Pengaruh TRIPs-WTO Terhadap Perlindungan Hukum Rahasia Dagang

bentuk undang-undang yang mengatur dan mengelompokkan Rahasia Dagang secara spesifik sebagai bagian dari HAKI sesuai dengan klasifikasi TRIPs.

C. Pengaruh TRIPs-WTO Terhadap Perlindungan Hukum Rahasia Dagang

Dalam Era Globalisasi Persetujuan TRIPs Trade Related Aspect of Intellectual Property Rights = Aspek aspek Perdagangan yang bertalian dengan Hak Milik Intelektual, merupakan salah satu issue dari 15 issues dalam persetujuan GATT General Agreement on Tarif and Trade yang mengatur masalah Hak Milik Intelektual secara global. Dokumen akhir Putaran Uruguay GATT disetujui pada 15 Desember 1993 dan diratifikasi pada 15April 1998 dari pukul 13.00 sampai pukul 17.30 waktu setempat di Marrakech, 321 km ke arah Barat dari kota Rabai Ibukota Maroko, Afrika Utara.Dokumen akhir Putaran Uruguay setebal lebih dari 500 halaman dengan lebih dari 28 kesepakatan perdagangan yang global telah ditandatangani oleh 125 negara termasuk Indonesia. Kesepakatan-kesepakatan dibidang perdagangan global dengan diikuti lahirnya WTO World Trade Organization itu ditutup secara resmi oleh Raja Hasan II dari Maroko tepat pada pukul 18.15. Secara umum persetujuan TRIPs berisikan norma-norma yuridis yang harus dipatuhi dan dilaksanakan di bidang HAKI, disamping pengaturan mengenai larangan melakukan perdagangan atas barang hasil pelanggaran HAKI tersebut. TRIPs bertujuan untuk melindungi dan menegakkan Hukum Hak Milik Intelektual guna mendorong timbulnya inovasi, pengalihan, serta penyebaran teknologi, diperolehnya manfaat bersama pembuat dan pemakai pengetahuan Himalay Taufan: Perlindungan Hukum Atas Rahasia Dagang, 2008. USU e-Repository © 2008 teknologi,dengan cara yang menciptakan kesejahteraan sosial dan ekonomi serta berkeseimbangan antara hak dan kewajiban Pasal 7 TRIPs. Indonesia sebagai salah satu negara berkembang mempunyai kepentingan spesifik untuk berperan serta secara aktif dalam perundingan Putaran Uruguay untuk mengakomodasi TRIPs dalam perangkat hukum nasional di bidang HAKI. Kepentingan spesifik tersebut adalah: 1. Pembangunan nasional secara menyeluruh merupakan tujuan utama Pemerintah Indonesia; 2. Di bidang ekonomi tujuan pembangunan hanya dapat tercapai bila Indonesia dapat mencapai dan mempertahankan laju pertumbuhan yang cukup tinggi dengan tingkat inflasi yang terkendali; 3. Dalam upaya untuk mencapai laju pertumbuhan yang cukup tinggi tersebut sektor luar negeri telah memegang peranan penting. Hal ini akan tetap berlaku pada tahun-tahun mendatang karena pasar dalam negeri dengan tingkat pendapatan nasional perkapita yang relatif masih terlalu rendah, tidak dapat menjadi motor pendorong laju pertumbuhan nasional yang cukup tinggi; 4. Berbeda dengan tahun 1970-an, dimana penghasilan dari sektor migas menjadi andalan dari program pembangunan, sejak tahun 1980-an Indonesia memusatkan perhatian terutama pada sektor non migas; 5. Agar ekspor non migas dapat terus berkembang dengan pesat, maka pemerintah telah mengambil serangkaian langkah-langkah deregulasi dan debirokrasi untuk meningkatkan efisiensi dalam bidang perekonomian. Program tersebut akan terus Himalay Taufan: Perlindungan Hukum Atas Rahasia Dagang, 2008. USU e-Repository © 2008 dilakukan karena kepentingan nasional menunjukkan bahwa langkah-langkah tersebut merupakan suatu hal yang strategis dan sangat tepat untuk mencapai tujuan pembangunan jangka panjang yang telah ditentukan oleh pihak Indonesia sendiri; 6. Diluar negeri upaya pengamanan ekspor non-migas tergantung pada keterbukaan pasar terjamin. Untuk mencapai tujuan tersebut, maka Indonesia bersama negara anggota lainnya berupaya untuk menjaga agar keterbukaan sistem perdagangan internasional yang hingga sekarang masih dapat dipertahankan melalui GATT dapat terjamin. Pembahasan konsekuensi persetujuan TRIPs bagi Indonesia tidak terlepas dari pembahasan posisi dan kebijaksanaan Indonesia menghadapi persetujuan TRIPs. Dalam pembahasan posisi dan kebijaksanaan Indonesia menghadapi persetujuan TRIPs, perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut di bawah ini: a. Pengaturan hal-hal yang baru dan belum ada peraturan perundang-undangan HAKI, serta pengaturan hal-hal tertentu dengan standar yang lebih tinggi dibandingkan standar yang dimiliki dalam peraturan perundang-undanga HAKI yang telah ada, bukanlah masalah yang sederhana. b. Dengan pengaturan standar yang relatif minimum sekarang inipun, masih harus diusahakan efektifitas pelaksanaanya melalui peningkatan administrasi pengelolaannya, pemasyarakatan penyebarluasan pemahamannya, termasuk di kalangan aparat penegak hukumnya. Himalay Taufan: Perlindungan Hukum Atas Rahasia Dagang, 2008. USU e-Repository © 2008 c. Masalah dengan begitu bukan sekedar menyesuaikan peraturan perundang- undangan HAKI. Selain kesiapan masyarakat dan aparatur, perlu juga dikaji seberapa jauh dampak penerapan pengaturan hal-hal yang baru dan ketentuan ketentuan yang berstandar tinggi tersebut tidak menimbulkan terutama masalah sosial dan ekonomi yang akhirnya akan menyulut kerawanan politik. d. Masa peralihan bagi Indonesia hanya berlangsung maksimal 5 tahun. Kalau persetujuan tersebut benar-benar akan berlaku efektif misalnya tanggal 1 januari 1995, maka segala persiapan baik pranata peraturan perundang-undangan yang harus disesuaikan, kesiapan administrasi, kesiapan masyarakat dan para aparat dalam memahami peraturan perundang-undangan yang baru, harus benar-benar selesai dan siap mulai tanggal l Januari 2000. Jangka waktu tersebut tidak lama untuk semua itu. e. Dampak dari ketidaksiapan tadi, sangat hebat pengaruhnya terhadap perekonomian nasional terutama dalam perdagangan intenasional. Setiap saat Indonesia harus siap untuk menghadapi panel dalam rangka mekanisme penyelesaian pertikaian. Dan kalau Kesalahan tersebut terbukti, serta kerugian ekonomifinansial yang diakibatkan dapat ditunjukkan, maka Indonesia harus selalu bersiap untuk menghadapi tindakan balasan terhadap komoditi ekspornya. Pemikiran tentang perlunya perlindungan hukum terhadap ide, gagasan yang berasal dari kreativitas manusia yang merupakan objek HAKI sebenarnya telah ada sejak abad ke-19. pada masa itu, perlindungan hukum berdasarkan hukum perdata dianggap kurang memadai, terlebih lagi dengan mulai berkembangnya kegiatan Himalay Taufan: Perlindungan Hukum Atas Rahasia Dagang, 2008. USU e-Repository © 2008 perdagangan internasional. Hal inilah yang selanjutnya melahirkan konsep tentang ketentuan perlindungan hukum terhadap objek HAKI yang bersifat internasional, tidak sahnya secara bilateral, melainkan juga secara globalmultilateral. Konvensi internasional pertama yang berkenaan dengan HAKI adalah Paris Conventation yang megatur Tentang Hak Milik Industrial pada tahun 1883, kemudian diikuti dengan Bern Convention yang mengatur tentang Hak Cipta pada tahun 1886. Selanjutnya, muncul keinginan negara-negara di dunia untuk membentuk suatu organisasai internasional untuk melindungi HAKI secara keseluruhan. Untuk itu diadakan konfrensi di Stockholm pada tahun 1967 untuk membentuk organisasi dunia untuk perlindungan HAKI, yaitu Convention establishing the world intellectual property WIPO. Organisasi inilah yang menjadi pengelola tunggal Paris Convention dan Bern Convention. Dalam konvensi pembentukan WIPO ini, Rahasia Dagang tidak secara tegas disebut sebagai salah satu bentuk HAKI. Namun oleh karena pelaksanaan enforcement perlindungan HAKI oleh WIPO dianggap kurang optimal serta memadai, tidak mampunya WIPO mensosialisasikan ketentuan hukum tentang HAKI yang seragam bagi negara-negara anggotanya, dan juga dianggap perlu untuk menambah bentuk HAKI lainnya, seperti computer programs, integrated circuits, reprography, broadcasting inovations, biotechnollogy, maka dalam perlindungan WTO-GATT selanjutnyalah dimasukkan agenda tentang HAKI. Dengan masuknya agenda HAKI melalui TRIPs dalam WTO- Himalay Taufan: Perlindungan Hukum Atas Rahasia Dagang, 2008. USU e-Repository © 2008 GATT, maka negara-negara maju merasa aman dalam menjalankan kegiatan perdagangannya karena adanya ketentuan yang seragam bagi negara-negara di dunia. GATT General Agreement On Tariff And Trade: perjanjian umum tentang tarif dan perdagangan, sebagai organisasi perdagangan internasional yang melindungi keseimbangan kepentingan antara negara-negara anggota dalam hubungan perdagangan internasional didirikan pada tahun 1946. GATT bertujuan untuk menciptakan suatu iklim perdagangan yang aman dan jelas bagi masyarakat bisnis agar tercipta perdagangan dunia yang bebas tanpa diskriminasi serta untuk menciptakan liberalisasi perdagangan dalam bidang penanaman modal, lapangan kerja, mencegah terjadinya perang dagang yang merugikan, dan lain-lain. 33 Akan tetapi dalam perkembangannya GATT telah mengalami berbagai macam revisi maupun perubahan mulai dari tahun 1948 hingga diselenggarakannya putaran Uruguay. Putaran Uruguay diadakan selama 7 tujuh tahun dan diakhiri dengan kesepakatan diterima naskah Final Act Uruguay Round pada tanggal 15 Desember 1993 yang mengakhiri perundingan Puturan Uruguay. Kemudian pada tanggal 15 April 1994 naskah persetujuan itu resmi ditandatangani di Marekesh, Maroko oleh 125 negara termasuk didalamnya Indonesia. Penandatanganan persetujuan Putaran Uruguay sangat bermanfaat karena terbuka peluang pasar internasional yang lebih luas, tersedianya mekanisme 33 Huala Adolf Dan Chandrawulan A, Masalah-Masalah Hukum Dalam Perdagangan Internasional, Jakarta; PT. Raja Grafindo Perkasa, 1994, hal 1. Himalay Taufan: Perlindungan Hukum Atas Rahasia Dagang, 2008. USU e-Repository © 2008 perlindungan multilateral bagi kepentingan nasional dalam perdagangan internasional. 34 Persetujuan Putaran Uruguay ini meliputi: 1. Pembentukan organisasi perdagangan dunia WTO sebagai pengganti sekretariat GATT yang akan mengadministrasikan dan mengawasi pelaksanaan persetujuan perdagangan serta menyelesaikan sengketa dagang diantara negara-negara anggota. 2. Penurunan tarif impor berbagai komoditas perdagangan secara menyeluruh dan mengurangi berbagai hambatan proteksi perdagangan yang ada. 3. Pengaturan di bidang HAKI melalui TRIPs, ketentuan investasi yang berkenaan dengan perdagangan, dan perdagangan jasa. Jika dilihat isi persetujuan tersebut, ternyata GATT yang pada walnya merupakan cikal bakal pembentukan WTO ternyata hanya menjadi salah satu bagian dari lampiran persetujuan pembentukan WTO yang berkaitan dengan aturan dan kaedah yang berlaku dalam perdagangan barang. Di dalam persetujuan pembentukan WTO, secara singkat dapat dinyatakan bahwa persetujuan itu bermakna sebagai berikut: 35 1. Sistem perdagangan antar negara-negara di dunia yang berkembang pesat dengan segala permasalahannya, dan dalam rangka memperkuat sistem 34 Abdulkadir Muhammad, Kajian Hukum Ekonomi Hak Kekayaan Intelektual, Bandung; PT Citra Aditya Bakti, 2001, Hal 43. Himalay Taufan: Perlindungan Hukum Atas Rahasia Dagang, 2008. USU e-Repository © 2008 perdagangan multilateral ditempatkan dalam satu organisasi yang lebih terintegrasi yaitu WTO; 2. WTO merupakan organisasi paying penaung yang membawahi seluruh perjanjian dalam Putaran Uruguay dan akan menjadi pengganti WTO; 3. WTO mengadministrasikan semua perjanjian, menyediakan forum-forum untuk negoisasi dikemudian hari, mengadministrasikan sistem penyelesaian sengketa, memantau kebijaksanaan perdagangan dan bekerja sama dengan lembaga-lembaga ekonomi lainnya; 4. Struktur kelembagaan WTO mencakup suatu sidang menteri yang bertemu minimal setiap dua tahun. Suatu General Council yang akan bertemu secara teratur dan council untuk perdagangan barang, Council untuk TRIPs, Council untuk Service Dispute Settlement Body, Trade poling Review Body, dan lain- lain; 5. WTO menyediakan lembaga untuk semua perjanjian-perjanjian yang dicapai oleh putaran uruguay; 6. Semua anggota WTO harus menjadi penandatanganan semua peranjian dan anggota baru WTO setelah penandatanganan langsung dapat diterima dengan persetujuan 23 sesuai dari anggota; 7. Perubahan terhadap WTO dapat dilakukan apabila disetujui 23 anggota. 35 Paingot Rambe Manalu, Hukum Dagang Internasional, Pengaruh Globalisasi Ekonomi Terhadap Hukum Nasional, Khususnya HAKI, Jakarta: Penerbit Mavindo Pustaka Mandiri, 2000, Hal 160. Himalay Taufan: Perlindungan Hukum Atas Rahasia Dagang, 2008. USU e-Repository © 2008 Sebagai bagian dari lampiran pembentukan WTO, TRIPs terdiri dari 7 tujuh Bab, 73 tujuhpuluh tiga pasal, dan memuat kaedah-kaedah secara detail tentang standar yang harus dipenuhi dan dilaksanakan oleh negara-negara penandatanganan untuk Rahasia Dagang ini diatur dalam Article 39 Section 7, yang berbunyi: 1. In the course of ensuring effective protection against unfair competition as provided in Article 10bis of the Paris Convention 1967, Members shall protect undisclosed information in accordance with paragraph 2 and data submitted to governments or governmental agencies in accordance with paragraph 3. 2.Natural and legal persons shall have the possibility of preventing information lawfully within their control from being disclosed to, acquired by, or used by others without their consent in a manner contrary to honest commercial practices 10 so long as such information: a is secret in the sense that it is not, as a body or in the precise configuration and assembly of its components, generally known among or readily accessible to persons within the circles that normally deal with the kind of information in question; b has commercial value because it is secret; and c has been subject to reasonable steps under the circumstances, by the person lawfully in control of the information, to keep it secret. 3. Members, when requiring, as a condition of approving the marketing of pharmaceutical or of agricultural chemical products which utilize new chemical entities, the submission of undisclosed test or other data, the origination of which Himalay Taufan: Perlindungan Hukum Atas Rahasia Dagang, 2008. USU e-Repository © 2008 involves a considerable effort, shall protect such data against unfair commercial use. In addition, Members shall protect such data against disclosure, except where necessary to protect the public, or unless steps are taken to ensure that the data are protected against unfair commercial use. Berdasarkan ketentuan Pasal 39, TRIPs hanya memberikan aturan yang sangat umum mengenai perlindungan atas Rahasia Dagang. Oleh karena itu, TRIPs membebankan kewajiban kepada para anggota WTO untuk melindungi Rahasia Dagang dengan maksud untuk menghindari adanya praktek perdagangan tidak sehat dengan cara mencuri atau memperoleh informasi rahasia secara tidak benar, ataupun dengan cara memanfaatkannya untuk kepentingan perdagangan. Ketentuan ini memberikan konsekuensi kepada negara anggota WTO untuk membentuk Undang- Undang Rahasia Dagang yang harus disesuaikan dan diselaraskan dengan standar minimal yang diatur dalam TRIPs. Dengan demikian, masih dimungkinkan untuk menerapkan ketentuan-ketentuan yang tidak mengabaikan kepentingan nasional. Dengan adanya kewajiban tersebut, maka ketentuan TRIPs ini memberikan pengaruh yang sangat besar dalam pemberian perlindungan hukum terhadap Rahasia Dagang dalam era globalisasi. Selain itu, dalam pelaksanaan perdagangan internasional; yang bebas dan penuh dengan persaingan bisnis, TRIPs dalam Pasal 41 menghendaki agar anggota WTO, seperti Indonesia, mencantumkan prosedur penegakan hukum tentang HAKI Rahasia Dagang dalam hukum nasional demi kelancaran aktivitas perdagangan yang sah dan untuk menciptakan perlindungan hukum yang jujur, adil bagi semua pihak. Selain itu, prinsip-prinsip TRIPs harus Himalay Taufan: Perlindungan Hukum Atas Rahasia Dagang, 2008. USU e-Repository © 2008 menjadi landasan lahirnya ketentuan tentang Rahasia Dagang yang disetai dengan penegakan hukumnya secara konsisten. Oleh karena itu, dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2000 Tentang Rahasia Dagang, sistem hukum yang diterapkan sesuai dengan kepentingan nasional dengan strategi bisnis yang berskala nasional dan internasional dan menciptakan kreasi dan inovasi masyarakat. Dengan kata lain, kebijakan-kebijakan ekonomi demi peningkatan industri harus dilakukan tanpa mengabaikan faktor hukum untuk melindungi hak-hak dari pelaku bisnis. Jadi, para pihak yang memiliki Rahasia Dagang tersebut akan mampu menguasai Rahasia Dagangnya dan memanfaatkannya dalam kancah persaingan bisnis. Dengan demikian, persaingan usaha tidak sehat yang pasti menimbulkan masalah-masalah ekonomi internasional yang berkaitan dengan kepercayaan para investor asing terhadap Indonesia akan mulai berkurang dan persaingan bisnis antar pelaku bisnis dilaksanakan secara jujur, sehat, dan adil dalam aktivitas perdagangan global dalam era globalisasi.

D. PERLINDUNGAN HUKUM RAHASIA DAGANG