43
BAB III MEMBANGUN ATURAN KABUR DARI DATA NUMERIS
Misal diberikan suatu himpunan input
{ }
n
x x
x A
, ,
2 1
= dan himpunan
output
{ }
m
y y
y B
, ,
2 1
= , sehingga diperoleh suatu himpunan pasangan terurut
seperti di bawah ini
1 1
2 1
1 1
1 2
1 1
, ,
, ;
, ,
,
m n
y y
y x
x x
2 2
2 2
1 2
2 2
2 1
, ,
, ;
, ,
,
m n
y y
y x
x x
k m
k k
k n
k k
y y
y x
x x
, ,
, ;
, ,
,
2 1
2 1
3.1 di mana
l k
, ,
2 ,
1 =
. Misalkan kita berikan suatu contoh himpunan pasangan terurut dua input dan satu
output itu seperti di bawah ini:
i i
i
y x
x y
x x
y x
x ;
, ,
, ;
, ,
; ,
2 1
2 2
2 2
1 1
1 2
1 1
3.2 di mana
l i
, ,
2 ,
1 =
. Tugas di sini adalah untuk membangun aturan kabur JIKA-MAKA dari
suatu himpunan pasangan berurutan dari 3.2. Terdapat empat langkah dalam membangun aturan kabur dari data
numeris, yaitu:
44
3.1 Mendefinisikan Himpunan Kabur pada Ruang Semesta Input dan
Output
Misalkan kita mempunyai himpunan pasangan berurutan y
x x
; ,
2 1
.
1
x dan
2
x adalah sebuah input yang mempunyai interval
] [
+ −
1 1
, x x
dan
[ ]
+ −
2 2
, x x
dan y adalah sebuah output dengan interval
[ ]
+ −
y y
, , yang ditunjukkan oleh S3 Besar
Negatif, S2 Sedang Negatif, 1 S Kecil Negatif, CE tengah atau mendekati
nol, 1 B
Kecil Positif, B2 Sedang Positif, dan B3 Besar Positif. Didefinisikan himpunan kabur untuk
1
x dan
2
x seperti pada gambar 3.1 di bawah ini.
Sedangkan himpunan kabur untuk y didefinisikan seperti pada gambar 3.2 seperti di bawah ini.
S2 S1
CE B1
2
x µ
B3 1.0
0.0 +
2
x
− 2
x
2
x
B2 1.0
0.0
S2 S1
CE B1
B2
1
x µ
1
x
− 1
x
+ 1
x
Gambar 3.1 Himpunan Kabur Input
45
3.2 Membangun Aturan Kabur dari Data Pasangan Berurutan
Langkah kedua dalam membangun aturan kabur dari data numeris adalah
membangun aturan kabur dari data pasangan berurutan yang diperlukan tiga langkah.
Pertama, menentukan derajat keanggotaan dari ,
,
2 1
i i
x x
dan
i
y pada himpunan kabur yang berbeda. Sebagai contoh,
1 1
x mempunyai derajat keanggotaan 0.8 di
1 B , mempunyai derajat keanggotaan 0.5 di
2 B , dan
mempunyai derajat keanggotaan 0 untuk semua himpunan kabur yang lain. Secara sama,
2 2
x mempunyai derajat keanggotaan 1 di CE, mempunyai derajat
keanggotaan 0.8 di 1 S dan derajat keanggotaan 0 untuk himpunan kabur yang
lain. Begitu juga dengan
1
y mempunyai derajat keanggotaan 0.9 di CE , mempunyai derajat keanggotaan 0.8 di 1
B , dan mempunyai derajat keanggotaan 0 untuk semua himpunan kabur yang lain seperti yang ditunjukkan pada gambar
3.3.
S2 S1
CE B1
B2
1.0 0.0
y y
µ
−
y
+
y
Gambar 3.2 Himpunan Kabur Output
46 Kedua, menetapkan
, ,
2 1
i i
x x
atau
i
y sebagai himpunan kabur dengan derajat keanggotaan yang maksimum atau himpunan kabur yang mempunyai
derajat keanggotaan paling tinggi. Karena derajat keanggotaan
1 1
x pada himpunan kabur 1
B lebih besar daripada himpunan kabur 2
B maka yang dipilih adalah himpunan kabur 1
B , sedangkan derajat keanggotaan
2 2
x pada himpunan
kabur CE lebih tinggi daripada derajat keanggotaan pada himpunan kabur 1 S
maka yang dipilih adalah himpunan kabur CE dan derajat keanggotaan
1
y pada
S2 S1
CE B1
B2
1.0 0.0
y y
µ
−
y
1
y
2
y
+
y
S2 S1
CE B1
2
x µ
B3 1.0
0.0 1
2
x
2 2
x
+ 2
x
− 2
x
2
x
B2 1.0
0.0
S2 S1
CE B1
B2
1
x µ
1
x
− 1
x
2 1
x
1 1
x
+ 1
x
0.8 0.5
Gambar 3.3 Membagi input dan output menjadi himpunan nilai linguistik dan fungsi keanggotaan
47 himpunan kabur CE lebih tinggi daripada derajat keanggotaan pada
1 B maka
yang dipilih adalah himpunan kabur CE . Ketiga, setelah menentukan dan menetapkan derajat keanggotaannya maka
kita bisa menyusun aturan kabur dari data pasangan berurutan sebagai berikut: JIKA
1
x adalah A dan
2
x adalah B , MAKA y adalah C Sebagai contoh, kita tentukan derajat keanggotaan lalu
1 1
x ,
2 2
x , dan
1
y lalu kita tetapkan
1 1
x di 1 B karena himpunan kabur 1
B mempunyai derajat keanggotaan paling tinggi dibandingkan dengan 2
B atau yang lainnya,
2 2
x di CE dan
1
y di CE . Sehingga bisa kita susun sebuah aturan sebagai berikut: JIKA
1 adalah
1
B x
dan CE
x adalah
2
, MAKA 1
adalah B y
.
3.3 Menentukan Derajat Kebenaran dari Masing-masing Aturan
Meskipun menggunakan beberapa pasangan data berurutan dan masing- masing pasangan data berurutan membangun satu aturan, ada kemungkinan
terdapat beberapa aturan yang konflik, yaitu aturan yang mempunyai bagian JIKA sama tetapi bagian MAKA berbeda. Salah satu cara untuk menyelesaikannya
adalah dengan menetapkan sebuah derajat kebenaran pada masing-masing aturan yang membangun pasangan data berurutan dan hanya menerima aturan dari
kelompok aturan yang konflik yang mempunyai derajat maksimum. Kita menggunakan implikasi Mamdani untuk menetapkan sebuah derajat
kebenaran ke masing-masing aturan. Untuk aturan: “JIKA
1
x adalah A dan
2
x
48 adalah B , MAKA y adalah C ,” derajat dari aturan ini dinotasikan dengan
Aturan D
. Berdasarkan definisi 2.7.4, definisi 2.8.3 dan darab aljabar
y x
t Aturan
D
C A
~ ~
, µ
µ =
2.7.4 y
x x
t t
C B
A ~
2 ~
1 ~
, ,
µ µ
µ =
2.8.3 y
x x
C B
A ~
2 ~
1 ~
µ µ
µ =
darab aljabar Sehingga diperoleh
y x
x Aturan
D
C B
A
µ µ
µ
2 1
= .
Contoh 3.3.1
Aturan 1 mempunyai derajat y
x x
Aturan D
CE S
B
µ µ
µ
2 1
1 1
1 =
504 .
9 .
7 .
8 .
= ×
× =
. lihat gambar 3.3
Aturan 2 mempunyai derajat y
x x
Aturan D
B CE
B 1
2 1
1
2 µ
µ µ
= 42
. 7
. 1
6 .
= ×
× =
.
3.4 Menyusun Tabel Look Up
Gambar 3.4 menggambarkan sebuah tabel look-up yang menggantikan basis data aturan kabur. Kita mengisi kotak-kotak tersebut dengan aturan kabur
sebagai berikut: sebuah skema tabel look-up ditentukan oleh aturan linguistik atau dari membangun data numerik, jika ada lebih dari satu aturan di dalam kotak
aturan kabur, kita gunakan aturan yang mempunyai derajat paling tinggi.
49
Gambar 3.4 Ilustrasi tabel lookup dari aturan dasar kabur
Di dalam langkah ini, baik data numerik dan linguistik disusun menjadi sebuah kerangka yaitu skema tabel look-up. Jika aturan linguistik itu adalah aturan “dan”
maka hanya diisi satu kotak pada tabel, tetapi jika aturan linguistik itu adalah aturan “atau”, maka semua kotak pada baris atau kolom yang sama dalam tabel
diisi ke daerah JIKA. Sebagai contoh, anggap kita punya aturan : “ JIKA
1
x adalah
2 1
x atau
S adalah CE , MAKA y adalah
2
B ” , maka kita akan mengisi tujuh kotak pada kolom
1
S dan lima kotak pada baris CE dengan
2
B . Semua derajat pada
2
B pada kotak ini sama derajatnya pada aturan “atau”.
50
BAB IV PENERAPAN ATURAN KABUR DARI DATA NUMERIS PADA SISTEM