Multipartai Golkar Pemilu dan Sumatera B

(1)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dinamika perjalanan partai politik di Indonesia mengalami pasang surut seiring dengan perkembangan kehidupan demokrasi di Indonesia. Pada masa orde lama, jumlah partai politik di Indonesia sangat banyak serta beragam dan tergolong sistem kepartaian multipartai. Munculnya berbagai macam partai politik dari berbagai kepentingan kelompok, ras, suku, daerah serta agama merupakan implikasi dari maklumat 3 November 1945 tentang pembentukan partai politik yang dikeluarkan oleh Wakil Presiden Drs. Moh. Hatta. Namun, eksistensi partai-partai tersebut semakin memudar dan hilang ketika tatanan politik baru dibentuk yang disebut dengan era orde baru.

Pada masa awal bergulirnya orde baru (1971-1998) terjadi penataan terhadap kehidupan partai politik, dimana pemerintah melakukan penyederhanaan jumlah partai politik (fusi partai politik) yakni partai yang beraliran agama dan partai yang beraliran demokrasi. Melalui UU No 3 Tahun 1975 Tentang Partai Politik dan Golongan Karya, secara sah pemerintah hanya mengakui dua buah partai politik yakni Partai Persatuan Pembangunan (PPP) dan Partai Demokrasi Indonesia (PDI) serta satu organisasi sosial yakni Golongan Karya. Ketiga organisasi ini memiliki legalitas untuk ikut dalam setiap pemilihan umum di Indonesia. Dalam setiap pemilihan umum selama orde baru, Golongan Karya merupakan pemenang mutlak


(2)

diatas kedua partai PPP dan PDI. Golkar selalu memperoleh suara mayoritas dan mendominasi proses politik di Indonesia.

Kejayaan Golkar di massa orde baru (1971-1998) menempatkan Golkar sebagai Government party, karena pemerintahan pada masa itu di dominasi oleh orang-orang Golkar dari tingkat desa sampai pusat. Dua puluh tujuh tahun berkuasa di Orde baru, kekuasaan Golkar diuji ketika arah perpolitikan Indonesia kembali mengalami perubahan. Pada tahun 1988 muncul tuntutan reformasi yakni tatanan politik baru kearah yang lebih demokratis yang memaksa rejim penguasa orde baru untuk turun berserta Golkar sebagai partainya pemerintah. Hancurnya orde baru digantikan dengan era reformasi, dimana negara Indonesia berada pada masa transisi demokrasi menuju konsolidasi demokrasi.

Keberadaan partai politik merupakan salah satu unsur konsolidasi demokrasi, sehingga pada masa penegakan demokrasi eksistensi partai politik kembali dihidupkan,1 hal ini dapat dilihat dari banyaknya jumlah partai politik pada era

reformasi termasuk Golkar yang sebelumnya merupakan organisasi sosial berubah menjadi partai politik yang disebut Partai Golkar. Perubahan mendasar dari reformasi, membuat persaingan diantara partai politik menjadi lebih transparan dan kompetitif, tidak seperti orde baru dimana Golkar menjadi anak emas pemerintah dan partai hegemonik. Perubahan ini berefek pada posisi Partai Golkar, dimana pergeseran pola

1 Munculnya partai politik pada era reformasi bedasarkan UU tentang Partai Politik yakni UU No 2 Tahun 1999, yang selanjutnya UU ini mengalami perubahan yakni UU No. 32 Tahun 2002 , UU No 2 Tahun 2008 dan UU No. 2 Tahun 2011


(3)

politik juga ikut menggeser pengaruh kuat Golkar seperti pada orde baru, sehingga Golkar tidak lagi menjadi satu-satunya kekuatan dominan.

Merosotnya hegemoni Golkar dapat dilihat dari semakin menurunnya perolehan suara Golkar dalam pemilihan umum, serta Golkar tidak lagi menjadi partai dominan. Tergesernya dominasi Golkar dapat dilihat dari komposisi kursi di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dimana jumlah kursi telah terdistribusi pada partai-partai politik lain seperti PDIP, Demokrat, PKS, PPP, PKB dan partai-partai-partai-partai lainnya.

Grafik 1.1 Perolehan Kursi oleh Partai Politik di DPR pada Pemilu 1999-2004

1999 2004 2009 2014

0 40 80 120 160

120 128

106

91 154

109

94

109

59 58

38 39

0

55

148

61

Golkar PDIP PPP Demokrat

Sumber: kpu.go.id

Dari grafik diatas dapat dilihat perolehan suara Golkar cendrung menurun dalam pemilu di Era Reformasi. Pada pemilu tahun 1999 Golkar mendapat posisi kedua setelah PDI, sedang di pemilu 2004 Golkar berhasil menjadi partai pemenang


(4)

meskipun bukan pemenang mutlak karena PDI berhasil mempeloreh 109 kursi atau 18,31% suara di bawah Golkar yakni 21,62%. Kemudian pemilu tahun 2009 Suara Golkar kembali menurun dan menjadi partai diposisi kedua di bawah Partai Demokrat. Demokrat berhasil memperoleh 20,81% suara dan 141 kursi di DPR, sedangkan Golkar 14,45% suara dan 106 Kursi. Selanjutnya, pada pemilu tahun 2014 perolehan suara Golkar semakin menurun, pada pemilu sebelumnya Golkar berhasil mendapatkan 109 kursi, pada pemiu 2014 Golkar hanya memperoleh 91 kursi dan menjadi pemenang kedua setelah PDIP .

Jika dibandingan dengan masa orde baru, sebelum terkenal dengan nama Partai Golkar, dahulu Golkar disebut Sekber Golkar (Sektretariat Bersama Golongan Karya) yang dibentuk tanggal 20 Oktober 1964. Sekber Golkar menghimpun hampir 300 organisasi fungsional nonpolitis yang berorientasi pada karya dan kekaryaan dengan tiga organisasi seperti SOKSI, MKGR dan KOSGORO sebagai tulang punggungnya.2 Namun orientasi Sekber Golkar yang nonpolitis menjadi politis terjadi

ketika Sekber Golkar mengikuti pemilu tahun 1971 dengan nama Golkar. Perubahan nama ini desepakati dalam musyawarah Sekber Golkar tanggal 17 juli 1971.3

Semenjak saat pemilu kedua yang dilaksanakan di Indonesia sampai pemilu ke tujuh Golkar selalu mendapat suara mayoritas dan pemilik wakil terbanyak di DPR.

2 M. Rusli Karim, 1983, Perjalanan partai politik di Indonesia: Sebuah Potret Pasang Surut,Jakarta: Rajawali. Hal. 160

3 Sri Zul Chairiyah, 2010, Dominasi Golkar dan LDP, Padang: Laboraturium Jurusan Ilmu Politik FISIP UNAND .hal 7


(5)

Grafik 1.2 Perolahan Kursi di Parlemen oleh partai Golkar dalam pemilu ke-2 hingga pemilu ke-11

Sumber: RSIS Working Paper No. 277 Tahun 20144

Kemenangan Golkar selama pemilu legislatif Orde Baru (1971-1997) dapat dilihat dari perolehan kursi di parlemen pada grafik diatas, perolehan kursi terbanyak oleh Golkar yakni pada pemilu tahun 1997 dengan memperoleh 325 kursi. Sedangkan untuk pemilu yang pertama kali pada tahun 1971 yang diikuti oleh 9 partai politik , Golkar berhasil memperoleh 226 kursi atau 62,8% suara dan menjadi pemenang pemilu.5 Sedangkan pada posisi kedua NU hanya berhasil mendapatkan 58 kursi atau

18,67 % suara.

Tinggi/rendahnya perolehan suara partai tingkat nasional tidak terlepas dari pengaruh perolehan suara tingkat daerah. Sebagai efek dari sistem demokrasi perwakilan dan adanya otonomi daerah, keberadaan partai politik sebagai sebuah 4 Yuddi Crisnandhi dan Adhi Priamarizki, 2014, Explaining the Trajectory of Golkar’s Splinters in Post-Suharto Indonesia, RSIS working paper (online)

https://www.ciaonet.org/attachments/25893/uploads No. 277 , S. Rajaratnam School of International Studies Singapore Hal. 5


(6)

organisasi pun mengikuti garis administrasi negara, dimana partai politik memiliki perwakilan didaerah provinsi, kabupaten/kota serta kecamatan dan desa.6 Dengan

demikian, Golkar sebagai partai yang telah eksis sejak masa orde baru telah memiliki perwakilan disetiap provinsi di Indonesia termasuk Sumatera Barat.

Di Sumatera Barat, Golkar telah ada semenjak pemilu kedua tahun 1971, dimana pada masa ini Golkar menjadi salah satu peserta pemilu bersama 9 partai politik lainnya untuk pemililihan tingkat I daerah provinsi. Tidak hanya ditingkat nasional, ditingkat daerah pun (masa orde baru) Golkar berhasil menjadi partai pemenang dengan suara mayoritas dan wakil terbanyak di DPRD Sumbar.

Grafik 1.3 Perolehan Suara Golkar pada pemilu Orde Baru (1971-1997) di Sumatera Barat

1971 1977 1982 1987 1992 1997

50 60 70 80 90 100

63.76 66.54

60.33

78.81 82.18

91.24 perolehan suara Golkar pada pemilu orde baru di Sumatera Barat

Gol kar

p

e

rs

e

n

ta

s

e

Sumber: Memori DPRD Sumbar 1999/2004

Dalam setiap penyelenggaran pemilu untuk Daerah Tingkat I, Golkar berhasil memperoleh suara diatas 60%. Perolehan suara Golkar naik secara signifikan setiap


(7)

pemilu dan puncak mayoritasnya terjadi pada pemilu tahun 1997 dengan perolehan suara 91,24% yang berarti Golkar berhasil menduduki 33 kursi di DPRD dari 36 kursi yang disediakan. Sedangkan dua partai politik lainnya PPP dan PDI tidak mampu menyaingi perolehan suara Golkar, sehingga perwakilan PPP tidak kurang dari ¼ perwakilan Golkar, dan perwakilan PDI tidak lebih dari ¼ perwakian PPP.7 Bahkan

pada pemilu 1982 dan pemilu 1997 PDI tidak berhasil memperoleh satupun kursi di DPRD tingkat I.

Perubahan struktur politik di era reformasi serta munculnya berbagai patai politik baru, juga berdampak pada pergeseran peta politik di Sumatera Barat. Golkar yang sebelumnya mendominasi, sekarang tidak lagi menjadi partai mayoritas. Pengaruh Golkar telah bersanding dengan pengaruh partai politik lain. Hal ini berdampak pada komposisi anggota DPRD Sumbar yang telah terdistribusi pada partai politik lain.

Tabel 1.1 Komposisi Partai Politik dalam DPRD Sumatera Barat Era Reformasi

Partai Pemilihan Umum

1999 2004 2009 2014

Golkar 12 16 9 9

PDIP 5 4 3 4

PPP 10 7 5 8

PAN 11 10 6 8

PKS 2 7 5 7

PBB 3 5 3 1

PKB 1 - - 1

PKPI 1 - -

-KAMI 1 - -

-PUI 1 - -

-PII Masyumi 1 - -

-7 Perolehan kursi PPP di DPRD tingkat I pada masa orde baru; pemilu 1982(13 kursi), 1987(7 kursi), 1992(5 Kursi), 1997(3 Kursi). Sedangkan PDI hanya berhasil memperoleh masing-masing 1 kursi pada pemilu 1987 dan 1992.


(8)

PBR - 3 2

-Demokrat - 3 14 8

Gerindra - - 4 8

Hanura - - 5 5

Nasdem - - - 6

Total 49 55 55 65

Sumber: Memori DPRD Sumbar 1999/2004 dan 2004/2009

Semenjak reformasi, Golkar kehilangan setengah dari jumlah kursi yang selalu diperolehnya ketika orde baru. PPP yang sebelumnya hanya memperoleh ¼ dari jumlah kursi Golkar sekarang dapat mengimbagi posisi Golkar. Dari tabel diatas dapat dilihat, bahwa Golkar tetap menjadi partai dengan perolehan kursi terbanyak dalam DPRD kecuali pada pemilu tahun 2009, dimana Demokrat berhasil memperoleh jumlah kursi terbanyak. Dominasi Golkar mulai digeser oleh partai lain seperti PAN, PPP, Demokrat, dan partai baru yang merupakan pecahan Golkar seperti Hanura dan Gerindra. Berikut grafik perolehan suara partai politik untuk pemilu DPRD Sumatera Barat.

Grafik 1.4 Peolehan Suara Partai Politik di Sumatera Barat Pemilu 1999-2014


(9)

19990 2004 2009 2014 10 20 30 23.8 27.9 15.6 15.5 22.2 14.3 10.9 9.5 0 4.6 23.2 11.7 20.3 12.15 6.91 9.25 perolehan suara pemilu partai politik di Sumbar

Gol kar PAN De mo krat PPP p e rs e n ta s e

Sumber: KPUD Sumatera Barat

Dari grafik diatas dapat dilihat perolehan suara Partai Golkar pada pemilu legislatif daerah Provinsi Sumbar tahun 1999-2014. Golkar pada pemilu tahun 1999 berhasil menjadi partai pemenang dengan perolehan suara yang tidak jauh berbeda dari partai PAN yang berada pada posisi kedua, selisih perolehan suara hanya 1,6%. Sedangkan untuk pemilu tahun 2004 Golkar berhasil meningkatkan perolehan suaranya dan menjadi partai pemenang. Namun, pada pemilu selanjutya (pemilu 2009) perolehan suara Golkar merosot menjadi 15,6% jauh dibawah partai Demokrat yang menjadi pemenang dengan perolehan suara 23,2%. Begitu juga pada pemilu 2014 perolehan suara Golkar sedikit menurun namun golkar berhasil menjadi partai pemenang dengan perolehan suara 15.5%. Meski memperoleh dukungan terbanyak dari partai lain, namun Golkar tidak lagi partai mayoritas karena perolehan suara


(10)

Golkar tidak jauh berbeda denga partai Demokrat yakni 11,9%, dimana Golkar memperoleh 9 kursi dan Demokrat berhasil memperoleh 8 kursi.

Dalam konteks perpolitikan Sumatera Barat, Golkar masih menjadi partai pemimpin dan tergolong salah satu partai mayoritas. Namun, kondisi menjadi berbeda ketika Golkar bukan lagi satu-satunya kekuatan dominan seperti pada masa orde baru. Keberadaan partai politik lain seperti PDIP, Demokrat, PKB, Hanura, PPP, Gerindra, PKS dan lainnya berhasil menyaingi dan mengimbangi kekuataan serta pengaruh Partai Golkar. Perubahan mendasar dalam perpolitikan dan pemilu yang lebih demokratis menjadi salah satu faktor yang ikut mengikis hegemoni Golkar seperti yang disampaikan A.S Hikam8Golkar dengan sendirinya akan pecah dan hancur, kalau tidak nanti juga akan digulung rakyat dan zaman sendiri…kalau pemilunya demokratis dan pelaksanaannya fair Golkar pasti kalah dan dalam waktu tidak lama akan dibubarkan”

Dominannya Golkar pada masa orde baru tidak lepas dari peranan berbagai pihak. Sebagai salah satu kekuatan yang mendapat dukungan dari pemerintah dan ABRI, Golkar menjadi lebih unggul dibandingkan dengan kekuatan-kekuatan politik lainnya. Dengan demikian, banyak pihak yang memandang bahwa kemenangan Golkar dalam pemilu disebabkan oleh kecurangan, paksaaan dan atau karena menggunakan kekuasaan ABRI. Hal ini seperti disampikan oleh Ernest Utrect9

8 Akbar tanjung, 2008, The Golkar Way : Survival Partai Golkar di Tengah Turbulensi Politik Era Transisi, Jakarta: PT Gramedia hal 10

9 E Utrecht “The Military and Election” dalam Oey Hong Lee, Indonesian After the 1971 election (London, Kuala Lumpur: Oxford University Press, dikutip dalam Rusli Karim Hal.170


(11)

“The second Indonesian election, which were held on 3 July 1971, were won by army-sponsored Golongan Karya. Using Intimidation and threats, arresting opponents regarded as dangerous,misusing government facilities and putting in to practice the fraudulent system of bebas parpol”

Selain mendapat dukungan dari ABRI, birokrasi juga memiliki peranan penting dalam mendukung kekuasaan Golkar. Dengan konsep monoloyalitas yang dikembangkan dimana setiap birokrat harus setia kepada pemerintah membuat Golkar semakin unggul. Kemudian, Golkar juga mengembangkan massa politik secara maksimal melalui berbagai ormas yang pada masa itu disebut KINO-KINO. Sehingga pada masa orde baru Golkar didukung oleh tiga jalur politik, masing masing jalur A (ABRI), jalur B (Birokrasi) dan jalur G (Golkar/sipil) atau jalur ABG, dan sebagai inisiator kelahiran Golkar, posisi militer (ABRI) ditubuh organisasi menjadi sangat amat istimewa.10 Keberadaan jalur ABG ini menjadi salah satu faktor penting yang

membuat Golkar berhasil berkuasa dan terus memimpin selama orde baru.

Selain keberadaan ABRI dan birokrasi, tidak dapat dipungkiri sosok presiden Soeharto yang merupakan dewan pembina dalam tubuh Golkar sekaligus penguasa Orde Baru juga turut berkontribusi dalam melanggengkan kekuasaan Golkar. Golkar dan Soeharto bersama-sama membentuk pemerintahan dan mengendalikan masyarakat agar rezim ini terus berkuasa. Kuatnya pengaruh ketiga elemen ini seperti yang disampaikan oleh oleh A.S Hikam11 “Golkar menjadi besar dan solid pada massa orde baru karena tidak terlepas dari dukungan militer, birokrasi dan kendali mantan presiden Soeharto yang bertindak sebagai ketua dewan Pembina….

10 Lihat Awad Bahasoan, Golongan Kaya mencari format politik baru dalam Akbar Tandjung “The Golkar Way” hal.102


(12)

Kekuasaan serta kepemimpinan Soeharto sebagai bagian dari Golkar menjadi sangat penting dalam memperkuat posisi Golkar. Hal ini dapat dilihat dari berbagai kebijakan yang dikeluarkan pemerintah yang mengguntungkan Golkar, seperti kebijakan Fusi Partai Politik (UU No 3 Tahun 1975) tentang Partai Politik dan Golongan Karya, dan kebiajkan floating mass. Konsep ini berimplikasi terhadap larangan bagi partai-partai untuk beroperasi diperdesaan. Partai hanya bisa beroperasi sampai tingkat kecamatan, dan karena Golkar bukan partai maka, dimaklumi bahwa perangkat desa lainnya sudah bergabung dengan Golkar.12 Selanjutnya Permendagri

No 12 Tahun 1969 yang menetapkan pegawai negeri tidak boleh menjadi anggota partai. Pemerintah menginginkan pegawai negeri netral dari afiliasi politik manapun. Kebijakan ini begitu menguntungkan Golkar, karena sejak awalpun Golkar sudah memiliki anggota organisasi pegawai dari kalangan pegawai negeri.

B. Rumusan Masalah

Ketika terjadi perubahan mendasar dalam struktur politik di era reformasi, serta adanya tuntutan demokrasi dan keterbukaan, kompetisi oleh partai politik pun berubah dan berkembang kearah yang lebih baik. Bagi partai politik lain keadaan ini merupakan momen untuk menjalankan fungsi serta tujuan partai yang selama ini terkekang. Namun keadaan terbalik dengan partai Golkar yang sebelumnya merupakan mesin politik orde baru dan mendapatkan keuntungan dari penguasa, sehingga Golkar kehilangan peganggan dalam panggung partai politik di Indonesia.

12 Muhamad Hisyam (peny), 2003, Krisis Masa Kini dan Orde Baru, Jakarta : Yayasan Obor Indonesia


(13)

Sejak masa transisi demokrasi hingga konsolidasi demokrasi di Indonesia dominasi dan hegemoni Golkar semakin menurun.

Menurut John Agnew13, hegemoni didefenisikan sebagai dominasi seorang,

suatu kelompok, beberapa kelompok dalam tatanan sosial, ataupun negara dalam tatanan internasional yang mampu memberikan pengaruh terhadap kelompok ataupun negara lain. Agnew menegaskan faktor utama penggunaan hegemoni biasanya dengan cara meyakini, memanipulasi ataupun memaksa suatu kepentingan dengan kelebihan-kelebihan yang dimiliki. Kelebihan-kebihan yag dimiliki dapat melalui pengaruh kekuasaan, militer, serta ekonomi. Golkar pada masa orde baru memiliki mesin politik yang berasal dari ABRI dan Birokrasi, serta pengaruh kekuasaan Dewan Pembina Golkar yang dituangkan melalui berbagai kebijakan yang menguntungkan Golkar.

Mesin politik dan kelebihan ini tidak lagi bekerja untuk Golkar pada era konsoidasi demokrasi saat ini, dimana salah satu tuntutan reformasi adalah penghapusan dwi fungsi ABRI. ABRI dipisahkan dari dunia politik dan bertindak lebih professional untuk keamanan nasional. Kemudian komunikasi politik dari partai politik terhadap konstituen ditingkat desa yang selama ini terputus akibat kebijakan masa mengambang, di era reformasi kembali dibangun. Partai-partai politik bahkan harus memiliki cabang hingga tingkat desa yang disebut anak ranting. Kondisi ini membuat Golkar tidak lagi dapat memonopoli masyarakat ditingkat desa.

13 Rico Valentino, 2014, Strategi People Action Party dan Golkar dalam Memperkokoh dan Mempetahankan Kekuasaan Politik di Singapura (1965-1990) dan Indonesia (1967-1997), Tesis,UI: FISIP UI


(14)

Kemudian secara internal partai, perpecahan yang terajadi dalam tubuh Golkar juga berkontribusi terhadap semakin merosotnya pengaruh Golkar. Konflik elit dan faksi dalam partai Golkar membuat lemah partai secara internal sedang partai politik lain berusaha membangun kekuatan internal partai. Hilangnya elemen kekuatan dari negara, serta melemahnya pengaruh dikalangan masyarakat sipil dan konflik elit serta perpecahan menjadi faktor yang membuat hegemoni Partai Golkar merosot. Bedasarkan penjabaran diatas maka fokus penelitian ini adalah mengenai kemerosotan hegemoni (declain Hegemony) Partai Golkar di Sumatera Barat. Dengan pertanyaan penelitian Apa faktor-faktor yang menyebabkan merosotnya hegemoni Partai Golkar di Sumatera Barat?

C. Tujuan

Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk untuk mengidentifikasi faktor-faktor penyebab merosotnya hegemoni Partai Golkar di Sumatera Barat pada era reformasi (2004-2014)

D. Manfaat

Adapun manfaat dan kontribusi dalam penelitian ini adalah;

1. Dari segi teoritis, penelitian ini diharapkan dapat membantu peneliti lain dalam memahami penggunaan teori hegemoni Antonio Gramsci dan juga dapat memberikan kontribusi untuk menjelaskan fenomena terkait dengan hegemoni politik.

2. Dari segi akademis, hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumbangan pemikiran dan menambah pustaka dibidang ilmu politik,


(15)

menambah dan memperluas pengetahuan serta khasanah karya-karya ilmiah, serta menjadi referensi untuk penelitian berikutnya yang relevan. 3. Secara paraktis, hasil penelitian ini dapat digunakan oleh objek terkait

untuk mengevaluasi serta memprediksi langkah partai kedepannya khusunya di daerah Sumatera Barat.


(16)

BAB II

KERANGKA TEORI

A. Penelitian Terdahulu

Berdasarkan latar belakang masalah, rumusan masalah serta tujuan penelitian yang telah dijelaskan sebelumnya, maka penelitian ini menggunakan penelitian terdahulu sebagai acuan untuk dijadikan landasan dalam penelitian. Penelitian terdahulu bertujuan untuk menunjukkan bagaimana peneliti sekarang memandang permasalahan yang sama dengan sudut pandang yang berbeda. Penelitian mengenai Partai Golkar telah banyak dilakukan oleh peneliti sebelumnya, baik penelitian Golkar di tingkat pusat ataupun daerah/lokal.

Pertama, buku The Golkar Ways ; Survival Partai Golkar di Tengah Terbulensi Politik Era Transisi yang ditulis oleh Akbar Tandjung tahun yang diterbitkan oleh Gramedia di Jakarta tahun 2008.14 Buku ini merupakan disertasi

Akbar Tandjung yang berisi tentang keadaan Partai Golkar di Orde baru dan perjuangan partai di era transisi demokrasi diantara partai-partai lain. Penelitian ini bertujuan untuk menggungkap faktor-faktor dan langkah-langkah yang dapat menjadi penyebab Partai Golkar dapat bertahan hidup ketika terjadi perubahan politik menuju demokrasi. Penelitian disertasi ini menggunakan persfektif pelembagaan partai politik untuk menggungkap survival Partai Golkar di era transisi demokrasi. Metode

14 Akbar Tandjung, 2008, The Golkar Ways: Survival Partai Golkar di tengah Terbulensi Politik Era Transisi, Jakarta: PT Gramedia


(17)

penelitian termasuk dalam kategori penelitian kualitatif yang bersifat deskriptif analitis. Penelitian ini memiliki periode batas waktu yang telah ditentukan yakni tahun 1998-2004. Dengan lokasi penelitian di Jakarta dan Yogyakarta sebagai tempat Partai Golkar berdomisili. Jenis data tergolong pada data sekunder dan primer dengan teknik pemilihan informan secara snowball sampling. Hasil disertasi ini menunjukkan Golkar melakukan rekonstrurisasi dan pembenahan organisasi sebagai langkah adaptasi terhadap lingkungan politik baru yang telah berubah.

Kedua skripsi oleh Erix Ferdi Anwar yang berjudul Pengaruh Keberadaan Organisasi Masyarakat Nasional Demokrat terhadap Loyalitas Kader Partai Golkar Provinsi Sumatera Barat. Penelitian ini dilatarbelakangi oleh adanya surat edaran yang dikeluarkan oleh Partai Golkar yang menyatakan kepada seluruh kader Partai Golkar yang menjadi anggota serta ikut terlibat dalam kegiatan organisasi yang dilakukan oleh ormas Nasional Demokrat, supaya menentukan sikap untuk memilih tetap menjadi kader partai Golkar atau menjadi anggota Ormas Nasdem dan keluar dari partai Golkar. Surat edaran ini diperkuat dengan kebijakan dari Partai Golkar berupa sebuah ultimatum atau peringatan terakhir kepada seluruh kader Partai Golkar agar menentukan sikapnya sebelum tanggal 11 Agustus 2011.

Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi dan mendeskripsikan pengaruh keberadaan ormas Nasdem terhadap loyalitas kader partai Golkar Provinsi Sumatera Barat. Penelitian ini menggunakan teori loyalitas politik, dengan metode penelitian menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode fenomenologi. Pemilihan informan dengan menggunakan teknik snowball sampling, dan unit


(18)

analisis adalah individu yakni kader partai Golkar yang bergabung dengan ormas Nasdem. Teknik keabsahan data menggunakan triangulasi sumber data dan analisis etik-etik.

Hasil penelitian menunjukkan kader partai tersebut masih memiliki suatu ikatan psikologis dan sosial yang masih kuat dengan partai Golkar. Sedangkan dengan ormas Nasdem ikatan psikologis dan sosial masih belum tercipta dengan baik dan kuat, sehingga ormas Nasdem bukanlah faktor yang menyebabkan pergeseran loyalitas terjadi. Penyebab terjadinya pergeseran loyalitas dari masing-masing kader terletak pada keadaan sosial di dalam tubuh partai Golkar yang tidak harmonis lagi. Oleh sebab itu kondisi dari partai Golkar yang mempengaruhi terjadinya pergeseran loyalitas dari beberapa kader partai Golkar. Kondisi sosial yang memberikan sebuah dorongan kepada kader tersebut untuk tidak terlalu terikat dengan aturan dan kebijakan partai Golkar, yang meimbulkan pergeseran loyalitas yang terjadi dalam diri kader partai Golkar.

Ketiga penelitian Fandi Aswat yang berjudul Perubahan Politik Partai Golkar Provinsi Sumatera Barat pasca reformasi dalam pelaksanaan Musda tahun 2001. Penelitian ini dilatarbelakangi oleh perubahan partai Golkar pasca reformasi dan perubahan paradigma partai Golkar kearah yang lebih demokratis yang tercermin dalam pelakasanaan Musda di Provinsi Sumbar. Tujuan Musda adalah untuk menukar kepemimpinan partai Golkar Provinsi Sumbar.

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan dan menganalisa perubahan politik DPD partai Golkar Sumbar pasca reformasi dalam pelaksanaan Musdalub


(19)

tahun 2001. Untuk menjelaskan pokok permasalahn penelitian ini, maka digunakan beberapa terori yaitu teori leit menurut Mosca dan Pareto untuk menjelaskan siapa yang disebut elit, kemudian teori tiga analisa indentifikasi kekuasaan menurut Putnam, analisa posisi, analisa reputasi dan analisa kekuasaan. Untuk menjelasakan partai Golkar digunakan teori institusional menurut Richard scott, penyesuaian institusi terhadap lingkungan sosial dan tuntutan aturan legal formal. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa dinamika politik partai Golkar Sumbar sangat dinamis, dari konteks partai Golkar provinsi partai dikarenakan atas paksaan yaitu peraturan pemerintah dan penyesuaian terhadap kondisi politik Indonesia. Pada pelaksanaan Musdalub terjadi karena adanya intrik politik dalam konflik kepentingan elit partai Golkar Sumbar yaitu ketidaksenangan dalam menentukan calon legislatif yang diusung oleh ketua partai Golkar Sumbar pemilu tahun 1999.sebagian elit merasa dikhianati oleh ketua partai Golkar Sumbar kala itu. Elit tersebut menginginkan agar ketua lengser dari jabatannya dengan minta pertolongan dari pusat dengan perantara Fahmi Idris. Maka timbulah ide untuk dilakukannya Munaslub dengan alasan PP No 12 tahun 1999 untuk menghindari citra buruk partai Golkar di Sumbar.

Keempat, penelitian yang dilakukan oleh Sutiyono yang berjudul Hegemoni Kekuasaan Terhadap Seni Pedalangan. Penelitian ini dilatarbelakangi oleh penggunaan instrument kesenian untuk memperoleh dukungan massa sebanyak-banyaknya bagi Partai Golkar pada masa orde baru, yakni seni pedalangan. Penelitian


(20)

ini bertujuan untuk menjelaskan relasi pemerintah dalam mempertahankan kekuasaan melalui hegemoni seni pedalangan. Untuk menguraikan tujuan penelitian tersebut, penelitian ini menggunakan teori hegemoni Antonio Gramsci.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemerintah untuk mempertahankan kekuasannya bersama partai Golkar menggunakan seni pedalangan sebagai instrument hegemoni. Bentuk seni serta pesan yang disampaikan oleh dalang dalam pewayangan merupakan pendiktean oleh pemerintah, oleh karena itu seni pedalangan harus dikelola sedemikian cermat, karena sosialisasi dan ekspresi kesenian ini tidak hanya ketika kampanye dijalankan, akan tetapi juga setelah aktivitas kampanye selesai dan partai penguasa telah memenangkan pemilihan umum. Maka dari itu tepatlah sebagai alat hegemoni seni pedalangan diproduksi karena memuat suatu sifat atau makna pada konteks sosio-kultural masyarakat.

Penelitian yang dilakukan sekarang memiliki perbedaan dengan keempat penelitian yang dibahas diatas. Perbedaan penelitian ini pertama terletak pada fokus penelitiannya, jika penelitian sebelumnya meneliti mengenai kelembagaan Golkar serta dinamika Golkar pada era reformasi, maka penelitian sekarang fokus pada kemerosotan hegemoni partai Golkar. Perbedaan juga terlihat dari teori yang digunakan untuk menjelaskan permasalahan penelitian, dimana penelitian sekarang menggunakan teori hegemoni Antonio Gramsci untuk menjelaskan faktor-faktor yang membuat merosotnya hegemoni Golkar.


(21)

Tabel 2.1

Perbandingan Penelitian Terdahulu

No Nama Judul penelitian Fokus penelitian Teori dan

metode

Kesimpulan

1 Akbar Tandjung

The Golkar Ways: Survival Partai Golkar di Tengah Terbulensi Politik Era Transisi

Langkah-langkah partai bertahan hidup ketika terjadi perubahan politik

Persfektif perlembagaan partai politik/ pendekatan kualitatif dengan tipe analitis deskriptif

Golkar melakukan rekonstrurisasi dan pembenahan organisasi sebagai langkah adaptasi terhadap lingkungan politik baru yang telah berubah

2. Erix Ferdi Anwar

Pengaruh Keberadaan Organisasi Masyarakat

Nasional Demokrat terhadap Loyalitas Kader Partai Golkar Provinsi Sumatera Barat

Pengaruh ormas Nasdem terhadap loyalitas kader partai Golkar

Loyalitas

politik/pendekatan kualitatif dengan metode

fenomenologi

Kader partai tersebut masih memiliki suatu ikatan psikologis dan sosial yang masih kuat dengan partai golkar. Sedangkan dengan ormas Nasdem ikatan psikologis dan sosial masih belum tercipta dengan baik dan kuat,

3. Fandi Aswat Perubahan Politik Partai Golkar Provinsi Sumatera Barat pasca reformasi dalam pelaksanaan Musda tahun 2001

Perubahan politik partai Golkar DPD Sumbar pasca Musda

Teori institusional menurut Richard scott, teori elit Mosca dan Pareto/Metode Kualitatif

Pelaksanaan Musdalub terjadi karena adanya intrik politik didalam konflik kepentingan elit Partai Golkar sumbar yaitu ketidaksenangan dalam menentukan calon legislatif yang diusung oleh ketua partai Golkar Sumbar pemilu tahun 1999.

4. Sutiyono Hegemoni Kekuasaan

Terhadap Seni Pedalangan

Peranan intelektual tradisional sebagai instrument hegemoni kelas penguasa

Teori hegemoni Antonio Gramsci

Bentuk seni serta pesan yang disampaikan oleh dalang dalam pewayangan merupakan pendiktean oleh pemerintah, karena sosialisasi dan ekspresi kesenian ini tidak hanya ketika kampanye dijalankan, akan tetapi juga setelah aktivitas kampanye selesai dan partai penguasa telah memenangkan pemilihan umum


(22)

B. Pendekatan Teoritis yang Digunakan

Untuk menjelaskan masalah penelitian tentang faktor-faktor kemerosotan hegemoni Partai Golkar di Sumatera Barat, maka peneliti menggunakan beberapa konsep sebagai kerangka berfikir awal. Berikut konsep dan teori yang digunakan sebagai alat analisis dalam penelitian.

1. Konsep Hegemoni

Hegemoni dalam bahasa Yunani kuno disebut eugemonia yang dalam prakteknya di Yunani diterapkan untuk menunjukkan dominasi posisi yang diklaim oleh negara-negara kota secara individual, misalnya yang dilakukan negara kota Athena dan Sparta terhadap negara-negara kota lainnya.15 Dominasi posisi

menujukkan keunggulan suatu kelompok atas kelompok lain, keunggulan ini membuat kelompok tersebut berkuasa atas kelompok lain. Kekuasaan yang dominan ini dapat dilihat dari kepemimpinan yang dijalankan oleh kelompok yang berkuasa.

Sedangkan menurut John Agnew, hegemoni secara teoritis didefenisikan sebagai dominasi seseorang, suatu kelompok, beberapa kelompok dalam tatanan sosial, ataupun negara dalam tatanan internasional yang mampu memberikan pengaruh terhadap kelompok ataupun negara lain. Agnew menegaskan faktor utama penggunaan hegemoni biasanya dengan cara meyakini, memanipulasi ataupun memaksa suatu kepentingan dengan kelebihan-kelebihan yang dimiliki.16 Dengan

sudut pandang lain, Gramsci mengartikan hegemoni sebagai A social group can, and

15 Nezar Patria dan Andi Arief, 2003, Antonio Gramsci: Negara dan Hegemoni, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, hal.115


(23)

indeed must, already exercise “leadership” before winning governmental power (this indeed is one of the principal conditions for the winning of such power); it subsequently becomes dominant when it exercises power, but even if it holds it firmly in its grasp, it must continue to “lead” as well17. Sebuah kelompok sosial harus bahkan dapat menerapkan kepemimpinan sebelum memenangkan kekuasaan, kelompok sosial tersebut kemudian menjadi dominan ketika mempraktekkan kekuasaan, tapi ketika dia telah memegang kekuasaan penuh ditangannya, dia masih harus terus memimpin juga.

Dari konsep diatas, dapat disimpulkan bahwa hegemoni adalah suatu istilah yang menunjukkan adanya keunggulan suatu individu/kelompok yang membuat kelompok tersebut berkuasa lama. Dominasi kelompok diciptakan melalui cara-cara kekerasaan atau bujukan. Kekerasan dalam hal ini merupakan penggunaan alat negara untuk memobilisasi atau memaksa, sedangkan bukujukan merupakan bentuk persuasif baik berupa pengaruh atau ajakan sehingga masyarakat yang terhegemoni patuh pada kelompok penghegemoni.

Golkar merupakan partai yang telah berkuasa lama selama orde baru, kekuasaan Golkar dapat dilihat dari dominannya Golkar dalam pemerintahan dan berhasilnya Golkar menjadi partai mayoritas dalam setiap pemilu orde baru, baik di tingkat pusat ataupun ditingkat daerah. Hegemoni Golkar dipanggung politik kemudian merosot dikala perubahan politik kearah yang lebih demokratis di era

17 Antonio Gramsci, 1971, Selection From Prison Notebooks, Quintin Hoare dan Nowell Smith (Ed.), London: The Electic Book Company. Hal 212


(24)

reformasi. Kemerosotan hegemoni tidak berarti Golkar kehilangan hegemoni, di Sumatera Barat Golkar masih menjadi partai pemimpin namun bukan lagi partai dominasi. Pengaruh Golkar bersanding dengan keberadaan partai politik lain.

2. Hegemoni: Persfektif Gramsci

Teori mengenai hegemoni diperkenalkan oleh Antonio Gramsci, seorang Marxian yang berasal dari Italy. Konsep hegemony Gramsci muncul sebagai upaya Gramsci dalam menjawab pertanyaan kegagalan strategi dan taktik kelas proletariat dalam menumbangkan kelas borjuis di Italia disatu sisi dan disisi lain justru dibarengi dengan menguatnya kekuatan fasisme.18 Konsep hegemoni Gramsci dapat dielaborasi

melalui penjelasannya tentang basis dari supremasi kelas. Menurut Gramsci kelas sosial akan memperoleh keunggulan (supremasi) melalui dua cara yaitu dominasi atau paksaan dan melalui kepemimpinan intelektual dan moral.19

Menurut Gramsci cara pertama cendrung menggunakan aspek-aspek kekerasan seperti pemaksaan atau tindakan koersif yang berujung pada dominasi. Sedangkan cara kedua melalui tindakan persuasif, pengaruh dan bujukan yang berujung pada kepemimpinan intelektual dan moral. Pengertian dominasi disini mengarah pada masyarakat politik sedangkan kepemimpinan intelektual dan moral mengarah pada masyarakat sipil.20 Teori Grasmci mengenai hegemoni merupakan

keseluruhan konsepnya yang ditulis dalam penjara (prison) yang berisi catatan politik. Dalam membicarakan hegemoni, Gramsci memulai dengan tiga batas

18 Nezar Patria dan Andi Arief, Op.Cit, hal.113

19 Ibid, Hal. 117


(25)

konseptualisasi hegemoni yakni masyarakat politik, masyarakat sipil dan ekonomi.21

Ketiga formasi sosial ini membentuk dasar konspetualisasi hegemoni.

Ekonomi, merupakan batas konseptualisasi pertama, sebuah batasan yang digunakan untuk mengartikan mode of production yang paling dominan dalam masyarakat, yang berhubungan dengan kemunculan kelas-kelas sosial dalam masyarakat. Kedua, batasan negara yang merupakan tempat munculnya praktek-praktek kekerasan (kekerasan polisi dan aparat lainnya). Ketiga, batasan masyarakat sipil, menurut Gramsci masyarakat sipil berarti organisasi lain diluar negara dalam sebuah formasi sosial diluar bagian sistem produksi material dan ekonomi, yang didukung dan dilaksanakan oleh komponen diluar batasan diatas.

Ketiga elemen formasi hegemoni diatas seperti yang dijelaskan Gramsci dalam buku Selection Of Prison Notebook, terkait pembahasan Gramsci mengenai masalah kepemimpinan politik dalam formasi dan perkembangan bangsa dan negara modern di Italia, seluruh masalah dari berbagai arus politik Risorgimento dapat dibagi menjadi dua faktual mendasar. Kaum moderat yang mewakili kelompok sosial yang relatif homogen dan karenanya kepemimpinan mereka mengalami kegoyahan dan Partai Aksi (Action Party) yang tidak mendasarkan diri pada kelompok sosial tertentu sehingga tekanan-tekanan dapat dihadapi. Dengan kata lain Partai Aksi secara historis dipimpin oleh kaum moderat, kaum moderat terus memimpin partai aksi bahkan setelah 1870 dan 1876. Selanjutnya, Gramsci menganalisis dalam bantuk apa dan alat apa kaum moderat berhasil menerapkan alat (mekanisme) hegemoni


(26)

intelektul, moral dan politik mereka. Dalam bentuk-bentuk, dengan alat, yang mungkin disebut liberal, dengan kata lain melalui pertunjukkan perseorangan, molekuler dan swasta22

Pernyataan Gramsci mengenai formasi hegemoni dapat disimpulkan menjadi tiga elemen yakni masyarakat politik, masyarakat sipil dan intelektual. Istilah privat (swasta) merupakan kata untuk mewakili masyarakat sipil, dan pertunjukkan perseorangan merupakan aspek intektual dan molecular23 adalah istilah yang merujuk pada sebuah jalan yang mengekspresikan perkembangan kelompok yang dipimpin dan memimpin dengan kata lain sebuah sistem demokrasi (masyarakat negara).24

Formasi Elemen Hegemoni Gramsci 22 Antonio Gramsci, Op.Cit Hal. 216

23 Lihat dalam buku sejarah dan budaya Antonio Gramsci , Quintin Hoare dan Nowell Smith (Ed), Ira puspitorini Dkk (Penj), 2000, Surabaya: Pustaka Promethea hal. 291-295

24 Penjelasan Gramsci terkait elemen civil society, state dan intelektual “ What we can do, for the moment, is to fix two major superstructural “levels”: the one that can be called “civil society”, that is the ensemble of organisms commonly called “private”, and that of “political society” or “the State”. These two levels correspond on the one hand to the function of ”hegemony” which the dominant group exercises throughout society and on the other hand to that of “direct domination” or command exercised through the State and “juridical” government… The intellectuals are the dominant group’s “deputies” exercising the subaltern functions of social hegemony and political government, Antonio Gramsci Op.Cit, Hal. 145

state

civil

society

intellectu


(27)

Ketika suatu kelompok sosial telah mempraktekkan hegemoni dan menjadi kelompok yang hegemonik mereka harus tetap memperjuangkan hegemoni dan kepemimpinannya. Perlu kegigihan untuk mepertahankan dan memperkuat otoritas sosial dari kelas yang bekuasa dalam semua kelompok masyarakat sipil. Kemunduran hegemoni dari kelompok yang berkuasa dapat terjadi dan bahkan menjadi krisis hegemoni.

Terdapat tiga tingkatan hegemoni yang dikemukakan oleh Gramsci, yaitu hegemoni total (integral), hegemoni yang merosot (decadent) dan hegemoni yang minimum.25 Ketiga tingkatan hegemoni menurut Gramsci tersebut dijelaskan oleh

Joseph Femia26 lebih lanjut yakni pertama hegemoni integral yang ditandai dengan

afiliasi massa yang mendekati totalitas. Masyarakat menunjukkan kesatuan moral dan intelektual yang kokoh. Kedua, hegemoni merosot ditandai dengan adanya potensi disintegritas. Meskipun sistem yang adda telah mencapai kebutuhan atau sasarannya namun mentalitas massa tidak sungguh-sungguh selaras dengan pikiran dominan subjek hegemoni. Dan ketiga, hegemoni minimum menunjukkan situasi dimana kesatuan ideologis antara elit ekonomi, politis dan intelektual yang berlangsung bersamaan dengan keengganan terhadap setiap campur tangan masa dalam kehidupan negara. Dengan demikian kelompok hegemonis tidak mau menyesuaikan kepentingan dan aspirasi mereka dengan kelas-kelas lain dalam masyarakat.

25 Nezar Patria dan Andi Arief, Op.Cit hal.128


(28)

Bedasarkan permasalahan dalam penelitian terkait kemerosoton hegemoni Golkar, maka teori hegemoni Gramsci memiliki relevansi sebagai alat analisis untuk menjelaskan faktor-faktor yang menyebabkan merosotnya hegemoni Golkar. Kemerosotan Hegemoni Golkar dapat dijelasakan melalui tiga fondasi hegemoni Gramsci yakni state, civil society dan intelektual organic. Keberadaan Golkar di Sumatera Barat tidak lagi menjadi partai dominan seperti sebelumnya (orde baru), meski tetap menjadi partai pemenang dalam pemilu untuk provinsi Sumbar, namun kemenangan Golkar tidak lagi menjadi kemenangan mutlak, Golkar tidak lagi menjadi partai yang berpengaruh dan menentukan. Hal ini mengindikasikan merosotnya hegemoni Golkar sebagai partai yang berkuasa, berbeda dengan hegemoni Golkar pada masa orde baru yang kuat di ketiga elemen tersebut.

a. Masyarakat sipil

Dalam surat Gramsci tanggal 7 September 1931, Gramsci menunjukkan bahwa masyarakat sipil (civil society) mencangkup organisasi-organisasi swasta (private) seperti gereja, serikat dagang, organisasi masyarakat, sekolah dan sebagainya. Dalam masyarakat sipil kaum intelektual menjalankan fungsi khusus yakni hegemoni sosial dari kelompok dominan.27 Masyarakat sipil mencangkup

semua organisasi dan lembaga diluar produksi dan negara. Semua organisasi yang mencangkup masyarakat sipil disebut private seperti gereja, organisasi keagamaan, serikat dagang, partai politik, serta kelompok-kelompok kebudayaan dan organisasi kemasyarakatan.


(29)

Masyarakat sipil merupakan tempat hegemoni dilangsungkan, Golkar juga menegakkan hegemoninya melalui masyarakat sipil, hal ini dapat dilihat banyaknya organisasi-organisasi sosial yang menjadi underbow partai pada masa orde baru, serta Golkar sendiri yang terdiri dari berbagai organisasi kekaryaan. Merosotnya hegemoni Golkar dapat diidentifikasi melalui berbagai organisasi dalam masyarakat sipil yang tidak lagi menjadi underbow partai.

b. Masyarakat politik (negara)

Gramsci memakai istilah masyarakat politik bagi hubungan-hubungan koersif yang terwujud dalam berbagai lembaga negara, angkatan bersenjata, polisi, lembaga hukum dan penjara, bersama-sama dengan semua departemen adminstrasi yang mengurusi pajak, keuangan, perdaganggan, industri, keamanan sosial, dan sebagainya yang bergantung pada upaya akhir dari efektifitas monopoli negara dalam melakukan tindakan koersif.28 Dalam kategori ini

masyarakat politik mengacu pada semua institusi yang biasa disebut negara.29

Golkar berhasil menegakkan hegemoni tidak terlepas dari peranan negara, sehingga Golkar dapat menjadi partai pemimpin yang mendominasi pada masa orde baru. Peranan ABRI, polisi dan institusi lain menjadi begitu kental, namun ketika reformasi terjadi dan tatanan politik baru yang lebih demokratis, tindakan negara yang koersif telah berkurang disertai berkurangnya peranan ABRI dalam politik.

28 Roger simon, Op.Cit, hal 104


(30)

c. Intelektual Sebagai organizer hegemoni

Menurut Gramsci seorang dikatakan intelektual bukan diperoleh dari hakikat instrinsik dari kegiatan intelektual sendiri, melainkan posisi kegiatan yang menempati dalam suatu sistem hubungan dimana kegiatan-kegiatan ini mengambil tempatnya dalam sebuah hubungan-hubungan sosial yang kompleks.30

Selanjutnya Gramsci menjelaskan bahwa dalam dunia superstruktur, kaum intelektual menampilkan fungsi organisasional dan konektif didalam masyarakat sipil atau wilayah masyarakat politik. Dimana, kaum intelektual merupakan deputi dari kelompok dominan yang menjalankan fungsi khusus dari hegemoni sosial dan pemerintahan sosial.31 Setiap kelas menciptakan satu atau lebih strata intelektual,

seperti kaum kapitalis menciptakan teknisi, ekonom, manager, pegawai negeri untuk organisator kebudayaan baru dan setiap kelas baru yang lahir menentukan kaum intektual yang sudah ada. Untuk melihat peran intelektual, maka Gramsci membagi bentuk intelektual menjadi dua, yaitu intelektual organic dan intelektual tradisional.

Pertama intelektual organic, mereka adalah intelektual dan organisator politik.32 Menurut Gramsci intelektual organic langsung berhubungan dengan cara

produksi yang dominan, dimana intelektual ini memberikan kelas ini homogenitas dan suatu kesadaran akan fungsinya sendiri bukan cuma pada ekonomi namun juga dilapangan sosial dan politik. Contoh intelektual organic adalah manager, insinyur, politisi, penulis, jurnalis, pegawai negeri, tentara, jaksa, hakim dan sebagainya.

30 Antonio Gramsci, Op.Cit Hal, 140

31 Nezar Patria dan Andi Arief, Op.Cit, Hal.158


(31)

Kedua, intelektual tradisional merupakan intelektual yang dikategorikan sebagai intelektual otonom. Banyak kelas yang baru tumbuh berusaha untuk berasimilasi serta menundukkan intelektual tradisional secara ideologis. Mereka yang termasuk intelektual tradisional seperti rohanian, manusia literer, filsuf atau artis.

Selanjutnya Gramsci menganalisis mengenai watak dari partai politik dalam hubungannya dengan masalah kaum intelektual, dimana partai politik untuk semua kelompok persisnya adalah mekanisme yang sama yang dilakukan negara, dengan kata lain ia bertanggung jawab untuk menyatukan kaum intelektual organic dari kelompok sosial yang ada kelompok dominan dan kaum intelektual tradisional. Partai melaksanakan fungsi sesuai dengan fungsi dasarnya, yakni mengelaborasi bagian-bagian komponennya sendiri dan fungsi mengubah mereka menjadi kaum intelektual politik yang berkualitas, para pemimpin (dirigenti) dan organizer [mengorganisir] semua aktivitas dan fungsi-fungsi yang inheren dalam perkembangan organic sebuah masyarakat integral, baik sipil ataupun politik.33

Golkar pada masa orde baru memiliki organic intelektual sebagai basis think tank partai untuk berbagai kebijakan. Para intelektual ini merupakan ahli ekonomi dan pembangunan. Elemen intelektual ini dalam melihat faktor-faktor yang meyebabkan merosotnya hegemoni Golkar, dibagi menjadi intelektual organic yakni

33 Quentin Hoare dan Nowell Smith (Ed) Ira Puspitorini (penerj) dkk, 2000, Antonio Gramsci : Sejarah dan Budaya, Surabaya : Pustaka Promethea Hal.147


(32)

para kader partai dan kombinasi intelektual tradisional yakni tokoh agama dan tokoh adat atau tokoh masyarakat.

Partai politik dan hegemoni

Menurut Gramsci pelaku utama sang penguasa baru tidak bisa menjadi pahlawan individual di zaman modern, tetapi bisa menjadi pahlawan partai politik. Prinsip yang penting adalah adanya pemimpin dan yang dipimpin, penguasa dan dikuasai dan partai merupakan tempat efektif untuk mengembangkan pemimpin dan kepemimpinan.34 Dalam rejim totalitarian, fungsi tradisional dan institusional

kerajaan diambil alih oleh partai politik. Walaupun tiap partai adalah ekspresi kelompok sosial, namun kondisi tertentu dari suatu partai mewakili sebuah kelompok sosial dalam menjalankan fungsi penyeimbang dan penengah dalam memperjuangkan kepentingan kelompoknya dan kepentingan kelompok lain, dan berhasil mengamankan perkembangan kelompok-kelompok tersebut karena mewakili konsesus dan membantu -kelompok-kelompok sekutunya- yang bisa dianggap sebagai kelompok yang jahat.35

Penjelasan diatas menunjukkan hegemoni partai politik dari persfektif Gramsci, dimana partai dapat mempertahankan eksistensinya dalam pemerintahan ketika partai tidak hanya mewakili kepentingan kelompok semata tapi bisa mengakomodasikan semua kepentingan. Menurut Gramsci kemenangan partai, kemajuannya bagi kekuatan negara dan kondisi ketika partai tidak bisa dihancurkan

34 Quentin Hoare dan Nowell Smith (Ed) Gafna Raiza wahyudi dkk (penerj), 2001, Catatan-Catatan Politik Antonio Gramsci, Surabaya: Pustaka Promethea Hal. 31


(33)

secara normal dapat dijelaskan melalui eksistenti partai yang terdiri dari tiga elemen dasar.36

1. Elemen massa, yang terdiri dari orang-orang kebanyakan yang berpartisipasi dengan loyal dan disiplin.

2. Elemen kohesif dasar, yang memusatkan secara nasional dan member kekuatan yang kompleks, efektif dan sangat kuat yang dengan sendirinya akan berubah menjadi lebih kecil atau bahkan hilang sama sekali. Elemen ini dibantu dengan kekuatan kohesif yang besar yang memusatkan dan mendisiplinkan. Elemen ini dapat juga disebut sebagai kepemimpinan di tingkat nasional

3. Elemen lanjutan, yang menghubungkan elemen pertama dan kedua serta memlihara kontak diantara keduanya secara fisik, moral dan intelektual. Kekuatan partai Golkar dalam perpolitikan di Sumatera Barat dapat dilihat dari ketiga elemen diatas, elemen massa berarti simpatisan partai Golkar yang menjadi pendukung partai, elemen massa sangat menentukan kemenangan partai. Kemudian elemen kohesif dasar terkait kepemimpinan partai, dalam hal ini pimpinan partai untuk perwakilan daerah maupun nasional. Elemen ini memberi kekuatan bagi partai untuk sektor wilayah dan terakhir elemen lanjutan adalah pola komunikasi antara kedua elemen sebelumnya.


(34)

C. Skema Pemikiran

Untuk memudahkan pemahaman tentang permasalah dalam penelitian ini, maka skema pemikiran penelitian sebagai berikut:

Penelitian ini dilatarbelakangi oleh kondisi-kondisi yang menunjukkan adanya kemerosotan hegemoni Partai Golkar di era reformasi. Perubahan yang mendasar dalam struktur politik sebagai efek dari tuntutan reformasi telah merubah arah

Partai Golkar DPD Sumbar

Golkar pada masa orde baru: Partai Hegemonik dengan

dukungan pemerintah

Perubahan politik

Partai Golkar pada masa Reformasi: Penurunan perolehan suara terutama pada

pemilu 2009 dan 2014, dominasi Golkar tidak lagi mutlak, perpecahan internal partai dipusat, kekalahan dalam pilkada serentak di

Sumbar 2015

Apa faktor yang menyebabkan merosotnya hegemoni Golkar khusunya di Sumatera

Barat??

Dijelaskan dengan persfektif hegemoni Gramsci yang mencangkup elemen State (pemerintahan), Civil Society(organisasi masa) dan intelektual partai (organic

dan tradisional)

Partai Golkar mengalami kemerosotan hegemoni


(35)

perpolitikan kearah yang lebih demokratis dibandingkan era orde baru. Golkar yang menjadi mesin politik dan anak emas orde baru juga tidak luput dari tuntutan reformasi.

Golkar di masa orde baru dengan segala keistimewaan yang didapat seperti mesin politik jalur ABG, keuntungan dari berbagai kebijakan seperti kebijakan massa menggambang dan perlindungan penuh dari penguasa orde baru sekaligus dewan Pembina Golkar membuat Golkar menjadi kekuatan yang besar. Namun, semua keistimewaan Golkar hilang saat orde baru jatuh dan digantikan dengan era reformasi. Tuntutan demokrasi memberi peluang hidupnya lagi berbagai jenis partai politik serta pelaksanaan pemilu yang lebih kompetitif diantara partai politik. Ditengah-tengah bangkitnya berbagai jenis partai politik, Partai Golkar yang dimasa orde baru selalu menjadi partai mayoritas dan dominan mesti tergeser posisinya oleh partai-partai lain.

Merosotnya hegemoni Golkar dapat dilihat dari merosotnya perolehan suara Golkar dalam pemilu, kemudian Golkar tidak lagi dapat mempertahankan dominasinya. Di Sumatera Barat sendiri, perolehan suara Golkar cenderung menurun meski beberapa kali pemilu tetap sebagai pemenang namun bukan sebagai pemenang mayoritas layaknya orde baru. Kemudian pada Pemilukada serentak 201 Golkar juga mengalami kekalahan. Pengaruh Golkar ini kemudian dibayangi oleh partai lain seperti Demokrat, PPP, PKS dan PAN untuk daerah Sumbar.

Untuk menjelasakan peyebab merosotnya hegemoni Golkar maka penelitian ini menggunakan teori hegemoni Gramsci sebagai alat analisis. Dimana menurut


(36)

Gramsci hegemoni suatu kelompok dapat dilihat tiga elemen yakni state, civil society dan organic intelektual.


(37)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Pendekatan dan Metode penelitian

Penelitian ini menggunakan metode kulaitiatif dengan desain penelitian bersifat deskriptif analisis. Menurut Bogdan dan Taylor pendekatan kualitatif merupakan prosedur penelitian yang menghasilkan data deskripsi berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan prilaku yang dapat diamati.37 Pendekatan

kualitatif berguna untuk menjelaskan fenomena sosial yang ingin diteliti secara mendalam. Penelitian kualitatif menurut Maleong merupakan penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian misalnya perilaku persepsi, motivasi, tindakan dan lain-lain, secara holistic dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada sutu konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode ilmiah.38

Sedangkan desain penelitian yang bersifat deskriptif analitis berarti data-data yang dikumpulkan dalam penelitian umumnya berbentuk kata-kata dan gambar-gambar yang kebanyakan bukan angka-angka. Penelitian deskriptif kualitatif diuraikan dengan kata-kata menurut pendapat responden, apa adanya sesuai dengan pertanyaan penelitian, kemudian dianalisis pula dengan kata-kata apa yang

37 Lexy J Maleong, 2005, Metodologi Penelitian Kualitatif (ed.revisi), Bandung: PT Remaja Rosdakarya Hal.4


(38)

melatarbelakangi responden berperilaku (berpikir, berperasaan dan bertindak) di reduksi, diverifikasi dan ditriangulasi dan disimpulkan.

B. Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian ini dilakukan di Sumatera Barat khususnya di Kota Padang, pemilihan lokasi ini didasari oleh permasalahan penelitian yang mengkaji mengenai Kemerosotan hegemoni Golkar di Sumbar. Kota Padang merupakan ibu kota provinsi dan merupakan lokasi DPD partai Golkar yang akan jadi objek penelitian. Alasan lainnya adalah karena banyak informan yang berdomisili di Kota Padang.

C. Peran Penelitian

Pada penelitian kualitatif ini peneliti merupakan instrument utama dalam mengumpulkan dan menginterpretasikan data.39 Peneliti juga berfungsi untuk

menetapkan fokus penelitian, memilih informan sebagai sumber data, melakukan pengumpulan data, menilai kualitas data, analisa data, menafsirkan data dan membuat kesimpulan atas temuannya. Peneliti berperan murni sebagai peneliti yakni peneliti berada diluar realitas atau lingkungan sosial yang akan diteliti dengan tetap fokus memperhatikan aspek-aspek penting dalam proses mengumpulkan data.

Terhitung sejak tanggal 18 Januari 2016 peneliti mendapatkan izin dari Pembimbing I dan Pembimbing II untuk melakukan penelitian dan pengumpulan data pada objek yang menjadi kajian peneliti. Kemudian dilanjutkan dengan pengurusan surat izin lapangan di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik pada tanggal 19 Januari 2016. Dalam mengurus surat izin dari fakultas peneliti tidak mengalami kendala


(39)

apapun, pengurusan cepat dan sesuai dengan jadwal yang ditetapkan. Pada tanggal 20 Januari surat izin rekomendasi ini dikeluarkan dengan No. 85/UN 16.08.WD.I//PP/2016, setelah mendapatkan surat ini kemudian peneliti langsung melanjutkan untuk menggurus surat rekomendasi dari Kesbangpol Kota Padang. Pada saat penggurusan surat izin di Kantor Kesbangpol Kota Padang ini peneliti juga tidak mengalami kendala yang berarti, proses penggurusan sangat cepat ± selama 30 menit, surat izin ini dikelurkan dengan No. 070.01.128./Kesbang.Pol/2016.

Selama hampir satu minggu peneliti menunda waktu turun kelapangan penelitian karena harus mempersiapkan segala peralatan untuk dilapangan serta beberapa agenda yang harus diselesaikan, sehingga baru tanggal 01 Februari 2016 peneliti memulai penelitian. Penelitian ini diawali dengan penggurusan izin serta penyerahan surat izin rekomendasi dari Fakultas dan Kesbangpol Kota Padang pada kantor Dewan Perwakilan Daerah Partai Golkar Sumatera Barat yang beralamat di Jl. Rasuna Said No.79 Padang. Pada saat mendatangi kantor kira-kira pukul 10.00 WIB, suasana kantor terlihat sangat sepi dan tidak ada seorang penggurus pun, yang ada hanyalah mobil kantor yang berlogokan Partai Golkar. Melihat keberadaan mobil tersebut maka peneliti yakin ada orang didalam, kemudian peneliti masuk ke kantor lewat pintu belakang, dan disana peneliti bertemu dengan Kepala Sekretariat Partai Golkar Bapak Sukarna. Tapi karena ada urusan mendadak, kemudian Bapak Sukarna janji akan meluangkan waktu pukul 14.00 WIB nanti.

Merasa jeda waktu yang tidak terlalu lama maka peneliti memutuskan untuk menunggu disekitar lokasi, setelah pukul 14.00 WIB peneliti balik lagi dan langsung


(40)

bertemu dengan Bapak Sukarna. Kemudian peneliti menyampaikan maksud dan tujuan penelitian serta menyerahkan surat rekomendasi. Beliaupun menerima dengan senang hati dan bahkan bercerita banyak tentang Partai Golkar dan memberikan beberapa dokumen kepada peneliti. Melalui Bapak Sukarna, peneliti mendapat banyak informasi mengenai informan-informan yang sesuai dengan kriteria informan dalam metode snowball sampling yang dapat peneliti temui untuk menjawab permasalahan penelitian. Beliau menyebut beberarapa tokoh seperti ketua umum, sekretaris dan para anggota faksi Partai Golkar di DPRD Provinsi. Berawal dari informasi dari Bapak Sukarna ini peneliti mencoba untuk mencari dan menemui informan tersebut.

Pada tanggal 09 Februari peneliti menuju DPRD Provinsi, karena disana peneliti dapat menemui semua informan yang direkomendasikan. Namun sayang ketua DPRD yang merupakan Ketua Umum Partai Golkar serta para anggota DPR sedang kunjungan kerja ke Jakarta. Melalui seorang teman, peneliti mendapatkan kontak tenaga ahli Fraksi Partai Golkar di DPRD Sumbar, yang kebetulan merupakan Wakil Ketua Bidang Pelembagaan Politik, Pemda dan Ormas Partai Golkar. Setelah menghubungi Bapak Asrul Syukur via telepon, kemudian disepakati janji untuk bertemu pada tanggal 10 Februari 2016 pukul 09.00 WIB di Kantor Fraksi Partai Golkar.

Tanggal 10 Februari 2016 pukul 09.00 WIB peneliti kembali lagi ke Kantor Fraksi Partai Golkar di gedung DPRD Sumbar, namun karena hujan badai Bapak Asrul Syukur Terlambat datang, baru pada pukul 09.40 WIB peneliti dapat berjumpa


(41)

dengan beliau. Selama proses wawancara dengan Bapak Asrul Syukur40 peneliti

mendapat banyak informasi, beliau memiliki pengetahuan yang luas tentang Golkar pada orde baru dan Partai Golkar. Selama proses penelitian beliau terlihat menyampaikan jawaban dengan apa adanya. Kemudian setelah melakukan wawancara kurang lebih satu jam peneliti menanyakan informan yang dapat memberikan informasi sesuai dengan kriteria yang telah ditentukan. Kemudian beliau merekomendasikan beberapa nama diantaranyaa, Afrizal selaku Sekretaris Partai Golkar DPD Sumbar, Zulkenedi Said, Kader Partai Golkar sekaligus Mantan Sekretaris DPD Partai Golkar Sumbar, Ketua Umum Partai, serta Anggota DPRD Fraksi Partai Golkar Ibu Sitti Izzati Aziz.

Melalui bantuan Bapak Asrul, peneliti dapat berjumpa langsung dengan Bapak Zulkenedi Said di kediaman beliau di Villa Bukit Berlindo Gunung Panggilun pada pukul 11.12 WIB. Selama proses wawancara terlihat Bapak Zulkenedi menyampaikan pandangan beliau secara terbuka tentang Golkar baik luar ataupun dalam, ditambah lagi dengan pengalaman politik beliau yang tidak diragukan, sehingga melalui infomasi dari beliau peneliti mendapatkan informasi-informasi baru tentang berbagai intrik internal partai.

Pada tanggal 11 Februari 2016 peneliti kembali lagi Kantor DPRD untuk menemui Ibu Sitti, namun ternyata anggota dewan masih belum balik dari Jakarta dan baru akan masuk lagi hari senin tanggal 15 Februari 2016. Karena tidak mendapatkan

40 Lihat lampiran 3 untuk surat keterangan wawancara dan lampiran 5 untuk foto wawancara


(42)

kontak informan-informan yang telah direkomendasikan tadi, maka peneliti memutuskan untuk menunggu informasi dari Ibu Sitti dahulu. Kemudian tanggal 15 Februari peneliti kembali lagi ke Kantor DPRD namun setelah menunggu selama tiga jam, peneliti belum menerima kepastian kapan Ibu Sitti akan tiba, sehingga peniliti memutuskan untuk menelepon. Setelah di telepon, beliau menjanjikan untuk bertemu besok pagi di kantor. Tanggal 16 Februari 2016 peneliti menghubungi ibu Sitti untuk mengkonfirmasi janji, dan ternyata janji diundur pada pukul 13.00 WIB. Akhirnya pada pukul 13.15 WIB peneliti berhasil menemui Ibu Sitti, dari berbagai informasi yang diperoleh Ibu Sitti kemudian menyarankan peneliti untuk bertemu dengan Ketua Partai dan Bapak Leonardy Hramainy.

Karena masih di lokasi yang sama, maka setelah wawancara dengan Ibu Sitti, peneliti langsung menemui Ketua DPRD, Bapak Hendra Irwan Rahim. Karena padatnya jadwal beliau, dengan berbagai pertemuan maka peneliti hanya berharap dapat berjumpa untuk membuat janji. Setelah lebih kurang dua jam menunggu akhirnya pada pukul 17.05 WIB peneliti dapat bertemu dengan beliau. Setelah menyampaikan maksud dan tujuan serta menjelaskan tentang penelitian, setelah bertanya jawab beberapa persoalan, serta karena waktu yang juga telah dipenghujung jam kantor, maka Bapak Hendra mempercayakan semua jawabannya kepada Sekretaris Partai dan menyarakan untuk menemui Bapak Afrizal.

Tanggal 18 Februari, berbekal informasi yang didapat dari Ibu Sitti, maka peneliti mencoba menemui Bapak Leonardy di Kantor Beliau di Padang FM. Namun bedasarkan informasi dari Staff Kantor tersebut, Bapak Leonardy sedang berada di


(43)

Jakarta dan akan kembali tanggal 22 Februari 2016. Pada tanggal itu peneliti menemui kembali ke kantor ternyata Bapak tersebut belum kembali, dan baru akan tiba Padang pada hari Rabu tanggal 24 Februari 2016, akhirnya peneliti memutuskan untuk kembali tanggal 25 Februari 2016. Pukul 09.00 WIB peneliti sudah di kantor, tapi setelah menunggu tiga jam lebih Bapak tidak datang juga, peneliti mencoba menghubungi via telepon namun tidak diangkat, dan di sms tidak dibalas. Melalui informasi dari staff tersebut peneliti mendapatkan alamat rumah beliau, keesokan harinya peneliti kerumah beliau di Jalan Bali, Ulak Karang. Namun setelah bertemu beliau bersedia diwawancara selepas jum’at. Sembari menunggu, peneliti kemudian menelepon Bapak Afrizal dan beliau bersedia ditemui besok harinya di kediamannya. Selepas jum’at peneliti kembali kerumah Bapak Leonardy, wawancara berlangsung lama dan banyak informasi yang peneliti dapatkan soal prahara partai di pusat, beliau menyampaikan informasi secara blak-blakan.

Pada tanggal 27 February 2016, peneliti mengkonfirmasi lagi pertemuan dengan Bapak Afrizal, namun ternyata beliau ada jadwal mendadak dan akan bisa ditemui tanggal 01 Maret di Kantor DPRD Prov. Komisi III. Pada hari tersebut peneliti bertemu dengan beliau dan melakukan wawancara, pengetahuan beliau sangat dalam tentang Golkar karena telah meniti karir di Golkar dari tingkat bawah, namun peneliti melihat beliau agak sedikit packing good dalam menyampaikan informasi. Kemudian beliau merekomendasikan untuk bertemu dengan Bapak Shadig Pasadique, Basril Djabar dan Syamsu Rahim serta Hasan Basri Durin.


(44)

Tanggal 02 Maret 2016 peneliti mencoba menemui Bapak Basril Djabar di Kantor beliau di Harian Singgalang, namun saat itu beliau sedang di Jakarta dan belum pasti kapan kembali ke Padang, namun sekretaris beliau berjanji akan menghubungi jika beliau sudah balik dan bersedia di wawancarai.

Peneliti tanggal 03 Maret 2016 mengetahui informasi Bapak Shadig sedang berada di Padang, kemudian mencoba menghubungi, dan ternyata beliau dengan senag hari bersedia menjadi narasumber. Wawancara dilaksanakan di kediaman beliau di Jalan Palupuh No.7 Jati, Padang. Wawancara dengan beliau berlangsung tidak begitu lama, kira-kira hanya 45 menit, namun cukup untuk mendapatkan informasi. Peneliti melanjutkan untuk menghubungi Bapak Syamsu Rahim, dan pada tanggal 12 Maret 2016 beliau bersedia diwawancarai di kediamannya di Komplek Aur Kuning. Sebagai mantan Kader Partai Golkar, wawancara berlangsung cukup lama dan menjawab informasi yang peneliti butuhkan secara blak-blakan.

Selanjutnya peneliti berusaha untuk menemui Bapak Yul Akhiari Sastra yang juga merupakan mantan Kader Partai Golkar, dan tanpa mengalami kesulitan peneliti berhasil mewawancarai beliau pada tanggal 17 Maret 2016 pukul 16.00 WIB di sebuah rumah makan di Jalan A.Yani. Selama wawanaca, beliau begitu menguasai seluk beluk Partai Golkar karena di bina dari tingkat dasar dan telah bergabung sejak muda. Pada hari yang sama, peneliti kemudian mendapatkan konfirmasi dari Bapak Basril Djabar yang telah kembali dari Jakarta dan bersedia di wawancarai, pada pukul 12.20 WIB peneliti menuju kantor baliau dan baru bisa melakukan wawancara pukul 13.15, wawancara berlangsung cukup lama, peneliti mendapatkan informasi tentang


(45)

keadaan Golkar pada masa orde baru. Setelah wawancara dengan beliau peneliti melanjutkan janji wawancara dengan Bapak Yul Akhiari yang lokasinya tidak jauh dari Kantor Harian Umum Singgalang.

D. Teknik Pemilihan Informan

Informan adalah orang dari lokasi penelitian yang dianggap paling mengetahui dan bersedia bekerja sama, mau diajak diskusi dan membahas hasil serta bisa memberikan informasi kepada siapa saja peneliti bisa menggali informasi mengenai masalah penelitian.41 Teknik pemilihan informan dalam penelitian

menggunakan teknik snowball sampling. Snowball sampling merupakan sebuah cara yang efektif untuk membangun kerangka pengambilan sampel dimana peneliti kurang mengetahui informan yang memiliki informasi terhadap permasalahan penelitian yang sedang diteliti, artinya bahwa informan awal dipilih dengan pertimbangan informan tersebut dapat membuka pintu untuk mengenali informan selajutnya.42

Dalam metode pemilihan informan ini peneliti menentukan satu atau lebih individu atau tokoh kunci yang memiliki kriteria-kriteria tertentu dan meminta mereka untuk menyebutkan orang lain yang memiliki kaitannya kemudian pada gilirannya dapat ditemui.43

Informan yang dipilih merupakan informan yang dapat membuka informan kunci lainnya yang telibat dalam permasalahan penelitian tersebut sehingga proses

41 Kasiram, 2010, Metodologi Penelitian Kualitatif dan Kuantitatif, Malang: UIN Maliki Press, Hal. 283

42 H. Russell Bernard, 1994, Metode Penelitian, Pendekatan Kuantitaif dan Kualitatif, Jakarta: Ghalia Indonesia, hlm. 97.


(46)

penelitian dihentikan ketika data yang diperoleh dari masing-masing informan dianggap sudah jenuh dan sudah mencukupi. Kriteria pemilihan informan awal pada penelitian ini yaitu:

1. Informan dipilih dengan kriteria yaitu memiliki pengetahuan terkait dengan permasalahan penelitian peneliti;

2. Informan memiliki kriteria cukup lama berperan dan terlibat dalam keanggotaan Partai Golkar baik masa orde baru atau era reformasi

3. Informan merupakan orang yang pernah berpengalaman terhadap partai Golkar, baik yang sudah keluar dan menjadi anggota partai lain.

4. Informan memiliki waktu untuk melakukan wawancara oleh peneliti. Tabel 3.

Daftar Informan Penelitian

No Nama Jabatan

1. Asrul Syukur Wakil Ketua Bidang Kelembagaan Politik,

Pemda dan Ormas (2009-2015) / Tenaga Ahli Fraksi Partai Golkar DPRD Provinsi Sumbar

2. Zulkenedi Said Sekretaris DPD Partai Golkar Sumatera Barat

Periode 2009-2014

3. Sitti Izzati Aziz Wakil Ketua Bidang Pemberdayaan

Perempuan dan Tenaga Kerja (2009-2015)/ Aggota DPRD Fraksi Partai Golkar Periode

2014-2019

4. Leonardy Harmainy Ketua Dewan Pertimbangan Partai Golkar

5. Afrizal Sektretaris Partai Golkar DPD Sumatera Barat

Periode (2009-2015)/ Anggota Fraksi partai Golkar DPRD Provinsi Sumatera Barat

6. Shadiq Pasadique Kader Partai Golkar

Sumber: Peneliti

E. Unit Analisis

Unit analisis dalam penelitian ini berfungsi untuk melakukan fokus kajian pada penelitian, yaitu untuk menjawab permasalahan penelitian dan tujuan penelitian ini. Unit analisis merupakan sesuatu yang berkaitan dengan fokus/komponen yang diteliti. Unit analisis dalam suatu penelitian dapat berupa individu, kelompok,


(47)

organisasi, maupun wilayah sesuai dengan fokus permasalahan penelitian.44 Dalam

penelitian ini yang menjadi unit analisis adalah organisasi/kelompok yakni partai Golkar. Pada tingkat organisasi/kelompok subjek penelitian terkait dengan keanggotaan dalam organisasi atau kelompok, mereka mungkin anggota atau penggurus yang menempati posisi teretntu dalam struktur.

F. Teknik Pengumpulan data

Pengumpulan data adalah cara memperoleh data dalam kegiatan penelitian.45

Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini diperoleh dari data yang bersifat primer yaitu data utama dan data sekunder yaitu data pendukung. Data primer dalam penelitian ini diperoleh dari hasil wawancara dengan narasumber, sedangkan data sekunder diperoleh dari dokumentasi, jurnal penelitian, dan beberapa bahan bacaan yang berhubungan dengan persoalan penelitian. Data dikumpulkan dengan metode:

1. Wawancara

Wawancara merupakan cara pengumpulan informasi dan data dengan cara langsung bertatap muka dengan informan dengan maksud mendapatkan gambaran lengkap tentang topik yang akan diteliti. Menurut Lincoln dan Guba tujuan dilakukan wawancara adalah untuk mengkonstruksikan mengenai orang, kejadian, organisassi, perasaan, motivasi, tuntutan, kepedulian.46 Teknik ini dipilih karena peneliti ingin

memperoleh keterangan-keterangan yang lebih jelas dan rinci secara langsung dari informan sehingga hasil dari wawancara ini dapat memberikan gambaran yang

44 Burhanudin Bungin, 2011, Metodologi Penelitian Kualitatif, Jakarta: Rajawali Press, Hal.127

45 Mamang Etta Sungadji dan Sopiah. , 2010, Metodologi Penelitian, Yogyakarta: CV Andi offset . hal.149


(48)

cermat terhadap masalah penelitian dan memudahkan peneliti untuk menarik kesimpulan yang tentu saja akan disesuaikan dengan fakta-fakta yang ditemukan di lapangan.

Dalam penelitian ini wawancara dilakukan untuk menjawab permasalahan penelitian yang dilakukan dengan tipe open-ended, dimana metode wawancara ini dilakukan dengan peneliti bertanya kepada informan awal dengan fakta-fakta yang terjadi dalam peristiwa yang diteliti di samping opini informan mengenai peristiwa tersebut. Peneliti dapat meminta informan untuk mengetengahkan pendapatnya sendiri terhadap perisitiwa tertentu dan bisa menggunakan proposisi tersebut sebagai dasar penelitian selanjutnya. Informan awal sangat penting bagi keberhasilan penelitian. Ketepatan pemilihan informan awal sangat menentukan pengumpulan data dalam pencapaian tujuan dari penelitian tersebut.

Teknik wawancara dalam penelitian ini dilakukan dengan wawancara yang tidak terstruktur atau lebih bersifat wawancara terbuka, di mana dalam peneliti tidak menggunakan pedoman wawancara yang terstruktur secara sistematis dan lengkap dalam pengumpulan data. Pedoman wawancara digunakan hanya berupa garis-garis besar permasalahan yang menurut peneliti penting untuk ditanyakan dalam menjawab permasalahan penelitian. Teknik ini dipilih dengan alasan bahwa peneliti ingin mendapat fakta tentang permasalahan penelitian.

2. Dokumentasi

Pengumpulan data melalui dokumentasi merupakan pengumpulan data yang merekam berbagai peristiwa yang terjadi di lapangan selama penelitian berlangsung.


(49)

Dokumentasi dalam hal ini menyangkut dengan surat-surat atau dokumen yang berkaitan dengan permasalahan penelitian serta foto-foto aktual mengenai kondisi yang terjadi saat ini. Dalam penelitian ini penggunaan dokumentasi yang paling penting adalah bertujuan untuk mendukung dan menambah bukti dari sumber-sumber lain.47

G. Uji Keabsahan Data

Uji keabsahan data dilakukan dengan cara triangulasi. Triangulasi merupakan teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain di luar data untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data tersebut.48 Untuk

uji keabsahan data, peneliti menggunakan teknik triangulasi sumber data, dilakukan dengan membandingkan dan mengecek baik derajat kepercayaan suatu informasi yang diperoleh melalui waktu dan cara yang berbeda. Menurut Patton triangulasi dapat dilakukan dengan cara49:

1. Membandingkan data hasil pengamatan dengan hasil wawancara.

2. Membandingkan apa yang dikatakan orang didepan umum dengan apa yang dikatakan secara pribadi.

3. Membandingakn apa yang dikatakan orang-orang tentang situasi penelitian dengan apa yang dikatakan sepanjang waktu.

4. Membandingkan keadaan dan perspektif seseorang dengan berbagai pendapat dan pandangan orang lain.

47Ibid., hal. 216

48Ibid, Hal. 330


(50)

5. Membandingkan hasil wawancara dengan isu suatu dokumen yang berkaitan. Triangulasi sumber data yang dilakukan dalam penelitian ini adalah dengan melakukan perbandingan diantara informan penelitian. Pada penelitian ini peneliti menggunakan wawancara bersama informan triangulasi untuk mendapatkan data.

Triangulasi sumber yang dilakukan peneliti dalam penelitian ini adalah melakukan perbandingan antara informan yang diteliti dengan beberapa informan di dalam permasalahan penelitian ini, serta dengan beberapa sumber data sekunder seperti dokumen dan buku.

Tabel 3.

Daftar Informan Triangulasi Data

No Nama Jabatan

1. Samsyu Rahim Mantan Kader Partai Golkar/ Ketua Umum

Partai Nasdem Sumbar

2. Basril Djabar Anggota Dewan Pertimbangan Partai Golkar

Sumbar/ Pimpinan Umum Harian Singgalang

3. Yul Akhiari Sastra Mantan Kader Partai Golkar/ Ketua KNPI

Sumbar Periode Sumber: Peneliti


(51)

H. Analisis data

Analisis data adalah proses pengorganisasian data kedalam pola, kategori dan satuan uraian dasar dengan cara mengumpulkan, mengurutkan, mengelompokkan dan mengkategorikan data sehinga mudah diinterprestasikan dan dipahami.50 Analisis data

dalam penelitian ini berlangsung bersamaan dengan proses pengumpulan data. Untuk menganalisis data yang dikumpulkan, maka peneliti menggunakan analisis induktif, dimana dalam analisis ini peneliti benar-benar membenamkan diri dalam hal-hal spesifik dari data dengan tujuan menemukan kategori-kategori, dimensi-dimensi dan antarhubungan yang penting.51

Analisis induksi ini dilakukan melalui tiga tahap yakni tahap reduksi data, tahap penyajian data dan verifikasi data.52

1. Reduksi data, data yang diperoleh ditulis dalam bentuk laporan atau data yang terperinci. Laporan yang disusun bedasarkan data yang diperoleh direduksi, dirangkum, dipilah hal-hal pokok, difokuskan pada hal-hal penting. Data hasil mengikhtiarkan dan memilah-milah bedasarkan satuan konsep, tema dan kategorisasi akan memberikan gambaran yang lebih tajam.

2. Penyajian data, data yang diperoleh dikategorisasikan menurut pokok permasalahan dan dibuat dalam bentuk matriks sehingga memudahkan peneliti untuk melihat pola-pola hubungan satu data dengan data lain.

50 Ibid Hal. 248

51 Bagong Suryanto dan Sutinah, 2007, Metode Penelitian Sosial, Jakarta: Kencana Prenada Media Group Hal. 184


(52)

3. Penyimpulan dan verifikasi, data yang telah direduksi dan disajikan secara sistematis akan disimpulkan sementara. Kesimpulan sementara yang didapatkan perlu diverifikasi dengan teknik triangulasi data.

Prosedur yang dilakukan oleh peneliti dalam menggunakan teknik analisis diatas yaitu pertama reduksi data, pada tahap ini peneliti memilah dan memilih data hasil wawancara bertujuan mereduksi data untuk mendapatkan fokus dan hal-hal penting terkait faktor-faktor penyebab merosotnya hegemoni Golkar dan mengelompokkanya berdasarkan tema dan kategori tertentu. Tahap selanjutnya yakni penyajian data, pada tahap ini semua data penting yang telah direduksi, disusun bedasarkan kategorisasi dengan bantuan matriks, sehingga pola-pola hubungan antara data tampak lebih jelas. Tahap terakhir adalah penyimpulan dan verifikasi, kesimpulan ditarik dari data yang telah disusun dan dikategorikan bedasarkan tema sebagai kesimpulan sementara untuk selanjutnya dikuatkan dengan data triangulasi.

I. Struktur Penulisan BAB I

Pada bab ini berisi latar belakang yang menunjukkan kondisi-kondisi merosotnya hegemoni Golkar pada masa reformasi yang dapat dilihat dari semakin menurunnya perolehan suara Golkar pada pemilu 2004-2014 khusunya di Sumatera Barat dibandingkan dengan Golkar pada masa orde baru. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang menyebabkan merosotnya hegemoni Golkar di Sumatera Barat.


(53)

BAB II

Bab ini membahas bahan referensi dari penelitian terdahulu tentang Golkar yang menjadi landasan untuk melakukan kajian penelitian dengan sudut pandang yang berbeda. Dalam bab ini juga membahas teori hegemoni dan membahas kajian teori yang akan digunakan untuk menjawab pertanyaan penelitian.

BAB III

Bab ini membahas mengenai metode penelitian yang digunakan peneliti. Dalam penelitian ini peneliti menggunakan metode kualitatif dengan disain deskriptif analisis. Metode ini dipilih karena peneliti ingin memberikan penjelasan secara mendalam terkait masalah penelitian yang akan diteliti. Penelitian ini menggunakan teknik wawancara sebagai alat untuk mengumpulkan data primer dengan pemilihan informan secara snowball sampling. Analisis data akan dilakukan dengan analisis induksi melalui tahapan reduksi data, penyajian data dan penyimpilan dan verifikasi.

BAB IV

Pada bagian ini akan dideskripsikan mengenai objek penelitian yakni Partai Golkar, yang meliputi sejarah, perkembangan dan struktur organisasi di Sumatera Barat.

BAB V

Hasil temuan selama penelitian di lapangan, hasil wawancara yang kemudian dibuat kedalam bentuk transkrip wawacara, dan data-data berkaitan dengan penelitian ini seperti dokumen pemerintah akan dilakukan analisis pada bab ini. Singkatnya, bab ini akan menjelaskan bagaimana proses analisis data-data temuan di lapangan


(1)

Partai Golkar dan panjangnya sejarah perpolitikan yang telah dijalaninya menjadi satu alasan bagi partai untuk tetap terus bertahan ditengah-tengah pergulatan politik yang semakin kompleks. Untuk wilayah Sumatera Barat, dalam dua pemilu terakhir Golkar semakin kehilangan pengaruh yang dapat dilihat dari penurunan perolehan suaranya. Situasi ini tidak pernah ditemui pada saat pemilu orde baru, karena memang Golkar memiliki kekuatan pendukung dari pemerintah. Saat ini dapat dibuktikan bahwa tanpa sokongan pemerintah secara penuh, Golkar goyah, tidak ada lagi tentara dan birokrasi. Pada tahap ini Golkar hanya Goyah tapi tidak hancur, karena untuk di Sumatera Barat sendiri, memang secara formal tidak memiliki hubungan dengan jalur tersebut namun, loyalitas individunya masih kuat pada Partai Golkar. Dengan ini Golkar dapat tetap bertahan jaringan personal yang mengakar yang kemudian disebut dengan pemilih tradisional.

Sedangkan dengan organisasi massa yang dulu menjadi tulang punggung partai sekarang pun juga sudah banyak yang menyatakan diri independen. Dukungan dari organisasi pun dalam bentuk dukungan individu, organisasi tidak lagi mendikte anggota untuk loyal pada Golkar. Dan untuk tokoh-tokoh masyarakat pun tidak begitu berpengaruh bagi citra Golkar. Pada akhirnya Golkar hanya dapat menaruh harapan pada kinerja Partai Seutuhnya untuk mendulang suara agar tetap eksis. Disinilah peran kader-kader partai yang oleh Gramsci disebut para intelektual organic. Mereka lah yang akan menyampaikan ide-ide Golkar pada masyarakat dan mereka lah yang akan membujuk masyarakat dan memberikan citra baik bagi Partai Golkar.


(2)

Namun partai yang diharapkan solid dan mampu bekerja sama untuk membawa kebesaran bagi partai malah dilanda konflik kepentingan pihak-pihak elit partai. Tidak diragukan lagi, sejarah Partai Golkar semenjak Munaslubnya tahun 1998 setelah tidak ada lagi Komando Dewan Pembina, memang diwarnai dengan banyaknya faksi-faksi yang pada akhirnya bermuara menjadi dualism.129 Situasi yang dibutuhkan Golkar saat ini adalah persatuan dan kesolidan ditengah-tengah kekutan besar partai lain yang telah mengikis keberadaan Golkar. Parahara elit partai ini sejatinya menjadi momok bagi partai didaerah, kepenggurusan partai tidak jalan akibat dibekukannya partai dipusat, hal ini disebabkan orang sibuk mengurusi konflik, kemudian citra Partai Golkar didaerah akan menurun. Efek ini telah dirasakan sepenuhnya bagi Partai Golkar di Sumatera Barat pada saat pemilu kada serentak 2015, Golkar kehilangan banyak kepala daerah. 130

Menurut Gramsci sebuah partai akan kuat jika memiliki tiga unsur yakni, basis masa yang jelas, pemimpin pusat, dan komunikasi keduanya yang terus terjalin.131 Dari segi basis masa, Golkar merupakan partai terbuka sehingga tidak ada segmentasi khusus bagi partai dan basis masa yang jelas. Beda halnya dengan partai kompetitornya di Sumbar-Gerindra dan PKS-, kemudian Golkar untuk tingkat

129 Ibnu Hamad, 2004, Konstruksi Realitas Politik dalam Media Massa, Jakarta: Granit, Hal. 99

130 Dikutip dari berita Online Haluan “Dualisme Perburuk Hasil Pilkada di Sumbar” (tanggal 15 January 2016 ) pada http://harianhaluan.com/news/detail/47225/dualisme-perburuk-hasil-pilkada-golkar-di-sumbar

131 Antonio Gramsci, 1987, Selection Of Prison Notebooks (ed. Quentin Hoare and Geoffrey Nowell Smith) Terj. GAfna Raiza Wahyudi Dkk”Catatan-Catatan Politik Antonio Gramsci”, 2001, Surabaya: Pustaka Pomethea, Hal. 39


(3)

nasional tidak memiliki pemimpin yang menguasai pusat dalam artian kader partai yang menjadi pemimpin negara. Keberadaan pemimpin pusat ini sangat berpengaruh bagi elektabilitas partai seperti yang terjadi pada Partai Democrat di tahun 2009 dengan image SBY.

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Dalam dua pemilu terakhir (2009 dan 2004) perolehan suara Partai Golkar cenderung menurun, baik ditingkat nasional adataupun didaerah. Posisi Partai Golkar saat ini adalah partai ke-2 dibawah Partai PDIP secara nasional sedangkan di daerah, Sumatera Barat Partai Golkar masih menjadi partai pemenang, namun grafik perolehan suaranya menurun dari pemilu sebelumnya. Fenomena ini menunjukkan hegemoni yang dibangun Golkar mengalami kemerosotan. Hegemoni yang merosot menurut Gramsci adalah situasi dimana kelompok yang mendominasi mengalami tantangan yang berat dan berpotensi mengalami disintegrasi, sedangkan hegemoni sendiri adalah suatu bentuk dominasi serta kepemimpinan yang terus menerus dapat dipertahankan. Kemerosotan hegemoni juga terlihat di Sumatera Barat, Faktor yang menyebabkan merosotnya hegemoni Partai Golkar dapat dilihat dari tiga elemen hegemoni Gramsci yakni, State (Pemerintahan), Civil Society ( Masyarakat Sipil) dan Intelektual (Organik dan Tradisional).


(4)

Pertama, elemen dari negara (pemerintahan) ini kemudian secara formal dihapus seiring dengan tuntutan reformasi. Meski secara formal tidak memiliki hubungan dengan elemen pemerintahan seperti Birokrasi dan ABRI, namun Partai Golkar sekarang masih memiliki sisa-sisa loyalitas individu yang kemudian oleh partai Golkar disebut sebagai pemilih tradisional. Kedua, civil society atau organisasi massa Partai Golkar, Golkar masih memiliki organisasi massa yang menjadi tulang punggung serta pendiri Golkar. Namun, organisasi ini tidak lagi mendikte anggota untuk loyal pada partai, bentuk dukungan dikembalikan lagi pada individu. Dan yang ketiga, Intelektual Organik dan Tradisional, dari segi intelektual organic Golkar masih memiliki sumber daya dari kader-kader yang banyak dan tersebar disetiap kabupaten kota, sedangkan untuk intelektual tradisional, Golkar tidak lagi memonopoli keberadaan tokoh adat dan agama di Sumbar, keberadaan tokoh-tokoh ini telah terdistribusi pada partai-partai lain.

Selain dari pada ketiga elemen diatas, dalam penelitian ini juga ditemukan bahwa konflik dualism dalam Partai Golkar juga ikut mempegaruhi kemerosotan hegemoni Golkar. Menurut Gramsci Partai tidak akan mudah dihancurkan ketika memiliki salah satunya kepemimpinan yang kuat secara nasional. Namun yang terjadi dalam tubuh Golkar adalah perebutan kekuasaan yang menimbulkan faksi-faksi dalam partai. Konflik ini kemudian memiliki efek terhadap citra partai, pengaruh konflik ini untuk pilkada 2015 dirasakan di Sumatera Barat dengan banyaknya calon


(5)

kepala daerah yang disusung Golkar tidak terpilih yakni dari delapan nama yang diusung hanya tiga yang terpilih.

B. Saran

Bedasarkan hasil penelitian, maka saran penelitian ini adalah untuk mencegah pengkerdilan Partai Golkar ditengah persaingan diantara partai lain, pertama, Partai Golkar hendaknya membangun konsolidasi internal partai, dengan mengorganisir individu-individu yang loyal pada partai untuk dijadikan basis yang kuat. Kedua, baik dipusat atau didaerah Golkar harus memiliki figure yang mampu mempengaruhi masa, dalam artian figure yang mampu mendulang suara untuk partai dan membawa citra yang baik bagi partai. Ketiga, Mengadapai konflik pusat, daerah mesti tetap menjaga kesolidan jangan sampai perpecahan dipusat juga diikuti oleh daerah. Golkar ddaerah harus memikirkan langkah selanjutnya untuk kehidupan Golkar.

Selanjutnya, saran penelitian untuk peneliti selanjutnya adalah terkait konflik partai dipusat dan efeknya terhadap daerah yang belum secara mendalam dikaji dalam penelitian ini. Bagaimana elit-elit partai di Sumbar memandang dualism, serta indikasi adanya kemunculan faksi didaerah dan dampak dualism terhadap Pilkada


(6)

Serentak di Sumbar tahun 2015 yang telah menumbangkan banyak calon kepala daerah yang diusung oleh Partai Golkar.