Kerangka Teori dan Konsepsi

dalam pendekatan dan perumusan masalah yang sama, walaupun ada beberapa topik penelitian tentang persaingan usaha tidak sehat tapi jelas berbeda. Jadi penelitian ini adalah asli karena sesuai dengan asas-asas keilmuan yaitu jujur, rasional, obyektif dan terbuka. Sehingga penelitian ini dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya secara ilmiah dan terbuka atas masukan serta saran-saran yang membangun sehubungan dengan pendekatan dan perumusan masalah.

F. Kerangka Teori dan Konsepsi

1. Kerangka Teori Ketertiban adalah tujuan pokok dan pertama dari segala hukum. Kebutuhan terhadap ketertiban ini syarat pokok fundamental bagi adanya suatu masyarakat manusia yang teratur. Di samping ketertiban, tujuan lain dari hukum adalah tercapainya keadilan yang berbeda-beda isi dan ukurannya menurut masyarakat dan zamannya. Untuk mencapai ketertiban dalam masyarakat ini diperlukan adanya kepastian dalam pergaulan antar manusia dalam masyarakat”. Selain itu, teori yang menyatakan bahwa hukum sebagai sarana pembangunan dapat diartikan, bahwa hukum sebagai penyalur arah kegiatan manusia kearah yang dikehendaki oleh pembangunan atau pembaharuan. Teori ini dikemukakan oleh Roscoe Pound, yakni “Law as A Tool as Social Engineering” 43 . Dimana hukum harus 43 Roscoe Pound, “Social Control Through Law: Jural Postulets”, Cet.1, dikutip dalam Filsafat Hukum dari Program Pascasarjana Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Jakarta: Universitas Indonesia, 2001, hal. 578-579, dikutip dari Pound, Jurisprudence, Vol.3, hal.8-10, dikutip dari Stone, Human Law and Human Justice 1965, hal.280. Mangaratua Naibaho : Persekongkolan Tender Pengadaan BarangJasa Pemerintah Dalam Praktek Persaingan Usaha Tidak Sehat Di Kota Pematang Siantar Ditinjau Dari UU Nomor 5 Tahun 1999 Studi Kasus RSU Kota Pematang Siantar, 2009 USU Repository © 2008 diusahakan bersifat antisipatif, sehingga tidak menghambat laju perkembangan efisiensi ekonomi nasional, mewujudkan iklim usaha yang kondusif melalui pengaturan larangan praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat. Perkataan “putusan” yang berarti bahwa terhadap “putusan” pengadilan negeri dapat diajukan permohonan banding. 44 Keberatan adalah upaya hukum bagi pelaku usaha yang tidak menerima putusan KPPU. 45 Pelaku usaha mengajukan keberatan kepada pengadilan negeri, dan lembaga ini harus memeriksa keberatan yang diajukan oleh pelaku usaha. 46 Dalam pembahasan mengenai persekongkolan tender pengadaan barang jasa pemerintah dengan praktek persaingan usaha tidak sehat di Kota Pematang Siantar ditinjau dari Undang-undang No.5 Tahun 1999, teori utama yang digunakan adalah teori kedaulatan negara staats-souvereiniteit yang dikemukakan oleh Jean Boudin dan George Jellinek. Menurut teori kedaulatan negara, kekuasaan tertinggi ada pada negara dan negara mengatur kehidupan anggota masyarakatnya. Negara yang berdaulat melindungi anggota masyarakatnya terutama anggota masyarakat yang lemah. Pasal 33 Undang-undang Dasar 1945 merupakan ketentuan dasar yang mengatur tentang susunan perekonomian Indonesia. Dalam penjelasan pasal tersebut diuraikan ketentuan dasar mengenai demokrasi ekonomi Indonesia. Perekonomian 44 Retno Wulan Sutantio, Hukum Acara Perdata Dalam Teori dan Praktek,Cet.5, Bandung: Alumni, 1986, hal.113. 45 Lihat Pasal 1 angka 1 Peraturan Mahkamah Agung Nomor 3 Tahun 2005. 46 Lihat Pasal 44 ayat 2 dan Pasal 45 ayat 1 UU Nomor 5 Tahun 1999. Mangaratua Naibaho : Persekongkolan Tender Pengadaan BarangJasa Pemerintah Dalam Praktek Persaingan Usaha Tidak Sehat Di Kota Pematang Siantar Ditinjau Dari UU Nomor 5 Tahun 1999 Studi Kasus RSU Kota Pematang Siantar, 2009 USU Repository © 2008 disusun sebagai usaha bersama berdasarkan asas kekeluargaan yang bercorak kolektivistis dengan tidak mengabaikan prinsip hak individu. Menurut W. Friedman, maka corak tersebut merupakan penggabungan kedua tuntutan antara kolektivitasme dengan individualisme. Teori-teori pendukung untuk meneliti persekongkolan tender pengadaan barang jasa pemerintah dengan praktek persaingan usaha tidak sehat di Kota Pematang Siantar ditinjau dari Undang-undang No.5 Tahun 1999 adalah sebagai berikut: Teori Pengayoman dari Soedirman Kartohadiprodjo, yang menyatakan bahwa fungsi hukum adalah pengayoman. Hukum itu mengayomi anggota masyarakat. Hukum itu melindungi manusia secara aktif dan pasif. Teori Perlindungan yang dikemukakan oleh Telders, Vander Grinten dan Molengraaf, suatu norma baru dapat dianggap dilanggar, apabila suatu kepentingan yang dimaksudkan untuk dilindungi oleh norma itu dilanggar. Teori ini menjadi pegangan yang kuat untuk menolak suatu tuntutan dari seseorang yang merasa dirugikan kepentingannya oleh suatu perbuatan melanggar hukum. Secara umum, semua orang adalah sama kedudukannya dalam hukum, berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan. Hak perseorangan dilindungi oleh hukum. Hak perseorangan adalah relatif, sifat perseorangan dalam hukum perjanjian menimbulkan gejala-gejala hukum sebagai akibat hubungan hukum antara persoon dengan persoon lainnya. Konsep hukum dan teori hukum dalam sistem mendekatkan hukum pada permasalahan peran sekaligus fungsi hukum. Orang Mangaratua Naibaho : Persekongkolan Tender Pengadaan BarangJasa Pemerintah Dalam Praktek Persaingan Usaha Tidak Sehat Di Kota Pematang Siantar Ditinjau Dari UU Nomor 5 Tahun 1999 Studi Kasus RSU Kota Pematang Siantar, 2009 USU Repository © 2008 termasuk dalam pengertian kelembagaan dapat melakukan sesuatu kehendak melalui pemanfaatan hukum. 47 Dalam hubungan dengan aplikasi dari hukum monopoli, ada beberapa teori yuridis, yaitu sebagai berikut: 1 Teori Keseimbangan Balancing; 2 Teori Per Se; 3 Teori Rule of Reason; 4 Analisis Keluaran Output Analysis; 5 Analisis Kekuatan Pasar Market Power Analysis; 6 Doktrin Pembatasan Tambahan Ancillary Restraint; Untuk lebih jelasnya, berikut ini penjelasan terhadap masing-masing teori tersebut di atas, yaitu sebagai berikut: 48 1 Teori Keseimbangan Balancing; Teori keseimbangan ini lebih menitikberatkan kepada pertimbangan apakah tindakan yang dilakukan seseorang pelaku pasar lebih menjurus kepada pengebirian atau bahkan penghancuran persaingan pasar atau sebaliknya bahkan dapat lebih mempromosikan persaingan tersebut. Dalam memberikan penilaian tersebut, teori ini bahkan mempertimbangkan pula kepentingan ekonomi dan sosial termasuk kepentingan pihak pebisnis kecil, sehingga teori ini dijuluki 47 Dr. Mahfud MD, Pergulatan Politik dan Hukum di Indonesia, Jakarta: Gramedia, 1999, hal. 69., Lihat Buku Dr. Imam Kabul, M.Si, MH, Paradigma Pembangunan Hukum di Indonesia, Yogyakarta: Kurnia Kalam, 2005, hal. 7. 48 Fuady, Munir, S.H., M.H.,LL.M., Hukum Anti Monopoli, Menyongsong Era Persaingan Sehat, Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2003, hal. 46-49. Mangaratua Naibaho : Persekongkolan Tender Pengadaan BarangJasa Pemerintah Dalam Praktek Persaingan Usaha Tidak Sehat Di Kota Pematang Siantar Ditinjau Dari UU Nomor 5 Tahun 1999 Studi Kasus RSU Kota Pematang Siantar, 2009 USU Repository © 2008 sebagai teori kemasyarakatan populism. Di USA, kasus terkenal yang menerapkan teori ini adalah US v. Trans Missouri Association tahun 1897 dan kasus Chicago Board of Trade v. US tahun 1918. 2 Teori Per Se; Teori ini lebih menitikberatkan kepada struktur pasar tanpa terlalu memperhitungkan kepentingan ekonomi dan sosial yang lebih luas. Karena itu, pendekatan yang dilakukan oleh penganut-penganut teori ini adalah merupakan kaum structualist dengan paham structualismnya. Menurut teori ini, misalnya pertukaran informasi harga antara pihak kompetitor, bagaimanapun juga dianggap bertentangan dengan hukum anti monopoli. Di USA, teori ini banyak diterapkan semasa Mahkamah Agung Federalnya dipimpin oleh Earl Warren. Misalnya dalam kasus US v. Container Corp diputus dalam tahun 1969. 49 3 Teori Rule of Reason; Teori ini lebih luas dari teori Per Se. Teori ini lebih berorientasi kepada efisiensi ini berasal dari aliran Chicago, yakni aliran yang sangat berpegang kepada teori tentang harga. Teori ini diterapkan dengan menimbang-nimbang antara akibat negatif dari tindakan tertentu terhadap persaingan dengan keuntungan ekonomisnya. Di USA, teori ini banyak diterapkan semasa Chief Justice Warren Burger, misalnya dalam kasus pidana US v. US Gypsum Co. Yang diputus dalam tahun 1978. dalam hal 49 Ibid, hal.47 Mangaratua Naibaho : Persekongkolan Tender Pengadaan BarangJasa Pemerintah Dalam Praktek Persaingan Usaha Tidak Sehat Di Kota Pematang Siantar Ditinjau Dari UU Nomor 5 Tahun 1999 Studi Kasus RSU Kota Pematang Siantar, 2009 USU Repository © 2008 ini, pengadilan menyatakan bahwa pertukaran harga antar kompetitor tidak Per Se melanggar hukum anti monopoli, seperti dalam teori Per Se. Melainkan harus dibuktikan dulu apakah ada maksud atau pengetahuan dari pihak pelaku terhadap konsekuensi dari tindakannya itu terhadap persaingan pasar. Bahkan pengadilan mengatakan bahwa pertukaran informasi antar kompetitor tidak selamanya mempunyai efek anti kompetisi, malahan dalam hal tertentu, tindakan tersebut dapat lebih meningkatkan efisiensi dan persaingan pasar. 4 Analisis Keluaran Output Analysis; Analisis ini dilakukan dengan cara menganalisis apakah tindakan yang dilakukan oleh pelaku usaha, misalnya penetapan harga bersama price fixing dirancang atau mempunyai efek yang negatif terhadap persaingan pasar. Jadi, dalam hal ini, yang dilihat bukan penetapan harga bersama Per Se, melainkan yang dilihat adalah efeknya terhadap persaingan pasar. Dengan perkataan lain, analisis ini tidak melihat kepada teori Per Se, tetapi lebih bersandar kepada teori Rule of Reason. 5 Analisis Kekuatan Pasar Market Power Analysis; Analisis ini disebut juga dengan analisis struktural structural analysis merupakan suatu pendekatan dimana agar suatu tindakan dari pelaku pasar dapat dikatakan melanggar hukum anti monopoli, maka di samping analisis terhadap tindakan yang dilakukan itu, tetapi juga dilihat kepada kekuatan pasar atau struktur pasar. Mangaratua Naibaho : Persekongkolan Tender Pengadaan BarangJasa Pemerintah Dalam Praktek Persaingan Usaha Tidak Sehat Di Kota Pematang Siantar Ditinjau Dari UU Nomor 5 Tahun 1999 Studi Kasus RSU Kota Pematang Siantar, 2009 USU Repository © 2008 6 Doktrin Pembatasan Tambahan Ancillary Restraint; Teori ini mengajarkan kepada kita bahwa tidak semua monopoli atau pembatasan persaingan dapat dianggap bertentangan dengan hukum. Hanya perbuatan- perbuatan yang mempengaruhi persaingan secara langsung dan segera direct and immidiate yang dapat dianggap bertentangan dengan hukum. Apabila efeknya terhadap persaingan pasar terjadi secara tidak langsung atau hanya merupakan efek sampingan tambahan semata-mata, maka tindakan tersebut, sungguh pun mempunyai efek negatif terhadap persaingan pasar, tetap dianggap sebagai tidak bertentangan dengan hukum anti monopoli. Dengan kata lain, bahwa ancillary restraint mengikuti ajaran Rule of Reason, sementara naked restraint mengikuti aturan Per Se. Lebih jelasnya, doktrin ancillary restraint ini dapat dilukiskan dalam tabel berikut ini: 50 Tabel 1 : Tentang Doktrin Ancillary Direct Restraint Ancillary Restraint Restraint Unlawful Reasonable Lawful Restraint Unlawful Unreasonable Unlawful Sumber : Sullivan, E. Thomas, 1988 : 80 50 E. Thomas Sullivan, dan Jeffrey L. Harrison, Understanding Antitrust and its Economic Implications, New York, USA: Matthew Bender, 1988, hal. 80. Mangaratua Naibaho : Persekongkolan Tender Pengadaan BarangJasa Pemerintah Dalam Praktek Persaingan Usaha Tidak Sehat Di Kota Pematang Siantar Ditinjau Dari UU Nomor 5 Tahun 1999 Studi Kasus RSU Kota Pematang Siantar, 2009 USU Repository © 2008 2. Kerangka Konsepsi Guna menghindarkan perbedaan pengertian tentang istilah-istilah yang dipakai dalam penulisan ini, definisi operasional dari istilah-istilah tersebut adalah sebagai berikut: 4. Monopoli adalah penguasaan atas produksi dan atau pemasaran barang dan atau atas penggunaan jasa tertentu oleh satu pelaku usaha atau satu kelompok pelaku usaha. 51 5. Praktek monopoli adalah pemusatan kekuatan ekonomi oleh satu atau lebih pelaku usaha yang mengakibatkan dikuasainya produksi dan pemasaran barang atau jasa tertentu sehingga menimbulkan persaingan usaha tidak sehat dan dapat merugikan kepentingan umum. 52 6. Pelaku usaha adalah setiap orang perorangan atau badan usaha, baik yang berbentuk badan hukum atau bukan badan hukum yang didirikan dan berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum negara Republik Indonesia, baik sendiri maupun bersama-sama melalui perjanjian, menyelenggarakan berbagai kegiatan usaha dalam bidang ekonomi. 53 51 Pasal 1 angka 1 UU RI No.51999 tentang larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. 52 Pasal 1 angka 2 UU RI No.51999. tentang larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. 53 Pasal 1 angka 5 UU RI No.51999. tentang larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Mangaratua Naibaho : Persekongkolan Tender Pengadaan BarangJasa Pemerintah Dalam Praktek Persaingan Usaha Tidak Sehat Di Kota Pematang Siantar Ditinjau Dari UU Nomor 5 Tahun 1999 Studi Kasus RSU Kota Pematang Siantar, 2009 USU Repository © 2008 7. Pengadaan barang jasa pemerintah adalah kegiatan pengadaan barang jasa yang dibiayai dengan APBN APBD, baik yang dilaksanakan secara swakelola maupun oleh penyedia barangjasa. 54 8. Persaingan usaha tidak sehat adalah persaingan antar pelaku usaha dalam menjalankan kegiatan produksi atau pemasaran barang dan jasa yang dilakukan dengan cara tidak jujur atau melawan hukum atau menghambat persaingan usaha. 55 9. KPPU adalah komisi yang dibentuk untuk mengawasi pelaku usaha dalam menjalankan kegiatan usahanya agar tidak melakukan praktek monopoli atau persaingan usaha yang tidak sehat. 56 10. Pengadilan Negeri adalah pengadilan, sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku, ditempat kedudukan hukum usaha pelaku usaha. 57 11. Tender adalah tawaran mengajukan harga terbaik untuk membeli atau mendapatkan barangjasa, atau menyediakan barangjasa, atau melaksanakan suatu pekerjaan. 58 12. Pengguna barangJasa adalah kepala kantorsatuan kerjapemimpin proyekpemimpin bagian proyekpengguna Anggaran Daerahpejabat yang disamakan sebagai pemilik pekerjaan yang bertanggung jawab atas 54 Keppres No. 80 tahun 2003 pasal 1, angka 1 55 Pasal 1 angka 6 UU No.51999. 56 Lihat ketentuan Pasal 1 angka 18 UU Anti Monopoli 57 Lihat ketentuan Pasal 1 angka 19 UU Anti Monopoli 58 KPPU Pedoman tentang Larangan Persekongkolan dalam Tender berdasarkan UU No.5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Mangaratua Naibaho : Persekongkolan Tender Pengadaan BarangJasa Pemerintah Dalam Praktek Persaingan Usaha Tidak Sehat Di Kota Pematang Siantar Ditinjau Dari UU Nomor 5 Tahun 1999 Studi Kasus RSU Kota Pematang Siantar, 2009 USU Repository © 2008 pelaksanaan pengadaan barangjasa dalam lingkungan unit kerja proyek tertentu. 59 13. Penyedia barangjasa adalah badan usaha atau orang perseorangan yang kegiatan usahanya menyediakan baranglayanan jasa. 60 14. Pemilihan penyedia barangjasa adalah kegiatan untuk menetapkan penyedia barangjasa yang akan ditunjuk untuk melaksanakan pekerjaan. 61 15. Barang adalah benda dalam berbagai bentuk dan uraian, yang meliputi bahan baku, barang setengah jadi, barang jadiperalatan, yang spesifikasinya ditetapkan oleh pengguna barangjasa. 62 16. Jasa Pemborong adalah layanan pekerjaan pelaksanaan konstruksi atau wujud fisik lainnya yang perencanaan teknis dan spesifikasinya ditetapkan pengguna barangjasa dan proses serta pelaksanaannya diawasi oleh pengguna barangjasa. 63 17. Persekongkolan tender merupakan upaya untuk mengatur dan menentukan pemenang tender. Persekongkolan menjadi bentuk negatif dari kerja sama antara peserta tender dengan penyelenggara tender. Menurut KPPU, persekongkolan dapat dilakukan melalui, pertama, tindakan penyesuaian; kedua, membandingkan dokumen tender sebelum penyerahan, ketiga, 59 Keppres No. 80 Tahun 2003 Pasal 1 angka 2 60 Keppres No. 80 Tahun 2003 Pasal 1 angka 3 61 Keppres No. 80 Tahun 2003 Pasal 1 angka 10 62 Keppres No. 80 Tahun 2003 Pasal 1 angka 11 63 Keppres No. 80 Tahun 2003 Pasal 1 angka 12 Mangaratua Naibaho : Persekongkolan Tender Pengadaan BarangJasa Pemerintah Dalam Praktek Persaingan Usaha Tidak Sehat Di Kota Pematang Siantar Ditinjau Dari UU Nomor 5 Tahun 1999 Studi Kasus RSU Kota Pematang Siantar, 2009 USU Repository © 2008 menciptakan persaingan semu, dan keempat, menyetujui dan memfasilitasi danatau tidak menolak melakukan suatu tindakan. 64 Persekongkolan dalam tender dapat dibedakan pada tiga jenis, yaitu persekongkolan horizontal, persekongkolan vertikal, dan gabungan persekongkolan vertikal dan horizontal. Berikut penjelasan atas ketiga jenis persekongkolan tersebut: 65 1 Persekongkolan Horizontal Merupakan persekongkolan yang terjadi antara pelaku usaha atau penyedia barang dan jasa dengan sesama pelaku usaha atau penyedia barang dan jasa pesaingnya. Persekongkolan ini dapat dikategorikan sebagai persekongkolan dengan menciptakan persaingan semu di antara peserta tender. 2 Persekongkolan Vertikal Merupakan persekongkolan yang terjadi antara salah satu atau beberapa pelaku usaha atau penyedia barang dan jasa dengan panitia tender atau panitia lelang atau pengguna barang dan jasa atau pemilik atau pemberi pekerjaan. Persekongkolan ini dapat terjadi dalam bentuk dimana panitia tender atau panitia lelang pengguna barang dan jasa atau pemilik atau pemberi pekerjaan bekerjasama dengan salah satu atau beberapa peserta tender. 64 Yakub Adi Krisanto, SH., Jurnal Hukum Bisnis Volume 26-No.4, UU No.252007: Globalisasi Investasi, 2007, hal. 68. 65 Republik Indonesia, Komisi Pengawas Persaingan Usaha, Pedoman Pasal 22 tentang Larangan Persekongkolan dalam Tender, Berdasarkan UU No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, hal. 10-11. Mangaratua Naibaho : Persekongkolan Tender Pengadaan BarangJasa Pemerintah Dalam Praktek Persaingan Usaha Tidak Sehat Di Kota Pematang Siantar Ditinjau Dari UU Nomor 5 Tahun 1999 Studi Kasus RSU Kota Pematang Siantar, 2009 USU Repository © 2008 3 Persekongkolan Horizontal dan Vertikal Merupakan persekongkolan antara panitia tender atau panitia lelang atau pengguna barang dan jasa atau pemilik atau pemberi pekerjaan dengan pelaku usaha atau penyedia barang dan jasa. Persekongkolan ini dapat melibatkan dua atau tiga pihak yang terkait dalam proses tender. Salah satu bentuk persekongkolan ini adalah tender fiktif, melakukan suatu proses tender hanya secara administratif dan tertutup.

G. Metode Penelitian

Dokumen yang terkait

Strategi Buruh Dalam Mempertahankan Hidup (Studi kasus di PT.Putra Mandiri Kelurahan Bukit Sofa Kecamatan Siantar Sitalasari Kota Pematang Siantar)

0 44 128

Resistensi Supir Angkutan Kota Terhadap Relokasi Terminal Sukadame Kota Pematang Siantar (Study Deskriptif Pada Supir Angkutan Kota dan Dinas Perhubunghan Kota Pematang Siantar)

7 94 93

Praktek Persekongkolan Tidak Sehat Dalam Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah Dikaitkan Dengan Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 Tentang Pembeantasan Tindak Pidana Korupsi

4 90 101

Peranan Notaris Dalam Persekongkolan Tender Barang/Jasa Pemerintah Terkait Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli Dan Persaingan Usaha Tidak Sehat

6 47 130

Perkembangan Kota Pematang Siantar Pada Tahun 1960-1990

2 41 72

Persekongkolan Tender Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah Dalam Praktek Persaingan Usaha Tidak Sehat Di Kota Pematang Siantar Ditinjau Dari UU Nomor 5 Tahun 1999 (Studi Kasus RSU Kota Pematang Siantar)

2 83 190

Pengelengaraan Badan Penyelengara Jaminan Sosial (BPJS) Ditinjau Dari Hukum Persaingan Usaha (Studi UU No 5 Tahun 1999)

0 14 0

Resistensi Supir Angkutan Kota Terhadap Relokasi Terminal Sukadame Kota Pematang Siantar (Study Deskriptif Pada Supir Angkutan Kota dan Dinas Perhubunghan Kota Pematang Siantar)

0 1 10

Praktek Persekongkolan Tidak Sehat Dalam Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah Dikaitkan Dengan Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 Tentang Pembeantasan Tindak Pidana Korupsi

0 0 35

Tinjauan Yuridis Terhadap Divestasi Kapal Tanker VLCC PT.Pertamina Menurut UU No.5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli Dan Persaingan Usaha Tidak Sehat

0 1 160