dan keselamatan kerja (Telkom, 2006).

Sejalan dengan perubahan yang terjadi dalam tubuh PERUMTEL, maka pada tanggal 7 September 1990 terbit KD.10370/KP.081/PEG-34/90 tentang organisasi dan tata kerja direktorat personalia dan tata usaha. Pada masa ini pengelolaan kesehatan berada dibawah naungan sub direktorat administrasi kepegawaian dan ditangani langsung oleh bagian kesehatan dan keselamatan kerja, dengan tugas merencanakan dan melaksanakan pelayanan kesehatan umum dan gigi, pembinaan


(35)

xxxiii

kesehatan dan higienis perusahaan, administrasi umum dan pengawasan anggaran bagian serta mengembangkan kesehatan lingkungan dan keselamatan kerja (Telkom, 2006).

Sebagai unit usaha pendukung, maka unit pengelola kesehatan terpisah dari Telkom, sehingga untuk mengelola layanan kesehatan ini maka dibentuklah yayasan kesehatan pegawai Telkom dengan keputusan direksi Telkom Nomor: KD.2/PS.160/SEK-30/98 tanggal 20 Januari 1998 tentang pembentukan yayasan kesehatan pegawai Telkom. Sejak tahun 2000 pengelolaan kesehatan untuk karyawan, pensiunan beserta keluarga, baik di divisi regional, divisi support dan beberapa anak perusahaan Telkom dikelola oleh Yakes-Telkom (Telkom, 2006).


(36)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1Jenis Penelitian

Penelitian yang dilakukan untuk menentukan mutu dan tingat kepuasan pasien terhadap pelayanan di Klinik Telkom Medan merupakan penelitian deskriptif, yaitu penelitian yang bertujuan melakukan deskripsi mengenai fenomena yang ditemukan, baik yang berupa faktor resiko maupun efek atau hasil (Sastroasmoro, 2008).

3.2Sumber Data Penelitian

Sumber data penelitian adalah resep yang masuk ke apotek dan kuesioner yang dibagikan kepada pasien yang ada di apotek Klinik Telkom Medan. Sampel diambil secara acak sistematis dan dihitung menggunakan proporsi binomunal (binomunal proportions) (Lemeshow, dkk., 1997).

(

)

(

N

)

Z p

(

p

)

d

N p p Z n

− +

− =

− −

1 . 1

1 .

2

2 1 2

2

2 1

α α

Keterangan:

N = jumlah populasi

n = jumlah sampel minimal yang diperlukan

2 1−α

Z = derajat kepercayaan


(37)

xxxv

dengan persen kepercayaan yang diinginkan 95%; N = 2000 lembar resep; 2 1−α

Z =

1,96; p = 0,5; dan d = 0,05 maka diperoleh besar sampel minimal, yaitu:

( ) ( )(

)(

)

(

0,05

) (

2000 1

) ( ) ( )(

1,96 0,5 1 0,5

)

322

2000 5 , 0 1 5 , 0 96 , 1

2 2

2

= − +

− − =

n

Berdasarkan perhitungan di atas, diperoleh sampel untuk mutu pelayanan kefarmasian sebesar 322 resep yang masuk ke apotek di Klinik Telkom Medan.

Jumlah pasien yang dibagikan kuesioner untuk menentukan tingkat kepuasan terhadap pelayanan di Klinik Telkom Medan juga dihitung menggunakan proporsi binomunal (binomunal proportions). Jumlah sampel pasien sama dengan sampel resep yang akan diteliti yaitu 322 orang.

3.3 Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret 2013 di Klinik Telkom bertempat di Jalan Sena No. 10 Medan.

3.4 Teknik Pengambilan Data

I. Pengambilan data untuk mutu pelayanan kefarmasian mengadopsi penelitian yang telah dilakukan oleh Anggraeni (2012), dan sebelumnya juga telah pernah dilakukan oleh Jamil dan Mubasysyir (2006), dengan mengukur beberapa indikator dari resep yang masuk ke apotek. Indikator-indikator tersebut yaitu rata-rata waktu penyiapan obat, rata-rata-rata-rata waktu penyerahan obat, persentase jumlah obat yang diserahkan sesuai resep, persentase jumlah item obat yang diserahkan sesuai resep, persentase penggantian item obat, persentase etiket yang lengkap, dan persentase hasil konseling.


(38)

II.Pengambilan data untuk menilai tingkat kepuasan pasien dilakukan dengan membagikan kuesioner kepada pasien yang datang ke apotek untuk menebus resep. Penilaian tingkat kepuasan pasien ditentukan berdasarkan variabel-variabel kehandalan, ketanggapan, keyakinan, empati, dan bukti langsung. Selanjutnya, kuesioner yang telah diisi oleh pasien dikumpulkan kembali dan diberi nilai berdasarkan hasil jawaban pasien.

3.5Definisi Operasional

a. Mutu pelayanan kesehatan adalah kesesuaian pelayanan kesehatan dengan standar minimal dengan memanfaatkan sumber daya yang ada secara baik, sehingga semua kebutuhan pasien dan tujuan untuk mencapai derajat kesehatan yang optimal dapat tercapai. Mutu pelayanan ini diamati dari beberapa indikator, yaitu:

- Rata-rata waktu penyiapan obat - Rata-rata waktu penyerahan obat

- Persentase jumlah obat yang diserahkan sesuai resep - Persentase jumlah item obat yang diserahkan sesuai resep - Persentase penggantian item obat

- Persentase etiket yang ditulis secara lengkap - Persentase hasil konseling

b. Kepuasan pasien adalah tingkat perasaan pasien tentang pelayanan kefarmasian di apotek dan terbagi dalam tiga kategori yaitu:

Kategori I = tidak puas Kategori II = puas


(39)

xxxvii

Tingkat kepuasan pasien dapat diamati berdasarkan beberapa variabel, yaitu: - Kehandalan, dalam hal ini adalah melayani secara cepat, kelengkapan obat,

keramahan petugas, kesiapan petugas untuk membantu.

- Ketanggapan, dalam hal ini adalah cepat dan tepat dalam menghadapi permintaan, mampu memberikan solusi terhadap masalah pengobatan yang dihadapi pasien, komunikasi yang efektif antara petugas dan pasien, serta kelengkapan informasi obat yang diberikan petugas kepada pasien.

- Keyakinan, dalam hal ini adalah pengetahuan dan keterampilan dalam memberikan jasa, kualitas obat yang baik, dan kesesuaian produk obat dengan kebutuhan pasien.

- Empati, dalam hal ini adalah perhatian yang diberikan kepada pasien, memberikan pelayanan tanpa memandang statu sosial pasien, memberikan kenyamanan kepada pasien selama menunggu.

- Bukti langsung, dalam hal ini adalah kebersihan dan kerapian apotek, kenyamanan ruang tunggu, penampilan eksterior dan interior ruangan, serta kebersihan dan kerapian petugas.

3.6 Variabel Penelitian dan Cara Pengukuran Variabel 3.6.1 Variabel penelitian

a. Variabel terikat: 1. Mutu pelayanan 2. Tingkat kepuasan


(40)

b. Variabel bebas: 1. Mutu Pelayanan

i. Waktu Penyiapan Obat

Pengukuran dilakukan mulai resep masuk ke loket sampai nama pasien dipanggil, hal ini berhubungan dengan waktu tunggu pasien.

ii. Waktu Penyerahan Obat

Pengukuran dilakukan mulai dari nama pasien dipanggil sampai pasien meninggalkan loket, hal ini berhubungan dengan adanya informasi atau kelengkapan informasi yang diberikan.

iii. Jumlah Obat

Pengukuran dilakukan dengan mengamati apakah obat yang diserahkan kepada pasien cukup, jumlahnya sesuai atau kurang dari yang dimaksudkan dalam resep. Pengukuran ini dapat menggambarkan tingkat kecukupan obat di apotek.

iv. Jumlah Item Obat

Pengukuran dilakukan dengan mengamati apakah obat yang diserahkan kepada pasien cukup jumlah item sesuai yang dimaksudkan dalam resep. Pengukuran ini dapat menggambarkan tingkat kecukupan obat di apotek. v. Penggantian Item Obat

Pengukuran dilakukan dengan mengamati berapa banyak item obat dalam resep yang diganti baik oleh petugas maupun oleh penulis resep karena alasan obat tidak tersedia atau habis.


(41)

xxxix vi. Etiket

Pengukuran dilakukan dengan mengamati kelengkapan etiket dari ditulisnya nomor urut resep, tanggal, nama pasien, aturan pakai, serta cara pakai/peringatan lain dengan nilai setiap item 1 dan nilai maksimal 5. Nilai 1 diperoleh apabila hanya mencantumkan aturan pakai pada etiket. Nilai 2 diperoleh apabila mencantumkan aturan pakai dan nama pasien. Nilai 3 diperoleh apabila mencantumkan aturan pakai, nama pasien, dan cara pakai/peringatan lain. Nilai 4 diperoleh apabila mencantumkan aturan pakai, nama pasien, cara pakai/peringatan lain, dan tanggal. Nilai 5 diperoleh apabila mencantumkan aturan pakai, nama pasien, cara pakai/peringatan lain, tanggal, dan nomor urut resep.

vii. Hasil Konseling

Pengukuran ini dimaksud untuk melihat apakah ada diberikan informasi kepada pasien tentang obat yang diterimanya sehubungan dengan aturan pakai, cara pakai, dan peringatan lainnya dan seberapa jauh informasi yang diberikan tersebut dapat diterima/dimengerti oleh pasien, dan diberikan nilai pada setiap item pertanyaan. Nilai berkisar antara 1 sampai 3. Nilai 1 diberikan apabila pasien hanya dapat menjawab 1 pertanyaan dengan benar. Nilai 2 diberikan apabila pasien dapat menjawab 2 pertanyaan dengan benar. Nilai 3 diberikan apabila pasien mampu menjawab 3 pertanyaan dengan benar.

2. Tingkat Kepuasan

i. Responsiveness (daya tanggap), yaitu keinginan para karyawan/staf membantu semua pelanggan serta berkeinginan dan melaksanankan pemberian


(42)

pelayanan dengan tanggap. Dalam hal ini adalah sikap dari penyedia jasa yang penuh perhatian, cepat dan tepat dalam menghadapi permintaan.

ii. Reliability (kehandalan), yaitu kemampuan memberikan pelayanan dengan segera, tepat (akurat), dan memuaskan. Dalam hal ini adalah melayani secara benar.

iii. Assurance (jaminan), yaitu karyawan/staf memiliki kompetensi, kesopanan dan dapat dipercaya, bebas dari bahaya, serta bebas dari risiko dan keragu-raguan. Dalam hal ini adalah pengetahuan dan keterampilan dalam memberikan jasa.

iv. Emphaty (empati), yaitu karyawan/staf mampu menempatkan dirinya pada pelanggan, dapat berupa kemudahan dalam menjalin hubungan dan komunikasi termasuk perhatiannya terhadap para pelanggannya, serta dapat memahami kebutuhan dari pelanggan. Dalam hal ini adalah perhatian yang diberikan kepada pelanggan.

v. Tangibles (bukti langsung), dapat berupa ketersediaan sarana dan prasarana termasuk alat yang siap pakai serta penampilan karyawan/staf yang menyenangkan (Bustami, 2011).

3.6.2 Cara pengukuran variabel 1. Mutu Pelayanan

Mutu pelayanan kefarmasian diukur berdasarkan rata-rata waktu penyiapan obat, rata-rata waktu penyerahan obat, persentase jumlah obat yang diserahkan sesuai resep, persentase jumlah item obat yang diserahkan sesuai resep, persentase


(43)

xli

penggantian item obat, persentase etiket yang lengkap, dan persentase hasil konseling.

2. Tingkat Kepuasan

Kuesioner yang dibagikan kepada pasien terdiri dari 18 pertanyaan, dimana cara penilaian untuk tiap pertanyaan dengan memberikan nilai pada masing-masing pilihan jawaban berdasarkan skala Lickert (Supranto, 2006).

a. Jawaban sangat baik diberi nilai 5 b. Jawaban baik diberi nilai 4

c. Jawaban cukup baik diberi nilai 3 d. Jawaban kurang baik diberi nilai 2 e. Jawaban tidak baik diberi nilai 1

Kemudian nilai-nilai tersebut dijumlahkan dan hasil yang diperoleh dibagi atas tiga katagori untuk menentukan tingkat kepuasan pasien, yaitu:

a. Kategori I dengan total nilai 0 - 30 berarti tidak puas b. Kategori II dengan total nilai 31 - 60 berarti puas

c. Kategori III dengan total nilai 61 - 90 berarti sangat puas

3.7 Analisis Data

Data mutu pelayanan kefarmasian di Klinik Telkom Medan diolah dengan program microsoft excel dan dianalisis dengan membandingkan kenyataan yang diperoleh dengan ketentuan yang ada. Sementara itu, data yang diperoleh dari hasil kuesioner diolah dengan program SPSS dan dianalisis tingkat kepuasan pasien di Klinik Telkom Medan.


(44)

3.8 Prosedur Penelitian

a. Menyiapkan tabel pengisian mutu pelayanan kefarmasian yang akan diisi oleh peneliti.

b. Menyiapkan lembar kuesioner yang akan diisi oleh responden.

c. Meminta izin Dekan Fakultas Farmasi USU untuk melakukan penelitian di Klinik Telkom Medan.

d. Menghubungi POH (Pelaksana Operasional Harian) Manager Klinik Telkom Medan.

e. Menghubungi APA (Apoteker Penanggung jawab Apotek) Klinik Telkom Medan untuk mendapatkan izin melakukan penelitian.

f. Mengumpulkan data mutu pelayanan kefarmasian yang diberikan Klinik Telkom Medan.

g. Mengumpulkan data tingkat kepuasan pasien yang datang untuk menebus resep di Klinik Telkom Medan.


(45)

xliii BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Gambaran Umum Klinik Telkom Medan

Klinik Telkom Medan dikelola oleh Yayasan Kesehatan Telkom sebagai tempat untuk para pegawai maupun pensiunan pegawai Telkom untuk memeriksakan kesehatannya. Pasien yang datang ke Klinik Telkom merupakan pasien internal Telkom yang biaya pengobatannya ditanggung oleh Telkom, sehingga pasien lebih loyal untuk berobat ke Klinik Telkom. Klinik Telkom Medan tidak memiliki ruang rawat inap sehingga apabila pasien membutuhkan perawatan yang lebih intensif mendapatkan surat rujukan ke beberapa rumah sakit yang telah bekerja sama dengan Yayasan Kesehatan Telkom. Klinik Telkom Medan juga memberikan pelayanan kefarmasian dimana memiliki apotek yang bernama Apotek Telemedika Farma - 9 yang juga masih terletak di kawasan Klinik Telkom Medan dengan rata-rata jumlah resep yang masuk setiap bulan adalah 2000 lembar resep.

Klinik Telkom sudah menggunakan sistem online sehingga dapat memudahkan dokter untuk mengetahui obat yang masih tersedia di apotek. Walaupun demikian, terkadang petugas apotek melakukan keterlambatan untuk menginput data obat yang masih tersedia. Di bawah ini merupakan data tenaga kesehatan di Klinik Telkom Medan, dapat dilihat pada Tabel 4.1.


(46)

Tabel 4.1 Tenaga kesehatan di Klinik Telkom Medan

4.2 Indikator Mutu Pelayanan Farmasi a. Rata-rata waktu penyiapan obat

Berdasarkan 322 resep yang diamati, peneliti membagi dalam dua kelompok yaitu kelompok obat jadi dan kelompok obat racikan. Menurut Kepmenkes No.129 tahun 2008 tentang Standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit, dijelaskan bahwa standar minimal waktu penyiapan obat jadi adalah ≤ 30 menit dan standar minimal waktu penyiapan obat racikan adalah ≤ 60 menit. Kelompok obat jadi terdiri dari 296 resep yang memiliki rata-rata waktu penyiapan obat adalah 257 detik (4,28 menit) dengan interval waktu 55 - 599 detik. Sementara kelompok obat racikan terdiri dari 26 resep yang memiliki rata-rata waktu penyiapan obat adalah 898 detik (14,97 menit) dengan interval waktu 606 - 2211 detik.

Waktu yang dibutuhkan untuk penyiapan obat tergantung pada jenis obat yang diminta dalam resep. Pada umumnya, waktu penyiapan obat jadi (sediaan tunggal) lebih cepat daripada waktu penyiapan obat racikan (serbuk/campuran), dapat dilihat pada Gambar 4.1 dan Gambar 4.2.

Tenaga Kesehatan Jumlah

Dokter Umum 5

Dokter Spesialis 1

Dokter Gigi 2

Apoteker 1

Tenaga Teknis Kefarmasian 2


(47)

xlv

Waktu penyiapan obat (detik)

Gambar 4.1 Diagram waktu penyiapan obat jadi (detik) vs jumlah resep

Waktu penyiapan obat (detik)

Gambar 4.2 Diagram waktu penyiapan obat racikan (detik) vs jumlah resep

Diagram waktu penyiapan obat dibedakan karena perbedaan waktu yang cukup jauh. Perbedaan tersebut terjadi karena penyiapan untuk resep obat racikan (serbuk/campuran) membutuhkan waktu yang cukup lama dari pada penyiapan untuk resep obat jadi (sediaan tunggal).

23

94

71

63

35

10

0-100 101-200 201-300 301-400 401-500 501-600

17

3

1

0 1 0

2

1 1

J

u

m

lah

R

esep

Ju

m

la

h R

es

e

p


(48)

Hal ini dikarenakan petugas membutuhkan waktu untuk mencari dan meracik obat sedangkan jumlah resep yang harus dilayani cukup banyak sehingga petugas cukup kesulitan terutama untuk melayani resep obat racikan (serbuk/campuran) dan membuat pasien menunggu lebih lama dari pada resep obat jadi.

b. Rata-rata waktu penyerahan obat

Rata-rata waktu penyerahan obat adalah 20 detik dengan interval waktu 4 - 78 detik. Sebanyak 215 resep (66,77%) mempunyai waktu penyerahan di bawah rata-rata, dapat dilihat di Gambar 4.3.

Waktu penyerahan obat (detik)

Gambar 4.3 Diagram waktu penyerahan obat (detik) vs resep

Rata-rata waktu penyerahan obat di Klinik Telkom Medan lebih lama dibandingkan dengan penelitian yang dilakukan oleh Anggraeni (2012), yakni 7 detik dengan interval waktu 2 - 80 detik.

215

87

17

3

0-20 21-40 41-60 61-80

Ju

m

la

h R

es

e


(49)

xlvii

Rata-rata waktu penyerahan obat yang diperoleh peneliti lebih lama dari penelitian Anggraeni (2012), dikarenakan pasien diberikan informasi yang cukup lengkap tentang obat yang diberikan dan adanya komunikasi antara pasien dan petugas mengenai obat yang diberikan sehingga membutuhkan waktu yang lebih banyak. Ketika menyerahkan obat, perlu disertakan juga informasi mengenai obat dan penggunaannya, bahaya terputusnya atau tidak teraturnya penggunaan obat, cara penyimpanan obat, juga tentang kemungkinan interaksi dengan obat lain atau makanan, terutama obat bebas yang digunakan pasien. Perlu diingatkan obat yang mempengaruhi kemampuan mengendarai kendaraan, pejalan kaki dalam jalan ramai, koordinasi berfikir, dan orang yang menjalankan mesin. Pasien diingatkan untuk menyimpan obat jauh dari jangkauan anak-anak (Anief, 2007).

c. Persentase jumlah obat yang diserahkan sesuai resep

Berdasarkan 322 resep yang diamati, persentase jumlah obat yang diserahkan sesuai resep adalah 98,76%. Persentase ini lebih tinggi dibandingkan penelitian yang dilakukan Anggraeni (2012), yakni 94,44%.

Penyerahan jumlah obat yang tidak lengkap disebabkan keterlambatan petugas apotek untuk memeriksa stok obat yang tersisa di apotek, tetapi dalam hal ini petugas memberikan solusi kepada pasien yaitu dengan mengantarkan kekurangan obat tersebut ke rumah atau kantor pasien setelah stok obat sudah masuk sehingga pasien tidak perlu khawatir dan tidak perlu untuk kembali ke klinik.

Sementara untuk obat yang diperlukan segera tetapi stoknya kurang di apotek, biasanya petugas akan memberikan beberapa jumlah obat yang masih tersisa dahulu kepada pasien untuk segera digunakan, kemudian sisanya akan segera dicarikan ke apotek lain sehingga pasien tidak perlu lama menunggu sampai stok obat masuk.


(50)

Tetapi selama peneliti melakukan penelitian di Klinik Telkom Medan, kekurangan jumlah obat di apotek tidak untuk obat yang dibutuhkan segera, melainkan obat antipiretik dan obat flu.

d. Persentase jumlah item obat yang diserahkan sesuai resep

Berdasarkan 322 resep yang diamati, persentase jumlah item obat yang diserahkan sesuai resep adalah 98,14%. Persentase ini lebih rendah dibandingkan penelitian Anggraeni (2012), yakni 98,89%. Lebih rendahnya persentase jumlah item obat yang diperoleh peneliti daripada penelitian yang dilakukan Anggraeni karena keterlambatan petugas apotek untuk menginput data obat yang masih tersedia di apotek ke komputer, sehingga dokter yang menuliskan resep tidak mengetahui ketidaktersediaan obat di apotek. Walaupun demikian petugas memberikan solusi kepada pasien dengan mengantarkan obat yang tidak tersedia ke rumah atau kantor pasien setelah stok obat masuk ke apotek.

e. Persentase penggantian item obat

Berdasarkan 322 resep yang diamati, persentase penggantian item obat sebanyak 0,62%. Penggantian obat yang terjadi misalnya INH 400 diganti dengan INH 100 tetapi jumlahnya ditingkatkan menjadi empat kali lipat. Dibandingkan dengan penelitian Anggareni (2012), persentase penggantian item obat adalah 1,94%. Ini menunjukkan bahwa persentase penggantian item obat di Klinik Telkom Medan lebih rendah.

Hal ini terjadi karena stok obat yang tidak tersedia di apotek dan ada pergantian beberapa Daftar Obat Telkom yang mungkin tidak diketahui oleh dokter sehingga dokter masih meresepkan sesuai Daftar Obat Telkom yang lama.


(51)

xlix f. Persentase etiket yang lengkap

Pengukuran persentase etiket dilakukan dengan mengamati kelengkapan etiket dari ditulisnya nomor urut resep, tanggal, nama pasien, aturan pakai, serta cara pakai/peringatan lain dengan nilai setiap item 1 dan nilai maksimal 5. Nilai 1 diperoleh apabila hanya mencantumkan aturan pakai pada etiket. Nilai 2 diperoleh apabila mencantumkan aturan pakai dan nama pasien. Nilai 3 diperoleh apabila mencantumkan aturan pakai, nama pasien, dan cara pakai/peringatan lain. Nilai 4 diperoleh apabila mencantumkan aturan pakai, nama pasien, cara pakai/peringatan lain, dan tanggal. Nilai 5 diperoleh apabila mencantumkan aturan pakai, nama pasien, cara pakai/peringatan lain, tanggal, dan nomor urut resep.

Berdasarkan 322 resep yang diamati, persentase etiket bernilai 1 adalah 0,62% dengan jumlah sampel 2 resep, bernilai 2 dan 3 adalah 0%, bernilai 4 adalah 31,68% dengan jumlah sampel 102 resep, bernilai 5 adalah 67,70% dengan jumlah sampel adalah 218 resep.

Klinik Telkom Medan menuliskan etiket dengan cukup lengkap dan jelas, dimana dituliskan nomor resep, tanggal peresepan, nama pasien, cara/waktu pakai obat, serta kegunaan obat yang diresepkan sehingga dapat mengurangi kemungkinan salahnya penggunaan obat oleh pasien. Untuk obat tablet, kaplet, ataupun kapsul dimasukkan kedalam plastik bening yang telah tertera etiket obat. Untuk obat racikan (serbuk) dimasukkan kedalam kertas perkamen kemudian dimasukkan kedalam plastik bening yang telah tertera etiket obat. Untuk obat cair seperti sirup, suspensi, atau emulsi ditempelkan etiket kertas berwarna putih pada kemasan. Untuk obat salap atau obat kumur ditempelkan etiket berwarna biru pada kemasan.


(52)

Ketidaklengkapan etiket pada obat yang diberikan kepada pasien dapat berakibat tertukarnya obat dan pasien tidak mengetahui obat apa yang diminumnya. Seharusnya penyerahan obat kepada pasien disertai dengan etiket yang diletakkan pada wadah/pengemas yang tertera:

- nama pasien (sebagai pengganti bila dikehendaki dengan nomor), - aturan pakai, dan

- paraf yang membuat (asisten apoteker atau apoteker).

Obat yang melalui mulut masuk perut disebut sebagai obat dalam, memakai etiket kertas berwarna putih dan bagi obat luar yaitu untuk kulit, mata, hidung, telinga, dubur, vagina, injeksi, obat kumur yang tidak ditelan digunakan etiket kertas berwarna biru (Anief, 2007).

g. Persentase hasil konseling

Pengukuran persentase hasil konseling dilakukan dengan memberikan tiga pertanyaan kepada pasien, dimana masing-masing pertanyaan diberikan nilai 1. Pertanyaan-pertanyaan yang diberikan kepada pasien sehubungan dengan aturan pakai, cara pakai, dan peringatan mengenai obat yang diterima pasien.

Berdasarkan 322 resep yang diamati, persentase hasil konseling bernilai 1 adalah 0%, bernilai 2 adalah 56,83% dengan jumlah sampel 183 pasien, dan bernilai 3 adalah 43,17% dengan jumlah sampel adalah 139 pasien. Hasil tersebut menunjukkan bahwa sebagian besar pasien dapat menjawab pertanyaan yang diberikan. Hal ini disebabkan karena seringnya pasien menerima obat dengan jenis yang sama dan sebelumnya sudah dijelaskan oleh dokter yang memberikan resep, serta petugas di apotek juga kembali memberikan informasi obat kepada pasien baik secara lisan maupun tulisan di etiket obat.


(53)

li 4.3 Tingkat Kepuasan Pasien

4.3.1 Karakteristik Responden Penelitian a. Usia

Berdasarkan usia dari 322 responden yang diamati, dapat dilihat bahwa lebih dari 50% pasien yang datang berobat dan menebus resep ke apotek Klinik Telkom Medan berada pada rentang usia 18 - 49 tahun, dimana usia tersebut masih termasuk dalam usia produktif. Hal tersebut dapat dilihat pada Tabel 4.2.

Tabel 4.2 Karakteristik responden berdasarkan usia

Usia Jumlah

(n = 322)

%

13 - 17 tahun 22 6,83

18 - 49 tahun 165 51,24

> 50 tahun 135 41,93

b. Jenis Kelamin

Berdasarkan jenis kelamin dari 322 responden yang diperoleh, dapat dilihat bahwa sebagian besar pasien yang datang berobat dan menebus resep ke apotek Klinik Telkom Medan adalah laki-laki yaitu 52,80% dan diikuti oleh perempuan sebanyak 47,20%. Hal tersebut dapat dilihat pada Tabel 4.3.

Tabel 4.3 Karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin Jenis Kelamin Jumlah

(n = 322)

%

Laki-laki 170 52,80

Perempuan 152 47,20

c. Pendidikan

Berdasarkan tingkat pendidikan dari 322 responden yang diperoleh, dapat dilihat bahwa 59,01% pasien yang datang berobat dan menebus resep ke Klinik


(54)

Telkom Medan adalah tamatan Perguruan Tinggi/Akademik dan diikuti dengan tamatan SMA sebanyak 34,78%. Berdasarkan tingkat pendidikan, dilihat bahwa pasien yang datang cukup memiliki pengetahuan yang luas sehingga dapat membantu peneliti untuk menjawab pertanyaan yang diberikan secara objektif. Hal tersebut dapat dilihat pada Tabel 4.4.

Tabel 4.4 Karakteristik responden berdasarkan pendidikan Pendidikan Jumlah

(n = 322)

%

Tidak tamat SD 0 0

SD 3 0,93

SMP 17 5,28

SMA 112 34,78

Perguruan Tinggi/Akademik 190 59,01

d. Penghasilan

Berdasarkan penghasilan dari 322 responden yang diamati, dapat dilihat bahwa 54,35% pasien yang datang ke apotek berada pada rentang Rp 1.000.000,00 – Rp 5.000.000,00 dan 39,44% berpenghasilan > Rp 5.000.000,00. Hal ini berkaitan dengan tingkat pendidikan pasien yang sebagian besar tamatan Perguruan Tinggi/Akademik. Hal tersebut dapat dilihat pada Tabel 4.5.

Tabel 4.5 Karakteristik responden berdasarkan penghasilan Penghasilan Jumlah

(n = 322)

%

< Rp 1.000.000,00 20 6,21 Rp 1.000.000,00 – Rp 5.000.000,00 175 54,35 > Rp 5.000.000,00 127 39,44


(55)

liii e. Pekerjaan

Berdasarkan pekerjaan dari 322 responden yang diamati, dapat dilihat bahwa sebagian besar pasien yang datang berobat dan menebus resep ke Klinik Telkom Medan adalah pegawai Telkom sendiri yang berstatus sebagai pegawai BUMN dan juga para pensiunan, lalu diikuti oleh para keluarga yang memiliki pekerjaan sebagai ibu rumah tangga, pegawai negeri sipil, mahasiswa/mahasiswi, dan juga wiraswasta. Hal tersebut dapat dilihat pada Tabel 4.6.

Tabel 4.6 Karakteristik responden berdasarkan pekerjaan Pekerjaan Jumlah

(n = 322)

%

Mahasiswa/Mahasiswi 48 14,91

Wiraswasta 9 2,79

Pegawai Negeri Sipil 2 0,62

Pegawai BUMN 147 45,65

Ibu rumah tangga 48 14,91

Lain-lain (Pensiun) 68 21,12

f. Frekuensi penebusan resep ke apotek Klinik Telkom Medan

Berdasarkan frekuensi penebusan resep ke apotek dari 322 responden yang diamati, dapat dilihat bahwa pasien yang datang berobat dan menebus resep ke Klinik Telkom Medan 87,27% pernah datang lebih dari lima kali. Hal ini dikarenakan adanya jaminan kesehatan dari perusahaan Telkom untuk seluruh pegawai dan keluarga pegawai, dimana mereka tidak perlu mengeluarkan biaya untuk berobat dan menebus resep yang secara tidak langsung menjadi faktor utama seringnya pasien datang untuk berobat. Hal tersebut dapat dilihat pada Tabel 4.7.


(56)

Tabel 4.7 Karakteristik responden berdasarkan berapa kali pasien datang ke apotek Berapa kali pasien datang ke apotek Jumlah

(n = 322)

%

Pertama kali 5 1,55

2 - 5 kali 36 11,18

> 5 kali 281 87,27

g. Tujuan penebusan

Berdasarkan tujuan penebusan resep dari 322 responden yang diamati, dapat dilihat bahwa 66,15% resep yang ditebus bertujuan untuk pemakaian sendiri, 33,23% bertujuan untuk anak/keluarga, dan 0,62% bertujuan untuk orang lain. Hal tersebut dapat dilihat pada Tabel 4.8.

Tabel 4.8 Karakteristik responden berdasarkan tujuan penebusan resep Resep yang ditebus untuk Jumlah

(n = 322)

%

Diri sendiri 213 66,15

Anak/keluarga 107 33,23

Orang lain 2 0,62

4.3.2 Distribusi Penilaian pada Variabel-variabel yang Mempengaruhi Tingkat Kepuasaan Pasien Terhadap Mutu Pelayanan Kefarmasien di Klinik Telkom berdasarkan Jumlah Pasien

Berdasarkan Tabel 4.9 terlihat perolehan data penilaian pada variabel-variabel yang mempengaruhi tingkat kepuasan pasien terhadap mutu pelayanan kefarmasian di Klinik Telkom Medan berdasarkan jumlah pasien yang dijadikan responden. Dari semua variabel kehandalan, mayoritas pasien menyatakan baik. Dimana untuk kecepatan pelayanan sebanyak 194 responden (60,25%), kelengkapan obat sebanyak 182 responden (56,52%), keramahan petugas sebanyak 169 responden (52,48%), tingkat kesiapan untuk membantu sebanyak 180 responden (55,90%).


(57)

lv

Berdasarkan variabel ketanggapan, diperoleh mayoritas persentase untuk cepat tanggap petugas, pemberian solusi, dan informasi obat adalah baik dengan masing-masing jumlah responden sebanyak 187 responden (58,07%), 180 responden (55,90%), dan 205 responden (63,66%). Sementara untuk komunikasi yang efektif diperoleh persentase terbesar adalah sangat baik sebanyak 142 responden yaitu 44,10%.

Informasi obat merupakan salah satu hal yang penting dalam pelayanan kefarmasian oleh karena itu petugas apotek harus memberikan informasi yang benar, jelas, dan mudah dimengerti, akurat, tidak bias, etis, bijaksana, dan terkini. Manfaat adanya pemberian informasi obat yaitu, mengurangi resiko terjadinya kesalahan dan ketidakpatuhan pasien terhadap aturan pemakaian obat, mengurangi resiko terjadinya efek samping obat, menambah keyakinan akan efektivitas dan kemampuan obat yang digunakan (Sari, 2008).

Informasi obat yang diberikan kepada pasien sekurang-kurangnya meliputi cara pemakaian obat, cara penyimpanan obat, jangka waktu pengobatan, aktivitas serta makanan dan minuman yang harus dihindari selama terapi (Menkes RI,2004).

Tabel 4.9 Data penilaian pada variabel-variabel yang mempengaruhi tingkat kepuasan pasien terhadap mutu pelayanan kefarmasian di Klinik Telkom berdasarkan jumlah pasien

No. PERTANYAAN

1 Jlh respon den (%) 2 Jlh respon den (%) 3 Jlh respon den (%) 4 Jlh respon den (%) 5 Jlh respon den (%) A. KEHANDALAN

A1 Kecepatan pelayanan 0 (0) 12 (3,73) 96 (29,81) 194 (60,25) 20 (6,21) A2 Kelengkapan obat 0

(0) 6 (1,86) 121 (37,58) 182 (56,52) 13 (4,04) A3 Keramahan petugas 0

(0) 0 (0) 51 (15,84) 169 (52,48) 102 (31,68) 42


(58)

A4 Kesiapan membantu 0 (0) 0 (0) 78 (24,22) 180 (55,90) 64 (19,88) B. KETANGGAPAN

B1 Cepat tanggap 0 (0) 0 (0) 73 (22.67) 187 (58,07) 62 (19,26) B2 Pemberian solusi 0

(0) 0 (0) 79 (24,53) 180 (55,90) 63 (19,57) B3 Komunikasi efektif 0

(0) 0 (0) 50 (15,53) 130 (40,37) 142 (44,10) B4 Informasi obat 0

(0) 0 (0) 81 (25,16) 205 (63,66) 36 (11,18) C. KEYAKINAN

C1 Pengetahuan dan keterampilan 0 (0) 0 (0) 78 (24,22) 199 (61,80) 45 (13,98) C2 Kualitas obat 0

(0) 0 (0) 47 (14,59) 244 (75,78) 31 (9,63) C3 Kesesuaian produk obat 0

(0) 1 (0,31) 58 (18,01) 238 (73,91) 25 (7,77) D. EMPATI

D1 Perhatian petugas 0 (0) 0 (0) 99 (30,75) 184 (57,14) 39 (12,11) D2 Pelayanan tanpa

memandang status sosial

0 (0) 0 (0) 57 (17,70) 192 (59,63) 73 (22,67) D3 Kenyamanan menunggu 0

(0) 0 (0) 111 (34,47) 161 (50) 50 (15,53) E. BUKTI LANGSUNG

E1 Kebersihan dan kerapian apotek 0 (0) 0 (0) 54 (16,77) 181 (56,21) 87 (27,02) E2 Kenyamanan ruang

tunggu 0 (0) 0 (0) 63 (19,57) 165 (51,24) 94 (29,19) E3 Eksterior dan interior

ruangan 0 (0) 0 (0) 73 (22,67) 193 (59,94) 56 (17,39) E4 Kebersihan dan kerapian

petugas 0 (0) 0 (0) 59 (18,32) 208 (64,60) 55 (17,08) Keterangan :

* : 1 (tidak baik), 2 (kurang baik), 3 (cukup baik), 4 (baik), 5 (sangat baik)

Berdasarkan dari variabel keyakinan, diperoleh persentase untuk pengetahuan dan keterampilan petugas terbesar adalah baik sebanyak 199 responden yaitu 61,80%. Untuk kualitas obat dan kesesuaian produk obat dengan yang diresepkan


(59)

lvii

diperoleh persentase terbesar adalah baik, dimana masing-masing 244 responden dan 238 responden, yaitu 75,78% dan 73,91%.

Untuk variabel empati juga tidak berbeda dari variabel-variabel sebelumnya, dimana perhatian petugas kepada pasien, pelayanan yang diberikan petugas tanpa memandang status sosial, dan kenyamanan saat menunggu memperoleh persentase terbesar adalah baik, yaitu 57,14% untuk 184 responden, 59,63% untuk 192 responden, dan 50% untuk 161 responden.

Berdasarkan variabel bukti langsung, diperoleh persentase kebersihan dan kerapian apotek yang dirasakan pasien adalah baik sebanyak 181 responden yaitu 56,21%. Untuk kenyaman ruang tunggu diperoleh persentase terbesar adalah baik sebanyak 165 responden yaitu 51,24%. Pendapat pasien tentang eksterior dan interior ruangan adalah baik sebanyak 193 responden dengan persentase 59,94%. Untuk kebersihan dan kerapian petugas, sebanyak 208 pasien memiliki pendapat baik dengan persentase 64,60%.

Menurut Supranto (2006), terdapat lima determinan penilaian jasa yaitu kehandalan (reliability) adalah kemampuan untuk melaksanakan jasa yang dijanjikan dengan tepat dan terpercaya, ketanggapan (responsiveness) kemampuan membantu pelanggan untuk memberikan jasa dengan cepat atau ketanggapan, keyakinan (confidence) pengetahuan dan kesopanan karyawan serta kemampuan mereka untuk menimbulkan kepercayaan dan keyakinan atau “assurance”, empati (emphaty) kemampuan untuk peduli, memberi perhatian pribadi bagi pelanggan, dan berwujud (tangible) penampilan fasilitas fisik, peralatan, personel, dan media komunikasi.


(60)

4.3.3 Penilaian Tingkat Kepuasan

Penilaian tingkat kepuasan pasien dilakukan dengan menjumlahkan nilai dari variabel-variabel di atas, maka dapat diperoleh total nilai tingkat kepuasan pasien terhadap pelayanan kefarmasian di Klinik Telkom Medan yaitu, merasa sangat puas sebanyak 268 responden dengan persentase 83,20% dengan rentang skor 61 - 90, lalu diikuti 54 responden yang merasa puas dengan persentase 16,80% dengan rentang skor 31 - 60, dan tidak ada pasien yang merasa tidak puas. Hal tersebut dapat dilihat pada Tabel 4.10 dan Gambar 4.4.

Tabel 4.10 Data total skor pasien berdasarkan variabel-variabel yang mempengaruhi tingkat kepuasan pasien terhadap mutu pelayanan kefarmasian di Klinik Telkom Medan

Total skor kepuasan pasien Jumlah (n = 322)

%

1 (0 - 30) 0 0

2 (31 - 60) 54 16,80

3 (61 - 90) 268 83,20

Keterangan :

* : 1 (tidak puas), 2 (puas), 3 (sangat puas)

Kepuasan merupakan perasaan menyenangkan atau kecewa seseorang yang membandingkan antara persepsi atau kesannya terhadap kinerja (hasil) dan harapan-harapannya. Kualitas berdampak langsung pada kinerja atau jasa. Kepuasan merupakan hal yang penting untuk menilai mutu pelayanan dari pelayanan suatu pemberi jasa dan menilai keberhasilan dari suatu organisasi apotek (Kothler, 2003).

Adanya perbedaan kebutuhan yang diinginkan oleh pasien akan menyebabkan perubahan pada kepuasan pasien tersebut. Untuk itu, penyedia jasa dalam hal ini


(61)

lix

adalah apotek harus senantiasa memberikan pelayanan yang terbaik kepada para pasien (Amirin, 2009).

Kepuasan pasien

Gambar 4.4 Diagram kepuasan pasien vs jumlah pasien

Pengukuran kepuasan konsumen merupakan elemen penting dalam menyediakan pelayanan yang lebih baik, lebih efesien, dan lebih efektif. Apabila konsumen merasa tidak puas terhadap suatu pelayanan yang disediakan, maka pelayanan tersebut dapat dipastikan tidak efektif dan tidak efisien. Tingkat kepuasan konsumen terhadap pelayanan merupakan faktor yang penting dalam suatu sistem penyediaan pelayanan yang tanggap terhadap kebutuhan konsumen, meminimalkan biaya dan waktu serta memaksimalkan dampak pelayanan terhadap populasi sasaran (Yuningsih, 2008).

0

54

268

tidak puas puas sangat puas

J

u

m

lah

p

asien


(62)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

a. Mutu pelayanan kefarmasian di Klinik Telkom belum sepenuhnya memenuhi ketentuan, karena terkadang terdapat jumlah obat yang kurang ataupun item obat yang sedang kosong di apotek.

b. Berdasarkan tingkat kepuasan pasien terhadap pelayanan kefarmasian di Klinik Telkom Medan, 268 pasien (83,20%) merasa sangat puas, 54 pasien (16,80%) merasa puas, dan tidak ada pasien yang merasa tidak puas. Dapat disimpulkan bahwa sebagian besar pasien merasa sangat puas terhadap mutu pelayanan kefarmasian yang diberikan Klinik Telkom Medan.

5.2 Saran

a. Disarankan untuk lebih meningkatkan mutu pelayanan kefarmasian di Klinik Telkom Medan terutama terhadap aspek pelayanan obat. Petugas lebih rutin melakukan pengecekan jumlah dan item obat sehingga tidak terjadi kekurangan jumlah dan item obat.

b. Disarankan agar Klinik Telkom Medan rutin membagikan angket atau kuesioner kepada pasien untuk lebih mengetahui kelemahan atau kekurangan pelayanan yang diberikan berdasarkan persepsi pasien sehingga akhirnya Klinik Telkom Medan dapat memberikan pelayanan kefarmasian yang sesuai standar.


(1)

No

Wak-tu Pe-nyiap

an Obat

(de-tik)

Waktu

Penye-rahan Obat (detik)

Jumlah Obat Jumlah Item Obat

Peng ganti an Item Obat

Etiket

Hasil Konsel ing

Leng kap

Ti-dak Leng kap

Leng kap

Ti-dak Leng kap

1 2 3 4 5 1 2 3

304 101 25 V V - V V

305 143 40 V V - V V

306 200 20 V V - V V

307 135 20 V V - V V

308 140 26 V V - V V

309 195 20 V V - V V

310 162 27 V V - V V

311 200 15 V V - V V

312 210 21 V V - V V

313 310 10 V V - V V

314 260 15 V V - V V

315 145 17 V V - V V

316 132 40 V V - V V

317 292 25 V V - V V

318 195 32 V V - V V

319 135 7 V V - V V

320 344 20 V V - V V

321 350 30 V V - V V


(2)

Responden Total Nilai

1 73

2 78

3 57

4 72

5 72

6 58

7 73

8 58

9 85

10 72

11 70

12 73

13 74

14 57

15 80

16 72

17 74

18 79

19 57

20 72

21 84

22 55

23 79

24 57

25 74

26 70

27 73

28 54

29 72

30 82

31 55

32 71

33 55

34 72

35 64

36 86

37 90

38 88

39 87

40 54

41 90

42 67

43 71

Responden Total Nilai

44 78

45 55

46 67

47 78

48 71

49 54

50 72

51 73

52 76

53 77

54 69

77 74

57 72

57 78

58 73

59 76

60 66

61 69

62 78

63 77

64 76

65 87

66 75

67 65

68 72

69 82

70 70

71 66

72 72

73 71

74 54

75 54

76 54

77 54

78 54

79 54

80 55

81 55

82 54

83 54

84 58

85 54


(3)

Responden Total Nilai

87 55

88 57

89 58

90 55

91 54

92 67

93 62

94 55

95 72

96 72

97 63

98 67

99 72

100 73

101 72

102 78

103 73

104 72

105 72

106 77

107 71

108 71

109 74

110 72

111 77

112 75

113 69

114 72

115 75

116 72

117 73

118 73

119 76

120 76

121 79

122 73

123 72

124 74

125 72

126 82

127 74

128 79

129 80

130 73

Responden Total Nilai

132 76

133 72

134 76

135 79

136 77

137 77

138 79

139 78

140 79

141 74

142 75

143 70

144 68

145 66

146 69

147 74

148 73

149 60

150 75

151 59

152 72

153 72

154 75

155 72

156 57

157 85

158 72

159 74

160 76

161 80

162 72

163 69

164 67

165 70

166 69

167 70

168 69

169 66

170 72

171 69

172 69

173 70

174 71


(4)

177 73

178 81

179 71

180 71

181 73

182 77

183 76

184 76

185 74

186 75

187 71

188 74

189 76

190 69

191 67

192 73

193 66

194 71

195 70

196 68

197 70

198 73

199 70

200 74

201 90

202 71

203 87

204 79

205 72

206 86

207 79

208 89

209 88

210 72

211 66

212 72

213 80

214 69

215 70

216 72

217 69

218 74

219 72

220 73

221 74

222 73

223 58

224 72

225 78

226 54

227 79

228 72

229 87

230 84

231 90

232 80

233 56

234 72

235 75

236 72

237 84

238 86

239 79

240 86

241 78

242 76

243 75

244 71

245 73

246 74

247 88

248 64

249 73

250 75

251 54

252 72

253 88

254 79

255 75

256 77

257 72

258 54

259 60

260 79

261 75

262 79

263 72

264 56

265 75


(5)

Responden Total Nilai

267 64

268 72

269 65

270 74

271 79

272 73

273 78

274 72

275 58

276 72

277 57

278 74

279 72

280 74

281 73

282 71

283 54

284 54

285 69

286 72

287 54

288 54

289 71

290 77

291 55

292 72

293 72

294 76

295 80

296 73

297 86

298 77

299 73

300 54

301 73

302 54

303 71

304 72

305 66

306 66

307 73

308 54

309 77

310 72

Responden Total Nilai

311 74

312 73

313 76

314 69

315 73

316 57

317 73

318 67

319 70

320 74

321 64


(6)