Panitia Urusan Piutang Negara PUPN 1. Sejarah dan Perkembangan

29 C. Panitia Urusan Piutang Negara PUPN C.1. Sejarah dan Perkembangan Panitia Urusan piutang Negara PUPN yang dibentuk berdasarkan Undang- undang No. 49 Prp. Tahun 1960 adalah kelanjutan dari panitia Penyelesaian Piutang Negara. Pemerintah mulai menangani piutang negara secara serius pada tahun 1958 saat negara dalam keadaan bahaya dengan diterbitkannya Maklumat Bersama antara Kepala Staf Angkatan Darat KSAD selaku Penguasa Perang Pusat dengan Jaksa Agung Nomor: MKLPeperpu011958 tanggal 04 Januari 1958 yang antara lain memberikan maklumat kepada semua Penanggung Hutang kepada negara agar segera menyelesaikan semua kewajibannya dan apabila tidak mau melaksanakan maklumat tersebut akan dilakukan penyitaan terhadap barang jaminan dan atau harta kekayaan Penanggung Hutang kepada negara tersebut 9 Dibentuknya P3N yang diberi kewenangan untuk menyelesaikan piutang negara tanpa melalui jalur pengadilan tersebut mempunyai hasil yang dapat dirasakan sangat membantu negara dalam mengamankan keuangan negara. Dengan beralihnya keadaan negara dari situasi keadaan bahaya ke dalam keadaan perang sebagaimana ditetapkan dalam Undang-undang No. 79 Tahun 1957, keputusan KSAD Nomor: KptsPM0851957 kemudian diganti dengan Keputusan Penguasa Perang Pusat Nomor: KptsPeperpu02411958 . 10 9 S. Mantayborbir, SH., MH., dkk, loc.cit. 10 S. Mantayborbir, SH., MH., op.cit., Hal 31. . Universitas Sumatera Utara 30 Menjelang akhir tahun 1960 Penguasa Perang Pusat mengadakan rapat di Cipayung pada tanggal 25 dan 26 Oktober 1960 untuk melakukan evaluasi pelaksanaan tugas P3N. Yang diundang dalam rapat tersebut adalah para penguasa Perang Daerah, para wakil instansi-instansi pemerintahbadan-badan negara seperti Departemen Keuangan, Departemen Perindustrian, Departemen Perdagangan, Departemen Pertanian, Bank Indonesia, BNI, dan Dewan Pengawas Keuangan 11 Dalam rapat tersebut disampaikan tawaran kepada wakil-wakil departemen bahwa karena keadaan negara akan kembali pada tertib sipil, maka eksistensi P3N ditawarkan kepada para peserta apakah akan dilanjutkan atau dibubarkan. Dalam rapat tersebut para peserta mempunyai kesatuan pendapat bahwa P3n perlu diteruskan, perlu landasan hukum baru tugas dan kewenangan diperluas. Dalam rapat tersebut berhasil dibuat rancangan Perpu tentang PUPN untuk kemudian dilanjutkan kepada pemerintah. Pemerintah merasa urgensi penagihan piutang negara secara singkat dan efektif, khususnya terhadap para Penanggung Hutang yang “nakal” dan tindakannya terang-terangan merugikan negara, perlu terus dilanjutkan. Hal ini dengan pertimbangan bahwa P3N, dengan kewenangan khusus yang dimilikinya tanpa melalui prosedur yang diatur dalam Hir dan RBg, dirasa cukup berhasil melaksanakan tugasnya untuk melakukan penagihan terhadap para Penanggung Hutang yang “nakal” tersebut. Berdasarkan pertimbangan itu maka keberadaan sebuah panitia seperti P3N perlu tetap dipertahankan dan dilanjutkan dengan membentuk PUPN berdasarkab Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 49 Tahun 1960 tanggal 14 . 11 Ibid. Universitas Sumatera Utara 31 Desember 1960 yang karena Undang-undang No. 1 Tahun 1961 telah dijadikan Undang-undang No, 49 Prp.1960 12 PUPN adalah lembaga interdepartemental yang keanggotaannya berasal dari berbagai instansi departemen yang terkait dan berkompeten dalam upaya penyelamatan keuangan negara yang terdiri dari pejabat-pejabat di lingkungan sipil dan militer. Hal ini memang diperlukan guna mendukung kelancaran pelaksanaan tugas panitia ini . Dalam perkembangannya PUPN yang diatur dalam Undang-undang No. 49 Tahun 1960 dilengkapi dengan peraturan-peraturan lainnya untuk lebih memberikan kemudahan bagi PUPN dalam melaksanakan tugas-tugasnya. Peraturan-peraturan tersebut antara lain yaitu Keputusan presiden Republik Indonesia No. 11 Tahun 1976 tentang Panitia Urusan Piutang Negara dan Badan Urusan Piutang Negara jo. Keputusan Menteri Keuangan Nomor : 61KMK.082002 tentang Panitia Urusan piutang Negara. Berdasarkan ketentuan pasal 1 dan pasal 3 Undang-undang Nomor 49 Prp. Tahun 1960, PUPN dibentuk oleh Presiden ketika itu sebagai Menteri Pertama dan bertanggung jawab kepada Menteri Keuangan. 13 Penjelasan Pasal 2 Undang-undang Nomor 49 Prp. Tahun 1960 menyebutkan bahwa dimasukkannya unsur-unsur militer dalam PUPN dimaksudkan untuk . 12 Abdoel Bahar, loc.cit. 13 S. Mantayborbir, SH., MH., Aneka Hukum Perjanjian Sekitar Pengurusan Piutang Negara, Penerbit Pustaka Bangsa Press, Jakarta 2004, Hal 163. Universitas Sumatera Utara 32 pengamanan dan kelancaran pelaksanaan peraturan ini dan mengingat efek psikologisnya. Dari uraian penjelasan ini dapat kita cermati bahwa pemerintah memang sangat menaruh perhatian terhadap usaha penyelamatan keuangan negara dan karena itu dipandang perlu adanya suatu tekanan psikologis kepada Penanggung Hutang yang “nakal” sehingga bersungguh–sungguh untuk menyelesaikan hutangnya. Dalam Undang-undang Nomor 49 Prp. Tahun 1960 jo. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 61KMK.082002 jo. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 89 tahun 2006 tentang Panitia Urusan Piutang Negara, dalam Pasal 3 disebutkan PUPN terdiri dari PUPN Pusat dan PUPN cabang. PUPN pusat berkedudukan di Ibukota Negara dan PUPN cabang berkedudukan di Ibukota Provinsi, kecuali ditentukan lain oleh menteri keuangan. Dalam Pasal 4 disebutkan bahwa anggota PUPN baik di tingkat pusat maupun cabang berasal dari pejabat-pejabat Departemen Keuangan, pejabat-pejabat di lingkungan militer TNI dan Polri dari pejabat-pejabat pemerintah lainnya bila dianggap perlu 14 14 S. Mantayborbir, SH., MH., op.cit., Hal 35. . Pasal 4 Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 89 Tahun 2006 tanggal 26 Oktober 2006 tentang Panitia Urusan Piutang Negara menyebutkan susunan keanggotaan sebagai berikut : 1. Susunan Keanggotaan PUPN Pusat : a. Wakil dari Departemen Keuangan sebagai anggota; b. Wakil dari Kepolisian Republik Indonesia sebagai anggota; c. Wakil dari Kejaksaan Agung sebagai anggota. Universitas Sumatera Utara 33 Wakil dari Departemen Keuangan yang dimaksud di atas adalah Direktur Jenderal yang membidangi pengurusan Piutang Negara, Direktur di lingkungan Direktorat Jenderal yang membidangi pengurusan Piutang Negara, dan Kepala Biro Hukum. Sedangkan wakil dari Kepolisian Republik Indonesia yang dimaksud di atas adalah dijabat oleh Direktur II Ekonomi dan Khusus pada Badan Reserse dan Kriminal. Dan wakil dari Kejaksaan Agung yang dimaksud di atas adalah dijabat oleh Direktur Pemulihan dan Perlindungan Hak pada Jaksa Agung Muda Bidang Perdata dan Tata Usaha Negara. Ketua dan Sekretaris PUPN Pusat masing-masing dijabat oleh Direktur Jenderal dan Direktur. 2. Susunan Keanggotaan PUPN Cabang, terdiri dari : a. Wakil dari Departemen Keuangan sebagai anggota; b. Wakil dari Kepolisian Daerah sebagai anggota; c. Wakil dari Kejaksaan Tinggi sebagai anggota; d. Wakil dari Pemerintah Daerah sebagai anggota. Wakil dari Departemen Keuangan yang dimaksud di atas adalah Kepala Kantor Wilayah danatau Kepala Kantor Pelayanan yang menangani pengurusan Piutang Negara. Wakil dari Kepolisian Daerah, Kejaksaan Tinggi dan Pemerintah Daerah sebagaimana yang dimaksud di atas adalah masing – masing 1 satu orang yang diajukan oleh Kepala Kepolisian Daerah, Kepala Kejaksaan Tinggi dan Gubernur atau pejabat yang berwenang kepada Menteri Keuangan. Ketua dan Sekretaris PUPN Cabang dijabat oleh wakil dari Departemen Keuangan. Universitas Sumatera Utara 34 Ditingkat pusat keanggotaan PUPN Pusat diangkat dan diberhentikan dengan Keputusan Menteri Keuangan 15 . Dan ditingkat cabang pengangkatan dan pemberhentian keanggotaan PUPN Cabang ditetapkan oleh Ketua PUPN Pusat atas nama Menteri Keuangan 16 Berdasarkan Pasal 4 Undang-undang Nomor 49 Prp. Tahun 1960, disebutkan bahwa PUPN mempunyai tugas sebagai berikut . C.2. Tugas dan Wewenang PUPN 17 4. Melakukan pengawasan terhadap piutang-piutang kredit-kredit yang telah dikeluarkan oleh NegaraBadan-badan negara apakah kredit benar-benar dipergunakan sesuai dengan permohonan danatau syarat-syarat pemberian kredit dan menanyakan keterangan-keterangan yang berhubungan dengan ini kepada : 1. Mengurus piutang negara yang berdasarkan peraturan ini telah diserahkan pengurusannya kepadanya oleh Pemerintah atau Badan-badan yang dimaksud dalam Pasal 8 peraturan ini; 2. Piutang negara yang diserahkan sebagai tersebut dalam angka 1 di atas, adalah piutang yang adanya dan besarnya telah pasti menurut hukum, akan tetapi yang menanggung hutangnya tidak melunasinya sebagaimana mestinya; 3. Menyimpang dari ketentuan yang dimaksud dalam angka 1 di atas, mengurus piutang-piutang negara dengan tidak usah menunggu penyerahannya, apabila menurut pendapatnya ada cukup alasan yang kuat, bahwa piutang-piutang negara tersebut harus diurus. 15 Keputusan Menteri Keuangan Nomor 61KMK.082002, Pasal 13 ayat 1; 16 Op.cit., Pasal 14 ayat 1. 17 S. Mantayborbir, SH., MH., loc.cit. Universitas Sumatera Utara 35 bank-bank dengan menyimpang dari ketentuan-ketentuan dalam Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 23 Tahun 1960 tentang Rahasia Bank. Selanjutnya dalam Pasal 5 disebutkan bahwa PUPN dengan keputusan Menteri Keuangan kepada Panitia Urusan Piutang Negara dapat ditugaskan untuk bertindak selaku likuidatur dari suatu Badan Negara yang telah dilikuidir. Sedangkan dalam Pasal 2 Keputusan Presiden Nomor 11 Tahun 1976 disebutkan bahwa PUPN mempunyai tugas sebagai berikut : a. Membahas pengurusan piutang negara, yakni hutang kepada negara yang harus dibayar kepada instansi-instansi pemerintahBadan-badan usaha negara yang modal atau kekayaannya sebagian atau seluruhnya milik negara, baik di pusat maupun di daerah; b. Melakukan pengawasan terhadap piutang-piutang, kredit-kredit yang telah dikeluarkan oleh instansi-instansi Pemerintah Badan-badan usaha negara baik di pusat maupun di daerah. Dalam melaksanakan tugasnya kepada Ketua Panitia Urusan Piutang Negara diberikan kewenangan untuk : a. Menerima menolak mengembalikan Pengurusan Piutang Negara; b. Membuat Pernyataan Bersama; c. Menetapkan jumlah piutang negara; d. Mengeluarkan Surat Paksa; e. Mengeluarkan Surat Perintah Penyitaan; Universitas Sumatera Utara 36 f. Meminta Sita Persamaan; g. Mengeluarkan Surat Perintah Pengangkatan Penyitaan; h. Mengeluarkan Surat Perintah Penjualan Barang Sitaan; i. Menetapkan menolak penjualan barang jaminan; j. Menetapkan nilai limit lelang dan nilai pelepasan diluar lelang; k. Mengeluarkan pernyataan Pengurusan Piutang Negara Lunasselesai; l. Mengeluarkan Surat Penetapan Piutang untuk sementara belum dapat ditagih; m. Menyetujuimenolak penarikan kembali piutang negara; n. Mengeluarkan Surat Perintah Badan Paksa; o. Menetapkan kembali piutang untuk sementara belum dapat ditagih menjadi piutang aktif. Pelaksanaan keputusan yang merupakan kewenangan PUPN sebagaimana dimaksud di atas, dilaksanakan oleh Direktorat Jenderal Kekayaan Negara DJKN.

D. Hubungan DJKN dengan PUPN