kejadian yang sistematik tanpa adanya komunikasi atau pertanyaan dengan individu yang dipilih .
b. Wawancara Mendalam In Depth Interview
Suatu cara mengumpulkan data atau informasi dengan cara langsung bertatap muka dengan informan dengan maksud mendapatkan gambaran yang
lengkap tentang topik yang diteliti Bungin, 2003 : 110 , peneliti mengajukan pertanyaan sebanyak-banyaknya dan sedetail-detailnya guna
mendapatkan informasi yang diharapkan. Peneliti juga harus memperhatikan bahasa non verbal dai informan saat diwawancarai. Pada intinya in depth
interview tidak hanya menanyakan pertanyaan, tapi juga
mendokumentasikan informasi dan berusaha menemukan makna dan persepsi yang mendalam
c. Studi Literatur
Teknik pengumpulan data dengan mencari data penunjang dengan mengolah buku-buku dan sumber bacaan lainny yang berkaitan dengan masalah
penelitian.
3.2. Teknik Analisis Data
Setelah wawancara dilakukan, peneliti wajib membuat transkrip hasil wawancara. Artinya peneliti harus menulis setiap pertanyaan dan jawaban yang
dikeluarkan informan dari perekam serta catatan yang memuat tentang observasi, perasaan dan refleksi diri.
Kemudian barulah peneliti bisa menganalisis data yang sudah masuk. Cara untuk menganalisa data adalah :
1. Mengkategorikan wawancara kedalam sub topik
Peneliti mengumpulkan dan memilah-milah transkrip wawancara tiap informan, kemudian menyatukan dengan data-data informan yang lain yang
memiliki topik serupa. Dengan kata lain data-data tersebut dikategorisasikan satu per satu.
2. Menarik Kesimpulan
Menarik kesimpulan tentang keyakinan, perasaan, sikap dari informan tentang
subjek penelitian.
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Gambaran Umum Objek Penelitian dan Penyajian Data 4.1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian
Kota Surabaya ialah ibu kota provinsi Jawa Timur yang merupakan kota yang kedua terbesar di Indonesia setelah Jakarta. Dengan jumlah penduduk metropolisnya
yang melebihi tiga juta orang, Surabaya ialah pusat peniagaan, perdagangan, industry, serta pendidikan di kawasan timur pulau Jawa dan sekitarnya.
Dalam sejarah, Surabaya mempunyai andil yang besar terhadap berdirinya Negara Kesatuan Republik Indonesia. Satu peristiwa yang tak pernah terlupakan oleh
bangsa bangsa Indonesia adalah Peristiwa 10 November 1945. Dengan gagah berani dan semangat rawe-rawe rantas malang-malang putung pemuda-pemuda Surabaya
Arek-Arek Surabaya melawan tentara sekutu yang diboncengi NICA yang hendak menanamkan kembali imperialism di Surabaya. Peristiwa yang terkenang hingga kini
adalah penurunan bendera Belanda oleh arek-arek Suroboyo di hotel Yamato Hotel Majapahit. Karena peristiwa itu, hingga kini orang Surabaya atau yang pernah
menetap di Surabaya bangga dengan sebutan Arek Suroboyo. Untuk mengenang semangat kepahlawanan tersebut, dibangunlah Tugu Pahlawan di jantung kota
Surabaya. Tugu inilah yang menjadi simbol kebanggan kota Surabaya.
Berbanding dengan masyarakat Jawa pada umumnya, suku Jawa di Surabaya memiliki pembawaan yang keras. Salah satu sebabnya adalah jauhnya Surabaya dari
kraton yang dianggap sebagai pusat kebudayaan Jawa. Surabaya memiliki logat bahasa Jawa yang khas yang dipanggil “Boso
Suroboyoan”. Boso Suroboyoan terkenal karena sifat egalitarian, terus-terang, dan tidak membedakan ragam tingkat bahasa seperti bahasa Jawa baku pada umumnya.
Masyarakat Surabaya juga dikenali karena sifat fanatik dan bangga terhadap bahasa mereka.
Sebagai kota metropolitan, Surabaya merupakan pusat kegiatan ekonomi di daerah Jawa Timur dan sekitarnya. Sebagian besar penduduknya berkegiatan dalam
sektor-sektor perdagangan dan perindustrian. Banyak perusahaan besar yang berpusat di Surabaya, salah satunya adalah PT. Sampoerna Tbk, Maspion, Wing, Unilever, dan
PT. PAL. Kawasan perindustrian di Surabaya termasuk SIER Rungkut dan Margomulyo.
Secara geografi, Surabaya terletak pada 07°12’ - 07° 21’ Lintang Selatan dan 112° 36’ - 112° 54’ Bujur Timur. Dengan letaknya di daerah tropis yang strategis
tersebut, Surabaya dapat dengan mudah dijangkau melalui jalur darat, udara dan laut. Daerah Surabaya di sebelah Utara dan Timur berbatasan dengan selat Madura yang
merupakan daerah pantaipesisir serta di sebalah Selatan dan Barat berbatasan dengan Sidoarjo dan Gresik.
Surabaya terbagi dalam 5 lima wilayah, yaitu Surabaya Barat, Surabaya Timur, Surabaya Utara, Surabaya Selatan dan Surabaya Pusat. Menurut data yang
diperoleh dari BPS dalam “Surabaya dalam Angka 2002”, luas wilayah Surabaya dapat dispesifikkan sebagai berikut :
a. Surabaya Barat, dengan luas wilayah 118.01 km², yang terdiri dari 5 lima kecamatan dan 2 dua kecamatan pecahan yang masih tergabung dengan
induknya. b. Surabaya Timur, dengan luas wilayah 91.78 km², yang terdiri dari 7 tujuh
kecamatan. c. Surabaya Utara, dengan luas wilayah 38.32 km², yang terdiri dari 4 empat
kecamatan dan 1 satu kecamatan pecahan yang masih bergabung dengan induknya.
d. Surabaya Selatan, dengan luas wilayah 64.07 km², yang terdiri dari 8 delapan kecamatan.
e. Surabaya Pusat, dengan luas wilayah 14.78 km², yang terdiri dari 4 empat kecamatan.
Sehingga luas wilayah Surabaya secara keseluruhan ±326.27 km² yang terbagi dalam 31 kecamatan dan 163 keseluruhan. BPS kota Surabaya, 2002 : 72.
Sedangkan jumlah penduduk Surabaya seluruhnya adalah 2.599.796 orang dengan jumlah penduduk setiap wilayah sebagai berikut :
a. Surabaya Barat, dengan jumlah penduduk 383.318 orang
b Surabaya Timur, dengan jumlah penduduk 745.807 orang c. Surabaya Utara, dengan jumlah penduduk 473.562 orang
d. Surabaya Selatan, dengan jumlah penduduk 676.876 orang e. Surabaya Pusat, dengan jumlah penduduk 320.233 orang.
BPS kota Surabaya, 2002 : 72 Jumlah penduduk Surabaya secara keseluruhan adalah 2.599.796
orang yang terdiri dari 1.288.118 orang laki-laki dan 31.678 orang penduduk yang berjenis kelamin perempuan. Jumlah penduduk Surabaya secara keseluruhan adalah
2.599.796 orang yang terdiri dari 1.288.118 orang laki-laki dan 31.678 orang penduduk yang berjenis kelamin perempuan. Sebagai salah satu kota besar di
Indonesia, Surabaya juga dikenal sebagai salah satu kota pendidikan terkemuka. Beberapa institusi pendidikan baik dari tingkat dasar, menengah dan tingkat atas serta
perguruan tinggi dalam bentuk akademi, sekolah tinggi dan universitas ikut mewarnai atmosfer pendidikan di kota yang dikenal sebagai kota pahlawan ini.
Dalam bidang pendidikan, Jawa Timur merupakan provinsi acuan dalam perkembangan pendidikan di tanah air. Beberapa kebijakan pendidikan nasional
adalah ide yang direspons positif oleh pemerintah pusat dan dijadikan sebagai program nasional seperti BOS Bantuan Operasional Sekolah yang menjadi cikal
bakal pemikiran lanjutan diadakannya sekolah gratis. Sebagai kawasan yang mewakili dan menjadi ikon Provinsi Jawa Timur, Kota
Surabaya juga berusaha keras menampilkan wajah terbaiknya dalam dunia
pendidikan termasuk menjadi barometer dari beberapa daerah di Jawa Timur karena dianggap memiliki berbagai fasilitas kelas modern karena merupakan ibu kota
provinsi, oleh karena itu surabaya juga dituntut berbenah diri dalam wajah pendidikannya.
Karena luasnya area penelitian di wilayah Surabaya dan banyaknya jumlah guru di sekolah Negeri, maka tidak semua guru Surabaya dijadikan sebagai informan
dalam penelitian ini. Keterbatasan jangkauan ini dapat dikurangi dengan menggali informasi lain seputar iklan layanan masyarakat mengenai sekolah gratis dari sumber-
sumber terkait yang mendukung data dan fakta dalam penelitian ini. Dalam penelitian ini yang menjadi informan adalah Guru Surabaya yang
mengajar di sekolah SD dan SMP Negeri Surabaya. Hal tersebut dikarenakan iklan sekolah gratis itu sendiri ditujukan hanya untuk sekolah SD dan SMP Negeri saja.
Selain itu tingkat kedewasaan seseorang sudah dinilai matang dalam mengambil keputusan yang tentunya mempunyai analisa yang baik di dalam memperoleh
informasi, baik yang diperoleh dari media cetak maupun media elektronik yang menceritakan tentang Iklan Sekolah Gratis yang telah di sosialisasikan oleh
pemerintah. Dan guru umumnya merujuk pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi
peserta didik yang tentunya mampu, mengamati televisi termasuk iklan. Hal tersebut sesuai dengan tujuan penelitian yaitu untuk mengetahui persepsi guru tentang isi
pesan iklan layanan masyarakat sekolah gratis di televisi.
4.1.2 Penyajian Data Data diperoleh saat peneliti melakukan penelitian kurang lebih salama 3 bulan
di Surabaya. Peneliti melakukan observasi dan wawancara mendalam indepth interview kepada informan yang telah ditentukan. Dalam wawancara peneliti
mengambil tiga orang informan yang dianggap memenuhi syarat. Informan memilih tempat yang dikehendaki untuk melakukan wawancara dan waktunya disesuaikan
dengan aktifitas mereka sehingga informan merasa lebih leluasa mengutarakan pendapatnya tanpa dipengaruhi orang lain. Saat dilakukan wawancara peneliti
menggunakan alat bantu berupa recorder HP agar memudahkan peneliti untuk menggambarkan situasi pada saat wawancara berlangsung. Wawancara dilakukan
untuk menggali informasi sebanyak – banyaknya dari informan, dan observasi dilakukan untuk mengamati perilaku dan perkembangan dari situasi yang akan
diteliti. Dalam penelitian ini, peneliti berusaha menggambarkan persepsi perokok tentang pesan peringatan bahaya merokok di dalam iklan rokok. Data yang diperoleh
tersebut akan disajikan secara deskriptif dan dianalisis dengan kualitatif sehingga diperoleh gambaran, jawaban serta kesimpulan dari pokok permasalahan yang
diangkat.
4.1.3 Identitas informan Informan penelitian ini adalah Guru Surabaya yang mengajar di sekolah SD
dan SMP Negeri Surabaya. Dengan pertimbangan bahwa sasaran penyampain yang di
lakukan oleh pemerintah tentang sosialisasi program Sekolah iklan gratis ini adalah seorang guru yang mengerti dan memahami realita sistem pendidikan yang ada di
indonesia. Selain itu guru juga merupakan sumber daya manusia yang potensial dalam mengamati pemaknaan pesan yang ada ditelevisi termasuk iklan. Informan
tersebut juga merupakan guru aktif yang mengetahui serta memahami tentang pesan iklan sekolah gratis oleh pemerintah kepada masyrakat luas.
Dalam penelitian ini, penulis menggali informasi dan data dari tiga orang sebagai informan yaitu Efendyranto S.Pd salah seorang guru SMPN 9 Surabaya,
Anita S.S guru SDN Pacar Kembang II dan Rachmat Fariez S.Pd salah satu guru SMPN 11 Surabaya. Pemilihan Guru sebagai informan dalam penelitian ini
dikarenakan guru adalah orang yang ikut menjadi bagian dari kegiatan pendidikan di sekolah. Guru menjadi informan karena sedikit banyak ikut merasakan dampak
kebijakan pendidikan termasuk wawasan dan pendapatnya sebagai pendidik mengenai iklan layanan masyarakat sekolah gratis di televisi.
Beberapa tahun terakhir ini, pemerintah secara bertahap memberikan penghargaan dengan menaikkan standar hidup guru dengan layak sesuai dengan
pengabdian, pengetahuan dan prestasinya dalam dunia pendidikan di sekolah. Program-program pemerintah yang mendukung guru dan semua komponen sekolah
memang menjadi bagian dari program kerja pemerintah dalam upaya menaikkan standar pendidikan di Indonesia agar menjadi lebih baik. Guru pun juga ikut
merasakan manfaatnya karena dengan asumsi bahwa naiknya kualitas pendidikan
juga didukung oleh guru-guru yang kompeten di bidangnya dan juga guru-guru yang memiliki dedikasi tinggi, sehingga patut mendapatkan kesejahteraan.
Informan pertama dalam penelitian ini adalah Efendyranto S.Pd yang saat ini berusia 43 tahun. dan beliau adalah salah satu guru SMPN 9 Surabaya. Guru yang
telah mengabdi selama 18 tahun di SMPN 9 Surabaya ini adalah lulusan dari Universitas Negeri Surabaya Unesa jurusan Biologi. Ia bertempat tinggal di Jl.
Ploso Timur 1C 02 Surabaya. Saat ini Efendyranto sudah berkeluarga dan memiliki 2 orang anak, yang anak pertama berumur 16 tahun dan sedang duduk di bangku
SMAN 19 Surabaya, sedangkan anak yang kedua masih berumur 11 tahun yang masih duduk di bangku SDN Pacar Kembang III Surabaya. S.Pd Efendyranto S.Pd
merupakan seorang guru dan praktisi pendidikan yang concern memahami dunia pendidikan yang ada di Indonesia, Efendyranto S.Pd juga sering mengisi kegiatan
seminar pendidikan yang di lakukukan oleh LSM atauupun Seminar di radio untuk berdiskusi dan berbagi tentang dunia pendidikan.
Selama dilakukan wawancara, Efendyranto sangat aktif menjawab pertanyaan yang disampaikan oleh peneliti. Dan beliau paham betul pertanyaan yang diajukan
oleh peneliti karena memang beliau benar-benar mengetahui informasi atau hal-hal yang berkaitan dengan program sekolah gratis. walaupun ada beberapa pertanyaan
yang masih ditanyakan apa maksudnya tetapi beliau bisa langsung menjawabnya dengan suara yang lantang dan menjabarkan jawaban dengan panjang lebar.
Informan kedua adalah Anita SPd salah satu dari guru sekolah dasar, tepatnya mengabdi di SDN Pacar Kembang II Surabaya selama 7 tahun, lulusan dari
universitas Adi Buana di Surabaya. Anita saat ini berusia 28 tahun. dan ia merupakan anak ke tiga dari tiga bersaudara. Saat ini dia sudah memiliki keluarga sendiri dan
bertempat tinggal di Jl. Bronggalan sawah No. 17 Surabaya. Anita, SPd adalah salah seorang guru teladan yang mempunyai banyak pengalaman pendidikan dan
memahami permasalahan anak didik yang ada di sekolah, serta rajin mengikuti seminar pendidikan yang diadakan, agar lebih mampu berbuat lebih dan membantu
masyarakat yang tentunya membutuhkan informasi secara langsung dari tenaga pendidik.
Sebelum dilakukan wawancara, pertama-tama ia terkesan pendiam dan informan keberatan apabila wawancara direkam tetapi setelah peneliti menjelaskan
bahwa rekaman tersebut tidak untuk dipublikasikan dan sebagai data peneliti, informan bersedia untuk diwawancarai. Wawancara dengan Anita ini dilakukan
dirumah Anita dan diluar jam kerja. Selama dilakukan wawancara, ia aktif menjawab pertanyaan yang diajukan. Ia mengetahui iklan sekolah gratis yang dibintangi oleh cut
mini tetapi dia kurang mengetahui informasi tentang program tersebut jadi apa yang dijawab oleh informan sekedar beberapa informasi yang pernah informan dengar dan
persepsi menurut ia sendiri. Informan ketiga adalah seorang laki-laki yang dikenal sebagai salah satu guru
SMPN 11 Surabaya bernama Drs. Rachmat Fariez, MM. SPd lulusan dari Universitas
Negeri Surabaya jurusan Matematika dan sudah mengabdi di SMPN 11 Surabaya selama 9 tahun. saat ini beliau berusia 48 tahun dan memiliki tiga orang anak yang
kedua anak pertamanya masih duduk di bangku kuliah, sedangkan anak terakhir masih duduk dibangku SMA. Rachmat Fariez adalah salah satu lulusan terbaik di
kompetensinya dan mampu memperoleh berbagai macam penghargaan, sehingga saat ini ingin membagi ilmu dan pengalamanya berlomba di luar negeri bisa di tularkan di
Indonesia, tentang system pendidikan di satu negara yang ada di dunia dengan yang ada di Indonesia, dan juga salah satu anggota dewan pendidikan kota Surabaya.
Selama dilakukan wawancara, ia sangat aktif sekali menjawab pertanyaan- pertanyaan yang diajukan oleh peneliti. Tidak ada satupun pertanyaan yang membuat
beliau bingung. Ketika dilakukan wawancara beliau terlihat santai tetapi meyakinkan dalam menjawab setiap pertanyaan. Beliau benar-benar paham betul tentang adanya
program sekolah gratis karena beliau selalu mengikuti rapat tentang adanya program sekolah gratis tersebut. Diluar pertanyaan beliau banyak cerita tentang masalah
pendidikan, mulai dari umum sampai ke khusus. Maupun tentang tunjangan- tunjangan yang di dapat oleh guru saat ini.
Pemilihan informan dalam penelitian ini diambil secara acak yang turut menyediakan informasi dan data-data pendukung penelitian, sehingga diharapkan
data yang didapatkan lebih bervariasi. Tingkatan pendidikan yang berbeda akan memiliki perbedaan pula dengan pemikiran, cara pandang, pengalaman, pengetahuan
antara informan yang satu dengan yang lain. Dengan demikian penulis dapat
memperoleh informasi mengenai persepsi guru tentang isi pesan iklan layanan sekolah gratis di televisi. Perlu di ingat bahwa setiap informan dalam penelitian
kualitatif dianggap sebagai individu yang unik sehingga data yang didapatkan dari informan tidak bisa dianggap mewakili pendapat umum secara keseluruhan.
Dapat diketahui bahwa informan memiliki latar belakang demografis usia dan latar belakang pendidikan yang berbeda. Dan informan diambil secara acak,
sehingga diharapkan data yang didapatkan lebih bervariasi. Selain itu dengan usia dan tingkatan pendidikan yang berbeda akan memiliki perbedaan pula dengan pemikiran,
cara pandang, pengalaman, pengetahuan antara informan yang satu dengan yang lain. Dengan demikian peneliti dapat memperoleh informasi mengenai persepsi guru
tentang isi pesan iklan layanan sekolah gratis di televisi. Perlu diingat bahwa setiap informan dalam penelitian kualitatif dianggap sebagai individu yang unik sehingga
data yang didapatkan dari informan tidak bisa dianggap mewakili pendapat umum secara keseluruhan.
4.2. Analisis Data 4.2.1. Persepsi Masyarakat Terhadap Isi Pesan Iklan Sekolah Gratis di Televisi
Berdasarkan hasil wawancara, peneliti menemukan bahwa pada dasarnya persepsi masyarakat terhadap isi pesan iklan sekolah gratis dapat diketahui melalui
pertanyaan-pertanyaan sebagai berikut: a.
Bagaimana anda memaknai iklan sekolah gratis?
b. Bagaimana pemahaman informan terhadap iklan sekolah gratis jika dikaitkan
dengan profesi informan sebagai tenaga pendidik? c.
Bagaimanakah kesesuaian program sekolah gratis dengan kenyataan yang dialami sekarang?
Hasil wawancara yang dilakukan peneliti dengan beberapa informan, khususnya guru yang mengajar di SD Negeri dan SMP Negeri menyatakan bahwa mayoritas
berasal dari Surabaya, meskipun ada juga yang berasal dari daerah lain, namun telah tinggal dan menetap di surabaya yang bekerja di dunia pendidikan yang tentunya
mereka sangat concern dengan isi pesan yang di sampaikan di media televisi tentang sekolah gratis. Dengan demikian mereka mengetahui atau paling tidak mendengar
informasi adanya program sekolah gratis sehingga dapat memberikan informasi mengenai persepsi mereka tentang iklan sekolah gratis di televisi.
Masing masing tenaga pendidik mempunyai pengalaman yang berbeda antara satu dengan yang lain. Adapun perbedaan latar belakang pengalaman tersebut pada
dasarnya menyebabkan timbulnya persepsi guru terhadap isi pesan sekolah gratis berbeda pula. Seperti yang di kemukakan oleh Deddy Mulyana dalam bukunya “ Ilmu
Komunikasi Suatu Pengantar” 2001 : 171 , bahwa beberapa hal atau faktor faktor yang mempengaruhi persepsi pada diri individu antara lain adalah latar belakang
pengalaman yang berbeda seseorang dengan orang lain, budaya yang berbeda, serta suasana psikologis yang berbeda juga membuat perbedaan persepsi seseorang dengan
orang lain dalam mempersepsi objek ataupun permasalahan.
Berdasarkan hasil wawancara dan observasi yang dilakukan oleh peneliti terhadap informan tersebut, menunjukkan bahwa persepsi yang diberikan informan cenderung
lebih banyak negatifnya daripada positifnya. Hal ini dikarenakan mereka menganggap bahwa istilah ‘sekolah gratis ada dimana-mana” terlalu mengada-ada,
tetapi mereka juga mengakui bahwa iklan sekolah gratis tersebut ada sisi positifnya bagi masyarakat menengah ke bawah. Karena menurut informan, sekolah gratis
tersebut bisa memberi semangat kepada masyarakat yang memiliki ekonomi lemah untuk tetap mensekolahkan anaknya.
Dalam hasil wawancara yang di lakukan oleh peneliti, ketika peneliti menanyakan secara langsung bagaimana persepsi mereka terhadap isi pesan sekolah gratis di
televisi peneliti, mendapatkan jawaban yang beranekaragaman. Hal tersebut di pengaruhi oleh tingkat pengetahuan dan pengalaman masa lalu. Pada saat peneliti
menanyakan bagaimana pendapat mereka tentang tayangan iklan sekolah gratis mayoritas jawaban yang di sampaikan oleh para informan tersebut adalah terlalu
berlebihan. Salah satunya adalah jawaban yang disampaikan oleh Efendyranto S.Pd sebagai informan pertama yang menyatakan bahwa adanya iklan sekolah gratis
kurang pas di mata para pendidik. Karena dana Operasional sekolah tidak mungkin keseluruhan di cover dan di tanggung oleh pemerintah. kata-kata “gratis” dalam iklan
tersebut terlalu luas sehingga masyarakat pada umumnya menganggap bahwa keseluruhan biaya sekolah tidak dipungut biaya sepeser pun. tanpa sosialisasi yang
benar, bisa jadi banyak rakyat meyakini sekolah gratis ”yang ada di mana-mana itu” benar-benar gratis, tanpa mengeluarkan biaya sepeser pun. Padahal yang dimaksud
gratis adalah menggratiskan seluruh biaya operasional sekolah saja. Artinya, kemungkinan siswa akan membayar untuk membeli buku penunjang pelajaran, les,
kegiatan ekstrakulikuler, dharmawisata dan sebagainya tetap diberlakukan. Berikut hasil wawancara dengan informan pertama, Efendyranto S.Pd 43 tahun :
Informan 1 “ Menurut saya iklan sekolah gratis kurang pas, karena seluruh biaya sekolah
tidak mungkin dicover oleh pemerintah. Ada biaya-biaya sekolah yang seharusnya ditanggung oleh orang tua misalnya pembelian buku, seragam, pembelian sarana-
sarana yang lain yang sifatnya personal.”
Interview : Jum’at, 30 Maret 2010 pukul 11.05 WIB
Jawaban yang serupa di dapatkan oleh peneliti ketika peneliti mewawancarai informan kedua yaitu Anita SPd yang berusia 28 tahun, yang 20 tahun lebih muda
daripada informan pertama Efendyranto S.Pd. berikut merupakan pernyataan yang di sampaikan oleh Anita S.S :
Informan 2 “Menurut saya iklan sekolah gratis yang ada di televisi itu sudah cukup bagus
tetapi apabila manusia awam pada umumnya akan mengira bahwa sekolah itu sekarang adalah gratis tanpa dipungut biaya sepeserpun. Akan tetapi isi pesan yang di
sampaikan di iklan televisi masyarakat yang awam menilai terlalu berlebihan. Namun kenyataannya tidaklah seperti demikian yang terjadi di lapangan. Karena sekolah
tetap butuh biaya. Tapi setidaknya iklan itu bisa mendorong masyarakat untuk tidak takut menyekolahkan anaknya”.
Interview : Senin, 10 Mei 2010, pukul 19.20 WIB
Kedua jawaban informan tersebut di perkuat pula oleh jawaban informan yang terakhir Rachmat Fariez S.Pd, Rachmat beranggapan bahwa iklan sekolah gratis di
televisi terlalu berlebihan. Alasan yang dikemukakan oleh Rachmat sebagai informan terakhir tidaklah berbeda dengan informan berikutnya yaitu penggambaran iklan
sekolah gratis yang ada di televisi terlalu berlebihan dan terdapat unsur politis di dalam pembuatan iklan sekolah gratis. Seperti penyataan yang di sampaikan berikut
ini :
Informan 3
“ Iklan Sekolah gratis adalah salah satu program pemerintah yang di wajibkan untuk kegiatan belajar, dalam artian bagi mereka yang tidak mampu. Tidak mampu
berarti bagi mereka yang tentunya tidak bersekolah ataupun tidak mau untuk melanjutkan belajar mereka biasanya yang terdapat di daerah daerah yang tingkat
pendidikanya rendah. Namun saya melihat penggambaran iklan sekolah gratis yang ada di televisi terlalu berlebihan dan terdapat unsur politis.
Interview : Senin, 12 Mei 2010, pukul 12.00 WIB
Dari pernyataan pernyataan yang disampaikan para informan informan diatas mengenai persepsi yang berbeda antara yang satu dengan yang lain dikarenakan
faktor pengalaman dan faktor lingkungan yang berbeda. Hal ini seperti yang penulis uraikan diatas, bahwa Deddy Mulyana dalam bukunya “ Ilmu Komunikasi Suatu
Pengantar” 2001 : 171 , bahwa beberapa hal atau faktor faktor yang mempengaruhi persepsi pada diri individu antara lain adalah latar belakang pengalaman yang
berbeda seseorang dengan orang lain, budaya yang berbeda, serta suasana psikologis yang berbeda juga membuat perbedaan persepsi seseorang dengan orang lain dalam
mempersepsi objek ataupun permasalahan. Proses seleksi ini diawali dengan perhatian dan seleksi terhadap informasi
yang ada, kemudian informasi yang terseleksi tersebut di organisir, setelah itu mulailah tahap interpretasi, yaitu individu mencoba memahami makna informasi
tersebut. Ketika individu memerlukan informasi tersebut, maka di lakukan tahap pencarian kembali, seperti yang di jelaskann oleh Schermerhorn, dkk 1994 : 153-
155 yaitu para informan yang memberikan perhatian terhadap tayangan iklan sekolah gratis terlebih dahulu, kemudian di seleksi dan di organisir setelah itu
tayangan iklan sekolah gratis di interpretasi untuk di beri makna. Ketika para peneliti menanyakan lebih lanjut bagaimana pemahaman
informan terhadap iklan sekolah gratis bila dikaitkan dengan profesi informan sebagai guru, kesemua informan tersebut memberikan pernyataan yang berbeda-beda, karena
alasan masing masing informan manyatakan bahwa, ada atau tidaknya pengaruh terhadap profesi mereka di tentukan bagaimana setiap informan mengambil sisi
pemaknaan iklan tersebut secara umum atau secara luas. Hal ini di sebabkan oleh tingkat pengetahuan yang berbeda antara informan satu dengan informan yang lain
ketika mereka menyampaikan pendapatnya dalam penelitian ini. Berikut ini merupakan pernyataan yang di kemukakan oleh para informan beserta dengan
alasannya :
Informan 1
“iklan sekolah gratis bagi saya sebagai guru, rasanya kalau itu hanya menyangkut selain biaya personal itu boleh-boleh saja, bagus-bagus saja, akan tetapi mestinya
iklan itu tidak dipahami secara general secara utuh bahwa sekolah itu gratis.”
Interview : Jum’at, 30 Maret 2010 pukul 11.05 WIB Informan 2
“Sebagai guru pemahaman tentang iklan tersebut rasanya kurang tepat sasaran karena saya punya tiga alasan, yang pertama karena pada dasarnya sebenarnya siswa
itu harus dibedakan antara yang mampu dan yang tidak mampu, dan yang kedua dengan adanya sekolah gratis, maka orang tua itu akan menjadi lebih
menggampangkan atau tidak mempunyai beban untuk meeenyuruh anaknya itu lebih giat belajar lagi karena kebanyakan cenderung orang tua itu akan tidak mempunyai
mengentengkan ya tidak mempunyai kewajiban lagi untuk mendorong anaknya itu lebih giat belajar lagi. Dan yang ketiga dengan profesi saya sebagai guru adanya
sekolah gratis tentu saja kan mengurangi pendapatan guru karena kan sekarang tidak ada BP3 lagi dan sebagainya”.
Interview : Senin, 10 Mei 2010, pukul 19.20 WIB
Informan 3
“Sebagai tenaga pendidik tidak ada pengaruh dengan adanya sekolah gratis, sekolah gratis sebenarnya adalah biaya operasional di biayai oleh pemerintah upaya politis
iklan berlebihan yakni pemerintah membayarkan kesekolah dan sekolah bertanggung
jawab melaporkan kepada pemerintah untuk nantinya di evaluasi apakah program
sekolah gratis benar benar tepat sasaran. Interview : Rabu, 26 Mei 2010, pukul 12.00 WIB
Meskipun, mereka semua mempunyai penilaian yang tidak sama terhadap pemaknaan isi pesan dari iklan sekolah gratis di televisi, Namun penilaian mereka
terhadap isi pesan sekolah gratis sepakat menyatakan keterpengaruhan di tentukan oleh faktor respon dari masyarakat lingkungan di sekitar informan, namun bagi
informan yang menyatakan tidak pengaruh terhadap profesi sebagai tenaga pendidik di tentukan oleh kegiatan pendidikan di sekitar informan yang tidak terpengaruh
ketika iklan sekolah gratis tersebut mulai di sosialisasikan oleh pemerintah melalui Kementrian Pendidikan Nasional. Hal ini di karenakan pada usia seperti mereka
mempunyai kepercayaan diri yang kuat, penuh semangat, berani mengambil resiko, berani mengemukakan pendapat dan memiliki keyakinan Desmita, 2005 : 177
Penilaian para guru yang berusia diatas 20 tahun tersebut juga di pengaruhi oleh pertambahan usia yang menjadikan kemampuan berfikir mereka semakin
menonjol Hurlock, 1991 : 151. Kendati mereka telah mengetahui bahwa isi pesan iklan sekolah gratis
tersebut tidak terlalu berpengaruh terhadap profesi informan di dalam tugasnya sebagai tenaga pendidik, namun kecenderungan mereka menyaksikan iklan sekolah
gratis masih cukup dominan karena durasi siar yang di lakukan oleh televisi masih cukup tinggi. Seperti yang dapat di lihat dalam hasil wawancara yang di lakukan oleh
peneliti, ketika peneliti menanyakan seberapa sering menyaksikan tayangan iklan di
televisi, jawaban dari mereka adalah hampir seimbang antara informan yang menyatakan sering dan mengetahui keberadaan iklan sekolah gratis yang di siarkan di
media televisi, meskipun dengan durasi siar yang tidak menentu, dan dalam waktu yang tidak berkelanjutan, pemaknaan isi pesan tersebut kepada masyarakat
berdampak besar kepada penerapan program yang telah di sosialisasikan pemerintah hingga saat ini.
Ketika para peneliti menanyakan lebih lanjut bagaimana pemahaman informan terhadap iklan sekolah gratis dengan kenyataan yang dialami di masa yang
sekarang dimana kesemua informan tersebut memberikan pernyataan yang berbeda- beda, karena alasan masing masing informan menyatakan bahwa, hasil dari sosialisai
yang di lakukan oleh pemerintah tentang penyampaian pesan melalui media televisi sudah di rasakan oleh masyarakat, namun informasi yang di terima oleh masyarakat
memahami secara berbeda baik itu system pendidikan, hingga mekanisme dari iklan sekolah gratis itu sendiri. Hal ini di sebabkan oleh penyebaran informasi yang
berbeda dan ditangkap antara informan satu dengan informan yang lain ketika mereka menyampaikan pendapatnya setelah melihat tayangan iklan sekolah gratis di televisi.
Berikut ini merupakan pernyataan yang di kemukakan oleh para informan beserta dengan alasannya :
Informan 1
“memang program sekolah gratis itu intinya bahwa anak-anak tidak dipungut biaya yang berkaitan dengan biaya untuk kegiatan sekolah, biaya administrasi sekolah,
biaya listrik, biaya telepon, biaya sarana dan prasarana semuanya tidak dibebankan
kepada wali murid tetapi biaya-biaya itu semua ditanggung oleh pemerintah, nah itulah yang akhirnya menimbulkan image bahwa sekolah itu gratis”
Interview : Jum’at, 30 Maret 2010 pukul 11.05 WIB Informan 2
“Tidak sesuai karena program sekolah gratis harusnya lebih memacu siswa agar lebih giat belajar, tetapi melihat para siswa sekarang rasanya, seperti juga wali
murid yang juga lebih meremehkan sehingga berdampak dengan kelulusan yang terjadi seperti saat ini, yang sepertinya lebih menurun dari tahun-tahun sebelumnya”.
Interview : Senin, 10 Mei 2010, pukul 19.20 WIB Informan 3
“ Kesesuaian program dengan kenyataan yang ada : adalah program yang di berikan oleh pemerintah bertujuan untuk memeratakan pendidikan namun masyarakat
belum bisa memahami dalam memaknai isi pesan yang di sampiakan, namun dari awal sosialisasi hingga implementasi yang di lakukan oleh pemerintah terhadap
sekolah gratis yang telah ada mencerminkan bahwa pelaksanaan sekolah gratis belum sepenuhnya tepat sasaran dan masyarakat mengerti isi pesan tentang sekolah gratis,
dengan harapan tidak ada kesulitan dengan pembiaayaan yang ada di sekolah”.
Interview : Rabu, 26 Mei 2010, pukul 12.00 WIB
Meskipun mereka memiliki alasan yang berbeda-beda dalam menjawab pertanyaan, namun penilaian mereka antara sesuai dan tidak sesuainya dengan
kenyataan yang ada saat ini, mereka menjawab tidak sesuai karena menurut mereka
belum sepenuhnya tepat sasaran dan masyarakat belum mengerti betul isi pesan tentang sekolah gratis yang dimaksud oleh pemerintah.
Peneliti berusaha untuk mengeksplorasi bagaimana para pendidik yang berbeda memaknai satu teks yang sama berdasarkan field of experience dan frame of
reference-nya seperti yang dikemukakan oleh Liliweri dalam Dasar-dasar Komunikasi Antar Budaya 2003 : 137 menyatakan bahwa persepsi yang dimiliki
oleh seseorang adalah frame of reference seseorang yang menjadi saringan untuk menyaring pesan yang dikirim dan di sandi balik. Persepsi disebut inti komunikasi ,
karena jika persepsi tidak akurat, tidak mungkin berkomunikasi dengan efektif. Persepsilah yang menentukan seseorang memilih suatu pesan dan mengabaikan pesan
yang lain. Menurut informan pemberlakuan sekolah gratis bukan berarti penurunan
kualitas pendidikan. Bukan hanya siswa saja yang diringankan dalam hal biaya, namun para guru juga akan merasa lega dengan kebijakan pemerintah tentang
kenaikan akan kesejahteraan guru. Tahun 2009 ini pemerintah telah memutuskan untuk memenuhi ketentuan UUD 1945 pasal 31 tentang alokasi APBN untuk
pendidikan sebesar 20 persen. Sehingga akan tersedianya anggaran untuk menaikkan pendapatan guru, terutama guru pegawai negeri sipil PNS berpangkat rendah yang
belum berkeluarga dengan masa kerja 0 tahun, sekurang-kurangnya berpendapatan Rp2 juta.
Tapi kegamangan masih muncul. Karena ada ketakutan kalau kesempatan ini akan disia-siakan oleh pelajar. Ada ketakutan sang pelajar akan merendahkan orang
tuanya karena pelajar berpikir orang tuanya tak perlu susah payah membiayai sekolah mereka. Saat diminta belajar bisa–bisa malah dibantah. Kalau bayar, pelajar akan
segan karena tahu orang tuanya harus bersusah payah cari biaya. Pun demikian jika sang guru yang mengingatkan, bisa jadi mereka juga membantah karena guru telah
terjamin semua Informan meyakini bahwa program sekolah gratis itu memang dapat membuat
anak-anak lebih bersemangat dalam melanjutkan sekolah tetapi tidak sedikit pula orang tua murid yang kecewa karena mereka menganggap bahwa sekolah gratis itu
bebas dari biaya apapun dengan kata lain tidak mengeluarkan biaya sepeserpun. Namun berbeda dengan kenyataan di lapangannya. Mereka masih harus membayar
biaya-biaya seperti LKS, buku penunjang, kegiatan ekstrakulikuler, les dan studi wisata maupun kartu identitas.
Menurut informan alangkah baiknya pemerintah mensosialisasikan terlebih dahulu dengan jelas tentang program sekolah gratis terhadap masyarakat sebelum
masyarakat mempersepsikan berbeda dengan yang dimaksud oleh pemerintah. Sehingga tidak ada kesalahpahaman tentang kata-kata ”gratis” dalam iklan sekolah
gratis tersebut. Menurut informan, dengan adanya program sekolah gratis bisa membuat siswa menjadi malas yang berakibat dapat menurunkan hasil kelulusan
seperti yang terjadi pada tahun ini. Dengan adanya program sekolah gratis tidak berdampak signifikan terhadap
kesejahteraan tenaga pendidik, karena pemerintah telah berupaya sebanyak mungkin untuk mensejahterakan para pahlawan pendidikan melalui program sertifikasi guru,
program diklat dan seminar, pengangkatan pegawai negeri hingga menaikan gaji guru secara berkala.
76
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan