Perancangan Alat Bantu Penjemuran Hasil Sablon Untuk Meningkatkan Produktivitas Pada CV. Raya Sport

(1)

PERANCANGAN ALAT BANTU PENJEMURAN HASIL

SABLON UNTUK MENINGKATKAN PRODUKTIVITAS

PADA CV. RAYA SPORT

TUGAS SARJANA

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari

Syarat-syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik

Oleh:

MUHAMMAD FIRDAUS

0 7 0 4 0 3 0 2 9

D E P A R T E M E N T E K N I K I N D U S T R I

F A K U L T A S T E K N I K

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

M E D A N


(2)

(3)

(4)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis sampaikan ke hadirat Allah SWT atas semua berkat, rahmat, lindungan-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Tugas Sarjana ini.

Tugas Sarjana merupakan salah satu syarat akademis yang harus dipenuhi oleh setiap mahasiswa dalam menyelesaikan studinya di Departemen Teknik Industri, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara. Tugas Sarjana ini merupakan laporan hasil penelitian yang dilakukan oleh penulis dan dibagi ke dalam tujuh bab dengan judul “Perancangan Alat Bantu Penjemuran Hasil

Sablon Untuk Meningkatkan Produktivitas Pada CV. Raya Sport”.

Penulis sangat menyadari bahwa masih banyak terdapat kekurangan di dalam Tugas Sarjana ini. Oleh karena itu, diharapkan adanya kritik dan saran yang membangun dari pembaca demi penyempurnaan Tugas Sarjana ini.

Akhir kata, penulis mengucapkan terima kasih dan semoga laporan ini bermanfaat.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA,


(5)

UCAPAN TERIMA KASIH

Hamdalah merupakan ekspresi syukur hamba atas kasih dan karunia yang tiada terkira yang diberikan oleh Allah SWT kepada setiap makhluk. Penulis menyadari proses panjang telah menyertai dalam penyelesaian Tugas Sarjana ini. Tidak sedikit pihak yang secara langsung dan tidak langsung membantu penulis dalam pembuatan Tugas Sarjana ini. Oleh karenanya, sudah selayaknya penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Allah S.W.T yang telah tiada hentinya memberikan Rahmat dan Hidayah-Nya kepada penulis.

2. Ibu Ir. Khawarita Siregar, MT., selaku Ketua Departemen Teknik Industri USU yang telah memberikan izin, dukungan, dan perhatian setiap saat kepada penulis.

3. Bapak Ir. Ukurta Tarigan, MT. selaku Sekretaris Departemen Teknik Industri USU yang telah memberikan dukungan setiap saat kepada penulis.

4. Ibu Ir. Dini Wahyuni, MT, selaku dosen pembimbing II yang telah memberikan banyak waktu untuk membimbing, mengarahkan, dan memberikan masukan serta motivasi yang sangat besar kepada penulis dengan sangat sabar sehingga Tugas Sarjana ini selesai.

5. Bapak Ir.Poerwanto, M.sc., selaku dosen pembimbing I, yang telah memberikan banyak waktu untuk membimbing, mengarahkan, dan masukan yang berharga sehingga Tugas Sarjana ini.


(6)

6. Ibu Ir. Khawarita Siregar, MT., dan Ibu Ir. Anizar, M.kes., selaku dosen pembanding, terima kasih atas saran-saran dan perbaikan sehingga Tugas Sarjana ini dapat menjadi lebih baik lagi.

7. Kepada Kak Dina, Bang Mijo, Bang Ridho Buk Ani dan Bang Nurmansyah. Terima kasih untuk perhatian, dukungan dan semangat yang diberikan kepada penulis.

8. Bapak Dedi Ahyar, selaku pemilik CV. Raya Sport yang telah memberikan kesempatan untuk melakukan penelitian kepada penulis.

9. Bang Angga, selaku operator bagian penyablonan CV. Raya Sport yang telah banyak membantu dan memberikan informasi kepada penulis tentang proses penyablonan.

10. Ayahanda (Alm) Nazaruddin dan Ibunda Darwani AR, selaku kedua orang tua penulis yang tiada henti-hentinya memberikan bantuan moril, sprituil dan materiil sehingga penulis dapat menyelesaikan Tugas Sarjana ini dengan baik. 11. Cutri, Paman, kakanda Herlina, Hayatul fitriah, B’Ogi, B’Suhel, Dikin,

D’Oya selaku anggota keluarga penulis telah banyak memberikan bantuan moril, sprituil dan materiil sehingga penulis dapat menyelesaikan Tugas Sarjana ini dengan baik.

12. Saudara Mushawir Masril ST, Armijal ST, Fahri Zulmi ST, Yudi Setiadi ST, Khairunnisa ST, Nanda Noveri ST Mutia Hasanah ST, Amirul Haji ST, Dolly Hikmatyar ST, Aidil Kurniawan ST, Zulham ST, Maulana ST, Khadafi ST, Fahrurrazi ST, Lolok Serta Seluruh rekan-rekan KOSTUTI (Kosong Tujuh Teknik Industri) yang telah membantu memberikan literatur, meminjamkan


(7)

alat, membantu pengumpulan dan pengolahan data, sehingga penulis dapat menyelesaikan Tugas Sarjana ini. Salam TERSAJAMAT.

13. Kakak dan abang Senior 2004 dan 2005 dan adik-adik junior 2008,2009,2010,2011 dan 2012.

14. Semua pihak yang ikut membantu penulis dalam menyelesaikan Tugas Sarjana ini.


(8)

DAFTAR ISI

BAB HALAMAN

LEMBAR JUDUL ... i

LEMBAR PENGESAHAN ... ii

SERTIFIKAT SEMINAR ... iii

ABSTRAK ... iv

KATA PENGANTAR ... v

UCAPAN TERIMA KASIH ... vi

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR TABEL ... xiv

DAFTAR GAMBAR ... xvii

I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Permasalahan ... I-1 1.2. Rumusan Permasalahan ... I-2 1.3. Tujuan Penelitian ... I-3 1.4. Asumsi dan Pembatasan Masalah ... I-3 1.5. Manfaat Penelitian ... I-4 1.6. Sistematika Laporan ... I-4


(9)

DAFTAR ISI (LANJUTAN)

BAB HALAMAN

II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN

2.1. Sejarah Perusahaan ... II-1 2.2. Ruang Lingkup Bidang Usaha ... II-1 2.3. Struktur Organisasi dan Manajemen Perusahaan ... II-2 2.3.1. Jumlah Tenaga Kerja ... II-3 2.3.2. Jam Kerja ... II-3 2.3.3. Sistem Pengupahan dan Fasilitas Perusahaan ... II-4 2.4. Proses Produksi ... II-4 2.4.1. Bahan Baku ... II-4 2.4.2. Bahan Penolong ... II-5 2.4.3. Bahan Tambahan ... II-5 2.4.4. Uraian Proses Produksi ... II-5 2.4.5. Mesin dan Peralatan yang Digunakan ... II-11

III LANDASAN TEORI

3.1. Musculoskeletal Disorders (MSDs) ... III-1 3.2. Faktor Risiko Musculoskeletal Disorders (MSDs) dan Keluhan


(10)

DAFTAR ISI (LANJUTAN)

BAB HALAMAN

3.3. REBA (Rapid Entire Body Assesment) ... III-8 3.4. Produktivitas ... III-20 3.5. Pengukuran Waktu dengan Stop Watch ... III-25 3.6. Peta kerja ... III-27 3.6.1. Jenis-jenis Peta Kerja ... III-28 3.6.2. Peta Proses Operasi (Operation Process Chart) ... III-29 3.6.3. Peta Aliran Proses (Flow Process Chart) ... III-23 3.6.4. Peta Tangan Kiri dan Tangan Kanan ... III-30 3.7. Studi Gerakan... III-33 3.7.1. Therblig ... III-33 3.7.2. Prinsip-Prinsip Ekonomi Gerakan ... III-37

IV METODOLOGI PENELITIAN

4.1. Tempat dan Waktu Penelitian ... IV-1 4.2. Subjek Penelitian ... IV-1 4.3. Jenis Penelitian ... IV-1


(11)

DAFTAR ISI (LANJUTAN)

BAB HALAMAN

4.5. Instrumen Penelitian ... IV-2 4.6. Variable Penelitian ... IV-3 4.7. Metode Penelitian ... IV-4 4.7.1. Metode Pengumpulan Data ... IV-4 4.7.2. Metode Pengolahan Data ... IV-4 4.7.3. Analisis Pemecahan Masalah ... IV-5 4.9. Kesimpulan dan Saran ... IV-5

V PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA

5.1. Pengumpulan Data ... V-1 5.1.1. Elemen Kegiatan pada Stasiun Penyablonan ... V-1 5.1.2. Data FasilitasKerja Aktual ... V-7 5.1.3. Standard Nordic Qustionaire (SNQ) ... V-11 5.1.4. Waktu siklus ... V-14 5.2. Pengolahan Data ... V-12 5.2.1. Penentuan Level Tindakan Postur Kerja dengan Metode


(12)

DAFTAR ISI (LANJUTAN)

BAB HALAMAN

5.2.2. Peta Tangan Kiri dan Tangan Kanan Penyablonan ... V-19 5.2.3. Kapasitas Area Penjemuran Aktual dan Kebutuhan Area Penjemuran ... V-22

VI ANALISIS PEMECAHAN MASALAH

6.1. Analisis ... VI-1 6.1.1. Analisis Tingkat Keluhan Muskuloskeletal Berdasarkan SNQ ... VI-1

6.1.2. Analisis Postur Kerja ... VI-1 6.1.3. Analisis Waktu Kerja ... VI-2 6.1.4. Analisis Peta Kerja ... VI-2

6.1.5. Analisis Kapasitas Penjemuran ... VI-3 6.2. Pemecahan Masalah ... VI-3 6.3. Analisis Kondisi Kerja Setelah Perbaikan ... VI-7

VII KESIMPULAN DAN SARAN


(13)

7.2. Saran ... VII-1

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

L.1. Standard Nordic Qustionaire L.2. Penilaian REBA Aktual


(14)

DAFTAR TABEL

TABEL HALAMAN

2.1. Rincian Tenaga Kerja ... II-3 2.2. Mesin dan Peralatan Produksi ... II-11 3.1. Skor Pergerakan Punggung (Batang Tubuh) ... III-10 3.2. Skor Leher REBA ... III-11 3.3. Skor Kaki (Legs)... III-11 3.4. Skor Beban ... III-12 3.5. Skor Lengan Atas ... III-12 3.6. Skor Lengan Bawah REBA ... III-13 3.7. Skor Pergelangan Tangan REBA ... III-13 3.8. Coupling ... III-13 3.9. Perhitungan Grup A untuk REBA ... III-14 3.10. Perhitungan Grup B untuk REBA ... III-14 3.11. Skor Akhir REBA ... III-15 3.12. Skor Aktivitas ... III-15 3.13.Penilaian REBA Kiri dan Kanan ... III-16 3.14. Nilai Level Tindakan REBA ... III-19 3.15. Lambang –lambang Therblig ... III-36 5.1. Waktu Siklus Stasiun Penyablonan ... V-14


(15)

5.3. Nilai Level Tindakan REBA Kiri ... V-17 5.4. Hasil Penilaian Postur Kerja Operator ... V-18 5.5 Peta Tangan Kiri dan Tangan Kanan Penyablonan ... V-19 5.6. Flow Process Chart (FPC) Tipe Orang ... V-21 6.1. Perbandingan Antara Metode Kerja Aktual dan Usulan ... VI-9 6.2. Perbandingan nilai REBA Antara Kondisi Kerja Aktual dan Setelah


(16)

DAFTAR GAMBAR

GAMBAR HALAMAN

2.1. Struktur Organisasi Perusahaan ... II-2 2.2. Pembuatan Pola ... II-6 2.3. Pemotongan Bahan ... II-6 2.4. Aktivitas Penjahitan ... II-7 2.5. Aktivitas Penyetingan Film ... II-8 2.6. Aktivitas Pembuatan Film ... II-8 2.7. Aktivitas Pemasangan Papan Alas Sablon ... II-9 2.8. Aktivitas Penyablonan ... II-9 2.9. Aktivitas Penyetrikaan ... II-10 2.10. Aktivitas Packing ... II-11 3.1. Postur Tubuh Bagian Batang Tubuh ... III-10 3.2. Postur Tubuh Bagian Leher ... III-11 3.3. Postur Tubuh Bagian Kaki (Legs) ... III-11 3.4. Postur Lengan Atas ... III-12 3.5. Postur Lengan Bawah REBA ... III-12 3.6. Postur Tubuh Bagian Pergelangan Tangan (Wrist) ... III-13 3.7. Penilaian REBA Kiri ... III-18 3.8. Penilaian REBA Kanan ... III-19


(17)

4.2. Block Diagram Metodologi Penelitian ... IV-6 5.1. Aktivitas Mengambil Screen Film... V-1 5.2. Aktivitas Meletakkan dan Menekan Screen Film di Atas Baju ... V-2 5.3. Aktivitas Mengambil Kuas Sablon ... V-2 5.4. Aktivitas Mengoleskan Cat dengan Kuas ke Atas Screen... V-3 5.5. Aktivitas Meletakkan Kuas ... V-3 5.6. Aktivitas Melepaskan Screen dari Atas Kaos ... V-4 5.7. Aktivitas Mengangkat Kaos ... V-5 5.8. Aktivitas Membawa ke Penjemuran ... V-5 5.9. Aktivitas Penyusunan di Meja Penjemuran ... V-6 5.10.Aktivitas Penyusunan di Lantai ... V-6 5.11.Fasilitas Aktual di Stasiun Pembuatan penyablonan ... V-7 5.12.Fasilitas Meja Penyablonan Aktual Tampak Atas ... V-8 5.13.Fasilitas Fasilitas Meja Penyablonan Aktual Tampak Depan ... V-8 5.14 . Fasilitas Kerja aktual di Stasiun Penyablonan Tampak 3D ... V-8 5.15.Screen Film Tampak Atas ... V-9 5.16. Screen Film tampak 3D ... V-9 5.17. Layout Stasiun Penyablonan ... V-10 5.18.Peta Keluhan Tubuh Operator Penyablonan ... V-12 5.19 .Aktivitas Penyusunan Baju Hasil Sablon di Lantai ... V-14 5.20. Penilaian REBA Kanan ... V-16


(18)

DAFTAR GAMBAR (LANJUTAN)

GAMBAR HALAMAN

5.21.Penilaian REBA Kiri ... V-17 5.22.Meja Penjemuran Aktual ... V-22 5.23.Papan Alas Penyablonan ... V-23 6.1. Rancangan Alas Tripleks ... VI-4 6.2. Rancangan Pengait Rel Tampak Samping dan Depan ... VI-4 6.3. Rancangan Fasilitas Kerja Tampak Atas ... VI-5 6.4. Rancangan Fasilitas Kerja Tampak Samping ... VI-5 6.5. Rancangan Fasilitas Kerja Tampak 3D ... VI-6 6.6. Simulasi Hasil Rancangan ... VI-7


(19)

ABSTRAK

CV. Raya Sport merupakan industri kecil dan menengah yang menghasilkan pakaian olahraga. Salah satu stasiun kerjanya adalah stasiun penyablonan. Pada stasiun ini terdapat pekerjaan manual berupa kegiatan membungkuk hampir 90o,yaitu pada saat menjemur (menata) pakaian yang sudah disablon di lantai. Pekerjaan ini dilakukan secara berulang-ulang dengan frekuensi 300 kali setiap harinya. Selain itu, aktivitas membawa baju yang sudah disable ke area penjemuran yang dilakukan secara berulang-ulang menyebabkan waktu penyelesaian proses menjadi lebih lama. Oleh karena itu perlu dilakukan pengkajian dan evaluasi cara kerja operator dan membuat rancangan alat bantu ergonomis dengan mempertimbangkan prinsip postur kerja dan produktivitas kerja. Dari hasil pembahasan dengan metode REBA terdapat elemen kegiatan dengan level risiko dan tindakan sangat tinggi dan segera perbaikan. Jika hal ini dibiarkan dan operator terus melakukannya secara repetitif dapat menimbulkan cedera otot permanen. Usulan desain alat bantu berupa alat bantu penjemuran yang terdiri atas tiang jemuran, rel yang bisa digeser, serta pengait.

Keywords: Musculoskeletal Disorders, REBA, Produktivitas Kerja, Alat Bantu


(20)

ABSTRAK

CV. Raya Sport merupakan industri kecil dan menengah yang menghasilkan pakaian olahraga. Salah satu stasiun kerjanya adalah stasiun penyablonan. Pada stasiun ini terdapat pekerjaan manual berupa kegiatan membungkuk hampir 90o,yaitu pada saat menjemur (menata) pakaian yang sudah disablon di lantai. Pekerjaan ini dilakukan secara berulang-ulang dengan frekuensi 300 kali setiap harinya. Selain itu, aktivitas membawa baju yang sudah disable ke area penjemuran yang dilakukan secara berulang-ulang menyebabkan waktu penyelesaian proses menjadi lebih lama. Oleh karena itu perlu dilakukan pengkajian dan evaluasi cara kerja operator dan membuat rancangan alat bantu ergonomis dengan mempertimbangkan prinsip postur kerja dan produktivitas kerja. Dari hasil pembahasan dengan metode REBA terdapat elemen kegiatan dengan level risiko dan tindakan sangat tinggi dan segera perbaikan. Jika hal ini dibiarkan dan operator terus melakukannya secara repetitif dapat menimbulkan cedera otot permanen. Usulan desain alat bantu berupa alat bantu penjemuran yang terdiri atas tiang jemuran, rel yang bisa digeser, serta pengait.

Keywords: Musculoskeletal Disorders, REBA, Produktivitas Kerja, Alat Bantu


(21)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Permasalahan

Sebuah organisasi dikatakan berhasil bila mampu memperbaiki kinerja perusahaannya secara menyeluruh. Pengertian menyeluruh di sini didefinisikan sebagai keberhasilan perusahaan untuk memperoleh keuntungan bisnis sebesar-besarnya sekaligus memperhatikan aspek kesehatan, keselamatan dan kesejahteraan pekerja sebaik-baiknya.

Dalam kehidupan nyata, seringkali perusahaan hanya mementingkan aspek bisnis dengan mengabaikan kesehatan dan keselamatan pekerjanya. Salah satu kasus yang paling sering muncul terkait dengan kesehatan dan keselamatan kerja adalah musculoskeletal disorders (MSDs). MSDs didefinisikan sebagai keluhan pada otot-otot skeletal yang dirasakan seseorang terkait aktivitas fisik yang dilakukan dan sikap tubuh yang tidak alamiah (Tarwaka, 2004).

CV. Raya Sport merupakan industri yang bergerak di bidang konveksi yang menghasilkan produk berupa pakaian olahraga dengan sistem make to order.

Proses produksi yang terjadi di dalamnya terdiri atas beberapa proses diantaranya adalah pembuatan pola, pemotongan, penjahitan, pembuatan film, penyablonan dan pengepakan. Pada stasiun penyablonan terdapat kegiatan tidak alamiah (awkward posture) berupa kegiatan membungkuk hampir 90o, yaitu pada saat menjemur (menata) pakaian yang sudah disablon di lantai. Pekerjaan ini dilakukan secara berulang-ulang dengan frekuensi 300 kali setiap harinya. Dari pengamatan


(22)

pendahuluan dengan menyebarkan kueisoner SNQ diperoleh bahwa adanya keluhan sakit dan sangat sakit yang dirasakan operator. Hal ini menunjukkan adanya indikasi resiko cedera muskulokeletal pada operator terkait aktivitas yang dilakukannya di lantai produksi. Ditinjau dari aspek produktivitas kerja, performansi operator pada bagian penyablonan juga sangat rendah. Hal ini terlihat dari banyaknya kegiatan non produktif yang dilakukan operator yaitu berupa kegiatan berjalan yang berulang-ulang. Kegiatan berjalan ini dilakukan pada saat operator siap menyablon satu buah baju lalu dibawa ke meja penjemuran dan ditata secara rapi sehingga tidak tumpang tindih antara satu baju dengan baju berikutnya, setelah itu operator kembali lagi ke meja penyablonan. Hal ini dilakukan secara terus menerus sampai baju pada batch pertama selesai. Bila hal tersebut dipertahankan secara terus-menerus tanpa ada perbaikan maka akan mengakibatkan pada rendahnya produktivitas perusahaan.

Beranjak dari permasalahan di atas, maka perlu dilakukan pengkajian, evaluasi serta perancangan fasilitas kerja yang diharapkan mampu mengurangi risiko cedera musculoskeletal sekaligus menghilangkan kegiatan non produktif sehingga bisa meningkatkan produktivitas perusahaan.

1.2. Rumusan Permasalahan

Permasalahan yang dihadapi perusahaan adalah fasilitas kerja yang tidak ergonomis yang menyebabkan sikap tidak alamiah operator yang berisiko mengakibatkan cedera muskulokeletal serta adanya kegiatan non produktif yang menyebabkan rendahnya produktivitas perusahaan. Oleh karena itu diperlukan


(23)

pengkajian dan evaluasi fasilitas kerja di lantai produksi dengan mempertimbangkan prinsip kesehatan dan keselamatan kerja serta efesiensi yang mampu mengurangi risiko MSDs sekaligus meningkatkan produktivitas perusahaan.

1.3. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk merancang fasilitas kerja yang mampu mengurangi risiko cedera musculoskeletal pada operator sekaligus mampu meningkatkan produktivitas perusahaan.

1.4. Asumsi dan Pembatasan Masalah

Asumsi yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

1. Proses produksi tidak mengalami perubahan selama penelitian berlangsung. 2. Operator bekerja dalam keadaan normal dan tidak berada dalam tekanan. 3. Faktor lingkungan kerja seperti kebisingan, getaran, dan kondisi termal tidak

mempengaruhi hasil penelitian yang dilakukan.

Sedangkan batasan masalah yang digunakan dalam penelitian ini adalah: 1. Penelitian dilakukan hanya pada stasiun penyablonan.

2. Penelitian ini dilakukan pada jam kerja reguler (bukan pada waktu lembur). 3. Penelitian hanya dilakukan untuk kegiatan produksi kaos olahraga.


(24)

1.5. Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Hasil dari penelitian dapat digunakan sebagai masukan/pertimbangan dalam perbaikan fasilitas kerja pada stasiun penyablonan CV. Raya Sport.

2. Penelitian ini bermanfaat bagi mahasiswa dalam menerapkan teori-teori ergonomi ke dalam lingkungan industri secara nyata sehingga diperoleh penyelesaian permasalahan praktis.

1.6. Sistematika Laporan

Sistematika penulisan laporan Tugas Sarjana adalah sebagai berikut:

Bab I berisi latar belakang penelitian, tujuan penelitian, asumsi dan batasan masalah yang digunakan dalam penelitian, serta manfaat yang diperoleh dari penelitian ini.

Bab II berisikan sejarah perusahaan, ruang lingkup bidang usaha, tenaga kerja, proses produksi, bahan baku, bahan penolong serta bahan tambahan, mesin dan fasilitas produksi, jam kerja dan space area untuk mendukung informasi mengenai perusahaan di CV. Raya Sport.

Bab III berisi teori mengenai produktivitas, pengukuran waktu, peta kerja,

musculoskeletal disorders (MSDs). standard nordic questionnaire (SNQ), rapid entire body assessment (REBA), yang berkaitan dengan pokok permasalahan dalam tugas akhir ini.

Bab IV berisikan jenis penelitian, lokasi dan waktu penelitian, kerangka konseptual, tahapan penelitian, variabel penelitian, metode dan instrumen


(25)

penelitian, langkah-langkah pengumpulan dan pengolahan data, arahan analisis dan pemecahan masalah, serta kesimpulan dan saran.

Bab V memuat tentang pengumpulan data yang diperoleh dari hasil pengamatan dan pengukuran yang dilakukan di lapangan meliputi waktu, kapasitas penjemuran, data keluhan operator, elemen kegiatan kerja aktual, fasilitas kerja aktual. Pengolahan data meliputi penilaian postur kerja dengan menggunakan metode REBA.

Bab VI meliputi analisis mengenai analisis kondisi kerja aktual, postur kerja, space requirement, waktu satandar, peta kerja. rancangan fasilitas usulan, dan kondisi kerja setelah perbaikan (perbandingan kondisi kerja aktual dan usulan, perbandingan level risiko dan tindakan postur kerja aktual dan usulan, serta perbandingan waktu penyelesaian serta perbandingan kebutuhan kapasitas penjemuran usulan dan rancangan.

Bab VII berisikan rangkuman dari masalah yang dibahas dalam penelitian dan menjawab tujuan penelitian yang diharapkan bermanfaat untuk perusahaan dan penelitian selanjutnya.


(26)

BAB II

GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN

2.1. Sejarah Perusahaan

CV. Raya Sport merupakan usaha kecil dan menengah yang bergerak di bidang konveksi, khususnya pakaian olahraga. CV. Raya Sport didirikan pada tahun 2000 oleh bapak Dedi Ahyar sebagai pendiri sekaligus pemilik perusahaan ini. Pada awal pendiriannya, perusahaan ini merupakan usaha bersama yang dikembangkan oleh pak Dedi bersama 3 rekannya selaku pemegang modal bersama dan ditambah 2 orang karyawan yang membantu proses produksi. Namun sejak tahun 2004, bapak Dedi Ahyar menjadi pemilik tunggal CV. Raya Sport ini.

Awalnya CV. Raya Sport berlokasi di rumah pak Dedi sendiri yaitu di jalan Benteng No 1A. Namun, seiring dengan makin berkembangnya usaha ini maka proses produksinya kemudian dipindahkan ke Jl. Bakti Luhur no 147 Medan hingga sekarang.

2.2. Ruang Lingkup Bidang Usaha

CV. Raya Sport memproduksi pakaian olahraga untuk kalangan sekolah (TK, SD, SLTP dan SLTA), maupun kalangan instansi (pemerintah dan swasta). Daerah pemasarannya meliputi Aceh, Sumatera Utara, Riau dan Sumatera Barat.


(27)

2.3. Struktur Organisasi dan Manajemen Perusahaan

Struktur organisasi adalah bagan yang menggambarkan hubungan kerjasama antara dua orang atau lebih dengan tugas yang saling berkaitan untuk pencapaian suatu tujuan tertentu. Pendistribusian tugas, wewenang dan tanggung jawab serta hubungan satu sama lain dapat digambarkan pada suatu struktur organisasi, sehingga para pegawai dan karyawan akan mengetahui dengan jelas apa tugas yang harus dilakukan, dari siapa perintah diterima dan kepada siapa harus bertanggung jawab.

Struktur organisasi yang diterapkan pada CV. Raya Sport adalah struktur organisasi lini. Tipe ini umum dijumpai dalam perusahaan yang berskala kecil atau pada UKM, dimana manajemen dan pengawasan umumnya juga dijalankan pemilik dari perusahaan itu sendiri. Disini semua keputusan baik yang bersifat strategis maupun operasional akan diambil sendirian oleh pemilik. Strategi utama yang diterapkan pada tipe organisasi usaha semacam ini adalah bagaimana perusahaan bisa terus hidup dan beroperasi. Struktur Organisasi CV. Raya Sport dapat dilihat pada Gambar 2.1.

Gambar 2.1. Struktur Organisasi Perusahaan

Pemilik Op. Packing Op. Penyetrikaan Op. Pembuatan film, pemasangan papan

Alas sablon & penyablonan Op. Penyetingan film Op. Penjahitan Op. Pembatan

pola & Pemotongan


(28)

2.3.1. Jumlah Tenaga Kerja

CV. Raya Sport memiliki 21 orang tenaga kerja yang bekerja dalam kegiatan produksi baju olahraga, dimulai dari pemotongan pola hingga menjadi pakaian olahraga utuh yang siap untuk dipasarkan. Pemilik bertugas sebagai pengawas dan manajemen di CV. Raya Sport. Rincian tenaga kerja CV. Raya Sport dapat dilihat pada Tabel 2.1.

Tabel 2.1. Rincian Tenaga Kerja

No Alokasi Tenaga Kerja Jumlah

(orang)

1 Pembuatan pola dan pemotongan Bahan 1

2 Penjahitan 15

3 Penyetingan film 1

4 Pembuatan film, Pemasangan papan alas sablon dan penyablonan

1

5 Penyetrikaan 2

6 Pengepakan 1

Total 21

Sumber: Dokumentasi Perusahaan

2.3.2. Jam Kerja

Hari kerja di CV. Raya Sport adalah 7 hari per minggu dengan jam kerja per hari adalah 8 jam yaitu mulai dari pukul 09.00 WIB – 18.00 WIB dengan waktu istirahat selama 1 jam yaitu pada pukul 12.30 WIB – 13.30 WIB. Penambahan jam kerja juga dilakukan jika jumlah pesanan tinggi dan terdapat pesanan yang belum selesai dikerjakan.


(29)

Terdapat dua sistem pengupahan karyawan di CV. Raya Sport. Beberapa karyawan yang telah lama bekerja serta memiliki loyalitas dan dedikasi yang tinggi kepada perusahaan akan mendapatkan kompensasi berupa gaji tetap setiap bulannya. Sedangkan beberapa karyawan lainnya dibayar dengan sistem harian (borongan) dimana jumlah upah yang diterima didasarkan pada jumlah output

yang dapat dihasilkan operator. Selain itu juga diberikan tambahan-tambahan selain upah berupa bonus apabila pemilik merasa hasil kerja dan kinerja pekerjanya memuaskan. Karyawan juga diberikan fasilitas makan siang yang ditanggung oleh pemilik usaha.

2.4. Proses Produksi

Proses produksi merupakan suatu proses transformasi (perubahan bentuk secara fisik maupun kimia) yang mengubah input menjadi output sehingga memiliki nilai tambah.

2.4.1. Bahan Baku

Bahan baku merupakan bahan utama yang digunakan dalam pembuatan produk. Bahan baku yang digunakan CV. Raya Sport dalam memproduksi satu set pakaian olahraga adalah kain, benang, cat sablon dan kancing.

2.4.2. Bahan Penolong

Bahan penolong adalah bahan-bahan yang diperlukan dalam memperlancar penyelesaian suatu produk dimana keberadaan bahan penolong ini


(30)

tidak mengurangi nilai tambah produk yang dihasilkan tersebut. Bahan penolong ini tidak terdapat pada produk akhir. Adapun bahan penolong yang digunakan oleh CV. Raya Sport adalah kain sutera, obat/ulanol, diazol sensitizer, diazol hartimetel, multi solvent, kertas setingan (HVS), minyak goreng dan sari warna.

2.4.3. Bahan Tambahan

Bahan tambahan merupakan bahan yang digunakan dalam proses produksi dan bercampur dengan bahan baku membentuk produk akhir. Bahan tambahan ditambahkan pada proses produksi dalam rangka meningkatkan mutu produk dan bahan ini merupakan bagian dari produk akhir. Pada proses produksi pakaian olahraga, bahan tambahan yang digunakan adalah kertas packing yang digunakan untuk menjaga mutu produk yang telah dihasilkan.

2.4.4. Uraian Proses Produksi

Secara umum proses produksi CV. Raya Sport memiliki beberapa tahap pengerjaan yaitu:

1. Pembuatan pola

Pada tahap ini bahan baku berupa kain digambarkan berdasarkan pola yang telah dipesan oleh pihak instansi terkait.


(31)

Gambar 2.2. Pembuatan Pola

2. Pemotongan Bahan

Pada tahap ini bahan baku berupa kain dipotong berdasarkan pola dasar yang telah disiapkan. Hasil dari proses pemotongan bahan ini adalah bakal baju yang terdiri atas tubuh bagian depan dan belakang, lengan, dan kerah. Aktivitas pemotongan kain berdasarkan pola dasar dapat dilihat pada Gambar 2.3.


(32)

3. Penjahitan

Hasil dari pemotongan bahan adalah bakal baju. Selanjutnya bakal baju tersebut akan dijahit/digabungkan menjadi satu kesatuan utuh melalui beberapa proses yaitu menjahit, mengobras, klim, pemasangan kancing, dan bordir. Proses penjahitan dapat dilihat pada Gambar2.4.

Gambar 2.4. Aktivitas Penjahitan

4. Penyetingan film

Pada bagian ini, operator dengan menggunakan bantuan komputer membuat/mendesain setingan film sesuai dengan kebutuhan yang diinginkan pelanggan. Setingan film ini dapat berupa nama orang, nama klub olahraga, logo dan merk. Aktivitas penyetingan film dapat dilihat pada Gambar 2.5.


(33)

Gambar 2.5. Aktivitas Penyetingan Film

5. Pembuatan film

Hasil setingan dari bagian penyetingan film kemudian akan diproses menjadi film. Film ini terdiri atas dua bagian yaitu kerangka (frame) dan layar (screen). Pada screen nantinya akan tercetak setingan seperti yang diinginkan oleh pelanggan. Aktivitas pembuatan film dapat dilihat pada Gambar 2.6.


(34)

6. Pemasangan Papan Alas Sablon

Baju yang telah dijahit dari bagian penjahitan kemudian dipasangi papan alas triplek. Adapun aktivitas pemasangan papan alas dapat dilihat pada Gambar 2.7.

Gambar 2.7. Aktivitas Pemasangan Papan Alas Sablon

7. Penyablonan

Baju yang telah dipasangi papan alas dan film yang dihasilkan dari bagian film akan digunakan pada proses penyablonan. Proses penyablonan ini adalah membuat (menyablon) logo, nama, nomor atau merk pada pakaian. Aktivitas penyablonan dapat dilihat pada Gambar 2.8.


(35)

8. Penyetrikaan

Setelah baju diproses menjadi kesatuan utuh dan telah disablon sesuai dengan pesanan pelanggan, maka sebelum dipak, terlebih dahulu pakaian tersebut disetrika sehingga memberikan kesan rapi dan sebagai dedikasi tinggi yang diberikan perusahaan terhadap kepuasan pelanggan. Aktivitas penyetrikaan dapat dilihat pada Gambar 2.9.

Gambar 2.9. Aktivitas Penyetrikaan

9. Packing

Setelah semua proses selesai dikerjakan, selanjutnya adalah melakukan pengepakan terhadap produk yang dihasilkan sehingga siap untuk diberikan/dikirim kepada konsumen. Aktivitas packing dapat dilihat pada Gambar 2.10.


(36)

Gambar 2.10. Aktivitas Packing

2.4.5. Mesin dan Peralatan yang Digunakan

Proses produksi pembuatan pakaian olahraga dilakukan dengan menggunakan beberapa mesin dan peralatan. Adapun mesin dan peralatan yang digunakan di CV. Raya Sport dapat dilihat dari Tabel 2.2.

Tabel 2.2. Mesin dan Peralatan Produksi

Nama Fungsi Jumlah

(unit)

Mesin jahit Menggabungkan bakal baju 15

Mesin obrass Menggabungkan bakal baju dengan lebih rapi

6 Mesin overdeck Digunakan untuk proses klim/sum 3

Screen film Sebagai alat yang digunakan dalam proses penyablonan

120 Gunting Digunakan untuk memotong benang pada

saat penjahitan

25

Meteran Digunakan untuk mengukur 20

Mesin potong Digunakan untuk memotong kain 1

Hair dryer Digunakan untuk mengeringkan screen film 3 Lampu Digunakan sebagai sumber cahaya untuk

penyinaran pada pembuatan film.

5

Personal computer (PC)

Digunakan untuk proses penyetingan film 1 Papan triplek Digunakan sebagai alas ketika menyablon 100


(37)

BAB III

LANDASAN TEORI

3.1. Musculoskeletal Disorders (MSDs)1

Keluhan musculoskeletal adalah keluhan pada bagian-bagian otot skeletal yang dirasakan oleh seseorang mulai dari keluhan sangat ringan sampai sangat sakit. Apabila otot menerima beban statis secara berulang dan dalam waktu yang lama, akan dapat menyebabkan keluhan berupa kerusakan sendi, ligamen, dan tendon. Keluhan hingga kerusakan inilah yang biasa diistilahkan dengan musculoskeletal disorders (MSDs) atau cedera pada sistem musculoskeletal (Grandjean, 1993; Lemaster 1996).

Secara garis besar keluhan otot dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu:

1. Keluhan sementara (reversible), yaitu keluhan otot yang terjadi pada saat otot menerima beban statis, namun demikian keluhan tersebut akan hilang apabila pembebanan dihentikan.

2. Keluhan menetap (permanent), yaitu keluhan otot yang bersifat menetap. Walaupun pembebanan telah dihentikan, namun rasa sakit pada otot terus berlanjut.

MSDs menjadi suatu masalah disebabkan karena:

a. Waktu kerja yang hilang karena sakit umumnya disebabkan penyakit otot rangka.

1


(38)

b. MSDs terutama yang berhubungan dengan punggung merupakan masalah penyakit akibat kerja yang penanganannya membutuhkan biaya yang tinggi.

c. MSDs menimbulkan rasa sakit yang amat sangat sehingga membuat pekerja menderita dan menurunkan produktivitas kerja.

d. Penyakit MSDs bersifat multi kausal sehingga sulit untuk menentukan proporsi yang semata-mata akibat hubungan kerja.

e. MSDs dapat bermanifestasi dalam berbagai bentuk pada bagian tubuh dengan gejala yang berbeda-beda.

Dari penjelasan diatas, dapat disimpulkan bahwa musculoskeletal disorder

merupakan gangguan fungsi normal pada jaringan tubuh yang mencakup saraf, tendon, otot, dan struktur penunjang seperti discus invertebral. MSDs dapat bermanifestasi dalam berbagai bentuk pada bagian tubuh dengan gejala dan penyebab yang berbeda-beda.

3.2. Faktor Risiko Musculoskeletal Disorders (MSDs) dan Keluhan Musculoskeletal 2 Faktor-faktor risiko musculoskeletal disorders terkait dengan aktivitas manual handling meliputi beberapa faktor berikut: faktor risiko yang terkait dengan karakteristik pekerjaan (task characteristic), karakteristik objek (material/object characteristic), karakteristik lingkungan kerja (workplace characteristic), dan karakteristik individu (Exxon Chemical, 1994).


(39)

a. Karakteristik Pekerjaan

Karakteristik pekerjaan yang menjadi faktor risiko musculoskeletal disorders (MSDs) antara lain:

1. Postur Kerja

Postur kerja adalah posisi tubuh pekerja pada saat melakukan aktivitas kerja yang biasanya terkait dengan desain area kerja dan task requirements yang janggal (awkward posture). Postur janggal adalah posisi tubuh yang menyimpang secara signifikan terhadap posisi normal saat melakukan pekerjaan. Bekerja dengan posisi janggal meningkatkan jumlah energi yang dibutuhkan untuk bekerja. Posisi janggal menyebabkan kondisi dimana perpindahan tenaga dari otot ke jaringan rangka tidak efisien sehingga mudah menimbulkan lelah. Termasuk ke dalam postur janggal adalah pengulangan atau waktu lama dalam posisi menggapai, berputar (twisting), memiringkan badan, berlutut, jongkok, memegang dalam kondisi statis, dan menjepit dengan tangan. Postur ini melibatkan beberapa area tubuh seperti bahu, punggung dan lutut, karena bagian inilah yang paling sering mengalami cidera. 2. Frekuensi

Frekuensi merupakan banyaknya frekuensi aktivitas (mengangkut atau memindahkan) dalam satuan waktu (menit) yang dilakukan oleh pekerja dalam satu hari. Frekuensi gerakan postur kerja ≥ 2 kali/menit merupakan faktor risiko terhadap pinggang. Pekerjaan yang dilakukan berulang-ulang dapat menyebabkan rasa lelah bahkan nyeri/sakit pada otot, oleh karena adanya


(40)

akumulasi produk sisa berupa asam laktat pada jaringan. 3. Durasi

Durasi adalah jumlah waktu terpapar faktor risiko. Durasi dapat dilihat sebagai menit-menit dari jam kerja/hari pekerja terpapar risiko. Durasi juga dapat dilihat sebagai paparan/tahun faktor risiko atau karakteristik pekerjaan berdasarkan faktor risikonya. Secara umum, semakin besar paparan durasi pada faktor risiko, semakin besar pula tingkat risikonya.

4. Vibrasi

Vibrasi dapat menyebabkan perubahan fungsi aliran darah pada ekstremitas yang terpapar bahaya vibrasi. Gangguan ini dikenal dengan Reynaud’s disease. Penyakit ini menyebabkan kerusakan saraf tepi.

b. Karakteristik individu.

Karakteristik individu yang menjadi faktor risiko MSDs antara lain : 1. Usia

Usia seseorang berbanding langsung dengan kapasitas fisik sampai batas tertentu dan mencapai puncaknya pada umur 25 tahun. Pada umur 50-60 tahun kekuatan otot akan menurun sebesar 25 %, kemampuan sensoris motoris menurun sebanyak 60 %. Selanjutnya kemampuan kerja fisik seseorang yang berumur > 60 tahun tinggal mencapai 50 % dari umur orang yang berusia 25 tahun. Bertambahnya umur akan diikuti dengan penurunan VO2 max, tajam penglihatan, pendengaran, kecepatan


(41)

pertimbangan dalam memberikan pekerjaan bagi seseorang. 2. Kebiasaan olahraga

Aerobic fitness meningkatkan kemampuan kontraksi otot. Delapan puluh persen (80 %) kasus nyeri tulang punggung disebabkan karena buruknya tingkat kelenturan (tonus) otot atau kurang berolah raga. Otot yang lemah terutama pada daerah perut tidak mampu menyokong punggung secara maksimal.

3. Masa kerja

Merupakan faktor risiko dari suatu pekerjaan yang terkait dengan lama bekerja. Dapat berupa masa kerja dalam suatu perusahaan dan masa kerja dalam suatu unit produksi. Masa kerja merupakan faktor risiko yang sangat mempengaruhi seseorang pekerja untuk meningkatkan risiko terjadinya MSDs, terutama untuk jenis pekerjaan yang menggunakan kekuatan yang tinggi.

4. Kebiasaan merokok

Penelitian telah membuktikan bahwa kebiasaan merokok dapat meningkatkan keluhan otot rangka. Semakin lama dan sering frekuensi rokok, maka keluhan otot rangka yang dirasakan akan semakin tinggi. Boshuizen (1993) menemukan hubungan yang signifikan antara kebiasaan merokok dengan keluhan otot pinggang, khususnya untuk pekerjaan yang memerlukan pengerahan otot.

5. Kesegaran jasmani


(42)

yang dalam aktivitas kesehariannya mempunyai cukup waktu untuk istirahat. Sebaliknya, bagi yang dalam kesehariannya melakukan pekerjaan yang memerlukan pengerahan tenaga yang besar dan memiliki waktu istirahat yang kurang, maka hampir dapat dipastikan akan terjadi keluhan otot. Dari uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa tingkat kesegaran tubuh yang rendah akan mempertinggi risiko terjadinya keluhan otot.

6. Ukuran antropometri tubuh

Walaupun pengaruhnya relatif kecil, berat badan, tinggi badan dan massa tubuh merupakan faktor yang dapat menyebabkan terjadinya keluhan otot. Vessy et all (1990) menyatakan bahwa wanita yang lebih gemuk mempunyai risiko dua kali lipat dibandingkan dengan wanita kurus. Temuan lain menyatakan bahwa pada tubuh yang tinggi umumnya sering menderita keluhan sakit punggung, tetapi tubuh tinggi tidak mempunyai pengaruh terhadap keluhan pada leher, bahu dan pergelangan tangan. c. Karakteristik material

Karakteristik material yang menjadi faktor risiko MSDs antara lain : 1. Berat objek

Menurut ILO, beban maksimum yang diperbolehkan untuk diangkat oleh seseorang adalah 23-25 kg. mengangkat beban yang terlalu berat akan mengakibatkan tekanan pada discus pada tulang belakang (deformitas discus). Deformitas discus menyebabkan derajat kurvatur lumbar lordisis


(43)

lunak. Selain itu, beban yang berat juga dapat menyebabkan kelelahan karena dipicu peningkatan tekanan pada discus intervertebra.

2. Besar dan bentuk objek

Ukuran dan bentuk objek juga ikut mempengaruhi terjadinya gangguan otot rangka. Ukuran objek harus cukup kecil agar dapat diletakkan sedikit mungkin dari tubuh. Lebar objek yang besar dapat membebani otot pundak atau bahu lebih dari 300-400 mm, panjang lebih dari 350 mm dengan ketinggian lebih dari 450 mm. Bentuk objek yang baik harus memiliki pegangan, tidak ada sudut tajam dan tidak dingin/panas saat diangkat. Mengangkat objek tidak hanya dengan mengandalkan kekuatan jari, karena kemampuan otot jari terbatas sehingga dapat cidera pada jari. d. Karakteristik lingkungan kerja.

Karakteristik lingkungan kerja yang menjadi faktor risiko MSDs antara lain :

1. Cuaca kerja dan konsentrasi oksigen

Cuaca kerja merupakan kombinasi dari komponen suhu udara, kecepatan gerakan udara, dan kelembaban udara. Komponen-komponen tersebut dapat mempengaruhi persepsi kualitas udara dalam ruangan kerja, sehingga harus selalu dijaga agar berada pada kisaran yang dapat diterima untuk kenyamanan penghuninya.

2. Desain lingkungan kerja

Suatu lingkungan kerja ergonomis apabila secara antropometris, faal, biomekanik, dan psikologis kompatibel dengan pemakainya. Di dalam


(44)

mendesain stasiun kerja maka harus berorientasi pada kebutuhan pemakainya.

3.3. REBA (Rapid Entire Body Assesment) 3

Menurut Mc Atamney dan Hignett (2000), rapid entire body assessment (REBA) adalah sebuah metode yang dikembangkan dalam bidang ergonomi dan dapat digunakan secara cepat untuk menilai posisi kerja atau postur leher, punggung, lengan, pergelangan tangan dan kaki seorang operator. Selain itu metode ini juga dipengaruhi faktor coupling, beban eksternal yang ditopang oleh tubuh serta aktivitas pekerja. Penilaian dengan menggunakan REBA tidak membutuhkan waktu yang lama untuk melengkapi dan melakukan scoring general pada daftar aktivitas yang mengindikasikan perlu adanya pengurangan risiko yang diakibatkan postur kerja operator.

Metode ergonomi tersebut mengevaluasi postur, kekuatan, aktivitas dan faktor

coupling yang menimbulkan cidera akibat aktivitas yang berulang–ulang. Penilaian

postur kerja dengan metode ini dengan cara pemberian skor risiko antara satu sampai lima belas, yang mana skor yang tertinggi menandakan level yang mengakibatkan risiko yang besar (bahaya) untuk dilakukan dalam bekerja. Hal ini berarti bahwa skor terendah akan menjamin pekerjaan yang diteliti bebas dari ergonomic hazard. REBA dikembangkan untuk mendeteksi postur kerja yang berisiko dan melakukan perbaikan segera. REBA dikembangkan tanpa membutuhkan piranti khusus. Ini memudahkan peneliti untuk dapat dilatih dalam melakukan pemeriksaan dan pengukuran tanpa biaya peralatan tambahan. Pemeriksaan REBA dapat dilakukan di tempat yang terbatas


(45)

tanpa menggangu pekerja. Pengembangan REBA terjadi dalam empat tahap. Tahap pertama adalah pengambilan data postur pekerja dengan menggunakan bantuan video atau foto, tahap kedua adalah penentuan sudut–sudut dari bagian tubuh pekerja, tahap ketiga adalah penentuan berat benda yang diangkat, penentuan coupling, dan penentuan aktivitas pekerja. Dan yang terakhir, tahap keempat adalah perhitungan nilai REBA untuk postur yang bersangkutan. Dengan didapatnya nilai REBA tersebut dapat diketahui level risiko dan kebutuhan akan tindakan yang perlu dilakukan untuk perbaikan kerja.

Penilaian postur dan pergerakan kerja menggunakan metode REBA melalui tahapan–tahapan sebagai berikut:

1. Tahap 1: Pengambilan data postur pekerja dengan menggunakan bantuan video atau foto

Untuk mendapatkan gambaran sikap (postur) pekerja dari leher, punggung, lengan, pergelangan tangan hingga kaki secara terperinci dilakukan dengan merekam atau memotret postur tubuh pekerja. Hal ini dilakukan supaya peneliti mendapatkan data postur tubuh secara detail (valid), sehingga dari hasil rekaman dan hasil foto bisa didapatkan data akurat untuk tahap perhitungan serta analisis selanjutnya. 2. Tahap 2: Penentuan sudut-sudut dari bagian tubuh pekerja.

Setelah didapatkan hasil rekaman dan foto postur tubuh dari pekerja dilakukan perhitungan besar sudut dari masing – masing segmen tubuh yang meliputi punggung (batang tubuh), leher, lengan atas, lengan bawah, pergelangan tangan dan kaki. Pada metode REBA segmen – segmen tubuh tersebut dibagi menjadi dua kelompok, yaitu grup A dan B. Grup A meliputi punggung (batang tubuh), leher dan


(46)

kaki. Sementara grup B meliputi lengan atas, lengan bawah dan pergelangan tangan. Dari data sudut segmen tubuh pada masing–masing grup dapat diketahui skornya, kemudian dengan skor tersebut digunakan untuk melihat tabel A untuk grup A dan tabel B untuk grup B agar diperoleh skor untuk masing–masing tabel. Penilaian masing-masing segmen tubuh dengan metode REBA dapat dilihat pada gambar dan tabel berikut ini:

Grup A

1. Batang Tubuh (trunk)

Gambar 3.1. Postur Tubuh Bagian Batang Tubuh

Tabel.3.1. Skor Pergerakan Punggung (Batang Tubuh)

Pergerakan Skor Perubahan Skor

Tegak 1

+1 jika memutar atau kesamping 0o – 20o Flexion

2 0o – 20o Extension

20o – 60o Flexion

3 > 20o Flexion


(47)

> 60o Flexion 4

2. Leher (neck)

Gambar 3.2. Postur Tubuh Bagian Leher

Tabel 3.2. Skor Leher REBA Pergerakan Skor Skor Perubahan

0-200 1

+1 jika leher berputar/bengkok >200-ekstensi 2

3. Kaki (legs)


(48)

Tabel 3.3. Skor Kaki (Legs)

Pergerakan Skor Skor Perubahan

Posisi normal/seimbang (berjalan/duduk) 1 +1 jika lutut antara 30-600 +2 jika lutut >600

Bertumpu pada satu kaki lurus 2

4. Beban (load)

Tabel 3.4. Skor Beban Pergerakan Skor Skor Pergerakan

<5 kg 0

+1 jika kekuatan cepat 5-10 kg 1

>10 kg 2

Grup B


(49)

Gambar 3.4. Postur Lengan Atas

Tabel 3.5. Skor Lengan Atas

Pergerakan Skor Skor Perubahan

200 (ke depan dan belakang) 1

+1 jika bahu naik

+1 jika lengan berputar/bengkok -1 miring, menyangga berat lengan >200 (ke belakang) atau 20-450 2

45-900 3

>900 4

2. Lengan bawah (lower arm)

Gambar 3.5. Postur Lengan Bawah REBA

Tabel 3.6. Skor Lengan Bawah REBA

Pergerakan Skor

60-1000 1

<600 atau >1000 2


(50)

Gambar 3.6. Postur Tubuh Bagian Pergelangan Tangan (Wrist)

Tabel 3.7. Skor Pergelangan Tangan REBA

Pergerakan Skor Skor Perubahan

0-150 (ke atas dan bawah) 1 +1 jika pergelangan tangan putaran menjauhi sisi tengah

>150 (ke atas dan bawah) 2

4. Coupling

Tabel 3.8. Coupling

Coupling Skor Keterangan

Baik 0 Kekuatan pegangan baik

Sedang 1 Pegangan bagus tapi tidak ideal atau kopling cocok dengan bagian tubuh

Kurang baik 2 Pegangan tangan tidak sesuai walaupun mungkin

Tidak dapat diterima 3

Kaku, pegangan tangan tidak nyaman, tidak ada pegangan atau kopling tidak sesuai dengan bagian tubuh


(51)

Tabel 3.9. Skor Grup A

Neck Leg

Trunk

1 2 3 4 5

1

1 1 2 2 3 4

2 2 3 4 5 6

3 3 4 5 6 7

4 4 5 6 7 8

2

1 1 3 4 5 6

2 2 4 5 6 7

3 3 5 6 7 8

4 4 6 7 8 9

3

1 3 4 5 6 7

2 3 5 6 7 8

3 5 6 7 8 9

4 6 7 8 9 9

Nilai dari tabel A lalu ditambahkan dengan nilai pembebanan yang akan menghasilkan nilai skor A. Bagian tubuh yang dinilai berikutnya adalah pergelangan tangan, lengan bawah, dan lengan atas. Skor dari ketiga bagian tersebut lalu dimasukkan ke tabel B hingga diperoleh nilai dari tabel B.


(52)

Lower

Arm Wrist

Upper Arm

1 2 3 4 5 6

1

1 1 1 3 4 6 7

2 2 2 4 5 7 8

3 2 3 5 5 8 8

2

1 1 2 4 5 7 8

2 2 3 5 6 8 9

3 3 4 5 7 8 9

Nilai dari tabel B lalu dijumlahkan dengan nilai genggaman yang akan menghasilkan nilai skor B.

Tabel 3.11. Skor Akhir

Skor B

Skor A

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

1 1 1 2 3 4 6 7 8 9 10 11 12

2 1 2 3 4 4 6 7 8 9 10 11 12

3 1 2 3 4 4 6 7 8 9 10 11 12

4 2 3 3 4 5 7 8 9 10 11 11 12

5 3 4 4 5 6 8 9 10 10 11 12 12

6 3 4 5 6 7 8 9 10 10 11 12 12


(53)

8 5 6 7 8 8 9 10 10 11 12 12 12

9 6 6 7 8 9 10 10 10 11 12 12 12

10 7 7 8 9 9 10 11 11 12 12 12 12

11 7 7 8 9 9 10 11 11 12 12 12 12

12 7 8 8 9 9 10 11 11 12 12 12 12

Skor yang didapat dari Tabel 3.11. ditambah dengan skor aktivitas yang akan menjadi skor akhir untuk REBA.

Tabel 3.12. Skor Aktivitas

Aktivitas Skor Keterangan

Postur statik +1 1 atau lebih bagian tubuh statis/diam Pengulangan +1 Tindakan berulang-ulang

Ketidakstabilan

+1

Tindakan menyebabkan jarak yang besar dan cepat pada postur atau tubuh tidak stabil

Selain itu, penilaian postur kerja dengan menggunakan metode REBA dapat dilakukan dengan menilai tubuh bagian kiri dan kanan menggunakan tabel REBA seperti Tabel 3.13 berikut.


(54)

Grup A Grup B

Postur Skor Total Postur Skor Total

Batang Tubuh Lengan Atas Kiri Kanan

Normal 1

+1 jika batang tubuh berputar/ bengkok/ bungkuk

0-20o (ke depan atau belakang)

1

+1 jika bahu naik +1 jika lengan berputar/bengkok -1 miring,

menyangga berat lengan

+1 jika bahu naik +1 jika lengan berputar/bengkok -1 miring,

menyangga berat lengan

0-20o (ke depan atau belakang)

2

>200 (ke belakang) atau 20-450 (ke depan)

2

20-60o (ke depan) atau >20o (ke belakang)

3 45-90

0

(ke depan) 3

>60(ke depan) 4 >90

0

(ke

depan) 4

Leher Lengan Bawah Kiri Kanan

0-20o(ke depan) 1

+1 jika leher berputar/bengkok

60-1000 1

- -

>20o (ke depan atau ke belakang) 2

<600 atau >1000 2


(55)

Kaki

Pergelangan Tangan

Kiri Kanan

Posisi normal/seimbang (berjalan/duduk) 1 +1 jika lutut antara 30-600

0-150 (ke atas atau bawah)

1

+1 jika pergelangan tangan putaran menjauhi sisi tengah

+1 jika pergelangan tangan putaran menjauhi sisi tengah Bertumpu pada

satu kaki lurus 2 +2 jika lutut >600

>150 (ke atas atau

bawah) 2

Skor Tabel A Skor Tabel B Kiri Kanan

Beban Coupling Kiri Kanan

<5 kg 0 +1 jika kecepatan cepat

Baik 0

- -

5-10 kg 1 Sedang 1

>10 kg 2 Kurang baik 2

Tidak diterima 3

Skor A = Skor Tabel A +

Beban

Skor A= + =

Skor B = Skor Tabel B + Coupling

Skor B= + =

Skor baik= + =


(56)

Skor C

= Sel perpotongan skor A (baris) Dan B (kolom)

Tabel 3.13. Penilaian REBA Kiri dan Kanan (Lanjutan)

Aktivitas

+ 1

Ada bagian tubuh yang statis > 1 menit

+ 1 Pengulangan gerakan jarak

dekat, > 4 kali/menit Skor Aktivitas + 1 Perubahan postur secara

cepat atau tidak stabil

Skor REBA = Skor C + Aktivitas

Adapun penilaian REBA bisa juga dihitung seperti pada Gambar 3.7 dan Gambar 3.8 di bawah ini.

+1 jika batang tubuh berputar/bengkok/bungkuk

+1 jika leher berputar/

+ 1 jika bahu naik

+1 jika lengan berputar / bengkok Table A Table B

Load/Force Coupling Trunk

Neck Lower Arm

Upper Arm

( Sudut : )


(57)

Gambar 3.7. Penilaian REBA Kiri

+1 jika batang tubuh berputar/bengkok/bungkuk

+1 jika leher berputar/ bengkok

+1 jika lutut antara 30-600

+2 jika lutut >600

+ 1 jika bahu naik

+1 jika lengan berputar / bengkok

+1 jika pergelangan tangan putaran menjauhi sisi tengah

Table A Table B

Table C

+ Activity

Load/Force Coupling

Trunk

Neck

Legs Wrist

Lower Arm Upper Arm

REBA Score ( Sudut : )

( Sudut : )

( Sudut : ) ( Sudut : )


(58)

Gambar 3.8. Penilaian REBA Kanan

Berikut ini nilai level tindakan REBA yang skornya diperoleh dari skor akhir REBA.

Tabel 3.14. Nilai Level Tindakan REBA

Skor REBA Level Resiko Level Tindakan Tindakan

1 Dapat diabaikan 0 Tidak diperlukan

2-3 Kecil 1 Mungkin diperlukan

4-7 Sedang 2 Perlu

8-10 Tinggi 3 Segera

11-15 Sangat tinggi 4 Sekarang juga

3.4. Produktivitas 4

Produktivitas dipandang dari dua sisi yaitu sisi input dan sisi output. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa produktivitas berkaitan dengan efisiensi penggunaan input dalam memproduksi output (barang atau jasa). Produktivitas


(59)

tidak sama dengan produksi, tetapi produksi, performansi kualitas, hasil-hasil, merupakan komponen dari usaha produktivitas.

Pada dasarnya konsep siklus produktivitas terdiri dari empat tahap utama yaitu:

1. Pengukuran produktivitas 2. Evaluasi produktivitas 3. Perencanaan produktivitas 4. Peningkatan produktivitas

Secara formal, program peningkatan produktivitas harus dimulai melalui pengukuran produktivitas dari sistem itu sendiri. Apabila produktivitas dari sistem industri itu telah dapat diukur, langkah berikutnya adalah mengevaluasi tingkat produktivitas untuk diperbandingkan dengan rencana yang telah ditetapkan. Berdasarkan evaluasi ini, selanjutnya dapat direncanakan kembali target produktivitas yang akan dicapai baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang.

Untuk mencapai target produktivitas yang telah direncanakan itu, berbagai program formal dapat dilakukan untuk meningkatakan produktivitas secara terus-menerus. Tahap-tahap ini terus berulang secara kontinu untuk mencapai peningkatan produktivitas terus-menerus dalam sistem industri.

Konsep peningkatan produktivitas ini dapat dikaitkan secara langsung dengan profitabilitas perusahaan. Landasan untuk meningkatkan produktivitas dan profitabilitas perusahaan adalah membangun suatu sistem industri yang memperhatikan secara terfokus dan bersama-sama sekaligus pada aspek-aspek


(60)

kualitas, efektivitas pencapaian tujuan, dan efisiensi penggunaan sumber daya. Selanjutnya indikator keberhasilan sistem industri itu dipantau melalui pengukuran produktivitas dan profitabilitas terus-menerus, dimana pengukuran produktivitas memberikan informasi tentang masalah-masalah internal dari sistem industri itu, sedangkan pengukuran profitabilitas memberikan informasi tentang masalah-masalah eksternal dari sistem indusri itu.

Produktivitas pada dasarnya akan berkaitan erat pengertiannya dengan sistem produksi, yaitu sistem

dimana faktor-faktor semacam:

1. Tenaga kerja (direct atau indirect labor)

2. Modal / kapital berupa mesin, peralatan kerja, bahan baku, bangunan pabrik, dan lain-lain.

Bertitik tolak dari hal tesebut, maka selalu berupaya memanfaatkan semua sumber daya untuk

mewujudkan sesuatu secara maksimal dengan memadukan sumber dan hasil dalam bentuk yang optimal. Tenaga

kerja manusia, disamping modal dan sumber produksi lainnya adalah sumber daya yang harus dimanfaatkan secara

penuh dan terarah. Dalam usaha untuk meningkatkan produktivitas memang tidak bisa dikatakan bahwa faktor

manusia ini adalah satu-satunya faktor yang harus diamati, diteliti, dianalisa, dan diperbaiki.

Proses produksi dapat dinyatakan sebagai serangkaian aktivitas yang diperlukan untuk mengolah

ataupun merubah sekumpulan masukan (input) menjadi sejumlah keluaran (output) yamg memiliki nilai tambah

(added value). Pengolahan ataupun perubahan yang terjadi disini bisa secara fisik ataupun non-fisik, dimana

perubahan tersebut bisa terjadi terhadap bentuk, dimensi maupun sifat-sifatnya. Mengenai nilai tambah yang

dimaksudkan disini adalah nilai dari keluaran yang “bertambah” dalam pengertian nilai fungsional (kegunaan)

dan/atau nilai ekonomisnya.

Selanjutnya berbicara tentang produktivitas, maka hal ini secara sederhana dapat didefenisikan sebagai

perbandingan (rasio) antara output dan inputnya. Dengan diketahuinya nilai produktivitas maka akan diketahui pula

seberapa efektif proses produksi telah didayagunakan untuk meningkatkan output dan seberapa efisien pula

sumber-sumber input telah berhasil dihemat. Upaya peningkatan produktivitas secara terus menerus dan

menyeluruh merupakan satu hal yang penting tidak saja berlaku bagi setiap individu pekerja melainkan untuk

perusahaan/industri.


(61)

efisiensi penggunaan sumber-sumber input. Berkaitan dengan maksud dan tujuan ini, maka analisa ergonomi, studi

gerak dan waktu akan memainkan peran yang penting dalam upaya peningkatan produktivitas kerja. Agar

produktivitas kerja bisa meningkat, perlu diupayakan proses produksi bisa memberikan kontribusi sepenuhnya

terhadap kegiatan produktif yang berkaitan dengan nilai tambah.

Faktor-faktor yang mempengaruhi usaha peningkatan produktivitas ada dua yaitu:

1. Faktor teknis, yaitu faktor yang berhubungan dengan pemakaian dan penerapan fasilitas produksi secara lebih baik,

metode penerapan kerja yang lebih baik, penerapan kerja yang lebih efisien dan efektif, dan atau penggunaan

bahan baku yang lebih ekonomis.

2. Faktor manusia, yaitu faktor yang mempunyai pengaruh terhadap usaha-usaha yang dilakukan manusia di dalam

menyelesaikan pekerjaan yang menjadi tugas dan tanggung jawabnya. Disini ada dua hal pokok yang menentukan,

yaitu kemampuan kerja dari pekerja tesebut dan yang lain adalah motivasi kerja yang merupakan pendorong ke

arah kemajuan dan peningkatan prestasi kerja seseorang.

Banyak yang dilakukan manusia dalam usahanya untuk meningkatakan produktivitas. Kemajuan

teknologi akhirnya banyak mengakibatkan tergesernya tenaga manusia untuk diganti menjadi tenaga mesin.

Perbaikan dan kemajuan teknologi memang akan banyak mendorong usaha peningkatan produktivitas, meskipun

pada saat lain hal ini justru berakibat buruk pada segi manusia sebagai pelaksana kerjanya. Produktivitas yang

diharapkan naik justeru turun.

Mekanisasi atau otomatisasi adalah suatu ancaman yang harus dipertimbangkan baik-baik sebab

dengan ini pekerja akan selalu dibayangi ketakutan akan kehilangan pekerjaannya untuk kemudian digantikan oleh

mesin. Jelas disadari bahwa usaha-usaha untuk meningkatkan produktivitas tidaklah selalu harus dilaksanakan lewat

pengembangan ataupun dari perbaikan teknologi daripaada mesin atau fasilitas produksi lainnya. Banyak usaha

telah dikembangkan justru ke arah yang lain, yaitu ke arah manusia sebagai pelaksana kerja.

Penekanan pada faktor manusia sebagai sumber penentu untuk kenaikan produktivitas dalam kondisi tertentu

haruslah mendapatkan prioritas yang lebih tinggi dibandingkan faktor-faktor teknis. Disini haruslah diusahakan

untuk mengeliminir pemakaian dan penerapan teknologi yang lebih berorientasi pada proses mekanisasi dan

otomatisasi.

Manusia bukanlah barang mati seperti halnya mesin atau fasilitas produksi lainnya. Kerja dari mesin dapat program sesuai dengan spesifikasi dan kemampuan teknis yang dimiliki. Manusia bukanlah mesin yang dapat diatur dan diprogram. Dalam diri manusia akan dapat dijumpai variabel baik yang nyata


(62)

terlihat atau tidak yang mempengaruhi segala bentuk kerja dan aktivitasnya yang akan membuat salah duga terhadap apa-apa yang diprogramkan untuknya dan harus dilaksanakan. Untuk itu didalam mengelola sumber daya manusia yang ada dan dimiliki, maka pendekatan yang lebih bersifat manusiawi perlu diperhatikan agar lebih bisa diharapkan adanya tingkat produktivitas yang lebih tinggi lagi.

3.5. Pengukuran Waktu dengan Stop Watch5

Pengukuran waktu dengan jam henti (stop watch) pertama kali diperkenalkan oleh Frederick W. Taylor sekitar abad 19 yang lalu. Metode ini terutama baik sekali diaplikasikan untuk pekerjaan-pekerjaan yang berlangsung singkat dan berulang-ulang

(repetitive). Dari hasil pengukuran maka akan diperoleh waktu baku untuk

menyelesaikan suatu siklus pekerjaan, yang mana waktu ini akan dipergunakan sebagai standar penyelesaian pekerjaan bagi semua pekerja yang akan melaksanakan pekerjaan yang sama seperti itu. Secara garis besar langkah-langkah untuk pelaksanaan pengukuran waktu kerja dengan jam henti ini dapat diuraikan sebagai berikut:

1. Defenisi pekerjaan yang akan diteliti untuk diukur waktunya dan beritahukan maksud dan tujuan pengukuran ini kepada pekerja yang dipilih untuk diamati dan supervisor yang ada.


(63)

2. Catat semua informasi yang berkaitan erat dengan penyelesaian pekerjaan, seperti layout, karakteristik/spesifikasi mesin atau peralatan kerja lain yang digunakan dan lain-lain.

3. Bagi operasi kerja dalam elemen-elemen kerja sedetail-detailnya tapi masih dalam batas-batas kemudahan untuk pengukuran waktunya.

4. Amati, ukur dan catat waktu yang dibutuhkan oleh operator untuk menyelesaikan elemen-elemen kerja tersebut.

5. Tetapkan jumlah siklus kerja yang harus diukur dan dicatat. Teliti apakah jumlah siklus kerja yang dilaksanakan ini sudah memenuhi syarat atau tidak, uji pula keseragaman data yang diperoleh.

6. Tetapkan rate of performance dari operator saat melaksanakan aktivitas kerja yang diukur dan dicatat waktunya tersebut. Rate of performance ini ditetapkan untuk setiap elemen kerja yang ada dan hanya ditujukan untuk performance

operator. Untuk elemen kerja yang secara penuh dilakukan oleh mesin maka

performance dianggap normal (100%).

7. Sesuaikan waktu pengamatan berdasarkan performance yang ditunjukkan oleh operator tersebut sehingga akhirnya akan diperoleh waktu kerja normal.

8. Tetapkan waktu longgar (allowance time) guna memberikan fleksibilitas. Waktu longgar yang akan diberikan ini guna menghadapi kondisi-kondisi seperti kebutuhan-kebutuhan personil yanga bersifat pribadi, faktor kelelahan, keterlambatan material dan lain-lainnya.

9. Tetapkan waktu kerja baku (Standard Time) yaitu jumlah total antara waktu normal dan waktu longgar.


(64)

Berdasarkan langkah-langkah terlihat bahwa pengukuran waktu dengan jam henti ini merupakan cara pengukuran yang objektif karena disini waktu ditetapkan berdasarkan fakta yang terjadi dan tidak cuma sekedar diestimasi secara subjektif. Disini juga akan berlaku asumsi-asumsi dasar sebagai berikut: 1. Metoda dan fasilitas untuk menyelesaikan pekerjaan harus sama dan dibakukan

terlebih dahulu sebelum kita mengaplikasikan waktu baku ini dengan pekerjaan yang serupa.

2. Operator harus memahami benar prosedur dan metoda pelaksanaan kerja sebelum dilakukan pengukuran kerja. Operator-operator yang akan dibebani dengan waktu baku ini diasumsikan memiliki tingkat keterampilan dan kemampuan yang sama dan sesuai untuk pekerjaan tersebut. Untuk ini persyaratan mutlak pada waktu memlih operator yang akan dianalisa waktu kerjanya benar-benar memiliki tingkat kemampuan yang rata-rata.

3. Kondisi lingkungan fisik pekerjaan juga relatif tidak jauh berbeda dengan kondisi fisik pada saat pengukuran kerja dilakukan.

4. Performance kerja mampu dikendalikan pada tingkat yang sesuai untuk seluruh periode kerja yang ada.


(65)

Peta kerja adalah suatu alat yang menggambarkan kegiatan kerja secara sistematis dan jelas. Dengan menggunakan peta-peta kerja ini dapat dilihat semua langkah atau kejadian yang dialami oleh benda kerja dari mulai masuk ke pabrik yang berbentuk bahan baku, kemudian menggambarkan semua langkah yang dialaminya, seperti : transportasi, operasi, pemeriksaan dan perakitan, sampai akhirnya menjadi produk jadi, baik produk lengkap atau produk setengah jadi. Dengan menggunakan peta kerja ini, maka pekerjaan dalam usaha memperbaiki metode kerja dari suatu proses produksi akan lebih mudah dilaksanakan. Perbaikan tersebut ditujukan untuk mengurangi biaya produksi secara keseluruhan. Jadi dengan demikian peta kerja ini merupakan alat yang baik untuk menganalisa suatu pekerjaan sehingga akan mudah untuk menganalisa dan memperbaiki kesalahan dan akan sangat bermanfaat dalam perencanaan sistem kerja.

3.6.1. Jenis-jenis Peta Kerja

Peta-peta kerja pada dasarnya dibagi atas dua kelompok besar berdasarkan kegiatannya, yaitu:

1. Peta-peta kerja untuk menganalisa kegiatan kerja keseluruhan Yang termasuk peta kerja keseluruhan yaitu:

a. Peta Proses Operasi (Operation Process Chart) b. Peta Aliran Proses (Flow Process Chart)

c. Peta Proses Perakitan (Assembly Process Chart) d. Peta Proses Kelompok Kerja (Gang Process Chart) e. Diagram Aliran (Flow Diagram)


(66)

2. Peta-peta kerja untuk menganalisa kegiatan kerja setempat Yang termasuk peta kerja setempat yaitu :

a. Peta Pekerja dan Mesin (Man-Machine Chart) b. Peta Tangan Kiri dan Tangan Kanan

Suatu kegiatan disebut kegiatan kerja keseluruhan apabila kegiatan tersebut melibatkan sebagian besar atau semua fasilitas yang diperlukan untuk membuat produk yang bersangkutan. Sedangkan suatu kegiatan disebut kegiatan kerja setempat apabila kegiatan tersebut terjadi dalam suatu stasiun kerja yang biasanya melibatkan orang dan fasilitas dalam jumlah terbatas.

3.6.2. Peta Proses Operasi (Operation Process Chart)

Peta proses operasi merupakan suatu diagram yang menggambarkan langkah-langkah proses yang akan dialami bahan baku mengenai urutan-urutan operasi dan pemeriksaan, mulai dari awal sampai menjadi produk jadi utuh maupun sebagai komponen, dan juga memuat informasi-informasi yang diperlukan untuk analisa lebih lanjut, seperti waktu yang dihabiskan, material yang digunakan, dan tempat atau alat atau mesin yang dipakai.

Kegunaan peta proses operasi antara lain:

1. Bisa mengetahui kebutuhan akan mesin dan penganggarannya 2. Bisa memperkirakan kebutuhan akan bahan baku


(67)

Prinsip-prinsip pembuatan peta proses operasi adalah sebagai berikut: 1. Pertama-tama pada baris paling atas dinyatakan kepalanya “Peta Proses Operasi”

yang diikuti oleh identifikasi lain, seperti: nama objek, nama pembuat peta, tanggal dipetakan, cara lama atau cara sekarang, nomor peta dan nomor gambar.

2. Material yang akan diproses diletakkan di atas garis horizontal, yang menunjukkan bahwa material tersebut masuk ke dalam proses.

3. Lambang-lambang ditempatkan dalam arah vertikal, yang menunjukkan terjadinya perubahan proses.

4. Penomoran terhadap suatu kegiatan operasi diberikan secara berurutan sesuai dengan urutan operasi yang dibutuhkan untuk pembuatan produk tersebut atau sesuai dengan proses yang terjadi.

5. Penomoran terhadap suatu kegiatan pemeriksaan diberikan secara tersendiri dan prinsipnya sama dengan penomoran untuk kegiatan operasi.

3.6.3 Peta Aliran Proses (Flow Process Chart)

Peta aliran proses adalah suatu diagram yang menunjukkan urutan-urutan dari operasi, pemeriksaan, transportasi, menunggu dan penyimpanan yang terjadi selama suatu proses atau prosedur berlangsung, serta memuat informasi-informasi yang diperlukan untuk menganalisa seperti waktu yang dibutuhkan dan jarak perpindahan. Waktu biasanya dinyatakan dalam bentuk jam dan jarak perpindahan biasanya dinyatakan dalam meter.


(68)

Perbedaan peta aliran proses dan peta proses operasi adalah sebagai berikut:

1. Peta aliran proses memperlihatkan semua aktivitas-aktivitas dasar, termasuk transportasi, menunggu dan menyimpan. Sedangkan pada peta proses operasi terbatas pada operasi dan pemeriksaannya,

2. Pada aliran proses menganalisa setiap komponen yang diproses secara lebih lengkap dibanding peta proses operasi. Peta proses operasi hanya menggambarkan dan digunakan untuk menganalisa salah satu komponen dari produk yang dirakit.

Peta aliran proses dibagi menjadi dua macam, yaitu: 1. Peta aliran proses tipe bahan

2. Peta aliran proses tipe orang

Peta Aliran Proses tipe bahan ialah peta yang menggambarkan kejadian yang dialami bahan (bisa merupakan salah satu bagian dari produk jadi) dalam suatu proses atau prosedur operasi. Peta aliran proses tipe orang adalah peta yang menggambarkan aktivitas orang dalam kegiatan produsi maupun aktivitas pelayanan. Bila lima orang pekerja terlibat dalam suatu kegiatan dan akan dibagi peran setiap orang, maka diperlukan lima buah peta aliran proses tipe orang.

Peta Aliran Proses tipe orang pada dasarnya bisa dibagi menjadi 2 bagian, yaitu:

1. Peta Aliran Proses pekerja yang menggambarkan aliran kerja seorang operator. 2. Peta Aliran Proses pekerja yang menggambarkan aliran kerja sekelompok


(69)

Peta ini merupakan gambar simbolis dan sistematis dari suatu metode kerja yang dijalani oleh seseorang atau oleh sekelompok pekerja ketika pekerjaannya membutuhkan dia (mereka) untuk bergerak dari suatu tempat ke tempat lainnya.

3.6.4. Peta Tangan Kiri dan Tangan Kanan

Untuk mendapatkan gerakan-gerakan yang lebih terperinci, terutama unuk mengurangi gerakan-gerakan yang tidak perlu dan untuk mengatur gerakan sehingga diperoleh urutan yang terbaik, maka dilakukan studi gerakan. Peta tangan kiri dan tangan kanan yang merupakan suatu alat dari studi gerakan untuk menentukan gerakan-gerakan yang efisien, yaitu gerakan-gerakan yang memang diperlukan untuk melaksanakan suatu pekerjaan.

Peta tangan kiri dan tangan kanan berguna untuk memperbaiki suatu stasiun kerja. Sebagaimana peta-peta yang lain peta ini juga mempunyai kegunaan yang lebih khusus diantaranya :

1. Menyeimbangkan gerakan kedua tangan dan mengurangi kelelahan

2. Menghilangkan atau mengurangi gerakan-gerakan yang tidak efisien dan tidak produktif.

3. Sebagai alat untuk menganalisa tata letak stasiun kerja.

Prinsip-prinsip pembuatan peta tangan kiri dan tangan kanan adalah sebagai berikut:

1. Berbeda dengan peta-peta yang lain, untuk membuat peta ini lembaran kertas dibagi dalam tiga bagian ”kepala”, yaitu : bagian yang memuat bagan tentang stasiun kerja dan bagian-bagian “badan”.

2. Pada bagian kepala di baris paling atas ditulis “PETA TANGAN KIRI DAN TANGAN KANAN”. Setelah itu, menyertakan identifikasi-identifikasi lainnya, seperti : nama pekerjaan, nama departemen, nomor peta, cara sekarang atau usulan, nama pembuat peta dan tanggal yang dipetakan.

3. Pada bagian yang memuat bagan, digambarkan sketsa dari stasiun kerja yang memperlihatkan tempat alat-alat dan bahan.


(70)

4. Bagian bahan dibagi dalam dua pihak. Sebelah kiri kertas digunakan untuk menggambarkan kegiatan yang dilakukan tangan kiri dan sebaliknya, sebelah kanan kertas digunakan untuk menggambarkan kegiatan yang dilakukan tangan kanan pekerja.

3.7. Studi Gerakan 7

Bila diamati suatu pekerjaan yang sedang berlangsung, hal yang pasti terlihat adalah gerakan-gerakan yang membentuk kerja tersebut. Gerakan-gerakan yang dilakukan oleh pekerja adakalanya sudah tepat namun adakalanya pula seorang pekerja melakukan gerakan-gerakan yang tidak perlu.

Studi gerakan merupakan salah satu metode perancangan sistem kerja dengan cara melakukan proses analisis terhadap beberapa gerakan bagian badan dalam menyelesaikan pekerjaannya, menghilangkan gerakan yang tidak efektif yang pada akhirnya dapat menghemat waktu kerja maupun pemakaian fasilitas kerja yang tersedia untuk pekerjaan tersebut.

3.7.1 Therblig

Suatu pekerjaan yang utuh dapat diuraikan menjadi gerakan-gerakan dasar. Gerakan ini dikembangkan oleh Gilberth dan Lilian dan dikenal dengan nama

7


(71)

Therblig, yang terdiri dari 17 elemen gerakan dasar. Adapun ke 17 elemen gerakan tersebut, yaitu :

1. Mencari (Search)

Elemen gerakan mencari merupakan gerakan dasar dari pekerja untuk menemukan lokasi objek. Yang bekerja adalah mata. Mencari merupakan gerakan yang tidak efektif dan masih dapat dihindarkan.

2. Memilih (Select)

Memilih merupakan gerakan untuk menemukan suatu objek yang tercampur. Tangan dan mata merupakan dua bagian tubuh yang digunakan untuk melakukan gerakan ini. Gerakan memilih merupakan gerakan yang tidak efektif sehingga sedapat mungkin elemen gerakan ini dihilangkan.

3. Memegang (Grasp)

Therblig ini merupakan gerakan untuk memegang objek, biasanya didahului oleh gerakan menjangkau dan dilanjutkan dengan gerakan membawa. Elemen gerakan ini merupakan gerak yang efektif dari suatu pekerjaan.

4. Menjangkau (Reach)

Menjangkau adalah gerakan tangan berpindah tempat tanpa beban, baik gerakan mendekati maupun menjauhi objek. Gerakan ini biasanya didahului oleh gerakan melepas dan diikuti oleh gerakan memegang. Gerakan ini dimulai pada saat tangan mulai berpindah dan berakhir bila tangan sudah berhenti.

5. Membawa (Move)

Elemen gerak membawa juga merupakan gerak perpindahan tangan, hanya dalam gerakan ini tangan dalam keadaan terbebani. Gerakan membawa biasanya didahului oleh gerakan memegang dan dilanjutkan dengan gerakan melepas atau dapat juga oleh pengarahan (position).


(72)

Memegang untuk memakai adalah memegang tanpa menggerakkan objek yang dipegang tersebut. Perbedaan dengan memegang (Grasp) adalah pada perlakuan terhadap objek yang dipegang. Pada memegang, pemegangan dilanjutkan dengan gerak membawa, sedangkan memegang untuk memakai tidak demikian. Therblig ini merupakan gerakan yang tidak efektif.

7. Melepas (Release)

Elemen gerak melepas terjadi bila seorang pekerja melepaskan objek yang dipegangnya. Bila dibandingkan dengan therblig lainnya, gerakan melepas merupakan gerakan yang relatif lebih singkat. Elemen gerakan ini bermula pada saat pekerja mulai melepaskan tangannya dari objek dan berakhir bila seluruh jarinya sudah tidak menyentuh objek lagi.

8. Mengarahkan (Position)

Therblig ini merupakan gerakan mengarahkan suatu objek pada suatu lokasi tertentu. Mengarahkan biasanya didahului oleh gerakan membawa dan biasa diikuti oleh gerakan merakit (assembling ).

9. Mengarahkan Sementara (Pre Position)

Mengarahkan sementara merupakan elemen gerak mengarahkan pada suatu tempat sementara. Tujuan dari penempatan sementara ini adalah untuk memudahkan pemegangan apabila objek tersebut akan dipakai kembali.

10.Pemeriksaan (Inspection)

Therblig ini merupakan pekerjaan memeriksa objek untuk mengetahui apakah objek telah memenuhi syarat-syarat tertentu. Elemen ini dapat berupa gerakan melihat seperti untuk memeriksa warna, meraba seperti memeriksa kehalusan permukaan, mencium, mendengarkan dan kadang-kadang merasa dengan lidah.

11.Perakitan (Assemble)

Perakitan adalah gerakan untuk menggabungkan satu objek dengan objek yang lain sehingga menjadi satu kesatuan. Gerakan ini biasanya didahului oleh salah satu therblig membawa atau mengarahkan dan dilanjutkan dengan


(73)

Therblig ini merupakan kebalikan dari therblig perakitan. Elemen gerakan ini memisahkan satu kesatuan menjadi dua bagian atau lebih bagian objek. Gerakan lepas rakit biasanya didahului oleh memegang dan dilanjutkan dengan gerakan membawa atau biasanya juga dilanjutkan oleh melepas.

13.Memakai (Use)

Yang dimaksud memakai disini adalah bila salah satu tangan atau kedua-duanya dipakai untuk menggunakan alat. Lamanya waktu yang dipergunakan untuk gerak ini tergantung dari jenis pekerjaannya dan keterampilan dari pekerjanya.

14.Kelambatan yang tak terhindarkan (Unavoidable Delay)

Kelambatan yang dimaksudkan disini adalah kelambatan yang diakibatkan oleh hal-hal yang terjadi diluar kemampuan pengendalian pekerja. Hal ini timbul karena ketentuan cara kerja yang mengakibatkan satu tangan menganggur sedangkan tangan yang lainnya bekerja. Gangguan-gangguan yang terjadi seperti padamnya listrik, rusaknya alat-alat dan lain-lain menyebabkan juga kelambatan ini.

15.Kelambatan yang dapat dihindarkan (Avoidable Delay)

Kelambatan ini disebabkan oleh hal yang ditimbulkan sepanjang waktu kerja oleh pekerjanya baik disengaja maupun tidak disengaja. Misalnya pekerja yang sedang menderita sakit batuk.

16.Merencanakan (Plan)

Merencana merupakan proses mental dimana operator berpikir untuk menentukan tindakan yang akan diambil selanjutnya. Waktu untuk therblig ini lebih sering terjadi pada seorang pekerja baru.

17.Istirahat untuk menghindarkan fatique (Rest to Overcome Fatique)

Hal ini tidak terjadi pada setiap siklus kerja tetapi terjadi secara periodik. Waktu untuk memulihkan lagi kondisi badannya dari rasa fatique sebagai akibat kerja berbeda-beda, tidak saja karena jenis pekerjaannya tetapi juga oleh individu pekerjanya.


(74)

Nama Therblig Lambang Therblig

Mencari (Search) SH

Memilih (Select) ST

Memegang (Grasp) G

Menjangkau (Reach) Re

Membawa (Move) M

Memegang untuk memakai (Hold) H

Melepas (Release Load) Rl

Pengarahan (Position) P 9

Pengarahan sementara (Preposition) PP

Memeriksa (Inspection) I

Merakit (Assembly) A #

Lepas rakit (Disassembly) DA ≠

Memakai (Use) U U

Tabel 3.15. Lambang-Lambang Therblig (Lanjutan)

Nama Therblig Lambang Therblig

Kelambatan yang tak dapat dihindarkan (Unavoidable Delay)

Ud


(75)

Merencanakan (Plan) Pn β Istirahat untuk menghilangkan fatique (Rest to Overcome

Fatique)

R

3.7.2. Prinsip-Prinsip Ekonomi Gerakan

Di dalam perbaikan sistem kerja dengan menganalisa elemen-elemen kerja, tidak boleh melupakan prinsip-prinsip ekonomi gerakan. Sebab untuk mendapatkan hasil kerja yang baik, sistem kerja harus dirancang dengan memadukan gerakan-gerakan yang benar dan hemat tenaga (ekonomis). Prinsip gerakan tersebut disebut dengan ekonomi gerakan, dimana secara garis besar terdiri dari tiga kelompok yang berhubungan dengan :

1. Prinsip-Prinsip Ekonomi Gerakan Dihubungkan Dengan Tubuh Manusia Dan Gerakannya

a. Kedua tangan sebaiknya memulai dan mengakhiri gerakan pada saat yang sama.

b. Kedua tangan sebaiknya tidak menganggur pada saat yang sama kecuali pada waktu istirahat.

c. Gerakan kedua tangan akan lebih mudah jika satu terhadap lainnya simetris dan berlawanan arah.

d. Gerakan tangan atau badan sebaiknya dihemat, yaitu hanya menggerakkan tangan atau bagian badan yang diperlukan saja untuk melakukan pekerjaan dengan sebaik-baiknya.

e. Sebaiknya para pekerja dapat memanfaatkan momentum untuk membantu pekerjaannya, pemanfaatan ini timbul karena berkurangnya kerja otot dalam bekerja.

f. Gerakan yang patah-patah, banyak perubahan arah akan memperlambat gerakan tersebut.

g. Gerakan balistik akan lebih cepat, menyenangkan dan lebih teliti daripada gerakan yang dikendalikan.


(76)

h. Pekerjaan sebaiknya dirancang semudah-mudahnya dan jika memungkinkan irama kerja harus mengikuti irama yang alamiah bagi si pekerja.

i. Usahakan sesedikit mungkin gerakan mata.

2. Prinsip-Prinsip Ekonomi Gerakan Dihubungkan Dengan Pengaturan Tata Letak Tempat Kerja

a. Sebaiknya diusahakan agar badan dan peralatan mempunyai tempat yang tetap.

b. Tempatkan bahan-bahan dan peralatan di tempat yang mudah, cepat dan enak untuk dicapai.

c. Tempat penyimpanan bahan yang akan dikerjakan sebaiknya memanfaatkan prinsip gaya berat sehingga bahan yang akan dipakai selalu tersedia di tempat yang dekat untuk diambil.

d. Sebaiknya untuk menyalurkan objek yang sudah selesai, dirancang mekanisme yang baik.

e. Bahan-bahan dan peralatan sebaiknya ditempatkan sedemikian rupa sehingga gerakan-gerakan dapat dilakukan dengan urutan-urutan terbaik. f. Tinggi tempat kerja dan kursi sebaiknya sedemikian rupa sehingga

alternatif berdiri atu duduk dalam menghadapi pekerjaan merupakan suatu hal yang menyenangkan.

g. Tipe tinggi kursi harus sedemikian rupa sehingga yang mendudukinya bersikap (mempunyai postur) yang baik.

h. Tata letak peralatan dan pencahayaan sebaiknya diatur sedemikian rupa sehingga dapat membentuk kondisi yang baik untuk penglihatan.

3. Prinsip-Prinsip Ekonomi Gerakan Dihubungkan Dengan Perancangan Peralatan

a. Sebaiknya tangan dapat dibebaskan dari semua pekerjaan bila penggunaan dari perkakas pembantu atau alat yang dapat digerakkan dengan kaki dapat


(77)

b. Sebaiknya peralatan dirancang sedemikian agar mempunyai lebih dari satu kegunaan.

c. Peralatan sebaiknya dirancang sedemikian rupa sehingga memudahkan dalam pemegangan dan penyimpanan.

d. Bila setiap jari tangan melakukan gerakan sendiri-sendiri, misalnya seperti pekerjaan mengetik, beban yang didistribusikan pada jari harus sesuai dengan kekuatan masing-masing jari.

e. Roda tangan, palang dan peralatan yang sejenis dengan itu sebaiknya diatur sedemikian rupa sehingga beban dapat melayaninya dengan posisi yang baik, dan dengan tenaga yang minimum.


(1)

Adapun prinsip kerja dari fasilitas kerja usulan dapat dijelaskan sebagai berikut. Setelah operator melakukan proses penyablonan, maka operator tidak perlu lagi berjalan untuk menjemur kaos sablonan. Operator hanya perlu menggantungkan pakaian pada pengait rel yang sudah disediakan dengan jarak jangkau tangan 75,4cm. Kemudian menggeser rel penjemuran sehingga kaos berpindah ke posisi berikutnya. Hal dilakukan terus menerus sehingga semua baju selesai disablon dan dikeringkan.

Setelah dilakukan evaluasi terhadap hasil perancangan, maka terdapat perubahan antara metode kerja aktual dengan sistem kerja usulan. Pada aktivitas kerja aktual terdapat kegiatan berjalan dan membungkuk pada saat menyusun baju yang sudah disablon pada lantai. Sedangkan pada sistem kerja usulan tidak terdapat lagi aktivitas berjalan dan membungkuk. Perbandingan metode kerja aktual dan usulan dapat dilihat pada Tabel 6.1. berikut.

Tabel 6.1. Perbandingan Metode Kerja Aktual dan Usulan

Metode Kerja Aktual Metode Kerja Usulan Mengambil screen Mengambil screen

Meletakkan dan menekan diatas kaos Meletakkan dan menekan diatas kaos Mengambil kuas obat sablon Mengambil kuas obat sablon

Mengoleskan kedalam screen Mengoleskan kedalam screen Meletakkan kuas obat Meletakkan kuas obat Melepaskan screen dari kaos Melepaskan screen dari kaos

Mengangkat kaos Menggantungkan kaos ke rel penjemuran


(2)

Membawa ketempat penjemuran

Menggeser rel penjemuran hingga berpindah ke posisi berikutnya Menyusun di tempat penjemuran -

Kembali ke meja penyablonan -

Ditinjau dari waktu penyelesaian proses, dengan menggunakan rancangan baru maka akan menghilangkan beberapa kegiatan non produktif, sehingga waktu penyelesaiannya menjadi lebih singkat.

Ditinjau dari REBA, dengan menggunakan rancangan baru maka akan terdapat penurunan resiko cedera musculoskeletal pada operator. Hal ini dikarenakan perubahan metode kerja pada rancangan baru yang menyebabkan operator tidak lagi membungkuk pada saat bekerja. Adapun perbandingan nilai REBA antara kondisi kerja aktual dan usulan dapat dilihat pada tabel 6.2 di bawah ini.


(3)

BAB VII

KESIMPULAN DAN SARAN

7.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil pengolahan data dan analisis pemecahan masalah dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:

1. Berdasarkan perhitungan SNQ untuk mengetahui keluhan tubuh operator, diperoleh bahwasaya ada beberapa bagian tubuh yang dikategorikan sangat sakit (sebesar 17,86%), dan kategori sakit (sebesar (35,71%). Sedangkan sisanya kategori sedikit sakit (25%) dan tidak sakit (21,43%).

2. Perhitungan postur kerja dengan metode REBA diperoleh elemen gerakan yang paling tinggi skornya adalah aktivitas menyusun sablonan di tempat penjemuran (di atas lantai) dengan skor REBA 8.

3. Tindakan perbaikan pada stasiun penyablonan dilakukan dengan merancang alat bantu penjemuran. Alat bantu penjemuran terdiri atas tiang penjemuran, rel yang bisa digeser, dan pengait.

4. Kapasitas kaos yang dapat dijemur setelah dilakukan perbaikan adalah 300 buah. Hal ini jauh meningkat 200% dari yang semula hanya mampu menjemur sebanyak 67 buah.

5. Alat bantu penjemuran mampu menghilangkan kegiatan membungkuk dan menghilangkan jarak tempuh.

6. Dengan adanya usulan rancangan alat bantu, maka terdapat perubahan prosedur kerja baru dari hasil usulan penerapan perancangan.


(4)

7.2. Saran

Adapun saran yang dapat diberikan pada penelitian ini adalah:

1. Pengembangan rancangan alat bantu bagi peneliti-peneliti selanjutnya untuk proses penyablonan dan penjemuran agar lebih efektif dan efisien.

2. Penelitian yang akan dilakukan selanjutnya, sebaiknya disertakan analisis biaya agar dapat diketahui mengenai biaya produksi dari hasil rancangan. 3. Perusahaan mempertimbangkan usulan rancangan fasilitas kerja berupa rel

penjemuran untuk mengurangi aktivitas-aktivitas non produktif dan juga untuk mengurangi kelelahan operator ketika malakukan aktivitas penyablonan.


(5)

DAFTAR PUSTAKA

Nevile, Stanton. 2004. Hand Book Of Human Factor and Ergonomics Methods. NewYork: CRC Press

Sinulingga, Sukaria. Metode Penelitian. Medan: USU PRESS. 2011

Suma’mur, P.K. Keselamatan Kerja dan Pencegahan Kecelakaan. Jakarta: CV. Masagung. 1984.

Sutalaksana, I.Z, dkk. Teknik Tata Cara Kerja. Bandung: ITB. 1979.

Tarwaka, Solichul, dkk. Ergonomi untuk Keselamatan, Kesehatan Kerja dan Produktivitas. Denpasar: Universitas Udayana. 2004.

Wignjosoebroto, Sritomo. Ergonomi, Studi Gerakan dan Waktu. Surabaya: PT Guna Widya. 1995.


(6)

DAFTAR PUSTAKA

Nevile, Stanton. 2004. Hand Book Of Human Factor and Ergonomics Methods. NewYork: CRC Press

Sinulingga, Sukaria. Metode Penelitian. Medan: USU PRESS. 2011

Suma’mur, P.K. Keselamatan Kerja dan Pencegahan Kecelakaan. Jakarta: CV. Masagung. 1984.

Sutalaksana, I.Z, dkk. Teknik Tata Cara Kerja. Bandung: ITB. 1979.

Tarwaka, Solichul, dkk. Ergonomi untuk Keselamatan, Kesehatan Kerja dan Produktivitas. Denpasar: Universitas Udayana. 2004.

Wignjosoebroto, Sritomo. Ergonomi, Studi Gerakan dan Waktu. Surabaya: PT Guna Widya. 1995.