BAB II KAJIAN LITERATUR
2.1. Pengembangan Wilayah Pedesaan
Wilayah pedesaan, menurut Wibberley, menunjukkan bagian suatu negeri yang memperlihatkan penggunaan tanah yang luas sebagai ciri penentu, baik pada waktu
sekarang maupun beberapa waktu yang lampau. Menurut Direktur Jenderal Pembangunan Masyarakat Desa, wilayah pedesaan mempunyai ciri-ciri sebagai
berikut 1 perbandingan tanah dengan manusia man and ratio yang besar; 2 lapangan kerja agraris; 3 hubungan penduduk yang akrab; dan 4 sifat yang
menurut tradisi tradisional. Penduduk pedesaan umumnya kurang materialistis dan kurang agresif dalam mencapai tujuannya, kurang lincah mobile serta lebih
mementingkan hubungan pribadi. Sebagian besar dari waktu penduduk pedesaan digunakan dalam keluarga, sehingga penduduk pedesaan itu disebut lebih kuat ikatan
keluarganya familitic daripada penduduk kota. Sering dikatakan bahwa penduduk pedesaan itu disebut hidup dalam dunia tertutup dimana pemikiran tradisional berlaku
dari generasi yang satu ke generasi selanjutnya hanya dengan masukan yang sedikit saja dari luar.
Pembangunan di wilayah pedesaan bermaksud untuk meningkatkan kesejahteraan penduduk di wilayah pedesaan. Pembangunan pedesaan di wilayah
pertanian bertekanan berat pada pembangunan pertanian. Pembangunan masyarakat desa di negara agraris umumnya bertujuan memajukan sektor pertanian dan
meningkatkan kesejahteraan pertanian. Dalam kehidupan ekonomi pertanian, wilayah
pedesaan memerlukan empat kegiatan ekonomi: a pertanian, peternakan, kehutanan, perikanan yang memproduksi hasilnya, b industri yang menghasilkan barang yang
digunakan sebagai masukan dalam pertanian, c industri untuk pengolahan hasil pertanian, d penyaluran hasil pertanian dan hasil industri pertanian kepada
konsumen. Oleh karena itu, fungsi wilayah pedesaan adalah memproduksi bahan makanan dan bahan mentah bagi industri, yang sebagian dapat diolah di tempat.
Kalau ditelusuri penyebab ekonomi dari ketidakmerataan di pedesaan dan perkotaan, ternyata karena cara ekonomi kapitalis dalam ruang, dimana industrialisasi
khusus menyebabkan konsentrasi investasi hanya di beberapa kawasan saja, untuk optimasi keuntungan, dan wilayah yang lain-lain sama sekali tidak terjamah oleh
industrialisasi itu. Akumulasi modal merupakan tenaga penggerak sistem kapitalis. Maka terbentuklah struktur dualistik dalam ekonomi ruang itu yang terdiri atas: 1
suatu pusat dari perkembangan yang cepat dan intensif, dan 2 suatu pinggiran, dimana kehidupan ekonominya kurang berhubungan dengan pusat itu. Hubungan
pusat metropolitan dan pinggiran yang berlawanan, berlaku untuk seluruh dunia, secara nasional bahkan di tiap perusahaan.
Dalam mengembangkan suatu wilayah, minimal ada tiga komponen wilayah yang perlu diperhatikan yaitu sumber daya alam, sumber daya manusia SDM dan
sumber daya buatan teknologi, yang selanjutnya sering disebut sebagai tiga pilar pengembangan wilayah. Pengembangan wilayah merupakan interaksi antara tiga pilar
tersebut. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar di bawah ini:
Sumber: Alkadri, Muchdie, Suhadjojo,2001:5
GAMBAR 2.1 HUBUNGAN ANTARA PENGEMBANGAN WILAYAH,
SUMBER DAYA ALAM, SUMBER DAYA MANUSIA DAN TEKNOLOGI
Suatu wilayah, yang mempunyai sumber daya alam yang cukup kaya dan sumber daya manusia yang mampu memanfaatkan dan mengembangkan teknologi,
akan cepat berkembang dibandingkan wilayah lainnya yang tidak cukup mempunyai sumber daya alam dan sumber daya manusia yang unggul. Diantara ketiga pilar
tersebut yang memegang peranan penting adalah sumber daya manusia, karena dengan segala kemampuannya akan mampu menggerakkan seluruh sumber daya yang
ada. Di samping itu sumber daya manusia mempunyai peran ganda dalam sebuah proses pembangunan, selain menjadi objek, sumber daya manusia juga merupakan
subjek pembangunan. Sebagai objek pembangunan, sumber daya manusia merupakan sasaran pembangunan untuk disejahterakan. Sedang sebagai subjek pembangunan,
sumber daya manusia berperan sebagai pelaku pembangunan
Sumber daya manusia
Sumber daya alam Teknologi
Pengembangan Wilayah Lingkungan Hidup
Lingkungan Hidup
Lingkungan Hidup
Clark de Fischer dalam Lincolin Arsyad 2003 menyatakan bahwa perkembangan wilayah ditandai dengan kenaikan pendapatan perkapita berbagai
wilayah pada berbagai waktu yang kemudian diiringi oleh adanya relokasi sumber daya dengan penurunan proporsi angkatan kerja dalam kegiatan sekunder konstruksi
dan manufaktur dan kemudian disusul dengan kenaikan proporsi angkatan tenaga kerja dalam sektor tersier transportasi dan komunikasi. Hal itu disebut juga
perkembangan wilayah dari dalam. North dalam Lincolin Arsyad 2003, perkembangan suatu wilayah ditentukan oleh suatu eksploitasi kemanfaatan alamiah
dan pertumbuhan basis ekspor wilayah yang bersangkutan dan selanjutnya dipengaruhi oleh tingkat permintaan ekstern dari wilayah-wilayah lain
perkembangan wilayah dari luar. Pendapatan yang diperoleh dari ekspor akan mengakibatkan berkembangnya kegiatan penduduk setempat, perpindahan modal dan
tenaga kerja serta keuntungan eksternal.
2.2. Pembangunan Pertanian