Dampak Ketunanetraan bagi Anak
24
mendapat pandangan yang menyeluruh. Peserta didik tunanetra seringkali perlu diberikan eksplorasi dan pengalaman yang sistematis melalui indera orang lain.
Ketiga, belajar dengan bertindak learning by doing. Aktivitas dan keterlibatan siswa penting dalam proses pembelajaran.
Kehilangan atau berkurangnya daya penglihatan mengakibatkan peserta didik tunanetra memiliki gaya belajar auditory, tactile, dan kinestetik Asep A.S.
Hidayat dan Ate Suwandi, 2013: 28. Oleh karena itu, peserta didik membutuhkan pelayanan yang khusus dalam mengembangkan potensi yang mereka miliki.
Menurut V.L. Mimi Mariani Lusi dalam Asep A.S. Hidayat dan Ate Suwandi, 2013: 28-29 pelayanan khusus tersebut berupa:
a. Modifikasi materi ke dalam buku braille, buku bicara, atau bentuk pembesaran huruf untuk siswa low vision atau layanan bicara.
b. Menerapkan metode penjelasan asosiatif dengan pengalaman, pengetahuan umum, dan hal kongkrit yang dikaitkan dengan kehidupan siswa untuk
konsep abstrak. c. Menerapkan metode penjelasan ilustratif dalam bentuk suara auditif atau
raba tactile untuk gambar, grafik, bagan, skema, tabel, dan lainnya. d. Menggunakan obyek nyata dan konkrit tiga dimensi atau peraga miniatur
untuk obyek nyata yang besar dan berbahaya untuk kemudahan media. e. Peserta didik low vision harus mempertimbangkan aspek sumber cahaya serta
luas dan jarak pandang untuk posisi dan jarak termpat duduk. f.
Guru dapat menulis sambil membacakan apa yang ditulisnya, dan guru dapat menjelaskan apa yang ada pada layar presentasi.
25
g. Peserta didik harus dilibatkan dalam peraturan kelas untuk kedisiplinan dan tata tertib kelas.
Selain itu, menurut Ahmad Nawawi dalam Asep A.S. Hidayat dan Ate Suwandi 2013: 29, strategi dan pendekatan pembelajaran bagi anak tunanetra
harus mengandung: