Probiotik dan dermatitis atopik

IL-5, dan IL-13 sehingga mengakibatkan terjadinya peradangan alergik pada organ yang terlibat Kallimoki dkk., 2003. Beberapa mekanisme kerja antigen mikroba pascanatal mengawali respon imun Th1 yang telah dianggap dapat menyeimbangkan kecendrungan produksi sitokin Th2 pada neonatus. Bila pajanan dini mikroba tidak memadai, maka produksi Th2 akan terus berlangsung sehingga dapat menimbulkan penyakit alergi Gondokaryono, 2009. Beberapa mekanisme kerja probiotik yang diajukan dalam pencegahan dermatitis atopik adalah sebagai berikut : 1. Mengubah pola respon imun Th2 ke arah respon imun Th1 Probiotik mempunyai kemampuan untuk mengaktivasi sistem imun innate bawaan yang kuat. Hal ini disebabkan karena probiotik mempunyai molekul yang spesifik pada dinding selnya. Dalam mikrobiologi, molekul-molekul spesifik tersebut dikenal sebagai pathogen-associated molecular patterns PAMPs. PAMPs nantinya akan dikenali oleh reseptor-reseptor spesifik specific pattern recognition receptors, PRRs yang ada pada membran sel epitel mukosa. Molekul LTA dan peptidoglycan merupakan salah satu PAMPs yang ada pada probiotik. Molekul LTA yang secara biologis aktif, merupakan karakteristik dari bakteri gram positif dan mempunyai dampak biologis misalnya dalam induksi produksi sitokin yang sama dengan LPS. Molekul biologis aktif peptidoglycan dan teichoic acid ini akan dikenali oleh PRRs dalam hal ini TLR2 dan TLR4. TLRs adalah PRRs mamalia yang berfungsi sebagai sinyal transducer yang berhubungan dengan CD-14 untuk membantu sel host mengenali bakteri patogen serta melakukan inisiasi kaskade sinyal Gambar 2.6. Gambar 2.6 Hubungan antara probiotik dengan TLR dan stimulasi respons imun Endaryato, 2007 Semua TLRs mempunyai struktur yang sama dan mempunyai karakter menyalurkan sinyal melalui NF- κB, AP-1, dan MAP kinases. Efektor hilir dari beberapa TLR, misalnya TLR2 dan TLR4, adalah adapter protein MyD88 yang berinteraksi dengan reseptor transmembran melalui domain C-terminal TIR. MyD88 merekrut SerThr kinase IRAK IL-1R associated kinase untuk membentuk kompleks reseptor. IL-1R associated kinase berhubungan dengan molekul adapter TNF receptor associated factor 6 TRAF 6. Tumor Necrosis Factor receptor associated factor 6 selanjutnya mengaktivasi MAP3K family member NIK NF-kB-inducing kinase yang akan mengaktivasi NF-kB inhibitor kinase IKKs. Degradasi NF-kB inhibitor I-kB melepaskan NF-kB yang segera translokasi ke nukleus untuk menginduksi ekspresi gen yang sesuai. Pada tingkat molekul, sistem imun innate dipusatkan pada aktivasi dari NF- B, yang mempunyai kemampuan menginduksi transkripsi dari beberapa sitokin proinflamasi dalam merespon stimulasi oleh mikroba Endaryanto, 2007; Hart dkk., 2008 Gambar 2.7. Dalam perannya membantu menjembatani sistem imunitas innate ke sistem adaptif, TLR mampu menginduksi respons imun baik ke arah Th1 maupun Treg. Toll Like Receptor-2 dan TLR-4 diketahui mempunyai peran penting dalam polarisasi respons imun oleh paparan mikroba. Jadi konsep probiotik pada pencegahan alergi didasari pada induksi aktif dari respon imunologik yang dimulai dari sistem imun innate dan mengarah pada pengembalian host pada kondisi “Th1-Thβ” yang seimbang Endaryanto, β007; Hart dkk., 2008. 2. Induksi toleransi Perkembangan respon sel-T sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain : jenis antigen, rute masuknya antigen, dan jumlah antigen yang masuk. Terciptanya toleransi terhadap antigen oral juga tergantung pada usia inang dan waktu terjadinya aktivasi. Setelah paparan antigen, sel-sel kekebalan tubuh merespon dengan mengeluarkan sejumlah sitokin yang kemudian memicu respon imun Isoulauri dkk., 2001. Toleransi oral merupakan hiporespon terhadap pemberian soluble protein antigen secara oral. Toleransi imunologis terhadap antigen makanan dan juga mikroflora komensal dapat bermanifestasi sebagai mekanisme aktif subpopulasi limfosit. Penelitian menggunakan transgenic mice menunjukkan bahwa mikroflora normal di usus berperan penting dalam respon makrofag melalui prostaglandin E2 diinduksi oleh IL-10 dan TGF- B sehingga menyebabkan toleransi oral. Dalam penelitian murine lainnya, peneliti dari Jepang membuktikan bahwa toleransi oral menjadi sangat lemah bila stimulasi mikroflora komensal berkurang pada saat bayi Isolauri, 2001; Gondokaryono 2009. Gambar 2.7 Peran TLR 2 dan TLR4 dalam menjembatani sistem imunitas innate ke sistem imunitas adaptif Hart dkk., 2008 3. Privilege of early colonization Pemberian probiotik secara dini diperkirakan dapat mencapai efek yang dapat dipertahankan karena sebagai kolonisasi bakteri pertama di usus mempunyai kelebihan dan dapat membangun tempat yang permanen. Selanjutnya telah diajukan bahwa probiotik berperan dalam menormalisasi peningkatan permeabilitas usus pada bayi yang allergy-prone. Sebagian efek ini juga diakibatkan karena sinergi antara flora maternal dengan bayi bila probiotik diberikan selama trisemester terakhir kehamilan Gondokaryono, 2009. 4. Maturasi sistem imun mukosa usus Keberhasilan maturasi sistem imun mukosa usus sebagai bagian yang penting dari sistem imun adaptif memerlukan stimulasi mikroba yang cepat dan kontinu dari mikroba usus. Pada studi eksperimental, kurangnya stimulasi tersebut menyebabkan perubahan ensim mukosa, gangguan sawar usus, berkurangnya respon inflamasi, defek sistem Ig A mukosa, serta berkurangnya toleransi oral. Rekonstitusi mikroflora usus dengan bifidobacteria selama periode neonatus tidak pada usia lebih dewasa, menghasilkan toleransi dan pentingnya waktu stimulus diberikan. Perubahan perkembangan komposisi mikroflora usus pada bayi sehat berhubungan dengan terlambatnya maturasi mekanisme pertahanan sistem imun humoral, terutama Ig A, dalam sirkulasi dan sel yang mensekresi Ig M Gondokaryono, 2009. 2.3 Peran Probiotik dalam Pencegahan Dini Dermatitis Atopik 2.3.1 Perkembangan sistem imunitas fetus Perkembangan sistem kekebalan pada manusia sudah dimulai saat berada dalam kandungan in-utero. Kehamilan baru bisa berlangsung apabila fetus dan plasenta mampu mengatasi penolakan dari aktivitas Th1 sistem imun ibu dengan memproduksi sitokin Th2. Konsekuensi dari aktivitas proteksi ini adalah sistem imun fetus menjadi lebih dominan ke Th2. Jika hal ini tidak terjadi, maka akan dapat meningkatkan risiko terjadinya aborsi Furrie, 2005. Selain peningkatan produksi sitokin Th2 berupa IL-4 dan IL13, juga terjadi produksi sitokin T reg yaitu IL-10 dan TGF- . Sitokin Th2 berada di plasenta bersama dengan IgE maternal dan alergen yang telah mencapai cairan amnion melalui sirkulasi maternal. Sebagai konsekuensi ditelannya amnion yang mengandung alergen itu oleh fetus fetal swallowing maka terjadilah priming ini sistem imun saluran cerna fetus yang menghasilkan sensitisasi alergi untuk pertama kalinya Warner, 2002. Pada fetus usia 12 minggu, produk antibodi asli fetus hanyalah sejumlah kecil Ig M 10 dari dewasa serta sedikit Ig A, Ig D, dan Ig E. Mengenai Ig E, diketahui bahwa sintesis Ig E sudah dapat diinduksi pada fetus melalui alergen yang dikonsumsi ibunya. Sementara itu APC, sel T, dan sel B saluran cerna mengalami maturitas pada 16 minggu usia fetus Endaryato, 2007.

2.3.2 Perkembangan bakteri pada saluran pencernaan

Pada masa kehamilan, saluran pencernaan janin dalam keadaan terlindung, lingkungan yang steril dan saat lahir merupakan organ yang bebas kuman. Proses kolonisasi bakteri baru dimulai pada saat proses persalinan. Bakteri ini biasanya berasal dari vagina, feses maupun lingkungan sekitarnya yang nantinya berkembang sendiri sebagai bakteri yang khas dan terkendali dengan baik. Bakteri aerob seperti Escherichia coli dan Streptococcus muncul pada 24 jam setelah traktus gastrointestinal berinteraksi dengan lingkungannya. Bakteri ini terus berkembang dan dalam dua minggu kemudian dalam feses didapatkan sekitar 10 8- 10 bakterigram feses. Bakteri aerob ini menciptakan suasana lingkungan traktus gastrointestinal ini menjadi kurang baik sehingga memicu pertumbuhan bakteri anaerob, seperti Bacterioides dan Clostridium. Menjelang hari kedua dalam kehidupan, bakteri-bakteri Coliform, Lactobacilli, dan Enterococci ditemukan jumlahnya meningkat dalam flora feses. Pada hari ketiga Bacterioides spp muncul, bahkan keberadaannya dapat dideteksi lebih awal pada 25 bayi yang lahir normal serta diberikan susu formula. Pada hari kelima Bifidobacterium muncul dalam jumlah banyak dan pada akhir minggu pertama jumlahnya didapatkan kira-kira mencapai 10 8-10 bakterigram feses. Banyak faktor yang mempengaruhi komposisi flora bakteri di usus, antara lain usia, kerentanan terhadap infeksi, kebutuhan nutrisi, status imunologik penjamu, pH di usus, waktu transit, dan interaksi antara komponen usus Ishibashi dkk., 1997 Gambar 2.8.