17
KAWASAN EKONOMI KHUSUS DAN STRATEGIS DI INDONESIA
manufaktur sebuah negara. Laporan tersebut juga menyebutkan bahwa tipe barang ekspor
yang diproduksi terdiversiikasi dari waktu ke waktu. Dilihat dari aspek ketenagakerjaan,
dampak dari KEK terhadap penyerapan tenaga kerja langsung direct employment tidak terlalu
berarti meskipun terkadang KEK mendorong penyerapan tenaga kerja tidak langsung
indirect employment.
Kesimpulan yang didapat dari pembangunan tenaga kerja berbeda-beda. Beberapa laporan
menjelaskan bahwa karena KEK menyediakan lapangan pekerjaan yang hanya membutuhkan
kemampuan dasar dan memberikan insentif kecil bagi perusahaan untuk meningkatkan
kemampuan mereka, maka KEK dianggap tidak memberikan kesempatan luas bagi tenaga kerja
untuk mengembangkan dirinya ILo, 2003. Di sisi lain, analis-analis lainnya mengklaim bahwa
limpahan spillover dari efek pengetahuan terlihat di industri yang intensif menggunakan
teknologi atau intensif pada nilai tambah dan di pasar tenaga kerja yang ketat tight labor
markets
Akinci Crittle, 2008. Terakhir, World Bank menyebutkan bahwa
sulit untuk mengevaluasi KEK dilihat dari aspek peningkatan industri industrial upgrading
dan transfer teknologi karena keterbatasan data. Beberapa kawasan sukses menciptakan
keterkaitan ke belakang backward linkages dengan industri lainnya di negara tersebut,
tetapi tidak bisa dikatakan berlaku pada kawasan lainnya. Meskipun begitu, keterkaitan
ke belakang backward linkages sangat mungkin untuk terjadi di sebuah negara yang
sudah memiliki kondisi industri yang kokoh, yang berarti tidak ada celah teknologi yang
menghubungkan antarkawasan Madani, 1999.
1.5. tantangan dan tren terBaru
Meskipun KEK jenis baru terus diperkenalkan ke seluruh dunia, kondisi perekonomian global
ketika awal mula KEK dibentuk sudah cukup berbeda dengan KEK yang masih eksis selama
gelombang pembangunan besar pertama. Perubahan-perubahan ini memiliki dampak
yang signiikan untuk negara-negara, seperti Indonesia, berencana untuk mengembangkan
zona baru ini pada tahun-tahun mendatang.
Jumlah negara-negara yang menerapkan KEK tumbuh pesat pada awal tahun 2000-
an, mencapai 130 negara pada tahun 2006, meningkat dari hanya 112 negara pada
tahun 2002 Singa-Boyenge, 2007. Dalam kurun waktu yang sama, China berhasil
melipatgandakan jumlah orang-orang yang dipekerjakan di Zona Pengolahan Ekspor yang
dimilikinya. Keberhasilan ini menjadikan China memiliki persentase kontribusi yang besar pada
pertumbuhan KEK di dunia.
Perbedaan yang perlu diperhatikan lainnya mengenai zona-zona yang dibangun dalam 15
tahun terakhir dengan adalah sejumlah besar porsi dari KEK tersebut dimiliki, dikembangkan,
dan dioperasikan secara pribadi. Pada tahun 2008, 62 KEK yang berlokasi di negara-negara
berkembang dikembangkan dan dioperasikan oleh pihak swasta Akinci Crittle, 2008.
Kerjasama Publik-Swasta di mana pemerintah berperan dalam menyediakan infrastruktur guna
menginsentif pihak swasta untuk berinvestasi dalam pembangunan KEK juga menjadi kian
populer. Kedua tren ini telah berhasil secara signiikan mengurangi biaya yang dibutuhkan oleh
pemerintah untuk membuat zona-zona baru.
Selanjutnya, dalam studi yang dilakukan pada tahun 2008, World Bank menemukan
bahwa zona yang dioperasikan oleh swasta memiliki kecenderungan keberhasilan yang
lebih tinggi dibandingkan dengan zona yang dioperasikan oleh pemerintah.
Pertumbuhan jumlah KEK di dunia telah mengurangi manfaat tambahan yang timbul
sebagai akibat dari penciptaan tiap zona baru. Kenyataan bahwa banyak negara memiliki
tujuan untuk meningkatkan ekspor mereka secara bersamaan telah memunculkan sebuah
fenomena yang disebut “fallacy of composition” yang mana, pertama, ketersediaan penawaran
dunia untuk ekspor melebihi permintaan dunia untuk impor terutama sejak banyak negara
mencoba untuk menjadi eksporter neto dan
18
kedua, pertumbuhan pada penawaran ekspor telah menurunkan harga barang ekspor yang
dijadikan tumpuan oleh negara-negara untuk meningkatkan
pertumbuhan ekonominya
Millberg Amengual, 2008. Perubahan ini diperparah dengan fakta bahwa, setelah krisis
keuangan 2008, impor dari Amerika dan Eropa mengalami
penurunan, mengindikasikan
bahwa kedua pasar ini tidak dapat lagi dijadikan tumpuan sebagai pendorong permintaan
global.
Hal ini kemudian diikuti dengan beberapa zona yang menerapkan model KEK yang
tradisional, yang mana berfokus secara khusus pada ekspor, untuk berpindah ke model KEK
yang memungkinkan mereka untuk melakukan ekspansi jenis-jenis kegiatan yang dilakukan
dalam
zona, sembari
menyempurnakan aktivitas-aktivitas bernilai tambah tinggi dalam
rantai produksi global. Namun, hal ini juga sering menyebabkan kegiatan-kegiatan dalam
zona tersebut semakin tidak padat karya dan berdampak pada penciptaan lapangan kerja.
Meskipun KEK yang
dibentuk pada
awal pembangunannya dapat dirancang untuk mengambil keuntungan dari kurang
dimanfaatkannya keunggulan
kompetitif sebuah negara, seperti biaya tenaga kerja
yang relatif rendah, dibawah ekspektasi kalau zona-zona baru ini hanya dapat mengambil
keuntungan jika mereka dapat menawarkan keunggulan kompetitif yang lebih besar daripada
yang sudah diberikan di tempat lainnya. Farole dan Akinchi juga menyampaikan bahwa hal
yang pada akhirnya menentukan berhasil atau tidaknya sebuah program pengembangan
KEK adalah relevansi program tersebut dalam konteks spesiik di mana mereka berada, serta
seberapa efektif program tersebut dirancang, diimplementasikan, serta dikelola secara
berkelanjutan.