Pulmonary Atresia with Intact Ventricular Septum Kerangka Konsep Penelitian Definisi Operasional

b. Pulmonary Atresia with Intact Ventricular Septum

Saat duktus arteriosus menutup pada hari-hari pertama kehidupan, anak dengan Pulmonary Atresia with Intact Ventricular Septum mengalami sianosis. Jika tidak ditangani, kebanyakan kasus berakhir dengan kematian pada minggu awal kehidupan. Pemeriksaan fisik menunjukkan sianosis berat dan distress pernafasan. Suara jantung kedua terdengar kuat dan tunggal, seringnya tidak terdengar suara murmur, tetapi terkadang murmur sistolik atau yang berkelanjutan dapat terdengar setelah aliran darah duktus. Bernstein, 2007

c. Tricuspid Atresia

Sianosis terjadi segera setelah lahir dengan dengan penyebaran yang bergantung dengan derajat keterbatasan aliran darah pulmonal. Kebanyakan pasien mengalami murmur sistolik holosistolik di sepanjang tepi sternum kiri. Suara jantung kedua terdengar tunggal. Diagnosis dicurigai pada 85 pasien sebelum usia kehamilan 2 bulan. Pada pasien yang lebih tua didapati sianosis, polisitemia, cepat lelah, dan sesak nafas saat aktivitas berat kemungkinan sebagai hasil dari penekanan pada aliran darah pulmonal. Pasien dengan Tricuspid Atresia berisiko mengalami penutupan spontan VSD yang dapat terjadi secara cepat yang ditandai dengan sianosis. Bernstein, 2007

2.2.3. Deteksi Dini Gejala Klinis

Gejala yang menunjukkan adanya PJB termasuk: sesak napas dan kesulitan minum. Gejala- gejala tersebut biasanya tampak pada periode neonatus. Kelainan-kelainan non kardiak juga dapat menunjukkan gejala-gejala seperti tersebut di atas. Gejala-gejala yang mengarah ke PJB seperti adanya bising jantung, hepatomegali, sianosis, nadi femoralis yang teraba lemah tidak teraba, adalah juga gejala yang sering ditemukan di ruang bayi dan sering pula tidak berhubungan dengan abnormalitas pada jantung. Membedakan sianosis perifer dan sentral adalah bagian penting dalam menentukan PJB pada neonatus. Sianosis perifer berasal dari daerah dengan perfusi jaringan yang kurang baik,terbatas pada daerah ini, tidak pada daerah dengan perfusi baik. Sebaliknya sianosis sentral tampak pada daerah dengan perfusi jaringan yang baik, walaupun sering lebih jelas pada tempat dengan perfusi kurang baik.tempat atau daerah yang dapat dipercaya untuk menentukan adanya sianosis sentral adalah pada tempat dengan perfusi jaringan yang baik seperti pada lidah, dan dinding mukosa. Sianosis sentral pada jam-jam awal setelah lahir dapat timbul saat bayi normal menangis. Sianosis pada bayi tersebut disebabkan oleh pirau kanan ke kiri melalui foramen ovale dan atau duktus Universitas Sumatera Utara arteriosus. Kadar hemoglobin yang terlalu tinggi yang disertai dengan hiperveskositas dapat pula menyebabkan sianosis pada bayi normal. Rahman, 2008.

2.2. Perilaku Kesehatan

Perilaku dari pandangan biologis merupakan suatu kegiatan dan pandangan biologis merupakan suatu aktivitas seseorang yang bersangkutan. Jadi perilaku manusia pada hakikatnya adalah suatu aktivitas dari manusia itu sendiri. Oleh sebab itu, perilaku manusia itu mempunyai bentangan yang sangat luas, mencakup; berjalan, berbicara, bereaksi, berpakaian, dan lain sebagainya. Bahkan kegiatan internal internal activity seperti berpikir, persepsi dan emosi juga merupakan perilaku manusia Notoatmodjo, 2007. Perilaku dan gejala perilaku yang tampak pada kegiatan organisme tersebut dipengaruhi oleh faktor genetik keturunan dan lingkungan. Secara umum dapat dikatakan bahwa faktor genetik dan lingkungan itu merupakan faktor penentu dari perilaku mahkluk hidup termasuk perilaku manusia. Hereditas atau faktor keturunan adalah konsepsi dasar atau modal untuk perkembangan perilaku makhluk hidup itu untuk selanjutnya. Sedangkan lingkungan adalah kondisi atau lahan untuk perkembangan perilaku tersebut. Suatu mekanisme pertemuan antara kedua faktor dalam rangka terbentuknya perilaku disebut proses belajar learning process Notoatmodjo, 2007. Perilaku kesehatan pada dasarnya adalah suatu respons seseorang terhadap stimulus yang berkaitan dengan sakit dan penyakit, sistem pelayanan kesehatan, makanan, serta lingkungan. Batasan ini mempunyai dua unsur pokok, yakni respon dan stimulus atau perangsangan. Respon atau reaksi manusia, baik bersifat pasif pengetahuan, persepsi, dan sikap, maupun bersifat aktif perilaku nyata atau praktis. Sedangkan stimulus atau rangsangan di sini terdiri 4 unsur pokok, yakni: sakit dan penyakit, sistem pelayanan kesehatan dan lingkungan. Dengan lebih terperinci perilaku kesehatan itu mencakup: 1. Perilaku seseorang terhadap sakit dan penyakit, yaitu bagaimana manusia berespon, baik secara pasif mengetahui, bersikap, dan mempersepsi penyakit dan rasa sakit yang ada pada dirinya dan di luar dirinya, maupun aktif perilaku yang dilakukan sehubungan dengan penyakit dan sakit tersebut. 2. Perilaku terhadap sistem pelayanan kesehatan, adalah respon seseorang terhadap pelayanan kesehatan baik sistem pelayanan kesehatan modern maupun tradisional. Perilaku ini menyangkut respon terhadap fasilitas pelayanan, cara pelayanan, petugas kesehatan, dan obat-obatannya yang terwujud dalam pengetahuan, persepsi, sikap dan penggunaan fasilitas, petugas dan obat-obatan. Universitas Sumatera Utara 3. Perilaku terhadap makanan nutrition behavior, yakni respon seseorang terhadap makanan sebagai kebutuhan vital manusia perilaku ini meliputi pengetahuan, persepsi, sikap dan praktik kita terhadap makanan serta unsur-unsur yang terkandung di dalammnya zat gizi, pengolahan makanan, dan sebagainya sehubungan kebutuhan tubuh kita. 4. Perilaku terhadap lingkungan kesehatan environmental behavior, yakni respon seseorang terhadap lingkungan sebagai determinan kesehatan manusia. Lingkup perilaku ini seluas lingkup kesehatan lingkungan itu sendiri Notoatmodjo, 2007. Perilaku manusia itu sangat kompleks dan mempunyai ruang lingkup yang sangat luas. Dalam perkembangan selanjutnya oleh para ahli pendidikan, dan untuk kepentingan pengukuran hasil pendidikan, ketiga domain ini diukur dari: a. Pengetahuan peserta didik terhadap materi pendidikan yang diberikan knowledge b. Sikap atau tanggapan peserta didik terhadap materi pendidikan yang diberikan attitude c. Praktek atau perilaku yang dilakukan oleh peserta didik sehubungan dengan materi pendidikan yang diberikan practice Notoatmodjo, 2007.

2.2.1. Pengetahuan Knowledge

Pengetahuan adalah kecakapan mempertahankan dan memakai informasi, campuran pemahaman, pengalaman, ketajaman dan ketrampilan. Sifat pengetahuan bersandar pada cara berbeda akuisisi gagasan, persepsi, imajinasi, kenangan, pendapat, abstraksi dan berkeputusan. Kriteria pusat pengetahuan sekitar pengertian yang membolehkan membedakan di antara benar dan salah, seperti logika pemikiran deduktif dan metode ilmiah merumuskan dan menguji hipotesa. Tujuan puncak pengetahuan adalah kebenaran Badran, 1995. Pengetahuan merupakan hasil “tahu” dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indera manusia. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya perilaku seseorang overt behavior. Karena itu dari pengalaman dan penelitian ternyata perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng daripada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan. Pengetahuan yang dicakup dalam domain kognitif mempunyai 6 tingkat, yakni: Universitas Sumatera Utara 1. Tahu Know, diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali recall terhadap suatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang diterima. 2. Memahami Comprehension, diartikan sebagai suatu kemampuan menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui, dan dapat mengiterpretasikan materi tersebut secara benar. Orang yang telah paham terhadap objek atau materi harus dapat menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan, dan sebagainya terhadap objek yang dipelajari. 3. Aplikasi Application, diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada suatu kondisi ril sebenarnya. Aplikasi di sini dapat diartikan aplikasi atau penggunaan hukum- hukum, rumus, metode, prinsip, dan sebagainya dalam konteks atau situasi lain. 4. Analisis Analysis, adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih dalam satu struktur organisasi tersebut, dan masih ada kaitannya satu sama lain. Kemampuan analisis ini dapat dilihat dari penggunaan kata- kata kerja: dapat menggambarkan membuat bagan, membedakan, memisahkan, mengelompokkan, dan sebagainya. 5. Sintesis Synthesis, menunjukkan pada suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. Dengan kata lain sintesis itu suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi- formulasi yang ada. 6. Evaluasi Evaluation, berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian- penialain itu berdasarkan suatu kriteria yang ditentukan sendiri, atau menggunakan kriteria- kriteria yang telah ada Notoatmodjo, 2007. Lima puluh sembilan persen dari orangtua dengan benar bisa menyebutkan kelainan jantung anak mereka, tetapi hanya 29 bisa menunjukkan dengan diagram. Orangtua secara umum bisa mengenali sifat dan maksud pembedahan sebelumnya 83 benar dan intervensi 91 benar anak mereka, tetapi lebih tidak sering benar tentang maksud pemberian obat- obatan 45. Hanya sekitar 7 bisa menggambarkan akibat sampingan obat jantung yang tertulis dalam resep bagi anak mereka. Lima puluh sembilan persen mengerti maksud latihan fisik dan larangan. Walaupun sekitar separuh mengetahui keperluan untuk antibiotika pada kunjungan dokter gigi, hanya 27 mempunyai kesadaran bahaya bakteri endocarditis. Universitas Sumatera Utara Orangtua berpendidikan rata, pekerjaan, dan penyakit jantung kompleks di anak mereka berhubung secara positif dengan pengetahuan PJB. Orangtua anak dengan PJB mempunyai celah luas pengetahuan penting, dan bahwa pendekatan sampai keperluan pendidikan orangtua untuk menjadi kebutuhan Cheuk,2004. Tiga puluh persen dari orangtua dengan benar mengetahui jenis kelainan jantung bawaan anak mereka dan 21 dengan benar menunjukkan kelainan tersebut di atas diagram jantung. Hanya dua puluh tujuh persen dari semua orangtua sudah mendengar infective endocarditis IE. Analisis dengan banyak variasi oleh kemunduran logistik nampak bahwa diagnosis jantung, pencapaian kependidikan dan pekerjaan orangtua adalah penentu utama pengetahuan orangtua, sifat mereka dengan PJB. Nilai untuk pengetahuan orangtua menunjukkan bahwa 36 mempunyai pengetahuan baik lebih dari 60 dari jawaban benar sedangkan pengetahuan buruk ditemukan di 64 dari orangtua Mahdi, 2009. Orangtua anak dengan PJB yang kompleks mempunyai kesulitan memahami kondisi medis anak mereka dan kesulitan belajar bagaimana terbaik untuk memilihara mereka. Sayangnya banyak orangtua anak dengan PJB mempunyai rentang pengetahuan berarti. Hal itu mungkin karena ketidakmengertian atau kesulitan mengingat perintah penting. Banyak orangtua merasakan frustasi luar biasa kalau bayi atau anak mereka mempunyai kesulitan makan. Mereka tidak mengerti hubungan antara pemberian makanan dan masalah kondisi jantung. Mereka dengan kurang hati-hati mungkin melelahkan anak selama pemberian makanan atau kurang memperhitungkan pentingnya pemasukan kalori. Orangtua muka kadang-kadang menakutkan tugas memilihara anak mereka dengan PJB kompleks Kamm, 2006. Delapan puluh dua koma sembilan persen orangtua tidak paham bahwa perdarahan gusi merupakan resiko kesehatan serius pada anak dengan PJB. Sembilan puluh koma dua persen tidak sadar bahwa suatu perlakuan gigi bisa menyulitkan kondisi jantung anak mereka. Perlunya pendidikan kesehatan lisan bagi orangtua atau pengasuh dengan anak berPJB untuk mencegah situasi dimana mereka membahayakan anak mereka karena ketidaktahuan. Meskipun 92,7 dari orangtua mengetahui keuntungan penyikatan gigi; hanya 36,6 menjamin penyikatan teratur bagi anak mereka Agbelusi, 2005.

2.2.2. Sikap Attitude

Universitas Sumatera Utara Sikap merujuk pada kecenderungan untuk bereaksi di cara tertentu untuk situasi tertentu untuk melihat dan menterjemahkan peristiwa menurut kecenderungan tertentu atau mengorganisasi pendapat ke dalam struktur masuk akal dan berhubungan Badran, 1995. Sikap merupakan reaksi atau respon seseorang yang masih tertutup terhadap suatu stimulus atau objek. Sikap secara nyata menunjukkan konotasi adanya kesesuaian reaksi terhadap stimulus tertentu. Dalam kehidupan sehari- hari merupakan reaksi yang bersifat emosional terhadap stimulus sosial. Newcomb, salah seorang ahli psikologi sosial menyatakan bahwa sikap itu merupakan kesiapan atau kesediaan untuk bertindak, dan bukan merupakan pelaksana motif tertentu. Sikap belum merupakan suatu perilaku atau aktifitas, akan tetapi merupakan predisposisi perilaku atau perilaku. Lebih dapat dijelaskan lagi bahwa sikap merupakan reaksi terhadap objek di lingkungan tertentu sebagai penghayatan terhadap objek. Seperti halnya pengetahuan, sikap ini terdiri dari berbagai tingkatan, yakni: 1. Menerima Receiving, diartikan bahwa orang subjek mau dan memperhatikan stimulus yang diberikan objek. 2. Merespon Responding, memberikan jawaban apabila ditanya serta mengerjakan dan menyelesaikan tugas yang diberikan. Lepas jawaban dan pekerjaan itu benar atau salah adalah berarti orang menerima ide tersebut. 3. Menghargai Valuing, mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan terhadap suatu masalah. 4. Bertanggung jawab Responsible, bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya merupakan tingkat sikap yang paling tinggi Notoatmodjo, 2007. Saat seorang bayi didiagnosis dengan PJB, orangtua mengalami shock, ketidak percayaan, ketakutan, kemarahan, dan sering berlarut dalam kesedihan. Di tengah-tengah emosi ini mereka harus belajar memperhitungkan keperluan istimewa bayi mereka. Mempersiapkan orangtua dengan pengetahuan dan ketrampilan untuk memelihara bayi mereka selama waktu menegangkan ini memerlukan usaha tim ahli yang bisa menyediakan pengetahuan jelas, ringkas, dan komunikasi konsisten. Masing-masing orangtua akan menanggapi secara unik, dan tanggapan orangtua mungkin tak selaras atau sangat berlainan satu sama lain. Bapak mungkin merasakan keperluan untuk menjadi kuat bagi orang lain dan di proses menyembunyikan emosi dan keperluan mereka sendiri. Potensi untuk interaksi bayi dengan ibu terganggu, postpartum depresi risiko tinggi. Anjurkan baik orang-tua mengungkapkan perasaan mereka, saling berbagi keprihatinan mereka, dan mengenali ketakutan dan sumber tekanan Green, 2003. Universitas Sumatera Utara Kepuasaan terhadap pemberian informasi tentang kondisi anak dengan jantung bawaan ditunjukkan 95 oleh keluarga pasien. Sembilan puluh tujuh persen keluarga mempercayakan penanganan sepenuhnya kepada dokter. Ketidak perdulian orangtua tentang masalah anak mereka tidak bergantung pada keparahan ataupun kompleksitasnya tetapi lebih cenderung kurangnya pengetahuan dan kebanyakan persepsi yang salah tentang kondisi anak mereka. Diagnosis prenatal untuk mengetahui adanya PJB disetujui oleh 88 keluarga dan aborsi disetujui 40 keluarga. Keinginan untuk melakukan diagnosis awal sebelum kelahiran tidak berkaitan dengan kepercayaan atau agama. Penolakan aborsi sangat terkait dengan pertimbangan agama dan beberapa keluarga yang menolak aborsi berpendapat diagnosis awal untuk PJB pada anak hanya untuk mengetahui dan mempersiapkan diri. Ibu lebih banyak menetapkan perlakuan diagnosis prenatal ataupun perilaku aborsi dibanding bapak, namun tidak terdapat perbedaan pendapat yang sangat jelas. Beeri, 2001. Orangtua dengan anak penderita kelainan jantung bawaan memiliki kesadaran penuh terhadap masalah kesehatan yang dapat menjadi masalah serius bagi anak mereka. Mereka sadar bahwa flu, patah tulang lengan ataupun infeksi merupakan masalah serius bagi anak mereka. Sangat sedikit orangtua yang sadar bahwa gusi berdarah berbahaya bagi anak mereka dan hanya setengah orangtua yang sadar bahwa ekstraksi gigi merupakan masalah serius bagi anak mereka Saunders, 1997.

2.2.3. Praktik atau Perilaku practice

Praktik atau perilaku adalah suatu aplikasi peraturan dan pengetahuan yang menuju sebuah aksi berdasarkan suatu tatakrama yang etis. Praktik atau perilaku dalam kesehatan harus mempunyai persetujuan, dasar penelitian yang kompeten, dan memiliki keuntungan yang lebih besar daripda kerugian yang dihasilkan Badran, 1995. Suatu sikap belum otomatis terwujud dalam suatu perilaku overt behavior. Untuk terwujudnya sikap menjadi suatu perbuatan nyata diperlukan faktor pendukung atau suatu kondisi yang memungkinkan, antara lain fasilitas. Di samping faktor fasilitas juga diperlukan faktor dukungan support dari pihak lain. Tingkat-tingkat praktek: 1. Persepsi Perception, mengenal dan memilih berbagai objek sehubungan dengan perilaku yang akan diambil. 2. Respon Terpimpin Guided Respons, dapat melakukan sesuatu dengan urutan yang benar sesuai dengan contoh. Universitas Sumatera Utara 3. Mekanisme Mechanism, apabila seseorang telah dapat melakukan sesuatu dengan benar secara otomatis, atau suatu ide sudah merupakan suatu kebiasaan, maka ia sudah mencapai praktek tingkat tiga. 4. Adaptasi Adaptation, merupakan praktek yang sudah berkembang dengan baik. Artinya perilaku itu sudah dimodifikasinya sendiri tanpa mengurangi kebenaran perilakunya tersebut Notoatmodjo, 2007. Orangtua dengan anak PJB lebih sering terbangun pada malam hari karena kekhawatiran yang luar biasa tentang keadaan anak mereka. Perilaku terbangun dan tergesa- gesa menuju tempat tidur anak mereka yang menderita PJB diakibatkan rasa kecemasan yang berlebihan terhadap setiap suara yang terdengar pada malam hari dari daerah anak mereka tertidur. Kebanyakan orangtua menggunakan suatu alat pemantau gerakan yang akan membunyikan tanda bahaya untuk memantau keadaan anak mereka. Sering sekali muncul tanda bahaya yang palsu yang selalu direspon orangtua berakibat kurang tidur dan menyebabkan kegelisahan dan tekanan yang lebih dari sebelumnya. Mendapat tidur yang lebih nyenyak lebih penting dalam mengurangi tingkat kegelisahan dan tekanan, dan menolong orangtua memilihara anak mereka lebih efektif Kamm, 2006. Pemahaman orangtua terhadap PJB sangat kurang. Dua puluh enam persen orangtua tidak mampu memberikan alasan mengapa mereka memperbolehkan penanganan oleh tenaga profesional kesehatan dengan pengalaman yang sedikit tentang penyakit ini. Nilai pengetahuan ibu lebih tinggi dari bapak. Tujuh puluh tiga persen orangtua memberikan respon yang benar tentang kunjungan rutin ke dokter gigi, dan penggunaan antibiotik prophylaxis bukan hanya untuk pemeriksaan rutin tetapi untuk terapi Wray, 2004. Orangtua dengan anak penderita kelainan jantung bawaan mengalami kehilangan harapan dan perasaan ketidakamanan di masa depan. Adanya suatu kepercayaan klinis yang memandang bahwa sebaiknya anak meninggal di rumah dan sudah beberapa kejadian yang menghasilkan penderitaan luar biasa akibat kepercayaan ini. Banyak keluarga yang tidak memiliki dukungan dan bantuan yang memadai dari orangtua, saudara dekat dan teman untuk memberikan bantuan dan perhatian penuh 24 jam kepada anak dengan PJB untuk lebih dari beberapa hari. Sangat sedikit keluarga yang memiliki pengetahuan dan pengalaman untuk melakukan perawatan dan banyak melakukan kesalahan Emery, 1989. Universitas Sumatera Utara BAB 3 KERANGKA KONSEP PENELITIAN DAN DEFINISI OPERASIONAL

3.1. Kerangka Konsep Penelitian

Berdasarkan tujuan penelitian, maka kerangka konsep dalam penelitian ini adalah:

3.2. Definisi Operasional

1. Pengetahuan adalah hasil “tahu”, dan ini terjadi setelah orangtua melakukan pengindraan terhadap PJB anak mereka. Dengan memakai skala pengukuran menurut Hadi Pratomo dan Sudarti yaitu: baik, bila jawaban responden benar 75 dari total nilai angket pengetahuan. Sedang, bila jawaban responden benar antara 40-75 dari total nilai angket pengetahuan. Kurang, bila jawaban responden benar 40 dari total nilai angket pengetahuan Loren, 2010. Kategori: - pengetahuan baik total skor 4-5 - pengetahuan sedang total skor 2-3 - pengetahuan kurang total skor ≤ 1 2. Sikap adalah reaksi atau respon orangtua yang masih tertutup terhadap keadaan PJB anak mereka. Dengan memakai skala pengukuran menurut Hadi Pratomo dan Sudarti yaitu: baik, bila jawaban responden benar 75 dari total nilai angket sikap. Sedang, bila jawaban responden benar antara 40-75 dari total nilai angket sikap. Kurang, bila jawaban responden benar 40 dari total nilai angket sikap Loren, 2010. Kategori: - sikap baik total skor 4-5 Orangtua Pengetahuan Knowledge Sikap Attitude Perilaku Practice Penyakit Jantung Bawaan pada Anak Universitas Sumatera Utara - sikap sedang total skor 2-3 - sikap kurang total skor ≤ 1 3. Perilaku adalah suatu aplikasi orangtua yang menuju sebuah aksi berdasarkan PJB anak mereka Badran, 1995. Dengan memakai skala pengukuran menurut Hadi Pratomo dan Sudarti yaitu: baik, bila jawaban responden benar 75 dari total nilai angket perilaku atau perilaku. Sedang, bila jawaban responden benar antara 40-75 dari total nilai angket perilaku atau perilaku. Kurang, bila jawaban responden benar 40 dari total nilai angket perilaku atau perilaku Loren, 2010. Kategori: - perilaku baik total skor 4-5 - perilaku sedang total skor 2-3 - perilaku kurang total skor ≤ 1 4. Orangtua adalah wali yang bertanggung jawab atas anak baik memiliki hubungan sedarah ataupun sosial FAFSA,2006. 5. Anak adalah setiap manusia yang berusia kurang dari 18 tahun kecuali terdapat hukum tertentu yang berlaku terhadap anak tersebut, kedewasaan dicapai lebih awal UNICEF,1989. 6. Penyakit jantung bawaan adalah kelainan pada struktur jantung atau fungsi sirkulasi jantung yang dibawa dari lahir akibat gangguan atau kegagalan perkembangan stuktur jantung pada fase awal perkembangan janin Indriwanto, 2007. 7. Alat ukur: kuesioner, pertanyaan sebanyak 15 pertanyaan dengan 2 pilihan jawaban.  Jawaban yang benar diberi skor 1  Jawaban yang salah diberi skor 0 8. Skala pengukuran: ordinal baik, sedang dan kurang baik Universitas Sumatera Utara BAB 4 METODE PENELITIAN

4.1. Rancangan penelitian